http://rudini76ban.wordpress.com/2009/03/21/fungsi-peraturan-perundang-undangan/
Secara umum,peraturan perundang-undangan fungsinya adalah “mengatur” sesuatu substansiuntuk memecahkan suatu masalah yang ada dalam masyarakat. Artinya, peraturan perundang-undanganadalah
sebagai
instrumen
kebijakan
(beleids
instrument)
apapunbentuknya,apakah bentuknya penetapan, pengesahan, pencabutan, maupun perubahan. Secara khusus fungsi peraturan perundang-undangan dirincisebagai berikut:
Fungsi UUD
yang
utamaadalah
membatasi
dan
membagi
kewenangan
para
penyelenggara pemerintahan negara,sehingga dapat tercipta keterkendalian dan keseimbangan (checks andbalances) diantara para penyelenggara pemerintahan negara
sesuai
denganasas
menciptakanpenyelenggaraan
trias
politica(distribution
pemerintahan
yang
of baik
powers) dan
dan bersih
(cleangovernance/goverment). Fungsi Undang-undang(UU) adalah menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UUD 1945(dan Perubahannya) baik yang tersurat (paling tidak ada 18 hal sebagaimanadiuraikan oleh A. Hamid, SA [10]) maupun yang tersirat sesuai dengannegara berdasar atas hukum (rechtsstaat) dan asaskonstitusionalisme, serta yang diperintahkan oleh TAP MPR yangtegas-tegas menyebutnya (sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 ayat (3) TAP MPRNo. III/MPR/2000). Fungsi Perpu adalah mengatur lebih lanjut sesuatu substansi dalam keadaanhal-ihwal kegentingan yang memaksa berdasarkan Pasal 22 UUD 1945, denganketentuan sebagai berikut: Perpu harus diajukan keDPR dalam persidangan yang berikut: DPR dapat menerima ataumenolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan; Jika ditolak DPR Perpu tersebut harus dicabut.
Fungsi PeraturanPemerintah adalah menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut untuk melaksanakan perintah suatu UU. Landasan formal konstitusionalnya adalah Pasal 5 ayat (2) UUD 1945.Di samping itu kata “perintah” dimuat dalamPasal 3 ayat (5) TAP
MPR No. III/MPR/2000. Fungsi Peraturan Presiden (regeling) adalah menyelenggarakan pelaksanaan administrasi negara dan administrasi pemerintahan (Pasal 3 ayat (6)TAP MPR No. III/MPR/2000). Sedangkan landasan formal konstitusionalnya adalah Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yaitu menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara. Mengenai lingkup“administrasi negara dan pemerintahan” dalam Pasal 6 TAP MPR No.III/MPR/2000 masih akan diatur lebih lanjut dengan UU. Fungsi Peraturan Mahkamah Agung (Perma) adalah untuk menyelenggarakan aturan lebih lanjut atau mengisi kekosongan aturan yang berkaitan dengan lembaga peradilan dan hokum acaranya. Dasar hukumnya adalah UU No. 14/1985 tentang Mahkamah Agung dan Pasal 4 ayat (2) TAPMPR No. III/MPR/2000. Sebenarnya Perma ini bukan termasuk jenis peraturan perundang-undangan tetapi termasuk jenis peraturan perundang-undangan semu (pseudowetgeving/beleidsregels). .Fungsi Keputusan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang bersifat pengaturan (regeling)adalah untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan yang mengatur tentang pelaksanaan pengawasan penggunaan uang dan kekayaan negara yang bersifat teknissebagai pelaksanaan UU No. 5/1973 tentang BPK, yang dilakukan oleh semua lembaga pemerintah di Pusat dan Daerah untuk disampaikan kepada DPR dan selanjutnya untuk ditindak lanjuti. Fungsi Peraturan Bank Indonesia adalah untuk menyelenggarakan lebih lanjut ketentuan UU No. 23/1999tentang Bank Indonesia yang berkaitan dengan tujuan dan tugas Bank Indonesia mengenai kestabilan rupiah, kebijakan moneter, kelancaran sistem pembayaran,dan pengawasan perbankan. Fungsi Keputusan Menteri(Kepmen) yang bersifat pengaturan (regeling) adalah menyelenggarakanfungsi pemerintahan umum sebagai pembantu Presiden sesuai dengan lingkup tugas dan fungsi, serta kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menteri yang dimaksud adalah baik menteri negara maupun menteri yang memimpin departemen teknis. Kepmen ini seyogyanya hanya merupakan delegasian dari Keppres yang bersifat pengaturan (regeling)atau Peraturan Pemerintah. Sedangkan kalau suatu UU akan mendelegasikan Pasal tertentu kepada Kepmen seyogyanya kalau substansi tersebutsangat bersifat teknis. Misalnya penentuan jenis-jenisnarkotika sebagaimana diatur dalam UU No. 22/1997 tentang
Narkotika diatur/ditetapkan lebih lanjut dengan Kepmenkes. Fungsi Keputusan Ketua/Kepala LPND/Komisi/Badan atau yang setingkat yang dibentuk oleh Pemerintah yang bersifat pengaturan (regeling)adalah untuk menyelenggarakan kekuasaan
pemerintahan
sesuai
dengan
lingkup
tugas
dan
fungsi
serta
kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur dan menetapkan LPND/Badan/Komisi tersebut. Fungsi Peraturan Daerah Propinsi adalah untuk menyelenggarakan otonomi daerah di tingkat propinsi dan tugas pembantuan (medebewind) serta dekonsentrasi dalam rangka mengurus kepentingan rakyat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7, Pasal 9, dan Pasal 13(tugas pembantuan) dari UU No. 22/1999 yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam PP No. 25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propins iSebagai Daerah Otonom (vide Pasal 3 PP No. 25/2000). Disamping itu fungsi Peraturan Daerah Propinsi juga untuk menyelenggarakan ketentuan tentang fungsi anggaran dari DPRD Propinsi dalam rangka menetapkan APBD, Perubahan dan Perhitungan APBD, dan pengelolaan keuangan daerah Propinsi sesuai dengan Pasal 19 ayat (3) dan Pasal 23 ayat (1) UU No. 25/1999tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Fungsi Keputusan Gubernur Propinsi yang bersifat pengaturan (regeling) adalah untuk menyelenggarakan lebih lanjut ketentuan dalam Perda Propinsi atau atas kuasa peraturan perundang-undangan lain, sesuai dengan lingkup kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom sekaligus wilayah administratif (wakil Pemerintah Pusat). Fungsi Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah untuk menyelenggarakan otonomi daerah sepenuhnya ditingkat Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan (medebewind) dalam rangka mengurus kepentingan rakyat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 11dan Pasal 13 UU No. 22/1999 yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam PP No.25/2000 (vide Pasal 3 ayat (1), ayat (2), dan ayat (5)) melaluiteori residu. Fungsi Peraturan Daerah Kabupaten/Kota juga untuk menyelenggarakan ketentuan tentang fungsi anggaran dari DPRD Kabupaten/Kota dalam rangka menetapkan APBD, Perubahan dan Perhitungan APBD, dan pengelolaan keuangan daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan Pasal 19 ayat(3) dan Pasal 23 ayat (1) UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Fungsi Keputusan Bupati/Walikota yang bersifat pengaturan (regeling) adalah untuk menyelenggarakan lebih lanjut ketentuan dalam Perda Kabupaten/Kota atau ataskuasa peraturan
perundang-undangan
lain,
sesuai
dengan
lingkup
kewenangan
Kabupaten/Kota sebagai daerah otonom sepenuhnya. Fungsi Peraturan Desa(atau yang sejenis) adalah untuk menyelenggarakan ketentuan yang mengayomi adatistiadat desa; Fungsi Keputusan KepalaDesa adalah untuk mengatur lebih lanjut ketentuan yang termuat dalam Peraturan Desa. http://www.facebook.com/topic.php?uid=121479944224&topic=10647 TELAAHAN PENERAPAN DAN HUBUNGAN SISTEM KEUANGAN NEGARA DENGAN SISTEM KEUANGAN DAERAH DAN PERTANGGUNGJAWABANNYA DASAR HUKUM 1. UU RI NO. 17 THN. 2003 TTG. KEUANGAN NEGARA; 2. UU RI NO. 1 THN. 2004 TTG. PERBENDAHARAAN NEGARA; 3. UU RI NO. 15 THN. 2004 TTG. PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA; 4. UU RI NO. 32 THN. 2004 TTG. PEMERINTAHAN DAERAH; 5. UU RI NO. 33 THN. 2004 TTG. PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH, DAN A.L.; 6. PP RI NO. 56 THN. 2005 TTG. SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH; 7. PP RI NO. 58 THN. 2005 TTG. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. PENDAHULUAN DENGAN ADANYA REFORMASI DIBIDANG KEUANGAN NEGARA SEPERTI TERBITNYA UU RI NO. 17 THN. 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA, DAN UU LAINNYA SEPERTI TSB. DI ATAS DAN TERMASUK JUGA PENGATURAN SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH YANG TELAH TERGABUNG DI DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA. SETELAH PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBIDANG KEUANGAN NEGARA DILAKSANAKAN, KURANG LEBIH LIMA TAHUNAN, MAKA SUDAH PASTI DITEMUKAN KENDALA DAN PERMASALAHAN. SEBAGAI CONTOH, DIMANA KEBERADAAN KEUANGAN DAERAH DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA, SEPERTI TIDAK TERMUATNYA PENGERTIAN, LINGKUP DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEUANGAN NEGARA. AKIBAT KEKURANG JELASAN PENGERTIAN INI, DAPAT BERDAMPAK JUGA PADA SISTEM DAN KEWENANGAN PEMERIKSAN KEUANGAN NEGARA YANG DILAKUKAN OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK). OLEH KARENA ITU, SUDAH WAKTUNYA SETIAP PERMASALAHAN YANG TIMBUL SEBAGAI AKIBAT DARI PELAKSANAAN, DAPAT DIJADIKAN BAHAN PERTIMBANGAN GUNA DICARI PEMECAHAN DAN SOLUSINYA, YAKNI DENGAN MELAKUKAN PENELITIAN, PENGKAJIAN, PENGEVALUASIAN SECARA KOMPREHENSIF. HASIL PENELITIAN DIJADIKAN SARAN DAN USULAN DALAM RANGKA PENYEMPURNAAN KEMBALI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBIDANG KEUANGAN NEGARA YANG TELAH BERJALAN SELAMA INI. KEUANGAN DAERAH SALAH SATU MAKSUD DARI DITERBITKANNYA PENGATURAN KEUANGAN NEGARA INI A.L. ADALAH MENYATUKAN SISTEM KEUANGAN NEGARA YANG DIKELOLA PEMERINTAH PUSAT DENGAN SISTEM KEUANGAN DAERAH YANG DIKELOLA PEMERINTAH DAERAH. KARENA ITU, DALAM UU RI NO. 17 THN.
2003 SEBENARNYA SUDAH DIMUAT MATERI-MATERI KEUANGAN DAERAH, SEPERTI TENTANG APBD, PENERIMAAN, PENGELUARAN, PENDAPATAN, DAN BELANJA DAERAH, TERMASUK ADANYA ISTILAH KEUANGAN DAERAH.
NAMUN MENGENAI PENGERTIAN DAN KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH YANG TERMUAT DALAM UU RI NO. 17 THN. 2003 DAN UU RI NO. 1 THN. 2004, TERNYATA MENIMBULKAN BEBERAPA HAL YANG MENJADI KETIDAKJELASAN ATAU BAHKAN MENJADI KABUR.
PENGERTIAN KEUANGAN DAERAH
1. DALAM PENJELASAN ATAS UU RI NO. 17 THN. 2003 TIDAK DIMUAT URAIAN MENGENAI DASAR PEMIKIRAN, RUANG LINGKUP MAUPUN KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DALAM KAITANNYA DENGAN UPAYA PENYATUAN PERATURANNYA. TETAPI YANG DIMUAT HANYA MENYANGKUT SEBAGIAN DARI KEUANGAN DAERAH YAKNI TENTANG PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD; 2. PENGGUNAAN ISTILAH KEUANGAN DAERAH TIDAK KONSISTEN, CONTOH, UU RI NO. 17 THN. 2003 DALAM BAB SATU, KETENTUAN UMUM, SAMA SEKALI TIDAK DIMUAT PENGERTIAN DAN ISTILAH KEUANGAN DAERAH. TETAPI DALAM BAB-BAB DAN PASAL-PASAL BERIKUTNYA, ISTILAH KEUANGAN DAERAH DIGUNAKAN JUGA, A.L. LIHAT PASAL 6 AYAT (2) HURUF c; DALAM PASAL 10 BAHKAN ADA ISTILAH PEJABAT PENGELOLA KEUANGAN DAERAH; 3. ANEHNYA ISTILAH DAN PENGERTIAN KEUANGAN DAERAH BARU DIATUR DALAM PP RI NO. 58 THN. 2005, BUKAN DIATUR DALAM UU. KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
1. AKIBATNYA, ISTILAH DAN PENGERTIAN KEUANGAN DAERAH TIDAK DIMUAT DALAM UU INI, MAKA TERKAIT DENGAN KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH, JUGA TIDAK DIMUAT DALAM BAB SENDIRI, TAPI YANG ADA HANYA BAB TENTANG KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA SAJA; 2. BAGAIMANA MAKNA, STATUS DAN HUBUNGAN KEUANGAN NEGARA YANG KEWENANGAN PENGELOLAAN DISERAHKAN PADA GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA LALU STATUSNYA BERUBAH MENJADI LINGKUP PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH; 3. DALAM UU RI NO. 1 THN. 2004 PEJABAT PENGELOLA KEUANGAN DAERAH HANYA BERFUNGSI SEBAGAI PELAKSANA PENGELOLAAN APBD, SEMENTARA GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA TIDAK DINYATAKAN SEBAGAI PEJABAT PENANGGUNG JAWAB ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (PASAL 1 ANGKA 19 DAN 21 UU RI NO. 1 THN. 2004). JADI DALAM PELAKSANAANNYA WAJAR JIKA ADA ANGGAPAN BAHWA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BUKAN WEWENANG KEPALA DAERAH (LIHAT KOMPAS, 14 APRIL 2009, KORUPSI APBD MANADO). 4. TENTANG KEPALA DAERAH DITETAPKAN SELAKU PEMEGANG KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH, SAYANG BARU DIATUR DALAM UU RI NO. 32 THN. 2004 (DENGAN BAB TERSENDIRI), SEYOGIANYA DAN LEBIH TEPAT KALAU DIMUAT DI DALAM UU RI NO. 17 THN. 2003. HUBUNGAN KEUANGAN NEGARA DENGAN KEUANGAN DAERAH 1. KARENA TIDAK ADA PENGERTIAN KEUANGAN DAERAH, MAKA STATUS DAN SUBSTANSI DARI KEUANGAN DAERAH DALAM HUBUNGANNYA DENGAN KEUANGAN NEGARA, MENJADI TIDAK JELAS. MISALNYA, APAKAH KEUANGAN DAERAH MERUPAKAN BAGIAN ATAU TIDAK DARI PADA KEUANGAN NEGARA. 2. KALAU STATUSNYA BUKAN BAGIAN ATAU SUBSISTEM KEUANGAN NEGARA, (LIHAT UU RI NO. 17 THN. 2003 PASAL 6 AYAT (2) HURUF c) MAKA HUBUNGANNYA DENGAN KEWENANGAN PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH OLEH BPK MENJADI KABUR. MISALNYA APAKAH BPK ATAU BADAN PEMERIKSAAN LAINNYA BERWENANG MELAKUKAN PEMERIKSAAN ATAS KEUANGAN DAERAHNYA. 3. SELANJUTNYA, ANGKA 2 DI ATAS BILA DIKAITKAN DENGAN BUNYI UU RI NO. 17 THN. 2003 PASAL 16 AYAT (1) SEBENARNYA SUDAH TEGAS DAN SEJALAN. DIMANA APBD SELAIN SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN DARI KEUANGAN DAERAH, JUGA SEBAGAI WUJUD PENGELOLAAN DARI KEUANGAN DAERAH. 4. PENGATURAN HUBUNGAN ANTARA KEUANGAN DAERAH YANG DIKELOLA OLEH PEMERINTAH DAERAH PROVINSI DENGAN YANG DIKELOLA OLEH KABUPATEN/KOTA JUGA TIDAK DIMUAT, BAIK DALAM UU RI NO. 17 THN. 2003; UU RI NO. 1 THN. 2004 MAUPUN UU RI NO. 32 DAN 33 THN. 2004, TIDAK ADA
PENGATURANNYA. APAKAH PERLU ADA PENGATURANNYA DI DALAM SATU UU?. TAHUN ANGGARAN SALAH SATU KENDALA KETERLAMBATAN DALAM PELAKSANAAN APBD MAUPUN PENYUSUNAN PERENCANAAN ANGGARAN OLEH PEMERINTAH DAERAH ADALAH TIDAK SINKRONNYA WAKTU DARI TAHUN ANGGARAN.
1. JIKA PENYUSUNAN ANGGARAN PEMERINTAH PUSAT ADALAH PADA TRIWULAN KE-EMPAT TAHUN ANGGARAN BERJALAN TAPI PENYUSUNAN ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH BARULAH BISA DILAKUKAN PADA TRIWULAN KE-SATUNYA, MASUK DIAWAL TAHUN ANGGARAN BARUNYA. 2. OTOMTIS PEMERINTAH DAERAH DIHADAPKAN PADA DUA TUGAS BESAR, YAKNI PENYUSUNAN PERENCANAAN ANGGARAN TAHUN YANG AKAN DATANG, DI SISI LAIN PENTUNTASAN PELAKSANAAN ANGGARAN AKHIR TAHUN DARI APBD. DITAMBAH LAGI PENCAIRAN DANA APBN UNTUK APBD, UMUMNYA BARU DIREALISASIKAN SEKITAR AKHIR BULAN PADA TRIWULAN KE-EMPAT. BAGAIMANA PEMERINTAH DAERAH MENGOPTIMALKAN REALISASI ATAU DAYA SERAP ANGGARANNYA?. JADI WAJAR JIKA PADA PEMERINTAH DAERAH TERJADI PENGENDAPAN DANA YANG RELATIF BESAR KARENA TIDAK BISA DICAIRKAN. 3. DALAM HAL PENYUSUNAN PERENCANAAN ANGGARAN DAERAH, PEMERINTAH DAERAH ‘SANGAT’ TERKAIT DENGAN PEROLEHAN ‘KEPASTIAN’ BESARAN ALOKASI DANA APBN. KEPASTIAN DANA ALOKASI INI UMUMNYA BARU DAPAT DIKETAHUINYA PADA BULAN TERAKHIR DARI TAHUN ANGGARAN BERJALAN, YAKNI SEKITAR BULAN DESEMBER. SETELAH ITU, PEMERINTAH DAERAH BARU DAPAT MEMULAI PENYUSUNANNYA, SELESAINYA KIRA-KIRA SATU TRIWULAN ATAU SEKITAR BULAN MARET-APRIL. 4. LALU RANCANGAN ANGGARAN DAERAH YANG TELAH MENDAPAT PERSETUJUAN DPRD, MASIH HARUS MELALUI PROSES EVALUASI OLEH MENTERI DALAM NEGERI UNTUK RAPBD PEMERINTAHAN PROVINSI ATAU GUBERNUR UNTUK RAPBD PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA (PP RI NO. 58 THN. 2005 PASAL 47 AYAT (1) DAN PASAL 48 AYAT (1). HAL INI, MEMBUAT SEMAKIN LAMBATNYA PEMERINTAH DAERAH MELAKSANAKAN ANGGARANNYA. 5. ATAS DASAR ANGKA 1-4 DI ATAS, MAKA SALAH SATU SOLUSI PEMECAHAN MASALAH INI, YAKNI TAHUN ANGGARAN DAERAH MASA LAKUNYA DIMUNDURKAN MENJADI SEJAK TANGGAL 1 APRIL TAHUN BERIKUTNYA, SEHINGGA TAHUN ANGGARANNYA TIDAK SAMA DENGAN TAHUN ANGGARAN NEGARA. PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN KEUANGAN DAERAH UU RI NO. 15 THN. 2004 MERUPAKAN DASAR HUKUM BAGI BPK DALAM MELAKUKAN PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA, LALU BAGAIMANA DENGAN KEWENANGAN PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (UU RI NO. 15 THN. 2004 PASAL 2 AYAT (1) DAN PASAL 17 AYAT (2) KARENA DALAM UU INI TIDAK ADA SAMA SEKALI MENYEBUT ISTILAH KEUANGAN DAERAH, HANYA MENGGUNAKAN ISTILAH KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH).
1. KARENA LINGKUP PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA MAUPUN KEUANGAN DAERAH SANGAT BESAR, MAKA BPK JELAS TIDAKLAH SANGGUP DAN MAMPU MELAKSANAKANNYA. SEBAIKNYA UU INI DIREVISI DENGAN MEMUAT JUGA PERAN DARI APARAT-APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH (TERSIRAT PADA UU RI NO. 15 THN. 2004 PASAL 9 AYAT (1)). SEHINGGA BPK DAPAT MENJALIN SISTEM KOORDINASI DAN PENDISTRIBUSIAN KEWENANGAN TUGAS PEMERIKSAAN DENGAN APARAT-APARAT PENGAWAS DAN PEMERIKSA INI. 2. WUJUD LAPORAN KEUANGAN NEGARA/KEUANGAN DAERAH YANG DIBUAT DAN DISAMPAIKAN OLEH PRESIDEN, GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA KEPADA DPR/DPRD, APAKAH LAPORANNYA INI PERLU TERLEBIH DAHULU DIPERIKSA OLEH BPK?. DALAM UUD THN. 1945 PASAL 23 DAN PASAL 23E, MASALAH INI TIDAK DIATUR. 3. BAHKAN UUD 1945 MENEGASKAN BAHWA HASIL PEMERIKSAAN BPK (PERLU) DITINDAKLANJUTI OLEH LEMBAGA PERWAKILAN SESUAI DENGAN UU. TAPI DALAM UU SEKARANG TIDAK DIATUR PENEGASAN SEMACAM INI. TERKESAN BPK TUGASNYA ADALAH MEMBANTU TUGAS DARI LEMBAGA PERWAKILAN TERSEBUT. 4. DALAM UU RI NO. 17 THN. 2003 MATERI PASAL 27 PASAL 28 TIDAK JELAS DAN TIDAK SESUAI DENGAN JUDUL BAB. APAKAH BENTUK LAPORAN REALISASI MASUK LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN?. 5. DALAM UU RI NO. 17 THN. 2003 PASAL 35 AYAT (2), BAHWA PARA PEJABAT BENDAHARA DIWAJIBKAN MENYAMPAIKAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPADA BPK, ADALAH KURANG TEPAT. KARENA BENDAHARA SEKARANG INI SUDAH BERSIFAT ‘KASIR’, SEMENTARA LAPORANNYA TERMASUK PERTANGGUNGJAWABAN YANG DIBUAT OLEH PENGGUNA/KUASA PENGGUNA ANGGARAN (UU RI NO. 17
THN. 2003 PASAL 9 HURUF g).
PENUTUP
DALAM UPAYA PENYEMPURNAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBIDANG KEUANGAN NEGARA, MAKA PERAN BPK SANGAT DIHARAPKAN DAPAT MENJADI SPONSOR DAN MEDIATOR BERBAGAI PIHAK BAIK PEMERINTAH PUSAT, DEPARTEMEN KEUANGAN, DEPARTEMEN DALAM NEGERI ATAU INSTANSI LAINNYA, MAUPUN PEMERINTAH-PEMERINTAH DAERAHNYA. KARENA BPK SUDAH DAN LEBIH MENGETAHUI DINAMIKA LAPANGAN SAAT PELAKSANAAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN KEUANGAN DAERAH DENGAN BERBAGAI PERMASALAHAN YANG DITEMUKANNYA.