Negara Dan Pertahanan Keamanan Maritim.docx

  • Uploaded by: Syawal
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Negara Dan Pertahanan Keamanan Maritim.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,047
  • Pages: 21
NEGARA DAN PERTAHANAN KEAMANAN MARITIM

Pertahanan dan Keamanan Maritim Cakupan materi pada: Batas Maritim, Alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) dan sengketa Laut Internasional. Explore pada: a. Konsep hankam negara maritim dan ketahanan nasional b. Indonesia Negara Maritim (Oleh: Karya Wahono, 2009) Penerbit Teraju, Jakarta PDF Preview | Download

Negara Maritim Cakupan materi pada: konsep Negara maritim, Syarat negara maritim, Peran Indonesia, Pengaturan Negara Maritim. PDF Preview | Download

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bangsa Indonesia tentu mengetahui dengan jelas bahwa NKRI terdiri dari ribuan pulau dengan laut yang sangat luas, konon juga mewarisi balada tua bahwa nenek moyangku orang pelaut. Di berbagai sekolah, bahkan pada seminar ataupun diskusi publik, juga didengungkan hikayat masa kejayaan Majapahit dan Sriwijaya yang diklaim sebagai cikal bakal negara maritim. Benar, bahwa Nusantara ini memiliki sejarah maritim yang sangat membahagiakan untuk dikenang, didengungkan pada berbagai forum dan diabadikan dalam berbagai bentuk fisik. Semuanya itu bicara tentang masa lalu, misalnya—pada era berjayanya Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM, 1888-1960), pernah ada armada cabotage terbesar di dunia. Indonesia juga pernah mencengangkan dunia dengan armada samudera Jakarta Lloyd hadir di berbagai pelabuhan dunia, ada juga armada Nusantara yaitu PELNI dan yang lainnya menghubungkan berbagai kota-pelabuhan di NKRI, berikut armada pelayaran rakyat yang sempat menjamur. Bicara tentang maritim, banyak pihak cenderung memahaminya sebatas pada bidang pelayaran dan industri pendukungnya. Pandangan seperti itu memang tidak keliru dan tentunya dengan dukungan referensi yang kuat. Sebagian besar dari pandangan tersebut menunjuk pada tiga poin, yaitu: (i) relating to adjacent to sea, (ii) relating to marine shipping or navigation, (iii) resembling a mariner. Dari berbagai referensi tersebut, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa domain maritim terkait dengan beberapa aspek, yaitu; (i) fisiknya, (ii) kegiatan mengelola fisiknya, (iii) aturan mengenai penggelolaannya, dan (iv) budaya pengelolaannya. Apabila dipetakan dalam kepentingan berbangsa dan bernegara, maka domain maritim ada aspek politik, ekonomi,

sosial, dan militer, dengan bobot yang sangat kuat dijadikan drivers untuk mengembangkan kepentingan nasional. Pada sisi yang lain, pengertian mengenai keamanan seharusnya juga dielaborasi dalam arti yang luas—secure, safety, guarantee, dan tidak terperangkap dalam arti yang sempit sebatas secure. Perlu pandangan yang holistik mengenai arti keamanan, yang akan entertaint domain maritim. Penulis berpendapat bahwa pendekatan ini sangat penting artinya untuk membangun satu persepsi nasional mengenai arti pentingnya keamanan maritim Nusantara. Poin berikutnya yang perlu dielaborasi adalah mengenai Nusantara itu sendiri, oleh karena ada sejumlah kekhasan yang tidak ada duanya di muka bumi ini. Artinya—konsepsi keamanan maritim bagi NKRI, tidak akan sama dengan pihak manapun didunia, sehingga tidak perlu ragu untuk merumuskan batasan tersendiri yang mengangkat kekhasan tersebut dan tentunya dengan landasan hukumnya yang kuat. Karakter yang khas tersebut menyangkut tiga poin, yaitu (i) negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.480 pulau, memiliki coast line dan life lines yang sangat panjang, (ii) kedudukan pada jalan silang dunia, yang ‘wajib’ hukumnya untuk mengakomodasikan kepentingan pihak lain, apakah dalam bentuk innocent passage, transit passage, archipelagic sea lanes passage dan atau masih ada juga dalam tuntutan lalu-lintas tradisional, (iii) ada laut di dalam laut wilayah, berikut kekayaan fauna flora yang mempertemukan dua samudera di daerah tropis. Perlu dipahami dengan sebaik-baiknya bahwa ketiga karakter tersebut adalah modal politik, ekonomi, dan militer, untuk membangun bangsa dan negara dan memampukan untuk ber’bicara’ di panggung kawasan Asia Tenggara, bahkan di Asia Pasifik.

1.2. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah sejarah perkembangan TNI Angkatan Laut? 2. Apa sajakah permasalahan dalam pertahanan dan keamanan wilayah laut Indonesia? 3. Bagaimana peranan TNI Angkatan Laut dalam menjaga keamanan wilayah laut Indonesia? 4. Apakah tugas pokok TNI menurut Undang--Undang? 1.3. TUJUAN 1.Untuk mengetahui sejarah perkembangan TNI Angkatan Laut. 2.Mengungkap permasaalahan yang terjadi dalam pertahanan dan Keamanan wilayah laut indonesia.

3.Mengetahui peranan TNI angkatan Laut dalam menjaga keamanaan wilayah laut indonesia. 4.Mengetahui tugas pokok TNI dalam sistem perundang-undangan. 1.4. MANFAAT 1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Wawasan Kemaritiman yang diberikan oleh dosen. 2. Agar kita dapat mengetahui keadaan wilayah maritim Indonesia dalam hal pertahanan dan keamanan.

BAB II PEMBAHASAN 2.1. SEJARAH TNI ANGKATAN LAUT Tentara Nasional Indonesia (atau biasa disingkat TNI) adalah nama sebuah angkatan perang dari negara Indonesia. Pada awal dibentuk bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) kemudian berganti nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) dan kemudian diubah lagi namanya menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) hingga saat ini. Tentara Nasional Indonesia (TNI) terdiri dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara. TNI dipimpin oleh seorang Panglima TNI. Sejarah Tentara Nasional IndonesiaAngkatan Laut dimulai dari dibentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada sidang PPKI tanggal 22 Agustus1945. BKR kemudian berkembang menjadi beberapa divisi, dimana BKR Laut, salah satu divisi awalnya, meliputi wilayah bahari / laut. 2.1.1. Badan Keamanan Rakyat Laut (BKR) Dibentuknya Badan Keamanan Rakyat Laut (BKR Laut) pada tanggal 10 September1945 oleh administrasi kabinet awal Soekarno menjadi tonggak penting bagi kehadiran Angkatan Laut di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus1945. Terbentuknya BKR Laut ini dipelopori tokoh-tokoh bahariawan veteran yang pernah bertugas di jajaran Koninklijke Marine selama masa penjajahan Belanda dan veteran Kaigun selama masa pendudukan Jepang. Faktor lain yang mendorong terbentuknya badan ini adalah adanya potensi yang memungkinkan untuk menjalankan fungsi Angkatan Laut seperti kapal-kapal dan pangkalan, meskipun pada saat itu Angkatan Bersenjata Indonesia belum terbentuk.

2.1.2. Tentara Keamanan Rakyat Laut (TKR) Terbentuknya organisasi militer Indonesia yang dikenal sebagai Tentara Keamanan Rakyat (TKR) turut memacu keberadaan TKR Laut yang selanjutnya lebih dikenal sebagai Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI), dengan segala kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya. Sejumlah Pangkalan Angkatan Laut terbentuk, kapal - kapal peninggalan Jawatan Pelayaran Jepang diperdayakan, dan personel pengawaknya pun direkrut untuk memenuhi tuntutan tugas sebagai penjaga laut Republik yang baru terbentuk itu. Kekuatan yang sederhana tidak menyurutkan ALRI untuk menggelar Operasi Lintas Laut dalam rangka menyebarluaskan berita

proklamasi dan menyusun kekuatan bersenjata di berbagai tempat di Indonesia. Disamping itu mereka juga melakukan pelayaran penerobosan blokade laut Belanda dalam rangka mendapatkan bantuan dari luar negeri. Kepahlawanan prajurit samudera tercermin dalam berbagai pertempuran laut dengan Angkatan Laut Belanda di berbagai tempat seperti Pertempuran Selat Bali, Pertempuran Laut Cirebon, dan Pertempuran Laut Sibolga. Operasi lintas laut juga mampu menyusun pasukan bersenjata di Kalimantan Selatan, Bali, dan Sulawesi. Keterbatasan dalam kekuatan dan kemampuan menyebabkan ALRI harus mengalihkan perjuangan di pedalaman, setelah sebagian besar kapal ditenggelamkan dan hampir semua pangkalan digempur oleh kekuatan militer Belanda dan Sekutu. Sebutan ALRI Gunung kemudian melekat pada diri mereka. Namun demikian tekad untuk kembali berperan di mandala laut tidak pernah surut. Dalam masa sulit selama Pereang Kemerdekaan ALRI berhasil membentuk Corps Armada (CA), Corps Marinier (CM), dan lembaga pendidikan di berbagai tempat. Pembentukan unsur - unsur tersebut menandai kehadiran aspek bagi pembentukan Angkatan Laut yang modern.

2.1.3. Pascapengakuan kedaulatan

Berakhirnya Perang Kemerdekaan menandai pembangunan ALRI sebagai Angkatan Laut modern. Sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB), sejak tahun 1949, ALRI menerima berbagai peralatan perang berupa kapal - kapal perang beserta berbagai fasilitas pendukungnya berupa

Pangkalan Angkatan Laut. Langkah ini bersamaan dengan konsilidasi di tubuh ALRI, pembenahan organisasi, dan perekrutan personel melalui lembaga pendidikan sebelum mengawaki peralatan matra laut. Selama 1949-1959 ALRI berhasil menyempurnakan kekuatan dan meningkatkan kemampuannya. Di bidang Organisasi ALRI membentuk Armada, Korps Marinir yang saat ini disebut sebagai Korps Komando Angkatan Laut (KKO-AL), Penerbangan Angkatan Laut dan sejumlah Komando Daerah Maritim sebagai komando pertahanan kewilayahan aspek laut. Peralatan tempur ALRI pun bertambah baik yang berasal dari penyerahan Angkatan Laut Belanda maupun pembeliandari berbagai negara. Penyiapan prajurit yang profesional pun mendapatkan perhatian yang besar dengan pendirian lembaga pendidikan untuk mendidik calon - calon prajurit strata tamtama, bintara, dan perwira, serta pengiriman prajurit ALRI untuk mengikuti pendidikan luar negeri.

Gambar 2.1.1.Perwira ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan Dengan peningkatan kekuatan dan kemampuan tersebut, ALRI melai menyempurnakan strategi, taktik, maupun teknik operasi laut yang langsung diaplikasikan dalam berbagai operasi militer dalam rangka menghadapi gerakan separatis yang bermunculan pada tahun - tahun 1950 hingga 1959. Dalam operasi penugasan PRRI di Sumatera, Permesta di Sulawesi, DI/TII di Jawa Barat, dan RMS di Maluku, ALRI memperoleh pelajaran dalam penerapan konsep operasi laut, operasi amfibi, dan operasi gabungan dengan angkatan lain.

2.1.4. Penambahan kekuatan

Pada

saat

kondisi negara mulai membaik dari ancaman desintegrasi, pada tahun 1959 ALRI mencanangkan program yang dikenal sebagai Menuju Angkatan Laut yang Jaya. Sampai tahun 1965ALRI mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Hal ini dilatarbelakangi oleh politik konfrontasi dalam rangka merebut Irian Barat yang dirasa tidak dapat diselesaikan secara diplomatis. Berbagai peralatan tempur Angkatan Laut dari negara Eropa Timur memperkuat ALRI dan menjadi kekuatan dominan pada saat itu. Beberapa mesin perang yang terkenal di jajaran ALRI antara lain kapal penjelajah (cruiser) RI Irian, kapal perusak (destroyer) klas 'Skory', fregat klas 'Riga', Kapal selam klas 'Whisky', kapal tempur cepat berpeluru kendali klas 'Komar', pesawat pembom jarak jauh IlyushinIL-28, dan Tank Amfibi PT-76. Dengan kekuatan tersebut pada era tahun 1960-an ALRI disebut - sebut sebagai kekuatan Angkatan Laut terbesar di Asia.

Gambar 2.1.3.KapalAngkatanLaut KRI Irian 2.1.5. Dwikora Politik konfrontasi RI dalam melawan Neo Kolonialisme dan Imperialisme (Nekolim) dilanjutkan pada Operasi Dwikora untuk menentang pembentukan negara Malaysia. Meskipun unsur - unsur Angkatan Bersenjata RI telah disiapkan dalam operasi tersebut, namun operasi hanya sebatas pada operasi infiltrasi. Prajutir - prajurit ALRI dari kesatuan KKO-AL terlibat dalam tahap ini. Sementara unsur - unsur laut menggelar pameran bendera dalam rangka mengimbangi provokasi oleh kekuatan laut negara - negara sekutu. Operasi Dwikora tidak dilanjutkan seiring dengan suksesi pemerintahan di Indonesia pasca Pemberontakan G 30 S/PKI.

Sejak tahun 1966 ALRI yang kemudian disebut dengan TNI AL mengalami babak baru dalam perjalanan sejarahnya seiring dengan upaya integrasi ABRI. Dengan adanya integrasi ABRI secara organisatoris dan operasional telah mampu menyamakan langkah pada pelaksanaan tugas di bidang pertahanan dan keamanan sehingga secara doktrinal, arah pengembangan kekuatan dan kemampuan setiap angkatan menjadi terpusat. Kegiatan operasi yang menonjol pada kurun waktu 1970-an adalah Operasi Seroja dalam rangka integrasi Timor Timur kepada RI. TNI AL berperan aktif dalam operasi pendaratan pasukan, operasi darat gabungan, dan pergeseran pasukan melalui laut.

2.1.6. Modernisasi Mulai dasawarsa 1980-an TNI AL melakukan langkah modernisasi peralatan tempurnya, kapal - kapal perang buatan Eropa Timur yang telah menjadi inti kekuatan TNI AL era 1960 dan 1970-an dinilai sudah tidak memenuhi tuntutan tugas TNI AL. Memburuknya hubungan RI - Uni Sovyet pasca pemerintahan Presiden Soekarno membuat terhentinya kerja sama militer kedua negara. Oleh karena itu TNI AL beralih mengadopsi teknologi Barat untuk memodernisasi kekuatan dan kemampuannya dengan membeli kapal - kapal perang dan peralatan tempur utama lainnya dari berbagai negara, diantaranya Korvet berpeluru kendali kelas 'Fatahillah'dari Belanda, Fregat berpeluru kendali klas 'Van Speijk' eks- AL Belanda, Kapal selam klas 209/1300 buatan Jerman Barat, Kapal tempur cepat berpeluru kendali klas'Patrol Ship Killer' buatanKorea Selatan, dan Pesawat Patroli Maritim 'Nomad-Searchmaster'eks-Angkatan Bersenjata Australia.

Gambar 2.1.6.KapalperangKRI Fatahillah (361)

2.1.7. Kegiatan non-tempur Pada saat yang sama TNI AL mengembangkan militer non tempur yang berupa operasi bakti kemanusiaan Surya Bhaskara Jaya di berbagai daerah terpencil di Indonesia yang hanya bisa dijangkau lewat laut. Operasi ini berintikan kegiatan pelayanan kesehatan, pembangunan dan rehabilitasi sarana publik, dan berbagai penyuluhan dibidang kesehatan, hukum, dan bela negara. Kegiatan ini dilaksanakan secara rutin setiap tahun hingga sekarang. Sejumlah negara juga pernah berpartisipasi dalam kegiatan tersebut antara lain Singapura, Australia dan NegaraAmerika Serikat. TNI AL juga berupaya menggalakan pembangunan sektor kelautan jauh sebelum Departemen Kelautan terbentuk, khususnya yang berhubungan dengan aspek pertahanan dan keamanan di laut. Kegiatan - kegiatan nyata yang dilakukan TNI AL adalah mendirikan badan - badan pengkajian pembangunan kelautan bersama - sama dengan pemerintah dan swasta di beberapa daerah, program desa pesisir percontohan yangterangkum dalam Pembinaan Desa Pesisir (Bindesir), dan program Pembinaan Potensi Nasional menjadi KekuatanMaritim (Binpotnaskuatmar). Dalam rangka menggelorakan jiwa bahari bangsa, TNI AL menggelar event kelautan skala internasional yaitu Arung Samudera 1995 yang berintikan Lomba Kapal Layar Tiang Tinggi dan perahu layar. TNI AL juga menjadi pendukung utama dicanangkan Tahun Bahari 1996 dan Deklarasi Bunaken 1998 yang merupakan manifestasi pembangunan kelautan di Indonesia.

2.1.8. Tahun 1990-an Selama dasawarsa 1990-an TNI AL mendapatkan tambahan kekuatan berupa kapal - kapal perang jenis korvet klas 'Parchim', kapal pendarat tank (LST) klas 'Frosch', dan Penyapu Ranjau klas Kondor.Penambahan kekuatan ini dinilai masih jauh dari kebutuhan dan tuntutan tugas, lebih - lebih pada masa krisis multidimensional ini yang menuntut peningkatan operasi namun perolehan dukungannya sangat terbatas. Reformasi internal di tubuh TNI membawa pengaruh besar pada tuntutan penajaman tugas TNI AL dalam bidang pertahanan dan keamanan di laut seperti reorganisasi dan validasi Armada yang tersusun dalam flotila - flotila kapal perang sesuai dengan kesamaan fungsinya dan pemekaran organisasi Korps Marinir dengan pembentukan satuan setingkat divisi Pasukan Marinir-I di Surabaya dan setingkat Brigade berdiri sendiri di Jakarta. Pembenahan - pembenahan tersebut merupakan bagian dari tekad TNI AL menuju Hari Esok yang Lebih Baik .

2.2. PERMASALAHAN DALAM PERTAHANAN DAN KEAMANAN WILAYAH LAUT INDONESIA Indonesia yang memiliki wilayah laut yang sangat luas berpontsi juga melahirkan berbagai permasalahn di wilayah laut tersebut. Pada bagian ini dipaparkan berbagai isu dan permasalahan yang dihadapi kawasan laut dan perbatasanlaut.

2.2.1. Belum Disepakatinya Garis-Garis Batas Dengan Negara Tetangga Secara Menyeluruh Beberapa segmen garis batas di laut belum disepakati secara menyeluruh oleh negaranegara yang berbatasan dengan wilayah NKRI. Permasalahan yang sering muncul di perbatasan laut adalah klaim negara tetangga terhadap kawasan laut menyebabkan kerugian bagi negara secara ekonomi dan lingkungan. Namun secara umum, titik koordinat batas negara di laut pada umumnya sudah disepakati. Pada Batas Zona Ekonomi Ekskluisf (ZEE)dan Batas Laut Teritorial (BLT), sebagian besar belum disepakati bersama negara-negara tetangga. Belum jelas dan tegasnya batas laut antara Indonesia dan beberapa negara negara tertentu serta ketidaktahuan masyarakat, khususnya nelayan, terhadap batas negara di laut menyebabkan terjadinya pelanggaran batas oleh para nelayan Indonesia maupun nelayan asing. 2.2.1.1.

Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Undang-Undang no.17 tahun 1985 tentang pengesahan United Nations Convention on the

Law of the Sea (UNCLOS) menyatakan bahwa batas ZEE Indonesia di segmen-segmen perairan yang berhadapan dengan negara lain dan lebarnya kurang dari 400 mil laut, maka ZEE merupakan garis median. Jika mengacu kepada konvensi tersebut, maka batas ZEE yang merupakan garis median pada wilayah laut yang berhadapan dengan negara-negara tetangga yaitu : (1)

Berhadapan dengan Malaysia dan Singapura di Selat Malaka;

(2)

Berhadapan dengan Malaysia di Laut Natuna sebelah barat dan timur;

(3)

Berhadapan dengan Vietnam di Laut Cina Selatan sebelah utara;

(4)

Berhadapan dengan Filiipina di Laut Sulawesi hingga Laut Fillipina;

(5)

Berhadapan dengan Palau di Samudera Pasifik;

(6)

Berhadapan dengan Australia di Laut Arafura hingga Laut Timor;

(7)

Berhadapan dengan Pulau Christmas (Australia) di Samudera Hindia;

(8)

Berhadapan dengan Timor Leste di Selat Wetar;

(9)

Berhadapan dengan India di Laut Andaman. Selain itu, terdapat wilayah laut yang tidak memiliki batas ZEE yaitu di wilayah Selat Singapura yang berhadapan langsung dengan Malaysia dan Singapura, karena lebarnya hanya sekitar 15

mil laut. Selebihnya, penentuan ZEE terutama pada wilayah laut yang berhadapan dengan laut lepas, ditarik selebar 200 mil dari garis pangkal kepulauan Indonesia. Namun demikian, batas ZEE antara Indonesia dengan negara-negara tetangga, sebagian besar belum ditetapkan, terutama yang berhadapan langsung dengan negara tetangga. Hal ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan, atau belum dilakukannya ratifikasi. Ketidakjelasan batas ZEE tersebut menyebabkan sulitnya penegakan hukum oleh aparat dan berpotensi untuk menjadi sumber pertentangan antara Indonesia dengan negara tetangga. Tabel berikut ini menunjukkan status batas-batas ZEE di wilayah perbatasan laut Indonesia. Tabel 2.1. Status Batas-Batas ZEE antara RI dengan negara tetangga Batas No

Zona

Eksklusif

Status

Keterangan

Belum ada perjanjian batas

Ekonomi (ZEE) 1

RI–Malaysia

Belum disepakati

2

RI–Vietnam

Telah disepakati

3

RI–Fillipina

Belum disepakati

Belum ada perjanjian batas

4

RI–Palau

Belum disepakati

Belum ada perjanjian batas

5

RI–PNG

Belum disepakati

Tidak ada batas laut

6

RI–Timor Leste

Belum disepakati

Belum ada perjanjian batas

7

RI–India

Belum disepakati

Belum ada perjanjian batas

8

RI–Singapura

Belum disepakati

Belum ada perjanjian batas

9

RI-Thailand

Belum disepakati

Belum ada perjanjian batas

10

RI–Australia

Telah disepakati

Kesepakatan di tingkat teknis, menunggu proses ratifikasi

ZEE di Samudera Hindia, Lauta Arafura, dan Laut Timor

Sumber : Bakosurtanal, 2003 (diolah) 2.2.1.2.

Batas Laut Teritorial (BLT) BLT Indonesia lebarnya tidak melebihi 12 mil laut dari garis pangkal yang merupakan batas

kedaulatan suatu negara baik di darat, laut, maupun udara. Sebagian besar BLT sudah disepakati oleh negara-negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia, kecuali dengan Timor Leste sebagai sebuah negara yang baru merdeka. Selain itu diperlukan pula perundingan tri-partit antara Indonesia-Malaysia-Singapura untuk menyepakati BLT di Selat Singapura

bagian Barat dan Timur yang lebarnya kurang dari 24 mil dan bersinggungan langsung dengan perbatasan di ketiga negara. Mengingat pentingnya pengakuan terhadap batas kedaulatan suatu negara, maka batas laut teritorial antara pemerintah RI dan Timor Leste maupun three junctional point di Selat Malaka perlu segera disepakati untuk menghindari kekhawatiran timbulnya konflik akibat pelanggaraan kedaulatan wilayah negara. Tabel berikut ini menunjukkan status batas laut teritorial Indonesia dengan negara-negara tetangga. Tabel 2.2. Status Batas Laut Teritorial Indonesia

No 1

Batas Laut Teritorial (BLT) RI – Malaysia

Status

Telah disepakati

2

RI–Singapura sebagian

(di Selat

Singapura) 3

4

RI – PNG

Telah disepakati

Keterangan Disepakati

dalam

perjanjian

Indonesia-Malaysia

Tahun

1970 Disepakati

dalam

Indonesia-Singapura

perjanjian Tahun

1973

Telah

Disepakati

disepakati

Indonesia-PNG Tahun 1980

RI – Timor Leste

Perlu

dalam

ditentukan

Perjanjian

garis-garis

pangkal kepulauan di Pulau Belum

Leti, Kisar, Wetar. Liran. Alor,

disepakati

Pantar, hingga Pulau Vatek, dan titik dasar sekutu di Pulau Timor

5

RI-Malaysia-Singapura

Belum

Perlu perundingan bersama (tri-

disepakati

partid)

Sumber : Bakosurtanal, 2003 (diolah) 2.2.1.3.

Batas Landas Kontinen (BLK) tarik sama lebar dengan batas ZEE (200 mil laut) atau sampai dengan maksimum 350 mil

laut dari garis pangkal kepulauan Indonesia. Hal ini berlaku di seluruh wilayah perairan Indonesia, kecuali pada segmen-segmen wilayah tertentu dimana BLK dapat ditetapkan berdasarkan kesepakatan dengan negara-negara yang berhadapan langsung dengan Indonesia, antara lain : (1)

Berhadapan dengan India dan Thailand di Laut Andaman;

(2)

Berhadapan dengan Thailand di Selat Malaka bagian Utara;

(3)

Berhadapan dengan Malaysia di Selat Malaka bagian Selatan serta di Laut Natuna bagian Timur dan Barat;

(4)

Berhadapan dengan Vietnam di Laut Cina Selatan;

(5)

Berhadapan dengan Filipina di Laut Sulawesi;

(6)

Berhadapan dengan Palau di Samudera Pasifik;

(7)

Berhadapan dengan dengan Australia di Laut Arafura, Laut Timor, Samudera Hindia, dan di wilayah perairan di sekitar Pulau Christmas;

(8)

Berhadapan dengan Timor Leste di laut Timor. Selain BLK diatas, terdapat titik-titik yang bersinggungan dengan tiga negara (three junction point) secara langsung, kesepakatan terhadap titik-titik ini dilakukan melalui pertemuan trialteral. Titik-titik tersebut antara lain :

(1)

Three Junction Point antara Indonesia, India, dan Thailand di Laut Andaman;

(2)

Three Junction Point antara Indonesia, Thailand, dan Malaysia di Selat Malaka Bagian Utara. Sebagian BLK antara Indonesia dengan negara tetangga telah disepakati dan telah ditetapkan dalam Keputusan Presiden (Keppres). Namun demikian masih terdapat beberapa segmen wilayah laut yang belum ditetapkan BLK-nya, karena masih dalam proses negosiasi atau bahkan belum dilakukan perundingan sama sekali dengan negara tetangga, antar lain BLK antara Indonesia dengan Vietnam, Filipina, Palau, dan Timor Leste. Tabel berikut menunjukkan status Batas Landas Kontinen di wilayah perbatasan laut Indonesia. Tabel 2.3.

No 1

Status Batas Landas Kontinen antara RI dengan negara tetangga

Batas

Landas

Kontinen (BLK)

Status

RI – India

Keterangan 10 titik BLK di Lauta Andaman

Telah disepakati

berikut

koordinatnya

disepakati

berdasarkan perjanjian pada tahun 1974 dan 1977

2

RI – Thailand

Titik-titik Telah disepakati

BLK

di

selat

Malaka

maupun Laut Andaman disepakati berdasarkan perjanjian pada tahun 1977

3

RI – Malaysia

10 titik BLK di Selat Malaka dan 15 Telah disepakati

titik di Laut Natuna disepakati berdasarkan perjanjian pada tahun 1969

4

- Titik-titik BLK di Laut Arafura dan

RI – Australia

laut

Timor

ditetapkan

melalui

Keppres pada Tahun 1971 dan Telah disepakati

1972 - Titik-titik BLK di Samudera Hindia dan di sekitar Pulau Christmas telah

disepakati

berdasarkan

perjanjian pada tahun 1997. 5

RI – Vietnam

Belum

Dalam proses negosiasi

disepakati 6

RI – Filipina

Belum

Dalam proses negosiasi

disepakati 7

RI – Palau

Belum

Belum ada proses perundingan

disepakati 8

RI – Timor Leste

Belum

Belum ada proses perundingan

disepakati Sumber : Bakosurtanal, 2003

2.2.2. Terbatasnya jumlah aparat serta sarana dan prasarana Masalah-masalah pelanggaran hukum, penciptaan ketertiban dan penegakan hukum di perbatasan perlu diantisipasi dan ditangani secara seksama. Luasnya wilayah, serta minimnya prasarana dan sarana telah menyebabkan belum optimalnya aktivitas aparat keamanan dan kepolisian. Pertahanan dan keamanan negara di kawasan perbatasan saat ini perlu ditangani melalui penyediaan jumlah personil aparat keamanan dan kepolisian serta prasarana dan sarana pertahanan dan keamanan yang memadai.

2.2.3. Terjadinyakegiatan-kegiatan ilegal dan pelanggaranhukum

Sebagai konsekuensi terbatasnya prasarana, sarana dan sumberdaya manusia di bidang pertahanan dan keamanan, misalnya aparat kepolisian dan TNI-AL beserta kapal patrolinya, telah menyebabkan lemahnya pengawasan di sepanjang garis perbatasan di darat maupun perairan di sekitar pulau-pulau terluar. Disamping itu, lemahnya penegakan hukum akibat adanya kolusi antara aparat dengan para pelanggar hukum, menyebabkan semakin maraknya pelanggaran hukum di kawasan perbatasan. Sebagai contoh, di kawasan perbatasan laut, sering terjadi pembajakan dan perompakan, penyelundupan senjata, penyelundupan manusia (seperti tenaga kerja, bayi, dan wanita), maupun pencurian ikan.

2.2.4. Terbatasnyajumlahsarana dan prasaranaperbatasan (PLB, PPLB, dan fasilitas CIQS) Keberadaan Pos Lintas Batas (PLB) dan Pos PemeriksaanLintas Batas (PPLB) besertafasilitas Bea Cukai, Imigrasi, Karantina, dan Keamanan (CIQS) sebagaigerbang yang mengaturaruskeluarmasukorang Sebagaipintugerbang

dan

barang

di

kawasanperbatasansangatpenting.

negara,

sarana

prasaranainidiharapkandapatmengaturhubungansosial

dan

ekonomi

dan antara

masyarakat

Indonesia denganmasyarakat di wilayah negara tetangganya. Disamping itu adanya sarana dan prasarana

perbatasan

Namundemian,

akan

jumlahsarana

mengurangi dan

keluar-masuknya

prasarana

PLB,

barang-barang

PPLB,

dan

illegal.

CIQS

di

kawasanperbatasanmasihminim.

2.3. PERAN TNI ANGKATAN LAUT 2.3.1 Peran Militer(military role) Peran militer dilaksanakan dalam rangka menegakkan kedaulatan negara di laut dengan cara pertahanan negara dan penangkalan, menyiapkan kekuatan untuk persiapan perang, menangkal setiap ancaman militer melalui laut, melindungi dan menjaga perbatasan laut dengan negara tetangga, serta menjaga stabilitas keamanan kawasan maritim. 2.3.2 Peran Polisionil (constabulary role) Peran polisionil dilaksanakan dalam rangka menegakkan hukum di laut, melindungi sumber daya dan kekayaan laut nasional, memelihara ketertiban di laut, serta mendukung pembangunan bangsa dalam memberikan kontribusi terhadap stabilitas dan pembangunan nasional. Peran polisionil ini dilaksanakan di seluruh perairan laut yurisdiksi nasional dalam rangka memelihara ketertiban di laut. Peran untuk melaksanakan tugas penegakan hukum di laut diselenggarakan secara mandiri atau gabungan dengan komponen kekuatan laut lainnya.

2.3.3 Peran Diplomasi (diplomacy role) Peran diplomasi Angkatan Laut merupakan peran yang sangat penting bagi setiap Angkatan Laut di seluruh dunia. Peran ini dikenal sebagai “unjuk kekuatan Angkatan Laut” yang telah menjadi peran tradisional Angkatan Laut. Diplomasi merupakan dukungan terhadap kebijakan luar negeri pemerintah yang dirancang untuk mempengaruhi kepemimpinan negara lain dalam keadaan damai atau pada situasi bermusuhan. 2.3.4 Penegakan Keamanan di laut TNI AL sebagai komponen utama pertahanan negara di laut berkewajiban untuk menjaga integritas wilayah NKRI dan mempertahankan stabilitas keamanan di laut serta melindungi sumber daya alam di laut dari berbagai bentuk gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di wilayah perairan yurisdiksi nasional Indonesia, dengan tetap mempertimbangkan konsepsi dasar bahwa perwujudan keamanan di laut pada hakikatnya memiliki dua dimensi yaitu penegakan kedaulatan dan penegakan hukumyang saling berkaitan satu dengan lainnya. Persepsi keamanan di laut tidak hanya masalah penegakan kedaulatan dan hukum tetapi keamanan di laut mengandung pemahaman, bahwa laut aman digunakan bagi pengguna dan bebas dari ancaman atau gangguan terhadap aktifitas penggunaan atau pemanfaatan laut, yaitu : a. Laut bebas dari ancaman kekerasan, yaitu ancaman dengan menggunakan kekuatan bersenjata yang terorganisir dan memiliki kemampuan untuk mengganggu serta membahayakan personel atau negara. Ancaman tersebut dapat berupa pembajakan, perompakan, sabotase obyek vital, peranjauan dan aksi teror. b. Laut bebas dari ancaman navigasi, yaitu ancaman yang ditimbulkan oleh kondisi geografi dan hidrografi serta kurang memadainya sarana bantu navigasi, seperti suar, buoy, dan lain-lain, sehingga dapat membahayakan keselamatan pelayaran. c. Laut bebas dari ancaman terhadap sumber daya laut, berupa pencemaran dan perusakan ekosistem laut, serta konflik pengelolaan sumber daya laut. d. Laut bebas dari ancaman pelanggaran hukum, yaitu tidak dipatuhinya hukum nasional maupun internasional yang berlaku di perairan, seperti illegal fishing, illegal logging, penyelundupan dan lain-lain. Penegakan kedaulatan di laut memiliki dua dimensi pemahaman, yaitu

kedaulatan

(sovereignty) dan hak berdaulat (sovereign right) di laut suatu negara yang telah diatur secara universal dalam UNCLOS 1982. Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut ke dalam

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985. Pada tiap rezim perairan Indonesia ditetapkan kedaulatan dan hak berdaulat sebagai berikut : a. Di Laut Wilayah selebar 12 mil laut dari garis pangkal Indonesia memiliki kedaulatan penuh, artinya negara berhak mengatur segala ketentuan hukum nasional. b. Di Zona Tambahan selebar 24 mil laut dari garis pangkal, Indonesia memiliki hak berdaulat dalam bidang kepabeanan, sanitasi, imigrasi dan fiskal. c. Di ZEEI Indonesia selebar 200 mil laut dari garis pangkal, memiliki hak berdaulat dalam eksplorasi dan eksploitasi sumber daya laut. d. Di Landas Kontinen sampai kedalaman 350 meter, Indonesia berhak untuk melakukan pemanfaatan sumber daya alam. Guna mewujudkan stabilitas keamanan di laut diperlukan upaya untuk menghadapi segala bentuk gangguan dan ancaman di laut dengan mengerahkan kekuatan dari berbagai instansi yang berwenang melaksanakan penegakan kedaulatan dan hukum di laut. Oleh karena itu, prioritas yang perlu dikedepankan adalah bagaimana kegiatan operasional di laut dapat dilaksanakan secara efektif dengan semua kekuatan aparat negara dikerahkan secara sinergik. Bila ditinjau dari pembagian rezim laut maka dapat dimatrikulasikan peran Aparat Keamanan Laut dalam hal penegakan hukum (penyidikan), seperti pada:Tabel 2.5 Matrik kewenangan institusi dalam penindakan berbagai pelanggaran menurut rezim laut.

No

Jenis Tindak Pidana

1.

Pembajakan

2.

Perikanan

3.

Cagar Budaya

4.

Konservasi Sumber Daya Alam

5.

Lingkungan Hidup

6.

Kehutanan

Perairan Pedalaman Tni Al / Polri Tni Al / Ppns Dkp Ppns Diknas / Tni Al Polri / Ppns Kehutanan / Ppns Perikanan Polri / Ppns Lh / Tni Al Polri / Ppns Kehutanan

Perairan Kepulauan / Laut Teritorial Tni Al / Polri Tni Al / Ppns Dkp Ppns Diknas / Tni Al Polri / Ppns Kehutanan / Ppns Perikanan / Tni Al Polri / Ppns Lh / Tni Al Polri / Ppns Kehutanan

Perairan Laut Lepas > Zona Zeei 200 Tambahan Mil TNI AL TNI Tni AL Al TNI AL TNI AL TNI AL TNI AL TNI AL

TNI AL -

TNI AL

TNI AL

-

-

-

-

7.

Pelayaran

Tni Al / Tni Al / Polri / Ppns Polri / Ppns Hubla Hubla

-

-

8.

Bahan Bakar Minyak

Polri

-

-

9.

Kepabeanan

Ppns Cukai

10. Imigrasi

Polri

-

Bea Ppns Bea Ppns Bea Cukai Cukai Polri / Polri / Ppns Polri / Ppns Ppns Imigrasi Imigrasi Imigrasi Polri / Polri / Ppns Polri / Ppns Ppns Kes / Kesehatan Kesehatan Bea Cukai

Narkotika 11. Dan Psikotropika Senpi / Polri / Tni Polri / Tni 12. Amonisi / Al Al Handak 13. Z E E I

-

-

TNI AL

-

-

-

-

TNI AL

-

Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah disinyalir telah menjadi ajang konflik karena ditafsirkan secara sempit oleh beberapa pihak dalam implementasinya. Hal ini disebabkan penafsiran yang berbeda mengenai pengertian dalam pasal 3 dan 10 Undang-undang tersebut. Dimana pada dasarnya laut tidak dapat diduduki secara permanen, dipagari atau dikuasai secara mutlak, laut hanya dapat dikendalikan dalam jangka waktu yang terbatas. Laut merupakan bagian integral dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak dapat dibagi-bagi, namun dapat dibedakan sesuai rezim hukum yang mengaturnya serta dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.

2.4

TUGAS POKOK TNI MENURUT UNDANG-UNDANG Dalam Undang-Undang No. 34 tahun 2004 disebutkan tugas pokok TNI itu pada prinsipnya ada tiga, yaitu ; pertama, menegakkan kedaulatan negara; kedua, mempertahankan keutuhan wilayah dan ketiga, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan. Tugas pokok tersebut dilaksanakan melalui Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Di dalam OMSP, yang dirinci 14 butir tugas yaitu untuk:

1. Mengatasi gerakan separatis bersenjata. 2. Mengatasi pemberontakan bersenjata.

3. Mengatasi aksi terorisme. 4. Mengamankan wilayah perbatasan. 5. Mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis. 6. Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri. 7. Mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya. 8.

Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta.

9. Membantu tugas pemerintahan di daerah. 10. Membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang. 11. Membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia. 12. Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan. 13. Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue). 14. Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundup

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan

Terbentuknya organisasi militer Indonesia yang dikenal sebagai Tentara Keamanan Rakyat (TKR) turut memacu keberadaan TKR Laut yang selanjutnya lebih dikenal sebagai Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI), dengan segala kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya. Sejumlah Pangkalan Angkatan Laut terbentuk, kapal - kapal peninggalan Jawatan Pelayaran Jepang diperdayakan, dan personel pengawaknya pun direkrut untuk memenuhi tuntutan tugas sebagai penjaga laut Republik yang baru terbentuk itu. Kekuatan yang sederhana tidak menyurutkan ALRI untuk menggelar Operasi Lintas Laut dalam rangka menyebarluaskan berita proklamasi dan menyusun kekuatan bersenjata di berbagai tempat di Indonesia. Disamping itu mereka juga melakukan pelayaran penerobosan blokade laut Belanda dalam rangka mendapatkan bantuan dari luar negeri. Beberapa segmen garis batas di laut belum disepakati secara menyeluruh oleh negaranegara yang berbatasan dengan wilayah NKRI. Permasalahan yang sering muncul di perbatasan laut adalah klaim negara tetangga terhadap kawasan laut menyebabkan kerugian bagi negara secara ekonomi dan lingkungan. Namun secara umum, titik koordinat batas negara di laut pada umumnya sudah disepakati. Pada Batas Zona Ekonomi Ekskluisf (ZEE)dan Batas Laut Teritorial (BLT), sebagian besar belum disepakati bersama negara-negara tetangga. Belum jelas dan tegasnya batas laut antara Indonesia dan beberapa negara negara tertentu serta ketidaktahuan masyarakat, khususnya nelayan, terhadap batas negara di laut menyebabkan terjadinya pelanggaran batas oleh para nelayan Indonesia maupun nelayan asing Peran diplomasi Angkatan Laut merupakan peran yang sangat penting bagi setiap Angkatan Laut di seluruh dunia. Peran ini dikenal sebagai “unjuk kekuatan Angkatan Laut” yang telah menjadi peran tradisional Angkatan Laut. Diplomasi merupakan dukungan terhadap kebijakan luar negeri pemerintah yang dirancang untuk mempengaruhi kepemimpinan negara lain dalam keadaan damai atau pada situasi bermusuhan. Dalam Undang-Undang No. 34 tahun 2004 disebutkan tugas pokok TNI itu pada prinsipnya ada tiga, yaitu ; pertama, menegakkan kedaulatan negara; kedua, mempertahankan keutuhan wilayah dan ketiga, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan. Tugas pokok tersebut dilaksanakan melalui Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP)

3.2. Kritik Dan Saran Kami sadar atas keterbatasan pengetahuan kami. Untuk itu besar harapan bagi kami atas kritik dan saran dari pembaca guna perbaikan makalah ini.

DaftarPustaka Wikipedia.(21Maret 2013).Sejarah TNI-Al.Diaksestanggal 14 Maret 2014 pukul 02.48 am.Darihttp://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_TNIAL TentaraNasional Indonesia.(2012). Peran, FungsidanTugas.Diaksestanggal 14Maret 2014Pukul 02.45 am. Dari http://www.tni.mil.id/pages-2-peran-fungsi-dan-tugas.html BIN KorpsPelaut. Peran Universal AngkatanLaut.Diaksestanggal20Maret 10.45 pm. Dari http://binkorpspelaut.tnial.mil.id/index.php?option=com_content&view=article&id=74:peran-universal-angkatanlaut&catid=41:hukum Forum KajainPertahanandanMaritim. (7 July 2011).INDONESIA DAN KEAMANAN MARITIM: APA ARTI PENTINGNYA?.Diaksestanggal 20 Maret 2014 pukul 09.30 pm. Dari http://www.fkpmaritim.org/indonesia-dankeamanan-maritim-apa-arti-pentingnya/ Anonim.bab-3__20081123043639__968__2.Diaksestanggal 21 Maret 2014 pukul 01.03. Dari www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/11631/3866/ http://id.wikipedia.org/wiki/KRI_Fatahillah_%28361%29

Related Documents


More Documents from "muhammad maulana"