NILAI-NILAI PANCASILA HILANG KEMANA? MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila yang diampu oleh Dra. Siti Mutmainah, M. Pd.
Oleh Popy Lutfianti Deva Manan NIM : 18030194025
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN KIMIA PRODI PENDIDIKAN KIMIA 2018
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini berjudul “Nilai-Nilai Pancasila Hilang Kemana?” yang di dalamnya ini akan dibahas mengenai nilai-nilai Pancasila yang mulai luntur dikalangan remaja khususnya mahasiswa di Indonesia. Dalam kesempatan ini saya ucapkan terima kasih kepada Bu Siti Mutmainah selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah membimbing saya dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini sangat terbuka dan terus dilakukan perbaikan dan penyempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan para pembaca memberikan masukan, kritik, dan saran, untuk perbaikan dan penyempurnaan pada penulisan makalah beriktunya. Atas kontribusi tersebut, saya ucapkan terima kasih. Semoga dapat memeberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca.
Surabaya, 22 November 2018
Penulis
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii BAB 1 Pendahuluan .............................................................................................. 1 1.1
LATAR BELAKANG ............................................................................ 1
1.2
RUMUSAN MASALAH ........................................................................ 1
1.3
TUJUAN .................................................................................................. 2
1.4
MANFAAT PENULISAN ..................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................ 3 2.1
Pengertian Pelecehan Seksual ............................................................... 3
2.2
Kasus pelecehan seksual yang diangkat dalam pembahasan ............. 6
2.3
Hukum yang berlaku di Indonesia ....................................................... 7
2.4
Solusi yang diberikan oleh universitas terkait ..................................... 8
2.5
Solusi dari saya ....................................................................................... 8
BAB 3 KESIMPULAN ....................................................................................... 10 3.1
Kesmpulan ............................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 11 LAMPIRAN ......................................................................................................... 12
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pancasila sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diterima secara luas dan telah bersifat final. Hal ini kembali ditegaskan dalam Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Selain itu Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang ini. Salah satunya adalah makin maraknya kasus-kasus pelecehan seksual.Yang mana hal ini jelas bertentangan dengan Pancasila dan merupakan bukti nyata lunturnya nilai-nilai Pancasila terutama sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab” dan menjadi bukti terjadinya krisis moral yang dialami bangsa kita. Sebagai insan Pancasila hendaknya segala tindakan kita harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.Karena Pancasila merupakan pandangan hidup rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka yang tidak Pancasilais. Selain itu kita juga harus mencegah segala tindakan yang dapat merusak citra Pancasila seperti tindakan asusila dan sebagainya.
1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian pelecehan seksual?
2
2. Bagimana hubungan pelecehan seksual dengan lunturnya nilai-nilai pancasila? 3. Bagaimana solusi yang diberikan oleh pihak terkait dalam kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus? 1.3 TUJUAN 1. Mengetahui pengertian pelecehan seksual. 2. Mengetahui hubungan pelecehan seksual dengan lunturnya nilai-nilai pancasila. 3. Mengetahui solusi yang diberika oleh pihak terkait dalam kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus. 1.4 MANFAAT PENULISAN 1. Menumbuhkan rasa peduli terhadap sesama dan tidak hanya diam saat mengetahui kasus pelecehan seksual. 2. Memberikan wawasan kepada pembaaca khususnya mahasiswa terhadap kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan kampus.
3
BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Pelecehan Seksual Secara umum yang dimaksud dengan pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi atau mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negatif seperti malu, marah, benci, tersinggung, dan sebagainya pada diri individu y ang menjadi korban pelecehan tersebut. Rentang pelecehan seksual ini sangat luas, yakni meliputi main mata, siulan nakal, komentar berkonotasi seks atau gender, humor porno, cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual hingga perkosaan. Menurut Adam Chazawi dalam bukunya yang berjudul ’Tindak Pidana Mengenai Kesopanan” bahwa kata kesusilaan telah dipahami oleh setiap orang, sebagai suatu pengertian adab sopan santun dalam hal 7 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm-13. yang berhubungan dengan seksual atau dengan nafsu berahi. Secara singkat dapat dikatakan bahwa kejahatan kesusilaan adalah kejahatan yang berhubungan dengan kesusilaan. Definisi singkat dan sederhana ini apabila dikaji lebih lanjut untuk mengetahui seberapa jauh ruang lingkupnya ternyata tidaklah mudah, karena pengertian dan batasbatas ’kesusilaan’ itu cukup luas dan dapat berbeda-beda menurut pandangan dan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Terlebih pada dasarnya setiap tindak pidana (delik) mengandung didalamnya pelanggaran terhadap nilai-nilai kesusilaan; bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu sendiri pada hakikatnya merupakan nilai-nilai kesusilaan yang minimal (das Recht ist das ethische Minimum). Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ada beberapa perbuatan yang masuk kategori ’kekerasan/pelecehan seksual’ yaitu:
4
- Merusak kesusilaan di depan umum (Pasal 281, 283, 283 bis); - Perzinahan (Pasal 284); - Pemerkosaan (Pasal 285); - Pembunuhan (Pasal 338); - Pencabulan (Pasal 289, 290, 292, 293 (1), 294, 295 (1) Perkosaan adalah hubungan seksual yang dilakukan tanpa kehendak bersama, dipaksakan oleh salah satu pihak pada pihak lainnya. Korban dapat berada di bawah ancaman fisik dan/atau psikologis, kekerasan, dalam keadaan tidak sadar atau tidak beradaya, berada di bawah umur, atau mengalami keterbelakangan mental dan kondisi kecacatan lain, sehingga tidak dapat menolak apa yang terjadi, tidak mengerti, atau tidak dapat bertanggungjawab atas apa yang terjadi padanya. Menurut E.Kristi Poerwandari, perkosaan adalah tindakan pseudo-sexual, dalam arti merupakan perilaku seksual yang tidak selalu dimotivasi dorongan seksual sebagai motivasi primer, melainkan berhubungan dengan penguasaan dan dominasi, agresi dan perendahan pada satu pihak (korban) oleh pihak lainnya (pelaku). Kejahatan-kejahatan yang termasuk sebagai kejahatan kesusilaan yaitu kejahatan kesusilaan yang berhubungan dengan masalah seksual, diatur dalam Buku III KUHP mulai Pasal 281 sampai dengan Pasal 299 sebagai berikut: kejahatan dengan melanggar kesusilaan, kejahatan pornografi, kejahatan pornografi terhadap orang yang belum dewasa, kejahatan pornografi dalam melakukan pencahariannya, kejahatan perzinahan, kejahatan perkosaan untuk bersetubuh, kejahatan bersetubuh dengan perempuan di luar kawin yang umurnya belum 15 tahun, kejahatan bersetubuh dengan perempuan dalam perkawinana yang belum waktunya dikawin dan menimbulkan akibat lukaluka, kejahatan perkosaan berbuat cabul atau perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, kejahatan perbuatan cabul pada orang yang pingsan, pada orang yang umurnya belum 15 tahun atau belum waktunya untuk dikawin, kejahatan bersetubuh dengan perempuan di luar kawin yang dalam keadaan pingsan, yang umurnya belum 15 tahun, perkosaan berbuat cabul dan perbuatan cabul pada
5
orang yang dalam keadaan pingsan atau umurnya belum 15 tahun, kejahatan perkosaan bersetubuh, kejahatan menggerakkan untuk berbuat cabul dengan orang yang belum dewasa, kejahatan berbuat cabul dengan anaknya, anak tirinya dan lain-lain yang belum dewasa, kejahatan permudahan berbuat cabul sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, kejahatan memperdagangkan wanita dan anak lakilaki yang belum dewasa dan kejahatan mengobati wanita dengan ditimbulkan harapan bahwa hamilnya dapat digugurkan. Pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Meskipun pada umumnya para korban pelecehan seksual adalah kaum wanita, namun hal ini tidak berarti bahwa kaum pria kebal (tidak pernah mengalami) terhadap pelecehan seksual. Pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, seperti di bus , pabrik, supermarket, bioskop, kantor, hotel, trotoar, baik siang maupun malam. Pelecehan seksual di tempat kerja seringkali disertai dengan janji imbalan pekerjaan atau kenaikan jabatan. Bahkan bisa disertai ancaman, baik secara terang-terangan ataupun tidak. Apabila janji atau ajakan tersebut tidak diterima, akan berakibat pada korban yaitu kehilangan pekerjaan, tidak dipromosikan, atau dimutasi. Pelecehan seksual bisa terjadi tanpa ada janji atau ancaman, namun dapat membuat tempat kerja menjadi tidak tenang, ada permusuhan, penuh tekanan. Beberapa contoh tindak pelecehan seksual yang terjadi antara lain 1) tekanan langsung atau halus untuk untuk tindakan seksual (berciuman, berpegangan tangan, berhubungan seksual) perilaku genit, gatal atau centil, 2) sentuhan yang tidak diundang atau kedekatan fisik yang tidak diundang, atau menyorongkan alat kelamin atau dada pada korbannya, 3) agresi fisik seperti ciuman atau menepuk bagian tubuh tertentu, 4) lelucon atau pernyataan yang menjurus, merendahkan jenis k elamin tertentu dan tidak pada tempatnya, 5) serangan seksual, gerak-gerik yang bersifat seksual, kasar atau ofensif atau menjijikkan, 6) perhatian seksual yang tidak diundang dan tidak disukai serta tidak pada tempatnya, 7) merendahkan martabat seseorang secara langsung karena jenis kelamin mereka secara verbal, 8) tuntutan berhubungan seks untuk dapat naik jabatan atau tanpa ancaman, 9) gerak-gerik tubuh yang ‘sok akrab’ secara fisik dan bersifat menjurus ke arah hubungan seks, 10) menunjukkan gambar seksual, 11) selalu menatap atau melihat bagian tubuh
6
tertentu, 12) membuat pernyataan, pertanyaan atau komentar yang secara seksual bersifat eksplisit, 13) membuat pernyataan yang merendahkan gender atau orientasi seksual orang (misalnya, merendahkan seseorang karena ia homoseksual atau waria). Ada lima kategori pelecehan seksual. Pertama pelecehan gender, yang berupa ungkapan verbal atau perilaku merendah-kan gender lain. Misalnya, mengatakan: apa sih yang dapat dikerjakan perempuan dalam kasus semacam ini?. Kedua, seduction berupa rayuan seksual, sensual yang diucapkan secara senonoh, misalkan tiba-tiba menelepon mengajak kencan atau menjadikan seseorang sasaran pembicara-an yang mengandung atau dikaitkan dengan hal-hal seksual. Ketiga , bribery merayu dengan disertai upaya “penyuapan”. Misalnya janji akan diberi promosi kenaikan pangkat atau gaji, janji diluluskan ujian . Keempat sexual coercion, memaksa atau mengancam dengan ber-bagai cara agar korban bersedia melakukan apa yang diinginkan . Kelima, sexual imposition berupa perlakuan “menyerang” secara paksa sehingga korban tidak berdaya menolaknya, misalnya tiba-tiba mencium dan mendekap dari belakang. 2.2 Kasus pelecehan seksual yang diangkat dalam pembahasan Kasus yang diangkat dalam pembahasan adalah kasus pelecehan seksual yang dilakukan seorang dosen Fisipol Universitas Gadjah Mada pada April 2015. Kejadian ini bermula ketika korban meminta bantuan konsultasi kepada EH (nama samaran) soal tugas presentasi kuliah. Saat itu, EH menyanggupi memberikan bantuan konsultasi. Seusai bimbingan tugas kuliah itu, EH bercerita bahwa ia mendapatkan proyek. EH menawarkan kepada korban untuk membantunya mengerjakan proyek tersebut. Dalam proses pengerjaan proyek tersebut, EH beberapa kali mengajak korban untuk bertemu. Setiap kali bertemu, EH cenderung mengajak pada malam hari antara pukul 19.00 WIB hingga 21.30 WIB. Suatu ketika, EH menghubungi korban untuk mengajak bertemu dan membahas proyek. EH memintanya datang ke sebuah pusat studi di UGM. Pada pertemuan itu, EH menunjukkan kepada korban sebuah rak buku yang digunakan untuk mengerjakan proyek. Saat korban berdiri melihat buku, EH mendekati. Saat itulah, tangan EH memeluk korban dari samping hingga korban merasa risih. Namun, hal itu dilakukan EH sambil
7
terus menerangkan. Seusai kejadian itu, korban sempat bertemu dengan EH. Namun, saat bertemu itu, EH tidak meminta maaf dan seakan-akan merasa tidak bersalah telah berbuat seperti itu. Korban pun ragu-ragu untuk mengungkit masalah itu. Ia memilih bercerita kepada sahabatnya mengenai kejadian yang dialaminya. Mendengar cerita itu, sahabatnya menyarankan agar korban melapor. Namun, saat itu ia berpikir bahwa melapor justru akan membuat masalah itu menjadi rumit dan bisa memengaruhi kuliahnya. Akhirnya, korban memutuskan untuk menghindar dan menolak ketika diberi proyek maupun ketika diajak bertemu dengan EH. Pada 2016, korban menghubungi seseorang perwakilan kampus yang menyatakan kesediannya untuk memfasilitasi dan menyelesaikan kasus ini. Dari situlah korban berani membuat laporan.
2.3 Hukum yang berlaku di Indonesia Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2004, pelecehan seksual diatur dalam Pasal 8 yang berbunyi sebagai berikut ”Kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam pasal 5 huruf c meliputi: (a). Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; (b). Pemaksaan hubungan seksual terhadap seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Sedangkan ancaman hukuman pidananya adalah 12 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 36 juta (untuk Pasal 8 huruf a); 15 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 12 juta (untuk Pasal 8 huruf b). Berdasarkan ketentuan Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah adalah:(a). Keterangan Saksi; (b). Keterangan Ahli; (c). Surat; (d). Petunjuk; (e).Keterangan Terdakwa. Dalam KUHP, berat atau ringannya tindak pelecehan seksual yang dilakukan, dapat dilihat dari ancaman hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelaku. Sebagai contoh dalam Pasal 285 KUHP ditentukan bahwa ”Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun”. Sedangkan dalam Pasal 289 KUHP ditentukan bahwa”Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk
8
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun”. Dengan demikian ketentuan Pasal 285 lebih berat dari ketentuan Pasal 289, namun ada persamaan unsur yang harus dipenuhi yaitu adanya kekerasan atau ancaman kekerasan.
2.4 Solusi yang diberikan oleh universitas terkait Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan akan memberikan sanksi tegas kepada seorang dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswinya. Penegasan itu disampaikan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Erwan Agus Purwanto melalui rilis pada Jumat, 3 Juni 2016. Dalam rilis tersebut, ia menyatakan, UGM telah menangani kasus pelecehan seksual itu sejak 25 Januari 2016 lalu. Erwan mengatakan, UGM terutama Fisipol, dengan tegas memprioritaskan keberpihakan kepada penyintas kasus pelecehan seksual. Fisipol juga telah mengklarifikasi dugaan pelecehan tersebut kepada EH dan yang bersangkutan mengakui perbuatannya. Tindakan tegas yang dimaksudkan oleh UGM adalah sebagi berikut: a. membebastugaskan EH dari kewajiban mengajar serta membimbing skripsi dan tesis. b. membatalkan usulan EH sebagai kepala pusat kajian. c. mengikuti program konseling dengan Rifka Annisa Women's Crisis Center untuk menangani perilaku negatif, khususnya yang terkait pelecehan seksual. UGM
2.5 Solusi dari saya Menurut saya, dalam kasus-kasus semacam ini, merugikan pihak wanita. Tindakan yang dilakukan EH terhadap mahasiswinya tersebut juga melanggak norma kesusilaan. Solusi yang saya tawrkan untuk kasus semacam ini adalah membawa kasus tersebut agar ditangani dalam persidangan.
9
Sehingga kasus ni dapat terselesaikan secara adil. Hukuman pidana yang diterima oleh pelaku adalah dihukum penjara paling lama 2 (dua) tahun 8 bulan penjara. Karena bisa jadi, sanksi yang telah dijatuhkan oleh pihak terkait tidak membuat pelaku menjadi jera, maka penyelesaian kasus tersebut haruslah sesuai hukum yang berlaku karena Indonesia adalah negara hukum.
10
BAB 3 KESIMPULAN 3.1 Kesmpulan Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa -
Terjadinya kasus pelecehan seksual merupakan bentuk penyimpangandari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Terutama sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Dan merupakan tindakan yang melanggar norma kesusilaan.
-
Solusi yang perlu diberikan untuk kasus tersebut selain tindakan tegas yang diebrikan oleh kampus adalah membawanya ke persidangan untuk mendapatkan hasil yang tidak merugikan salah satu pihak.
11
DAFTAR PUSTAKA Chazawi, Adam. 2006. Tindak Pidana Mengenai Kesopanan. Jakarta : Raja Grafindo Persada. E. Kristi Poerwandari. 2000. Kekerasan Terhadap Perempuan: Tinjauan Psikologi dan Feministik Alumni. Bandung. 2000. Kusuma, Wijaya. 2016. Ini Penuturan Korban Pelecehan Seksual oleh Oknum Dosen
Fisipol
UGM.
Dikutip
dari
https://regional.kompas.com/read/2016/06/04/09090011/ini.penuturan.kor ban.pelecehan.seksual.oleh.oknum.dosen.fisipol.ugm
(online).
Diakses
pada Minggu 2 Desember 2018 6:24 AM. Lipuan 6. (2016). UGM Jatuhkan 3 Sanksi Bagi Dosen Fisipol Pelaku Pelecehan. Dikutip
dari
https://www.liputan6.com/regional/read/2523300/ugm-
jatuhkan-3-sanksi-bagi-dosen-fisipol-pelaku-pelecehan-seks
(online).
Diakses pada Jumat 28 November 2018 6:35 AM. R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor: Politeia, 1996 Sari, Intan Permata. 2017. Hukuman Bagi Pelaku Pelecehan Seksual Terhadap Sesama Jenis. LEGITIMASI, Vol. VI No. 1, 22-42 Sumera, Marcheyla. 2013. Lex et Societatis. Vol. I/No.2/Apr-Jun/2013 39-49. Widarti, dkk. 2011. Pelecehan Seksual Sebagai Bukti Lunturnya Nilai-Nilai Pancasila. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Undang-undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
12
LAMPIRAN Ini Penuturan Korban Pelecehan Seksual oleh Oknum Dosen Fisipol UGM KONTRIBUTOR YOGYAKARTA, WIJAYA KUSUMA Kompas.com 04/06/2016, 09:09 WIB SLEMAN, KOMPAS.com — Seorang mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tidak menyangka menjadi korban pelecehan seksual oleh dosennya berinisal EH. Selama ini, korban mengenal EH sebagai sosok pengajar yang baik, ramah, dan berkarisma. "Di mata mahasiswa, dia itu dikenal dosen yang bagus, baik dalam ngasih pengajaran maupun bimbingan," ujar mahasiswi tersebut saat ditemui Kompas.com belum lama ini. Ia menuturkan, peristiwa itu terjadi terjadi pada April 2015. Awalnya, korban meminta bantuan konsultasi kepada EH soal tugas presentasi kuliah. Saat itu, EH menyanggupi memberikan bantuan konsultasi. Seusai bimbingan tugas kuliah itu, EH bercerita bahwa ia mendapatkan proyek. EH menawarkan kepada korban untuk membantunya mengerjakan proyek tersebut. "April 2015 itu, dia (EH) menawari membantu proyeknya. Membantu me-resume penulisan jurnal dia gitu," kata dia. Dalam proses pengerjaan proyek tersebut, EH beberapa kali mengajak korban untuk bertemu. Setiap kali bertemu, EH cenderung mengajak pada malam hari antara pukul 19.00 WIB hingga 21.30 WIB. Suatu ketika, EH menghubungi korban untuk mengajak bertemu dan membahas proyek. EH memintanya datang ke sebuah pusat studi di UGM. "Malam hari, memang dia sering bekerja di situ, seperti ruangan yang ada perpustakaannya," kata dia. Pada pertemuan itu, EH menunjukkan kepada korban sebuah rak buku yang digunakan untuk mengerjakan proyek. Saat korban berdiri melihat buku, EH mendekati. Saat itulah, tangan EH memeluk korban dari samping hingga korban merasa risih. Namun, hal itu dilakukan EH sambil terus menerangkan. "Sambil ngejelasin, bagi dia gerakan tangannya seperti itu hal yang wajar. Kaget, takut, saya berusaha melindungi dan menahan dengan tangan," ucapnya. Seusai kejadian itu, korban sempat bertemu dengan EH. Namun, saat bertemu itu, EH tidak meminta maaf dan seakan-akan merasa tidak bersalah telah berbuat seperti itu. Korban pun ragu-ragu untuk mengungkit masalah itu. Ia memilih bercerita kepada sahabatnya mengenai kejadian yang dialaminya. Mendengar cerita itu, sahabatnya menyarankan agar korban melapor. Namun, saat itu ia berpikir bahwa melapor justru akan membuat
13
masalah itu menjadi rumit dan bisa memengaruhi kuliahnya. Akhirnya, korban memutuskan untuk menghindar dan menolak ketika diberi proyek maupun ketika diajak bertemu dengan EH. "Saya merasa bersalah dengan diri saya saat itu, kenapa tidak menolak, kenapa tidak berani ngomong, kenapa tidak berani lapor," katanya. Pada 2016, korban menghubungi seseorang perwakilan kampus yang menyatakan kesediannya untuk memfasilitasi dan menyelesaikan kasus ini. Dari situlah korban berani membuat laporan. Atas kejadian itu, Fisipol telah memberikan sanksi dengan membebastugaskan EH dari kegiatan mengajar dan membimbing skripsi maupun tesis. EH juga diwajibkan mengikuti konseling bersama Women's Crisis Center.
Liputan6.com, Yogyakarta - Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan akan memberikan sanksi tegas kepada seorang dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswinya. Penegasan itu disampaikan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Erwan Agus Purwanto melalui rilis pada Jumat, 3 Juni 2016. Dalam rilis tersebut, ia menyatakan, UGM telah menangani kasus pelecehan seksual itu sejak 25 Januari 2016 lalu. Erwan mengatakan, UGM terutama Fisipol, dengan tegas memprioritaskan keberpihakan kepada penyintas kasus pelecehan seksual. Fisipol juga telah mengklarifikasi dugaan pelecehan tersebut kepada EH dan yang bersangkutan mengakui perbuatannya. Atas hal itu, Fisipol UGM menjatuhkan tiga sanksi pada EH. Sanksi pertama adalah membebastugaskan EH dari kewajiban mengajar serta membimbing skripsi dan tesis.
Kedua,
membatalkan
usulan
EH
sebagai
kepala
pusat
kajian.
Sanksi terakhir adalah mewajibkan yang bersangkutan mengikuti program konseling dengan Rifka Annisa Women's Crisis Center untuk menangani perilaku negatif, khususnya yang terkait pelecehan seksual. "Sanksi tersebut berlaku terus sampai EH mampu melakukan perbaikan perilaku berdasarkan hasil konseling Rifka Annisa Women's Crisis Center. Jika ditemukan fakta-fakta baru yang belum terungkap sebelumnya, maka Fisipol akan
14
memberikan
sanksi
yang
lebih
berat,"
ujar
Erwan.
Ia mengatakan, selanjutnya untuk mengantisipasi kasus tersebut tidak terulang, Fisipol telah dan akan secara kontinyu berkampanye pelecehan seksual dengan melibatkan dosen dan mahasiswa yang bekerja sama dengan Rifka Annisa Women's Crisis Center. "Kerja sama sudah dilakukan sejak Februari 2016," kata dia.
Berdasarkan informasi
yang dihimpun Liputan6.com, EH diduga
telah
melakukan pelecehan seksual kepada mahasiswinya pada April 2015 lalu. EH selama ini dikenal sebagai dosen baik, ramah, dan berkarisma.