Musang, Enau, Nira dan Parfum: Apresiasi Terhadap Keanekaragaman Hayati Oleh: Abdul Haris Mustari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB Kampus IPB Dramaga, Bogor (
[email protected]) Enau atau aren (Arenga pinnata) dikenal luas karena palem ini dapat dijumpai di seluruh Nusantara, merupakan tumbuhan khas tropis. Aren menghasilkan nira, yaitu sari gula yang digemari banyak orang karena khas aroma dan rasanya. Nira yang baru disadap dari pohon enau sangat manis dan merupakan minuman tradisional yang digemari banyak orang. Minuman ini sering dicampur dengan bahan tertentu, biasanya kulit pohon tangir Bruguiera caryophylloides, sejenis tumbuhan bakau, agar rasanya sedikit pahit dan kadar alkoholnya relatif tinggi karena terjadi fermentasi yang lebih intensif. Minum air nira yang sudah dicampur harus hatihati karena dapat memabukkan. Di Sulawesi Utara, penduduk punya minuman khas disebut Cap Tikus yang kadar alkoholnya di atas tiga puluh persen. Minuman ini dibuat dengan cara memasak air nira menggunakan wadah yang cukup besar biasanya drum. Setelah mendidih cukup lama terjadi penguapan. Uap ditampung dan melalui proses destilasi uap mencair lalu disalurkan ke suatu wadah dan diperolehlah cairan berkadar alkohol tinggi, kemudian dikemas dalam botol dengan merek Cap Tikus dan sudah menjadi trade mark yang cukup dikenal khususnya di daerah Kawanua itu. Di Sulawesi Tenggara dalam bahasa daerah Tolaki dikenal minuman Kameko, sedangkan di Sulawesi Selatan namanya Tuak atau Ballo. Di Pulau Muna, suatu pesta tidak afdol bila belum tersedia kameko. Minuman ini adalah vodkanya kalangan wong cilik di Sulawesi. Nira juga menjadi bahan baku pembuatan gula merah yang multiguna, banyak dimanfaatkan di wilayah pedesaan. Musang (Paradoxurus hermaphroditus) dan enau merupakan dua organisme yang tak terpisahkan. Tanpa binatang yang bernama musang, sulit menikmati manisnya air nira. Secara alamiah, perkembangbiakan pohon enau tidak akan terjadi tanpa bantuan musang karena buah enau yang sudah tua dan jatuh di lantai hutan tidak akan berkecambah sebelum melewati perut musang. Buah enau yang seharusnya tumbuh akan tidur atau dalam istilah silvikulturnya disebut dorman sebelum melewati perut musang. Ternyata, di saluran pencernaan musang terdapat zat kimia tertentu yang dapat memecahkan dormansi biji enau. Pencernaan musang hanya menghancurkan kulit dan daging buah sedangkan biji enau keluar bersama kotoran. Biji akan tumbuh dimana musang membuang kotoran sehingga selain memecahkan dormansi biji, musang juga membantu penyebaran benih enau, karena biji akan tumbuh dimana musang membuang kotoran. Keuntungan lain bagi enau, biji yang terdapat di kotoran akan cepat tumbuh
karena kotoran musang itu sendiri menjadi pupuk alami bagi benih enau pada awal pertumbuhannya. Karena itu antara musang dan enau terdapat simbiose mutualisme, saling menguntungkan, karena musang makanan buah enau sedangkan enau diuntungkan karena bijinya dapat berkecambah dan membantu pemencaran biji. Lain halnya dengan cerita Kopi Luwak yang terkenal karena kelezatannya di daerah Jawa. Kopi ini sangat nikmat karena terbuat dari biji kopi pilihan yaitu biji kopi yang tua. Selidik punya selidik ternyata musang yang dalam bahasa Jawa disebut luwak berperan penting, satwa ini makan buah kopi yang betul betul sudah matang di pohon. Sama dengan buah enau dimana pencernaan musang hanya mampu menghancurkan kulit buah kopi sedangkan bijinya keluar bersama kotorannya. Orang lalu memungut biji kopi yang terdapat di dalam kotoran musang, tentunya setelah kotoran itu kering. Biji kopi yang dikumpulkan dari kotoran dicuci bersih lalu dikeringkan. Biji inilah yang kemudian diolah menjadi bubuk kopi dan jadilah Kopi Luwak yang sangat nikmat. Terdengar agak jorok karena dikumpulkan dari kotoran musang tapi setelah jadi kopi, penikmat kopi lupa dari mana biji-biji kopi itu berasal dan hanya merasakan nikmatnya kopi ini. Selain membantu perkecambahan dan penyebaran benih enau, musang juga menjadi pengendali biologi hama pertanian contohnya tikus. Musang memangsa tikus dan berbagai hewan kecil lainnya sehingga tanpa predator alam ini, populasi tikus mengalami ledakan yang merugikan petani. Lain lagi di negeri pembuat parfum terkenal, Perancis. Di negeri mode ini, musang dihargai karena dari hewan inilah dihasilkan biang parfum yang diolah menjadi berbagai merek parfum terkenal. Apa hubungannya musang dan parfum, bagaimana hewan yang dianggap kotor dan menjengkelkan ini produknya justru wangi wangian. Ternyata di tubuh musang terdapat kelenjar yang menghasilkan zat kimia yang sangat harum aromanya. Karena itu musang memiliki nilai komersial yang tinggi. Ketika mendengar pertama kali mengenai musang dan parfum ini penulis tidak percaya. Tetapi ketika suatu malam penulis berdiri di suatu tegakan pohon di kebun binatang Ragunan Jakarta dalam rangka penelitian perilaku anoa, sekelebat lewat musang, dan seketika itu juga tercium aroma harum. Rupanya aroma ini berasal dari musang yang baru saja lewat di depan penulis. Uraian sederhana di atas menggambarkan betapa hewan yang dianggap musuh dan menjengkelkan ternyata punya peran ekologis dan ekonomis yang sangat penting. Tanpa kehadiran mereka keseimbangan lingkungan akan terganggu dan kerugian ekonomi akan kita rasakan. Melalui tulisan sederhana ini, selayaknya kita menghargai keberadaan setiap mahluk hidup karena merupakan kekayaan hayati yang tak ternilai harganya. Setiap mahluk hidup apapun nama dan bentuknya punya peran dan memainkan lakon masing-masing yang bermanfaat bagi umat manusia.