Oksidireduktometri.docx

  • Uploaded by: Nurfi Ikhsani
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Oksidireduktometri.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,788
  • Pages: 23
ACARA III OKSIDI-REDUKTOMETRI

A. Tujuan Tujuan

dari

praktikum

Kimia

Analitik

Acara

III

“Oksidi-

Reduktometri” ini adalah : 1. Mahasiswa mampu melakukan titrasi iodometri secara langsung pada sampel buah pisang, jeruk, pepaya, semangka, melon, jambu biji dan beberapa tablet vitamin C serta minuman sari buah. 2. Mahasiswa mampu menentukan kadar vitamin C secara langsung pada sampel buah pisang, jeruk, pepaya, semangka, melon, jambu biji dan beberapa tablet vitamin C serta minuman sari buah.

B. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Teori Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan konsentrasi zat di dalam larutan. Titrasi dilakukan dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Reaksi dilakukan secara bertahap (tetes demi tetes) hingga tepat mencapai titik stoikiometri atau titik setara. Ada beberapa macam titrasi bergantung pada jenis reaksinya, seperti titrasi asam basa, titrasi permanganometri, titrasi argentometri, dan titrasi iodometri (Sunarya dan Agus, 2007). Prinsip titrasi iodometri yaitu titrasi yang melibatkan reaksi antara iod dengan amilum yang akan diindikasikan dengan munculnya warna biru tua pada saat tercapai kesetimbangan. Pada prinsip uji vitamin C, iodine akan mengadisi ikatan rangkap pada vitamin C. Jika keseluruhan vitamin C dalam bahan sudah teradisi oleh iod maka iod akan berikatan dengan indikator amilum membentuk kompleks berwarna biru tua. Ion triodidia sangat cepat berubah menjadi ion iodidia ketika dicampurkan dengan asam askorbat. Ketika semua asam askorbat dioksidasi, ion iodida

kemudian akan bereaksi dengan amilum yang akan menghasilkan warna biru tua

(Ozmen, 2010).

Titrasi iodometri termasuk dalam titrasi yang berdasarkan reaksi redoks (oksidi-reduktomteri). Oksidi-reduktometri adalah metode titrimetri berdasarkan reaksi reduksi dan oksidasi dari titran dan titrat. Oksidireduktometri digunakan untuk analisis logam dalam suatu persenyawaan dan analisis senyawa organik (Harvey, 2000). Oksidimetri adalah teknik titrasi yang menggunakan titran sebagai suatu oksidator. Prinsip dari titrasi ini adalah adanya reaksi oksidasi dan reduksi, yaitu sampel yang dianalisis dititrasi dengan menggunakan suatu indikator yang bersifat reduktor atau oksidator. Pada penetapan kadar vitamin C dengan titrasi redoks (Iodometri), analat atau sampel dioksidasi oleh I2 sehingga I2 tereduksi menjadi ion iodida. I2 merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor yang cukup kuat yang dapat dititrasi. Indikator yang digunakan adalah amilum dengan perubahan warna dari tak berwarna menjadi biru (Sinaga, 2011). Vitamin C termasuk vitamin yang sangat mudah larut, apalagi dalam air dan mudah rusak oleh oksidasi, panas dan alkali. Cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir perubahan kadar vitamin C dalam pangan adalah dengan menghindari pengirisan dan penghancuran yang berlebih dari bahan. Selain itu, pemasakan dengan menggunakan air yang sedikit dan dituutp rapat dapat mengurangi kehilangan kadar vitamin C pada bahan. Penambahan baking soda untuk mencegah hilangnya warna sayuran selama pemasakan juga akan mengurangi kadar vitamin C (Winarno, 2002). Vitamin C mempunyai berat molekul 176 . Vitamin C juga sering disebut dengan asam askorbat, dengan rumus molekul C6H8O6. Dalam bentuk Kristal Vitamin C tidak berwarna, titik cair 190-192oC. bersifat larut dalam air sedikit larut dalam aseton atau alkohol yang mempunyai

berat

molekul

rendah (Sudarmadji,

2010). Vitamin C

bertindak sebagai antioksidan larut air kuat dengan pembilasan oksigen

reaktif dan nitrogen reaktif. Vitamin C merupakan sumber yang sangat baik elektron dan dengan demikian menyumbangkan elektron radikal bebas seperti memadamkan

radikal

hidroksil

dan

reaktivitas senyawa tersebut.

superoksidaradikal

dan

Vitamin C memberikan

perlindungan yang efektif terhadap lipidperoksidasi (Kini et al., 2011). 2. Tinjauan Alat dan Bahan Jeruk adalah salah satu buah-buhan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, selain rasanya yang manis dan tampilannya menarik juga memiliki berbagai macam manfaat bagi tubuh. Selain kaya vitamin dan mineral, jeruk juga mengandung serat makanan yang esensial (sangat dibutuhkan tetapi tidak dapat dibuat oleh tubuh) berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia. Kandungan vitamin C pada jeruk bermanfaat untuk menurunkan resiko terkena serangan kanker usus besar, hal ini dikarenakan jeruk bisa membantu mengusir radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan DNA (Haitami et al., 2017). Pisang

merupakan

komoditi

yang

cukup

menarik

untuk

dikembangkang dan ditingkatkan produksinya. Buah pisang mengandung gizi cukup tinggi, kolesterol rendah serta vitamin B6 dan vitamin C tinggi. Zat gizi terbesar pada buah pisang masak adalah kalium sebesar 373 mg per 100 gram pisang, vitamin A 250-335 gram per 100 gram pisang dan klor sebesar 125 mg per 100 gram pisang. Pisang juga merupakan sumber karbohidrat, vitamin A dan C, serta mineral. Komponen karbohidrat terbesar pada buah pisang adalah pati pada daging buahnya dan akan diubah menjadi sukrosa, glukosa, dan fruktosa pada saat pisang matang (15-20%) (Ambarita et al., 2015). Pepaya merupakan buah tropis yang banyak mengandung vitamin C (78 mg/100g). Kandungan vitamin C dalam buah pepaya lebih tinggi dibandingkan dengan buah jeruk yang dikenal sebagai sumber vitamin C (49 mg/100g). Komponen yang terkandung di dalam pepaya antara lain tokoferol, asam askorbat (vitamin C), beta karoten, flavonoid, vitamin B1 dan niasing. Buah pepaya matang mengandung antioksidan yang lebih

tinggi mengandung antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pepaya mentah dimana antioksidan yang terkandung antara lain senyawa fenol dan vitamin C (Maryawati et al., 2014). Semangka (Citrullus vulgaris) merupakan buah yang digemari masyarakat Indonesia karena rasanya yang manis, renyah dan kandungan airnya yang banyak. Buah semangka mengandung zat-zat yang sangat berguna bagi kesehatan manusia. Manfaat kandungan buah semangka antara lain melindungi jantung, memperlancar pengeluaran urin, dan menjaga kesehatan kulit. Kadar antioksidan yang tinggi pada semangka dapat diandalkan sebagai penetral radikal bebas dan mengurangi kerusakan sel dalam tubuh. Kandungan gizi dalam 100 g semangka yaitu, mengandung 8,1 mg vitamin C dan 569 IU vitamin A. Konsentrasi likopen pada semangka segar adalah 4868 μg/100 g yang mana 40% lebih tinggi daripada konsentrasi likopen pada tomat segar. Semangka juga merupakan sumber vitamin B yang baik, terutama B1, B6, serta mineral seperti kalium dan magnesium (Habibah et al., 2015). Melon merupakan tanaman buah yang sangat dibudidayakan. Melon mengandung vitamin-vitamin yang penting seperti riboflavin, tiamin dan asam folat. Buah melon juga merupakan sumber pro-vitamin A dan vitamin C yang baik. Kandungan vitamin C dalam buah melon yaitu 34 mg per 100 g buah. Konsentrasi padatan terlarut, sukrosa, gula total, βkaroten, dan asam 5-metiltetrahidrofilik berbeda-beda pada setiap bagian buah

(Zeb, 2016). Jambu biji adalah buah yang cukup populer dan tersebar luas di

berbagai daerah di Indonesia. Jambu biji digemari karena rasanya manis, aroamnya harum, dan nilai gizinya tinggi. Jambu biji mengandung berbagai zat gizi yang dapat digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit. Kandungan lengkap kadar gizi yang terdapat dalam 100 g jambu biji masak segar adalah 0,9 g protein, 0,3 g lemak, 12,2 g karbohidrat, 14 mg kalsium, 28 mg fosfor, 1,1 mg besi, 25 SI vitamin A, 0,02 mg vitamin B, 87 mg vitamin C dan air sebanyak 86 g dengan total kalori 49 kalori.

Jambu biji mengandung vitamin C yang cukup tinggi. Kandungan vitamin C jambu biji dua kali lebih banyak dari jeruk manis. Namun, sebagian besar vitamin C jambu biji terkonsentrasi di kulit dan daging bagian luarnya yang lunak dan tebal. Kandungan vitamin C jambu biji mencapai puncaknya saat menjelang matang (Parimin, 2005). Kebutuhan vitamin C dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi buah dan sayur. Perkembangan produksi makanan yang terus berkembang menyebabkan maraknya produk olahan buah dan sayur dalam bentuk minuman kemasan. Banyak produsen yang memproduksi dan menjual sari buah-buahan dalam bentuk minuman kemasan. Produk turunan olahan buah dan sayur tersebut harus dipantau kandungan gizinya, terutama kandungan vitamin C-nya. Pada proses penyimpanan, pendistribusian dan penjualannya dapat menyebabkan minuman kemasan terkena panas dan terpapar oleh sinar matahari, padahal asam askorbat (vitamin C) mudah mengalami oksidasi atau degradasi terutama ketika terkena panas (Wulandari, 2017). Minuman sari buah dalam kemasan sangat digemari oleh semua kalangan. Minuman sari buah sudah diproduksi dan dikonsumsi hampir di seluruh dunia. Minuman ini dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Minuman sari buah dalam kemasan saat ini telah ditingkatkan dengan penambahan bahan tertentu yang dapat memberikan manfaat kesehatan dan mencegah penyakit, seperti penambahan asam askorbat ke dalamnya (Mishra et al., 2012). Asam askorbat adalah salah satu vitamin yang larut dalam air yang penting untuk biosintesis kolagen, karnitin dan neurotransmitter. Asupan asam askorbat dalam tubuh ditambah terutama melalui buah-buahan, sayuran dan tablet (suplemen). Sinstesis asam askorbat (Vitamin C) saat ini sudah tersedia dalam berbagai bentuk sediaan suplemen seperti tablet, kapsul, tablet kunyah, bubuk kristal, tablet effervescent dan bentuk cair. Analisis tablet Vitamin C dapat dilakukan dengan analisis titimteri (Matei et al., 2008).

Vitacimin merupakan produk tablet hisap vitamin C yang pertama kali diluncurkan di Indonesia. Vitacimin berbentuk tablet hisap menyebabkan vitamin C semakin disukai dan mudah dikonsumsi karena menjadi seperti permen, dan bukannya obat. Vitacimin sebagai merek yang pertama dalam kategori produk tablet hisap vitamin C 500 mg. Vicee dan Xon-Ce merupakan merek-merek pengikut yang kandungan vitamin C serta manfaat yang mereka tawarkan tak berbeda Vitacimin (Wardayanti, 2006). Pada penentuan kadar vitamin C ditetapkan berdasarkan prinsip reduksi oksidasi yaitu dengan menggunakan titrasi iodometri atau titrasi langsung. Dalam hal ini I2 atau iod adalah sebagai titrant. I2 merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor yang cukup kuat yang dapat dititrasi. Indikator yang digunakan adalah amilum dengan perubahan warna dari tak berwarna menjadi biru. Indikator amilum 1 % digunakan pada percobaan penentuan kadar vitamin C pada suatu bahan karena pada penambahan I2 bereaksi dengan I- yang akan membentuk ion I3 (triiodide) linear yang mana ion tersebut jika bereaksi dengan amilum akan menghasilkan ion kompleks anilum-triiodida yang berwarna biru. Warna biru yang terjadi merupakan tanda bahwa titikn titrasi telah tercapai (Vieira et al., 2010).

C. Metodologi 1. Alat a. Beaker glass b. Buret c. Erlenmeyer d. Labu takar e. Mortar f. Neraca analitik g. Pipet volumetric h. Propipet

i. Statif 2. Bahan a. ABC jus jambu b. Aquadest c. Flouridina d. Indicator amilum 1% e. Iod 0,01 N f. Jeruk g. Papaya h. Pisang i. UC-1000 Apel j. Vitcee k. Vitacimin l. Xon-Ce

3. Cara Kerja

a. Penetapan kadar vitamin C dengan sampel buah Pepaya, pisang, jeruk

Penghalusan dengan mortar

Penimbangan 10 gram

Pemindahan ke labu takar 100 ml

Penambahan hingga tanda tera

Aquadest

Pengocokan hingga homogen dan pengambilan 20 ml

Pemasukan ke erlenmeyer 100 ml 1 ml indikator amilum 1%

Penambahan

Penitrasian dengan iodin 0,01 N

Gambar 3.1 Diagram Alir Penetapan Kadar Vitamin C dengan sampel Buah

b. Penetapan kadar vitamin C dengan sampel tablet

Vitacimin, Vircee, Xon-Ce

Penghalusan dengan mortar

Penimbangan 0,2 gram

Pemindahan ke labu takar 50 ml

Penambahan hingga tanda tera

Aquadest

Pengocokan hingga homogen dan pengambilan 10 ml

Pemasukan ke erlenmeyer 100 ml 1 ml indikator amilum 1%

Penambahan

Penitrasian dengan iodin 0,01 N

Gambar 3.2 Diagram Alir Penetapan Kadar Vitamin C dengan sampel Tablet

c. Penetapan kadar vitamin C dengan sampel minuman kemasan

Flouridina, ABC Jus Jambu, UC-1000 Apel

Penimbangan 30 ml dalam beker glass

Pemindahan ke labu takar 50 ml

Aquadest

Penambahan hingga tanda tera

Pengocokan hingga homogen

Pengambilan 20 ml dengan pipet

Pemasukan ke erlenmeyer 100 ml

Penambahan

1 ml indikator amilum 1%

Penitrasian dengan iodin 0,01 N

Gambar 3.3 Diagram Alir Penetapan Kadar Vitamin C dengan sampel Minuman Kemasan

D. Hasil dan Pembahasan Vitamin C mempunyai berat molekul 178 dengan rumus molekul C6H8O6. Vitamin C juga sering disebut dengan asam askorbat, Dalam bentuk Kristal Vitamin C tidak berwarna, titik cair 190-192oC. bersifat larut dalam air sedikit larut dalam aseton atau alkohol yang mempunyai berat molekul

rendah (Sudarmadji,

2010). Vitamin C bertindak sebagai

antioksidan larut air kuat dengan pembilasan oksigen reaktif dan nitrogen reaktif. Vitamin C merupakan sumber yang sangat baik elektron dan dengan demikian menyumbangkan elektron radikal bebas seperti radikal hidroksil dan superoksida radikal serta memadamkan reaktivitas senyawa tersebut. Vitamin C memberikan perlindungan yang efektif terhadap lipidperoksidasi (Kini et al., 2011).

Vitamin C termasuk vitamin yang sangat mudah larut, apalagi dalam air dan mudah rusak oleh oksidasi, panas dan alkali. Cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir perubahan kadar vitamin C dalam pangan adalah dengan menghindari pengirisan dan penghancuran yang berlebih dari bahan. Selain itu, pemasakan dengan menggunakan air yang sedikit dan dituutp rapat dapat mengurangi kehilangan kadar vitamin c pada bahan. Penambahan baking soda untuk mencegah hilangnya warna sayuran selama pemasakan juga akan mengurangi kadar vitamin C. Hal itu, agar kadar vitamin C tidak hilang atau berkurang, atau sebaiknya tidak dengan menambahkan baking soda pada saat pemasakan untuk mempertahankan warna sayuran (Winarno, 2002). Faktor yang mempengaruhi vitamin C adalah suhu atau temperatur, udara, cahaya, cara pemasakan dan lama penyimpanan sehingga untuk menjaga kadar vitamin C adalah menjaga agar sampel vitamin C baik buah dan minuman yang memiliki kandungan vitamin C tidak terpapar cahaya secara langsung, tidak terkena suhu tinggi dan tidak disimpan lama. Faktor yang memengaruhi kadar vitamin C dalam suatu produk menurut Oyetade et al (2012), kandungan asam askorbat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu apabila buah mengalami memar, pengupasan, pemotongan menjadi

bagianbagian

kecil,

dan

terpapar

oleh

udara

akan

menambahkan,

faktor

yang

menyebabkan turunnya kandungan vitamin C. Bello

dan

Fowoyo

(2014)

mempengaruhi kadar asam askorbat dalam bahan hasil pertanian adalah kondisi iklim, tingkat kematangan buah, penanganan, penyimpanan, dan tipe

kontainer

(wadah

penyimpanan). Kestabilan asam askorbat juga

sangat dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan, dimana semakin tinggi suhu dan semakin lama penyimpanan akan menyebabkan penurunan kadar vitamin C yang semakin cepat. Vitamin C mudah sekali terdegradasi, baik oleh temperatur, cahaya maupun udara sekitar. Terdapat pengaruh interaksi antara suhu dengan lama penyimpanan terhadap penurunan kadar vitamin C. Bila disimpulkan faktor yang mempengaruhi vitamin C adalah

suhu/temperatur, udara, cahaya, cara pemasakan dan lama penyimpanan. Sehingga untuk menjaga kadar vitamin C adalah menjaga agar sampel vitamin C baik buah dan minuman yang memiliki kandungan vitamin C tidak terpapar cahaya secara langsung, tidak terkena suhu tinggi, dan tidak disimpan lama. Terdapat beberapa metode untuk rmengetahui kadar vitamin C pada suatu bahan pangan. Diantaranya adalah metode titrasi dan metode spektrofotometri. Metode Titrasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu Idiometri, Titrasi 2, 6 D (Dichioroindophenol) dan Titrasi Asam-Basa. lodium ini paling banyak digunakan, karena murah, sederhana, dan tidak memerlukan peralatan laboratoriurn yang canggih.

Titrasi ini memakai

lodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan memakai amilum

sebagai

(Dichioroindophenol)

indikatornya. Metode

Metode

Titrasi

ini menggunakan

2,6

2,6

D

D

dan

menghasilkan hasil yang lebih spesifik dan titrasi yodium. Pada titrasi ini, persiapan sampel ditarnbahkan asam oksalat atau asam metafosfat, sehingga mencegah logam katalis lain mengoksidasi vitamin C. Namun, metode ini jarang dilakukan karena harga dan larutan 2,6 D dan asam metafosfat sangat mahal. Titrasi Asam-Basa merupakan contoh analisis volumetri, yaitu suatu cara atau metode yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dan perangkat gelas yang disebut buret. Bila larutan yang diuji bersifat basa maka titran harus bersifat asam dan sebali knya (Padmaningrum, 200). Metode lain yang digunakan dalam uji Vitamin C yakni spektrofotometri, berdasarkan hukum Lambert beer adalah bias cahaya monokromatik melalui suatu media maka sebagian cahaya tersebut diserap sebagian dipantukan dan sebagian lagi dipancakan. Radiasi yang diserap sebanding dengan konsentrasi yang artinya semakin besar konsentrasi maka absorban akan semakin besar. Pengukuran kadar vitamin C dimulai dari pembuatan larutan seri asam askorbat dengan konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm dan 10 ppm. Masing-masing konsentrasi diukur

serapannya masing-masing pada lamda maksimal kurva.

kemudian dibuat

Penentuan standar ini harus dilakukan dengan hati-hati.

Pada

metode Spektrofotometri ini, larutan sampel (vitamin C) diletakkan pada sebuah kuvet yang disinari oleh cahaya UV dengan panjang gelombang yang sama dengan molekul pada vitamin C yaitu 269 nm. Analisis menggunakan metode ini memiliki hasil yang akurat. Karena alasan biaya, metode ini jarang digunakan (Kini, 2011). Kadar vitamin C ditetapkan berdasarkan prinsip reduksi oksidasi yaitu dengan menggunakan titrasi iodometri atau titrasi langsung. Dalam hal ini I2 atau iod adalah sebagai titrant. Titrasi iodometri termasuk dalam titrasi yang berdasarkan reaksi redoks (oksidi-reduktomteri). Oksidi-reduktometri adalah metode titrimetri berdasarkan reaksi reduksi dan oksidasi dari titran dan titrat. Oksidi-reduktometri digunakan untuk analisis logam dalam suatu persenyawaan dan analisis senyawa organik (Harvey, 2000). Oksidimetri adalah teknik titrasi yang menggunakan titran sebagai suatu oksidator. Prinsip dari titrasi ini adalah adanya reaksi oksidasi dan reduksi, yaitu sampel yang dianalisis dititrasi dengan menggunakan suatu indikator yang bersifat reduktor atau oksidator. Pada penetapan kadar vitamin C dengan titrasi redoks (Iodometri), analat atau sampel dioksidasi oleh I2 sehingga I2 tereduksi menjadi ion iodida. I2 merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor yang cukup kuat yang dapat dititrasi. Indikator yang digunakan adalah amilum dengan perubahan warna dari tak berwarna menjadi biru (Sinaga, 2011). Metode iodometri memiliki prinsip iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibandingkan iodium dimana dalam hal ini potesial reduksi iodum +0,535 volt, karena vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil (+0,116 volt) dibandingkan iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium. Deteksi titik akhir titrasi pada iodometri ini

dilakukan dengan

menggunakan

indikator

amilum

yang

akan

memberikan warna biru kehitaman pada saat tercapainya titik akhir titrasi

(Rohman, 2007). Pada penentuan kadar vitamin C ditetapkan berdasarkan prinsip

reduksi oksidasi yaitu dengan menggunakan titrasi iodometri atau titrasi langsung. Dalam hal ini I2 atau iod adalah sebagai titrant. I2 merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor yang cukup kuat yang dapat dititrasi. Indikator yang digunakan adalah amilum dengan perubahan warna dari tak berwarna menjadi biru. Indikator amilum 1 % digunakan pada percobaan penentuan kadar vitamin C pada suatu bahan karena pada penambahan I2 bereaksi dengan I- yang akan membentuk ion I3 (triiodide) linear yang mana ion tersebut jika bereaksi dengan amilum akan menghasilkan ion kompleks anilum-triiodida yang berwarna biru. Warna biru yang terjadi merupakan tanda bahwa titikn titrasi telah tercapai (Vieira et al., 2010). Tabel 3.1 Hasil Penentuan Kadar Vitamin C pada Beberapa Sampel Buah Kelompok Sampel

Berat Sampel (gram)

Vol. I2 (ml)

1

Pisang

10

0,8

Kadar Vitamin C (%) 0,032

2

Pepaya

10

2

0,008

0,8

0,035

3 Jeruk 10 Sumber: Laporan Sementara

Perubahan Warna Kuning pucatsemburat biru Orange-ungu pekat Kuning-biru

Pada praktikum penentuan kadar vitamin C pada beberapa sampel buah digunakan beberapa sampel buah antara lain buah pisang, papaya dan jeruk. Dari ketiga buah tersebut dilakukan penghalusan dan juga pemerasan untuk mendapatkan sari buahnya yang kemudian akan dihitung kadar vitamin C yang ada pada buah tersebut. Berdasarkan Tabel 3.1 dari ketiga sampel buah yaitu pisang, papaya dan jeruk digunakan sebanyak 10 gram. Kemudian dilakukan titrasi denan mengguanakn larutan Iod 0,01 N. Pada sampel pisang diperoleh volume Iod sebanyak 0,8 ml dengan kadar vitamin C sebesar 0,032%. Sampel papaya diperoleh volume iod sebanyak 2 ml

dengan kadar vitamin C sebesar 0,008%. Sedangkan, untuk sampel jeruk diperoleh volume Iod sebanyak 0,8 ml dengan kadar vitamin C sebesar 0,035%. Perubahan warna yang terjadi pada buah pisang yaitu dari kuning pucat menjadi semburat biru. Pada sampel papaya terjadi perubahan warna dari orange menjadi ungu pekat. Lalu pada sampel jeruk terjadi perubahan warna dari kuning menjadi biru. Menurut Wariyah (2010), kandungan vitamin C pada buah jeruk berkisar antara 20-60 mg/100 ml sari buah. Kandungan vitamin C pada buah pepaya sebesar 60,9 mg/100 gram (Cresna et al., 2014). Kandungan vitamin C pada buah pisang sebesar 72,0 mg/100 gram (Mahardika dan Reni, 2016). Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat dibandingkan dengan teori dan ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil praktikum terhadap teori pada kadar vitamin C pepaya dan pisang. Kesalahan tersebut dapat disebabkan karena ketidaktelitian praktikan dalam melakukan praktikum. Sedangkan pada hasil praktikum kadar vitamin C untuk jeruk menyatakan adanya kedekatan dengan hasil teori, sehingga dapat diketahui kadar vitamin C tertinggi pada buah ada pada sampel jeruk dan kadar vitamin C terndah ada pada sampel pepaya. Tabel 3.2 Hasil Penentuan Kadar Vitamin C pada Beberapa Sampel Tablet Kelompok Sampel Berat Sampel Kadar Perubahan Vol. I2 (gram) Vitamin C Warna (ml) (%) 14 Vitacimin 0,2013 11,7 25,574 Kuning-semburat biru 15 Vitcee 0,2089 18 37,913 Kuning-semburat biru 16

Xon-ce

0,2028

10,5

22,781

Kuning-semburat biru

Sumber: Laporan Sementara Pada praktikum penentuan kadar vitamin C pada beberapa sampel tablet digunakan beberapa sampel tablet antara lain buah vitacimin, vircee dan xon-ce. Dari ketiga tablet tersebut dilakukan penghalusan dan pelarutan untuk mendapatkan ekstrak dari tablet yang kemudian akan dihitung kadar vitamin C yang ada pada tablet tersebut. Berdasarkan Tabel 3.2 dari ketiga

sampel tablet ditimbang masing-masing sebanyak vitacimin 0,2013 gram, vircee 0,2089 gram dan xon-ce 0,2028 gram. Kemudian dilakukan titrasi denan mengguanakn larutan Iod 0,01 N. Pada sampel vitacimin diperoleh volume Iod sebanyak 11,7 ml dengan kadar vitamin C sebesar 25,574%. Sampel vircee diperoleh volume iod sebanyak 18 ml dengan kadar vitamin C sebesar 37,913%. Sedangkan, untuk sampel xon-ce diperoleh volume Iod sebanyak 10,5 ml dengan kadar vitamin C sebesar 22,781%. Perubahan warna yang terjadi pada tablet vitacimin yaitu dari warna kuning menjadi semburat biru. Tablet vircee terjadi perubahan warna dari kuning menjadi semburat biru. Kemudian, tablet Xon-Ce terjadi perubahan warna dari kuning menjadi semburat biru. Kadar vitamin C yang tertera pada kemasan Vitacimin yaitu 250mg/ 500 mg atau setara dengan 50%. Pada sampel tablet Xon – Ce kadar vitamin C pada kemasan yaitu 500 mg atau setara dengan 25%. Lalu pada sampel tablet vircee kadar vitamin C pada kemasan yaitu 500 mg atau setara dengan 25%. Dari hasil tersebut dapat dibandingkan dengan hasil praktikum bahwa, untuk sampel Xon-Ce mengalami kedekatan dengan teori. Sedangkan untuk sampel tablet vitacimin dan vircee mengalami ketidaksesuaian. Kesalahan tersebut dapat disebabkan karena ketidaktelitian praktikan dalam melakukan praktikum. Sehingga dapat diketahui kadar vitamin C pada sampel tablet tertinggi berdasarkan praktikum yang telah dilakukan terdapat pada Vitcee, Vitacimin dan Xon-Ce. Sedangkan, berdasarkan kadar yang tertera pada kemasan kandungan vitamin C tertinggi terdapat pada Vitacimin, kemudian terendah ada pada tablet Xon-Ce dan Vitcee. Tabel 3.3 Hasil Penentuan Kadar Vitamin C pada Beberapa Sampel Minuman Kemasan Kelompok Sampel Berat Sampel Vol. I2 Kadar Perubahan (gram) Vitamin C Warna (ml) (%) 7-8

Flouridina

30

10

0,0733

7-8

UC-1000 Apel

30

32,8

0,2405

7-8

ABC Jus Jambu

30

11

0,0806

Orange-semburat biru Kuning-kuning muda Pink-biru keunguan

Sumber: Laporan Sementara Pada praktikum penentuan kadar vitamin C pada beberapa sampel minuman kemasan digunakan beberapa sampel minuman kemasan antara lain flouridina, UC-1000 apel dan ABC Jus jambu. Dari ketiga sampel minuman kemasan tersebut diambil sebanyak 30 gram sampel yang kemudian akan dihitung kadar vitamin C yang ada pada sampel minuman kemasan tersebut. Berdasarkan Tabel 3.3 dari ketiga sampel sampel minuman kemasan yaitu flouridina, UC-1000 apel dan ABC Jus jambu.digunakan sebanyak 30 gram. Kemudian dilakukan titrasi denan mengguanakn larutan Iod 0,01 N. Pada sampel flouridina digunakan volume iod sebanyak 10 ml dengan kadar vitamin C sebesar 0,0733%. Pada sampel UC-1000 apel digunakan volume iod sebanyak 32,8 ml dengan kadar vitamin C sebesar 0,2405%. Kemudian untuk sampel ABS jus jambu digunakan volume iod sebanyak 11 ml dengan kadar vitamin C sebesar 0,0806%. Perubahan warna yang terjadi pada sampel flouridina yaitu dari warna orange menjadi semburat biru. Sampel UC-1000 apel terjadi perubahan warn dari warna kuning menjadi kuning muda. Sedangkan untuk sampe ABC jus jambu terjadi perubahan warna dari pink menjadi biru. Kandungan vitamin C yang ada pada minuman kemasan flouridina yang tertera pada kemasan sebesar 140%. Kandungan vitamin C pada minuman kemasan UC-1000 Apel sebesar 1000 mg. sedangkan untuk kandungan vitamin C pada ABC jus jambu 100% pada kemasan yang tertera. Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat dibandingkan dengan teori dan ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil praktikum terhadap teori pada kadar vitamin C flouridina, UC-1000 apel dan ABC Jus jambu. Kesalahan tersebut dapat disebabkan karena ketidaktelitian praktikan dalam melakukan praktikum. Dari hasil praktikum kadar vitamin C tertinggi ada pada sampel minuman kemasan UC-1000 Apel, ABC jus jambu dan flouridina.

Faktor yang mempengaruhi perbedaan kadar vitamin C tiap sampel adalah berat sampel dan volume iod yang digunakan. Berat sampel berbanding terbalik dengan kadar vitamin C. Semakin banyak sampel yang digunakan, semakin kecil kadar vitamin C. Sedangkan volume iod berbanding lurus dengan kadar vitamin C. Semakin banyak iod yang digunakan, semakin tinggi kadar vitmin C nya, dan semakin sedikit iod yang digunakan, semakin kecil kadar vitamin C nya.Selain itu, juga dipengaruhi oleh bahan makanan yang disimpan terlalu lama. Faktorfactor tersebut juga dapat didpatkan secara alami dari alam atau karena penyimpanan atau perlakuan terhadap bahan pangan tersebut belum benar sehingga dapat menyebabkan kandungan kadar vitamin C pada bahan pangan berkurang. Berbagai macam factor termasuk adanya oksigen dan ion metal (especially Cu2+, Ag+, Fe3+), pH alkali dan temperature tinggi mempengaruhi kandungan kadar vitamin C pada bahan mentah (Phillips et al., 2010). Vitamin C merupakan vitamin yang sangat mudah larut, apalagi dalam air dan mudah rusak oleh oksidasi, panas dan alkali. Cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir perubahan kadar vitamin C dalam pangan adalah dengan menghindari pengirisan dan penghancuran yang berlebih dari bahan. Selain itu, pemasakan dengan menggunakan air yang sedikit dan dituutp rapat dapat mengurangi kehilangan kadar vitamin c pada bahan. Penambahan baking soda untuk mencegah hilangnya warna sayuran selama pemasakan juga akan mengurangi kadar vitamin C. Untuk itu, agar kadar vitamin C tidak hilang atau berkurang, atau sebaiknya tidak dengan menambahkan baking soda pada saat pemasakan untuk mempertahankan warna sayuran (Winarno, 2002). Uji oksidi-reduktometri digunakan untuk menentukan kadar vitamin C dari suatu bahan pangan dan mencegah kerusakan akibat radikal bebas sehingga makanan tidak mudah busuk. Selain itu juga dapat digunakan untuk mengetahui kandungan bahn pencemar berbahaya pada

limbah industri pangan serta mengukur kandungan iodat dalam bumbu dapur (Saksono, 2002 ).

E. Kesimpulan Berdasarkan Praktikum Acara 3 Oksidi-Reduktometri dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Titrasi iodometri yaitu titrasi yang melibatkan reaksi antara iod dengan amilum yang akan diindikasikan dengan munculnya warna biru tua pada saat tercapai kesetimbangan. 2. Kadar vitamin C pada sampel buah pisang diperoleh sebesar 0,0352%, sampel buah pepaya sebesar 0,008% dan sampel buah jeruk sebesar 0,0352%. 3. Kadar vitamin C pada sampel tablet vitacimin sebesar 0,2013%, sampel table vircee sebesar 0,2089% dan untuk sampel tablet xon-ce sebesar 0,2028%. 4. Kadar vitamin C pada sampel minuman kemasan flouridina sebesar 0,0733%, sampel minuman kemasan UC-1000 apel sebesar 0,2405% dan untuk sampel minuman kemasan ABC jus jambu sebesar 0,0806%.

DAFTAR PUSTAKA Ambarita, Monica Dame., Eva Sartini Bayu dan Hot Setiado. 2015. Identifikasi Karakter Morfologis Pisang (Musa spp.) di Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Agroekoteknologi, Vol. 4, No. 1. Bello, A.A., dan Fowoyo, P.T. 2014. Effect of Heat on the Ascorbic Acid Content of Dark Green Leafy Vegetables and Citrus Fruits. African Journal of Food Science and Technology. 5 (4) 114-118. Habibah, Rakhmi., Windi Atmaka dan Choirul Anam. 2015. Pengaruh Penambahan Tomat terhadap Sifat Fisikokimia dan Sensori Selai Semangka (Citrullus vulgaris, Schard). Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 5. Haitami., Annisa Ulfa dan Akhmad Muntaha. 2017. Kadar Vitamin C Jeruk Sunkist Peras dan Infused Water. Medical Laboratory Technology Journal, Vol. 3, No.1. Harvey David. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: McGraw-Hill Comp. Kini, Rekha D,. et al. 2011. Role Of Vitamin C As An Antioxidant In Cadmium Chloride Induced Testicular Damage. New Delhi. Maryawati, Eva., Liza Pratiwi dan Bambang Wijanto. 2014. Uji Efektivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Buah Pepaya (Carica Papaya L.) dalam Formulasi Krim terhadap DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil). Jurnal Mahasiswa Farmasi UNTAN, Vol. 1, No. 1. Matei, N., S. Birghila., V. Popescu., S. Dorbinas., A. Soceanu., C . Oprea., dan V. Magearu. 2008. Kinetic Study of Vitamin C Degradation from Pharmaceutical Products. Rom. Journ. Phys, Vol. 53, No.1-2. Mishra, Vandana., Vinita Puranik, Vinti Singh, Mudite Verma, Neelam Yadav dan G.K Rai. 2012. Development of Vitamin C Rich Value Added Beverage. American Journal of Food Technology, Vol. 7, No. 4. Oyetade, Oyeleke &Adegoke. 2012. Stability Studies on Ascorbic Acid (Vitamin C) From Different Source. Journal Apllied Chemistry, Vol 2, No. 3. Ozmen, Ibrahim Asutay. 2010. Ascorbic Acid Levels in Vitamin Pills. International Baccalaureate. Ankara.

Padmaningrum, Regina Tutik. 2008. Titrasi Iodometri. Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. Parimin, PS. 2005. Jambu Biji : Budidaya dan Ragam Pemanfaatannya. Penebar Swadaya. Jakarta. Phillips, Katherine M. 2010. Stability of vitamin C in frozen raw fruit and vegetable homogenates. Journal Of Food Composition And Analysis, Vol 23 : 253–259. Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Saksono, N. 2002. Analisis Iodat Dalam Bumbu Dapur Dengan Metode Iodometri dan X-Ray Fluorescence. Jurnal teknologi FT UI. Sinaga, RH. 2011. Studi Kandungan Vitamin C Pada Tumbuhan Kol. USU-Press. Medan. Sinaga, RH. 2011. Studi Kandungan Vitamin C Pada Tumbuhan Kol. USU-Press. Medan. Sudarmadji, Slamet. 2010, Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty Yogyakarta. Yogyakarta. Sunarya, Yayan., dan Agus Setiabudi. Mudah dan Aktif Belajar Kimia. Setia Purna Inves. Bandung. Vieira, Carlos Alberto., Vanessa Grazielli M., Vanessa Carolyne F., Camila Jacob., Luma Chezira., dan Jose Roberto G. 2010. Further Insight Toward Vitamin C Determination and Stability Proposal of A New Quatification Method. Bosci Journal Vol 26 (2) : 296-297. Wardayanti, Cynthia Yulita. 2006. Analisis Pengaruh Pioneer-Status sebuah Merek terhadap Sikap Konsumen dalam Kategori Produk Vitamin C 500mg. Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 1, No. 2. Wariyah, Chatarina. 2010. Vitamin C Retention And Acceptability Of Orange (Citrus Nobilis Var. Microcarpa) Juice During Storage In Refrigeration. Jurnal Agri Sains Vol 1(1) : 50-55. Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wulandari, Winda Trisna. 2017. Analisis Kandungan Asam Askorbat dalam Minuman Kemasan yang Mengandung Vitamin C. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada, Vol. 17, No. 1. Zeb, Alam. 2016. Phenolic Profile and Antioxidant Activity of Melon (Cucumi Melo L.) Seeds from Pakistan. Journal and Food Article, Vol. 5, No. 37.

DOKUMENTASI

Gambar 3.4 Penentuan Kadar Vitamin C pada Sampel Buah Jeruk

More Documents from "Nurfi Ikhsani"