LAWAN ISIS (ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYIRIA) DI INDONESIA MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila yang diampu oleh Dra. Siti Mutmainah, M. Pd.
Oleh Popy Lutfianti Deva Manan NIM : 18030194025
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN KIMIA PRODI PENDIDIKAN KIMIA 2018
ii
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini berjudul “Lawan Isis (Islamic State of Iraq And Syiria) di Indonesia” yang di dalamnya ini akan dibahas mengenai permasalahan ISIS di Indonesia yang menjadi salah satu ancaman ideologi bangsa di masa yang akan datang. Selain itu, akan dipaparkan pula solusi baik dari penegak hukum dan solusi menurut pendapat penulis. Dalam kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada Bu Siti Mutmainah selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini sangat terbuka dan terus dilakukan perbaikan dan penyempurnaan. Untuk itu, kami mengharapkan para pembaca memberikan masukan, kritik, dan saran, untuk perbaikan dan penyempurnaan pada penulisan makalah beriktunya. Atas kontribusi tersebut, kami ucapkan terima kasih. Semoga dapat memeberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca.
Surabaya, 6 Oktober 2018
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 1 1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................................. 1 1.2 RUMUSAN MASALAH ......................................................................................... 1 1.3 TUJUAN .................................................................................................................. 1 1.4 MANFAAT PENULISAN ...................................................................................... 2 BAB 2 PEMBAHASAN .................................................................................................... 3 2.1 ISIS (Islamic State of Iraq And Syiria) di Indonesia ........................................... 3 2.2 Solusi Terhadap Permasalahan Ideologi di Indonesia ........................................ 5 BAB 3 KESIMPULAN ..................................................................................................... 7 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 8 LAMPIRAN....................................................................................................................... 9
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring pergantian zaman, paham-paham yang berkembang di dunia mengalami berbagai perubahan. Hal ini dipengaruhi oleh pola pikir yang berkembang pada zaman tertentu. Ada pertentangan-pertentangan yang senantiasa bertarung dan secara silih berganti mendominasi pola pemikiran masyarakat. Seiring berkembangnya zaman pula, Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia harus tetap kita pegang teguh dalam menghadapi kehidupan berbangsa dan bernegara. Tantangan yang dihadapipun sangat beragam di masa sekarang ini. Kasus penisatana agama, kasus pemboman di sejumlah wilayah dengan kedok radikalisme, dan lain-lain. Salah satu permasalahan ideologi di Indonesia yang menjadi jembatan separatisme di Indonesia adalah ISIS (Islamic State of Iraq And Syiria) lahir pada tahun 2013 dengan ketua Abu Bakar al-Baghdadi. Sepak terjang ISIS di Irak dan Suriah banyak diberitakan. Kelompok yang awalnya ciptaan AlQaeda itu tampil sebagai gerakan yang amat sadis dan banyak melakukan tindakan di luar kemanusiaan. Penguatan dan pemahaman yang mendalam tentang ideologi Pancasila kepada generasi penerus bangsa harus tetap dilakukan melalui implementasi penddikan Pancasila di berbagai jenjang. Agar tidak ada salah paham dalam penafsiran serta generasi penerus memiliki jiwa pancasila.
1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana ISIS sebagai ancaman radikalisme di Indonesia? 2. Bagaimana solusi yang dilakukan oleh pemerintah menyikapi kasus radikalisme di Indonesia?
1.3 TUJUAN 1. Mengetahui ISIS sebagai ancaman radikalisme di Indonesia.
2
2. Mengetahui solusi yang diberikan oleh pemerintah menyikapi kasus radikalisme di Indonesia.
1.4 MANFAAT PENULISAN 1. Menumbuhkan rasa peduli dan kritis terhadap permasalahan ideologi yang terjadi di Indonesia. 2. Memberikan wawasan kepada pembaca khusunya mahasiswa sebagai agen perubahan bangsa.
3
BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 ISIS (Islamic State of Iraq And Syiria) di Indonesia ISIS merupakan gerakan atau kelompok ekstremis Muslim yang dibentuk pada 9 April 2013 di bawah pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi. Citacitanya adalah untuk mendirikan negara Islam dan menegakkan kekhilafahan Islam di Irak dan Suriah. Kalla dalam tulisannya di Harian Kompas menyebut bahwa kemunculan ISIS pada dasarnya hampir sama dengan lahirnya alQaida. Cikal bakal al-Qaida bermula dari mujahidin pembebasan Afghanistan dari pengaruh komunis serta pendudukan Rusia (Uni Soviet) pada dekade 1990-an. Saat itu, Barat (AS) memberikan dukungan senjata dan latihan militer kepada para mujahidin. Namun, pasca Perang Dingin, mujahidin berubah menjadi suatu ideologi perlawanan, terutama karena Barat tampil dengan hegemoninya atas dunia Islam sehingga memunculkan perlawanan dari pihak kelompok Islam. Munculnya Islamic State of Irak and Syiria (ISIS) adalah fenomena baru dan mengejutkan saat ini. ISIS sebuah kelompok yang melakukan operasinya di Irak dan Suriah, telah membawa pengaruh kepada negara-negara di dunia. Gerakan yang dipimpin oleh Abu Bakar al-Baghdadi ini dikenal dengan cara sadis yaitu menghalalkan segara cara seperti membunuh, membantai, menjarah, meneror siapapun dari kelompok manapun yang berbeda, menghalangi, dan menolak keberadaan kelompok ISIS. Kasus baru-baru ini yang menghebohkan warga Surabaya dan sekitarnya adalah kasus pemboman yang diduga terdapat campur tangan ISIS karena kekalahannya di Timur Tengah. Negara de facto mereka, yang disebut Daulah Islamiyah, terus kehilangan wilayah di Irak dan Suriah. Kelompok ini beroperasi di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Maluku. Para pimpinan dari masing-masing wilayah itu kerap bertemu di sejumlah lokasi. Salah satunya adalah di Malang, tak jauh dari Surabaya, antara 2015-2016 lalu. Kala itu, mereka membicarakan persamaan persepsi, pembentukan struktur dan rencana amaliyah atau aksi teror. Selain itu, mereka juga menyebarkan pahamnya, merekrut anggota baru dan memberangkatkan WNI ke untuk bergabung dengan ISIS di Suriah. Kepolisian memperkirakan ratusan warga Indonesia telah hijrah ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Polisi pun menduga diduga berangkat diberangkatkan oleh JAD.
4
Menurut uraian kasus, tindakan tersebut dapat digolongkan sebagai radikalisme. Radikalisme adalah kualitas atau pernyataan atau prinsip atau doktrin politik atau perubahan sosial yang mengakar (kamus Webster, sebagaimana yang dikutip oleh Zen, 2012:1). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat di ketahui bahwa radikalisme adalah suatu paham yang menghendaki adanya perubahan pergantian terhadap suatu pemerintahan di masyarakat yang dalam setiap aksinya menggunakan kekerasan, dan suka memaksakan kehendak. Radikalisme memiliki sejarah yang dimunculkan dengan sikap fanatik, intoleransi, dan ekslusif dalam Islam pertama yang ditampakkan oleh kaum Khawarij sejak abad pertama hijriyah (Santosa, 2012). Radikalisme memiliki ciri yang melekat yaitu sebagai berikut: 1) Memperjuangkan Islam secar Kaffah, dimana syariat Islam sebagai hukuman negara. 2) Mendasarkan praktek keagamaannya pada orientasi masa lalu. 3) Cenderung memusuhi Barat, terutama sekularisasi dan modernisasi. 4) Perlawanan terhadap liberalisme islam yang tengah berkembang di Indonesia. Tujuan dari radikalisme adalah kekuasaan dan penguasaan politik dengan mengedepankan atau mencover atau memamfaatkan golongan, kelompok-kelompok primordial (suku, bangsa, ras, keyakinan, keagamaan, dan kepercayaan). Berbagai
pendekatan primordial inilah gerakan
radikalisme membangun kekuatan untuk mendapatkan legitimasi dan solidaritas (Dwilaksana, 2014). ISIS adalah sebuah kelompok dengan cita-cita membuat sebuah negara yang berlandaskan syariat Islam. Kelompok ini awalnya adalah binaan atau ciptaann Al-Qaeda untuk wilayah Irak, akan tetapi dengan terjadinya konflik di Suriah, ISIS pun terlibat (Samantho, 2014:29). Hasil temuan studi menunjukkan bahwa semenjak kemunculannya di Indonesia gerakan ISIS lebih dikenal sebagai kelompok radikal yang berkedok agama. Gerakan ISIS bukanlah kelompok yang memperjuangkan Islam sesungguhnya. Tindakan-tindakan ekstrim yang dilakukannya di Irak
5
dan Suriah tidak mencerminkan sebagai kelompok yang berasal dari rahim umat Islam tetapi merupakan kelompok yang telah mencoreng Islam sebagai agama rahmatanlilalamin. Kelompok ini di Indonesia dianggap dapat mengancam empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Kelompok ISIS bertentangan dengan keempat pilar tersebut dikarenakan kelompok ini berusaha mengubah dasar negara Indonesia, menjadi dasar negara sesuai ajaran Islam dan mencoba mengubah Indonesia menjadi negara Islam. Terkait dengan ancaman ISIS terhadap empat pilar kebangsaan, yang salah satunya adalah Pancasila bahwa gerakan radikalisme ISIS yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai dasar negara yang dianggap sebagai Thagut atau berhala, bahkan mencoba untuk merubah dasar Indonesia menjadi negara agama dapat mengancam bagi Pancasila sebagai ideologi negara sekalgus pilar kebangsaan. 2.2 Solusi Terhadap Permasalahan Ideologi di Indonesia Perkembangan jaringan dan simpatisan ISIS di Indonesia ditandai dengan beredarnya video di Youtube berjudul “Join the Ranks” pada 23 Juli 2014. Video yang berisi seruan jihad untuk mendukung ISIS, yang kemudian diikuti dengan banyaknya simpatisan yang mendukung ISIS di berbagai daerah. Sebagai respons, sejak 4 Agustus 2014 pemerintah Indonesia yang saat itu di bawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kemudian secara resmi melarang ISIS di Indonesia, baik secara formal maupun
informal.
Pemerintah
memandang
bahwa
ideologi
ISIS
bertentangan dengan ideologi Pancasila dan kondisi keberagaman yang ada di Indonesia. Pemerintah Indonesia kemudian melakukan sejumlah langkah sebagai respons terhadap ISIS, di antaranya mencakup pencegahan WNI ke Suriah atau Irak, pemantauan yang ketat terhadap WNI yang diketahui berada di Suriah, mengetatkan pengelolaan terorisme di lembaga pemasyarakatan, serta pemantauan terhadap wilayah-wilayah yang dinilai rawan, dan juga melalui penegakan hukum. Selain itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) kemudian mengeluarkan surat edaran. Surat Edaran yang bernomor 450/3806/SJ per tanggal 7 Agustus 2014 itu ditujukan kepada gubernur, bupati, dan walikota di seluruh
6
daerah dan juga ditembuskan kepada Kepala Bakesbangpol provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Lebih lanjut, setelah transisi ke pemerintahan Joko Widodo, presiden Joko Widodo menyatakan bahwa Indonesia memiliki pendekatan keagamaan (religion approach) dan pendekatan budaya (cultural approach) dalam menyikapi ISIS. Indonesia menolak ajakan masyarakat internasional untuk memerangi ISIS dengan cara kekerasan menggunakan pendekatan keamanan (security approach). Joko Widodo mengaku menolak ajakan Sekretaris Jenderal PBB Ban KiMoon untuk ikut bersama-sama memerangi ISIS secara militer. Karena, menurutnya, Indonesia perlu mengedepankan pendekatan lain yang non-militeristik. Hal yang sama diyakini Susilo Bambang Yudhoyono (sebelum digantikan oleh Joko Widodo) dalam wawancaranya dengan The Australian mengatakan bahwa untuk jangka panjang tindakan militer saja tidak cukup untuk menghadapi ancaman ISIS. Menurutnya, masyarakat internasional memerlukan langkahlangkah politik dan lainnya untuk mengatasi akar penyebab konflik untuk dapat menghentikan siklus kekerasan dan ekstremisme. Menurut saya pribadi, permasalahan ideologi ini juga disebabkan oleh sosial media yang turut andil bagain dalam penyebarluasan. Sehingga, akses informasi di dunia maya menjadi lebih mengkhawatirkan. Peranan orang tua dalam pengawasan putra-putrinya sangatlah penting, terutama mahasiswa yang berada di usia-usia pencarian jati diri. Perlunya membentengi iman yang kuat, pemahaman pancasila secara mendalam dan tepat, serta aktif mengikuti kegiatan positif masyarakat yang tentunya masih dalam pengawasan orang tua.
7
BAB 3 KESIMPULAN Radikalisme sebagai tantangan yang ada di depan mata. Kita tidak boleh menutup mata, hendaknya mencegah persebarannya. Serta menguatkan nilai-nilai Pancasila dalam diri generasi muda. Adanya upaya-upaya mengubah ideologi di Indonesia harus segera diatasi agar Indonesia tidak kembali diambil alih kemerdekaanya oleh bangsa asing.
8
Dwilaksana,
Chrysnanda.
DAFTAR PUSTAKA 2014. “Radikalisme”
(Opini).
Dikutip
dari
http://portalkriminal.com/index.php/portal-opini/19835-radikalisme-opini (online). Diakses pada Sabtu, 6 Oktober 2018. Samantho, Yanuana Ahmad. 2014. Sejarah ISIS dan Illuminati. Jakarta: PT. Ufuk Publishing House. Santosa,
Agus.
2011.
“Radikalisme
Agama”
Dikutip
https://agasman3yk.wordpress/2011/-12/17/radikalisme-agama/
dari (online)
diakses pada Sabtu, 6 Oktober 2018 2018. Zen, Fathurin. 2012. Radikalisme Retoris. Jakarta: Bumen Pustaka Emas. CNN Indonesia. (2018), “Bom Surabaya JAD dan Ancaman ISIS di Indonesia” Dikutip dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180514151221-12298088/bom-surabaya-jad-dan-ancaman-isis-di-indonesia (online). Diakses pada 7 Oktober 2018. Geotimes.co.id. (2018), “Bom Surabaya dan Upaya Pemerintah Melawan Terorism” dikutip dari https://geotimes.co.id/opini/bom-surabaya-upayapemerintah-melawan-terorisme/ (online). Diakses pada 7 Oktober 2018.
9
LAMPIRAN Bom Surabaya, JAD dan Ancaman ISIS di Indonesia Rinaldy Sofwan, CNN Indonesia | Senin, 14/05/2018 18:55 WIB Bagikan :
Ilustrasi serangan teror bom Surabaya. (REUTERS/Beawiharta) Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian menyebut rentetan teror bom Surabaya didalangi
oleh
Jamaah
Ansharut
Daulah
(JAD),
kelompok
terkait ISIS yang beroperasi di Indonesia. Kelompok itu baru berdiri pada 2015, tapi terus mengancam sejak serangan pertamanya di Thamrin, satu tahun kemudian. Pengamat teroris, Harits Abu Ulya, mengatakan serangan yang memakan belasan korban jiwa di Surabaya dilakukan "untuk menunjukkan eksistensi dari kelompok teror dan membuat kacau situasi kondisi sosial politik di Indonesia."Melalui pesan tertulis kepada CNNIndonesia.com, Minggu (13/5), Harits mengatakan serangan itu dilakukan dengan terorganisir, melibatkan banyak kelompok dan telah direncanakan sejak jauh hari. Walau demikian, dia tidak menyebut jaringan mana yang ada di balik teror ini. "Kita berharap polisi segera menemukan titik terang dan bisa diungkap aktor di balik serangan bom bunuh diri di Surabaya," kata Harits. Sesuai harapan Harits, Kapolri Jenderal Tito Karnavian kemudian menyebut serangan di tiga gereja Surabaya dilakukan oleh enam orang, yakni pasangan suami-istri dan empat anaknya. Menurutnya, sang suami yang berinisial D diduga kuat adalah Ketua JAD Surabaya. Tito juga menyebut motif serangan itu tak lepas dari kekalahan ISIS di Timur Tengah. Negara de facto mereka, yang disebut Daulah Islamiyah, terus kehilangan wilayah di Irak dan Suriah. JAD adalah kelompok yang mendukung
10
keberadaan negara pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi itu; jamaah ansharut daulah sendiri secara harfiyah berarti jemaat pembela negara. Kelompok itu dipimpin oleh Aman Abdurahman, tokoh yang diyakini sebagai pemimpin ISIS di Indonesia dan bertanggung jawab atas serangan mematikan di Thamrin, awal 2016. Selain terkait keadaan Timur Tengah, kata Tito, serangan di Surabaya juga dilakukan sebagai balasan atas perlakuan pemerintah terhadap lelaki yang kini mendekam di balik jeruji. "Diduga pembalasan kelompok JAD karena Aman Abdurahman, yang harusnya keluar Agustus tahun lalu, ditangkap kembali," kata Tito. Sumber CNNIndonesia.com di lingkungan aparat antiteror menyebut kelompok ini beroperasi di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Maluku. Para pimpinan dari masing-masing wilayah itu kerap bertemu di sejumlah lokasi. Salah satunya adalah di Malang, tak jauh dari Surabaya, antara 2015-2016 lalu. Kala itu, mereka membicarakan persamaan persepsi, pembentukan struktur dan rencana amaliyah atau aksi teror. Selain itu, mereka
juga
menyebarkan
pahamnya,
merekrut
anggota
baru
dan
memberangkatkan WNI ke untuk bergabung dengan ISIS di Suriah. Kepolisian memperkirakan ratusan warga Indonesia telah hijrah ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Polisi pun menduga diduga berangkat diberangkatkan oleh JAD. Jaringan internasional JAD sampai menarik perhatian pemerintah Amerika Serikat. Negara tersebut menetapkan Jamaah Ansharu Daulah sebagai organisasi teroris pada 2017 lalu, dua tahun setelah didirikan. Dengan demikian, AS sekaligus menjatuhkan sanksi terhadap orang-orang yang diduga terkait kelompok tersebut. "Konsekuensinya termasuk melarang warga AS berhubungan dan bertransaksi dengan Jamaan Ansharut Daulah, dan membekukan semua properti Jamaah Ansharut Daulah yang kini atau kelak berada di Amerika Serikat," bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri AS. Tak hanya Amerika, keberadaan JAD juga disoroti oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Menurut laporan PBB, JAD adalah kelompok yang menjadi kunci keberadaan ISIS di Indonesia. "Di Indonesia, Jamaah Ansharut Daulah masih menjadi jaringan kunci terkait ISIL (nama lain ISIS) [kelompok itu] telah membangun keberadaan di sejumlah provinsi," bunyi laporan PBB. Pemerintah Indonesia tengah menggodok revisi undang-undang antiterorisme. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan
11
Wiranto mengatakan pihaknya bisa membentuk tim khusus menanggulangi JAD jika revisi telah disahkan. Namun, revisi UU tersebut masih mandek di proses legislatif dan ancaman teror belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
(aal/asa)
BOM
SURABAYA
DAN
UPAYA
PEMERINTAH
MELAWAN
TERORISME Selama ini upaya preventif yang dilakukan oleh pemerintah adalah sebagaimana yang dilaporkan GoodNew From Indonesia (01/03/2018) saat diadakannya pertemuan antara eks narapidana dan korban kasus terorisme pada tanggal 26-28 Februari 2018 di Hotel Borobudur, Jakarta menghasilkan dua kesimpulan Pertama, melakukan penanganan secara hard power (pendekatan keras), kedua, pendekatan lunak (soft power), semua itu tidak lain sebagai bentuk rekonsiliasi yang gagal dilakukan selama ini khususnya bagi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT). Bagaimapun sumber terorisme adalah hal yang paling pokok untuk ditelusuri, karena semakin pemerintah melakukan kegiatan yang sifatnya formalitas semakin banyak meluangkan waktu dengan sia-sia. Karena kejahatan terorisme bukan kejahatan yang bersifat induvidual, akan tetapi ini membutuhkan kejeniusan dari sistem kepemerintahan itu sendiri. Kegiatan rekonsiliasi antar korban dan pelaku terorisme selama ini adalah upaya pemerintah untuk mendamaikan antara dua belah pihak. Akan tetapi pertanyaanya, bukankah doktrin terorisme lebih kuat dari pada menangani persoalan yang sudah terjadi untuk menyadarkan para teroris? Maka jawabannya, sudah sejauh apakah pemerintah melakukan aksi penanganan terorisme di Indonesia selama ini? Mungkinkah selama ini hanya sebatas wacana untuk memberantas terorisme di Indonesia?
12
Jika persoalan terorisme selama ini hanya menjadi kajian yang ada di seminar-seminar baik di kampus-kampus, atau di berbagai lembaga swasta dan pemerintah sementara kejadian teror terus berlajut semakin massif dan marak. Maka dipastikan bahwa selama ini perbuatan kita (pemerintah) bukan malah meredakan aksi teror akan tetapi malah menyulut kemarahan teroris untuk memporak-porandakan negeri ini. Untuk mencapai kesadaran kuat melawan terorisme tidak lain adalah saling membenahi antara kekuatan politik dan kelompok solidaritas yang anti-terorisme, bukan malah saling menyalahkan lembaga pemerintah tertentu dan saling menjatuhkan. Walhasil, untuk memulai kesadaran dalam memerangi terorisme adalah memperbaiki sitem baik undang-undang masalah terorisme dan kinerja antar lembaga pemerintah dan tidak saling menyalahkan. Wallahualam.