Pada umumnya sistem hukum membedakan antara hukum pidana dan hukum perdata. Pembedaan sistem hukum ini juga berlaku terhadap kompetensi peradilan, hukum acara, termasuk di dalamnya mengenai hukum pembuktian. Pandangan tradisional melihat tindak pidana sebagai suatu kejahatan yang mengancam kepentingan masyarakat dan bahwa hukum pidana dibuat dengan maksud untuk melindungi kepentingan masyarakat yang diancam oleh kejahatan tersebut dengan menentukan kaidah-kaidah serta sanksi-sanksi yang dapat menindak para pelaku kejahatan maupun mencegah anggota masyarakat untuk melakukan kejahatan. Hukum acara pidana disusun untuk menentukan syarat-syarat dan tata cara untuk dapat menentukan seseorang bersalah telah melakukan suatu kejahatan sehingga berakibat munculnya stigma sosial dari masyrakat terhadap terpidana sebagai seorang “penjahat”, dan hal tersebut tidak ditemukan dalam hubungan keperdataan sekalipun ada pihak yang dirugikan. Mengingat stigma sosial dan akibat dari penjatuhan pidana tersebut, maka umumnya sistem hukum yang mengatur acara pidana lebih melindungi kepentingan tersangka dan atau terdakwa jika dibandingkan dengan yang diterapkan dalam hukum acara perdata. Sebagai contoh, beban pembuktian di dalam hukum acara pidana memiliki standar yang tinggi jika dibandingkan dengan hukum acara perdata. Dalam perkembangannya, pembedaan secara tegas antara perbuatan yang termasuk di dalam ruang lingkup hukum pidana dan hukum perdata tidak dapat dipertahankan lagi. Banyak perbuatan-perbuatan yang merupakan ruang lingkup hukum perdata telah diinterupsi dengan perbuatan pidana, dan sebaliknya perbuatan-perbuatan pidana seringkali juga berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap hubungan keperdataan. Apalagi dengan semakin meningkatnya administrasi birokrasi dalam perkembangan masyarakat modern telah mengakibatkan hukum adminisrasi juga seringkali tidak dapat dipisahkan secara tegas dari hukum perdata dan hukum pidana. Civil Forfeiture tidak dimaksudkan untuk menyita harta kekayaan milik orang yang tidak bersalah atau beritikad baik. Civil Forfeiture dimaksudkan untuk menguasai keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana sehingga tindakan tersebut juga merupakan upaya pencegahan terhadap kemungkinan adanya perbuatan berlanjut dari suatu tindak pidana atau untuk melakukan tindak pidana lain dimasa yang akan datang. Dalam pelaksanaannya harus ada jaminan bahwa seseorang yang tidak bersalah atau beritikad baik dikecualikan dari ketentuan civil forfeiture selama ia dapat menunjukkan bukti-bukti yang cukup tentang ketidakterlibatannya atau ketidaktahuannya terhadap kejahatan yang terkait dengan harta kekayaan tersebut.
Perampasan harta kekayaaan hasil tindak pidana merupakan cara yang paling efektif dalam memberantas tindak pidana khususnya yang termasuk dalam kategori kejahatan serius (serious crime) dengan motif ekonomi seperti tindak pidana perdagangan narkotika/psikotropika, segala bentuk kejahatan
terorganisir, beserta organisasi kejahatannya. Kegagalan dalam memberantas infrastruktur ekonomi para pelaku kejahatan dan kegagalan membatasi ruang gerak organisasi kejahatan akan sangat mengurangi efektifitas penuntutan terhadap kejahatan tersebut dalam meningkatkan keamanan dan kesejahteraan masyarakat.