MULIANYA PEMAAF “ Wahai ‘Uqbah, maukah engkau aku beritahukan akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling mulia ? Yaitu, menyambung
silaturrahmi
dengan
orang
yang
memutuskannya, memberi kepada orang yang tidak mau dan tidak pernah memberimu, memaafkan orang yang pernah menzalimi dan menganiayamu. ” (HR. Al Hakim)
Pemaaf adalah sikap yang suka memberi maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikitpun rasa benci dan dendam di hati. Sifat pemaaf adalah salah satu manifestasi dari ketaqwaan kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya:
جنّةٍ عَرْضُهََا َ ََ و ْ َ َربّكُم ْ وَسََارِعُوا ِإلَى َمغْفِ َرةٍ مِن السََّموَاتُ وَا ْلأَرْضَُ أُعِدّت َْ لِ ْلمُ ّتقِيَن الّذِين ََ ُينْ ِفقُون ََ فِي ِظمِي نَ ا ْلغَيْ ظَ وَا ْلعَافِي نَ عَ نِ النّا س ِ ال سّرّاءِ وَالضّرّاءِ وَا ْلكَا َسنِين ِ ْحبّ ا ْلمُح ِ ُوَاللّهُ ي “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu 1
lapang maupun di waktu sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Dan
Allah
menyukai
orang-orang
yang
berbuata
kebajikan.” (Q.S. Ali Imran: 133-134)
Islam mengajarkan untuk bersikap pemaaf dan suka memaafkan kesalahan orang lain tanpa menunggu permohonan maaf dari orang yang berbuat salah kepada kita. Karenanya, tidak ditemukan satu ayat yang menganjurkan untuk meminta maaf, tetapi yang ada ialah perintah untuk memberi maaf. Adakalanya
seseorang
berbuat
salah
dan
menyadari kesalahannya serta berniat untuk meminta maaf, namun ia terhalang oleh hambatan psikologis untuk menyampaikan permintaan maaf. Apalagi jika orang itu merasa status sosialnya lebih tinggi dari orang yang akan dimintainya maaf. Misalnya, seorang pemimpin kepada orang yang ia pimpin, orang tua kepada anaknya, atau yang lebih tua kepada yang lebih muda. Barangkali, itulah salah satu hikmah kenapa Allah
memerintahkan
kita
untuk
memberi
maaf
sebelum dimintai maaf. Memberi maaf haruslah disertai dengan ketulusan hati dan berlapang dada. Sehingga tak ada tersisa 2
rasa dendam atau keinginan untuk membalasnya. Allah berfirman dalam surat An Nuur ayat 22. Berlapang dada dalam bahasa Arab disebut ash
shafhu secara etimologis berarti lapang. Halaman pada buku dinamai shafhah karena kelapangan dan keluasannya. Dari sini ash shafhu dapat diartikan kelapangan
dada.
Berjabat
tangan
dinamai
mushafahah, karena melakukannya berarti perlambang kelapangan dada. Diibaratkan kita adalah dalam menulis di sebuah lembaran kertas, dan kesalahan itu kita hapus dengan alat penghapus. Serapi apapun kita menghapusnya, tentu akan meninggalkan bekas, bahkan barangkali kertas tersebut menjadi kusut. Karena itu, supaya lebih bersih dan lebih rapi, maka kertas yang terdapat kesalahan tulis padanya diganti saja dengan kertas lembaran menghapus berlapang
yang
baru.
kesalahan dada
Memaafkan pada
diibaratkan
diibaratkan
kertas,
sedangkan
mengganti
lembaran
kertas yang salah dengan lembaran yang baru. Rasulullah SAW pemilik akhlak yang paling mulia, dengan keagungan akhlaknya telah memberikan suri tauladan kepada umatnya. Diantaranya sikap pemaaf. 3
Diantara sikap pemaafnya dapat kita simak dalam kisah berkut ini. Dalam peperangan Khaibar, Zainab binti Al Haris istri Salam
bin
Miskan,
salah
seorang
pemuka
Yahudi,
memberikan hadiah kambing bakar yang telah matang kepada
Rasulullah
SAW.
Zainab
bertanya
kepada
Rasulullah tentang anggota badan kambing yang disukai beliau, lalu ada yang menjelaskan kepadanya bahwa yang disenangi
Rasulullah
adalah
paha
kambing.
Kemudian
Zainab memberi racun sebanyak-banyaknya pada paha kambing Kemudian kambing
dan
menghidangkannya
Rasulullah tersebut
mengambil dan
kepada
Rasulullah.
sedikit
daging
paha
mengunyahnya,
tetapi
tidak
menyukai rasanya. Bisyar Al Barra’ bin Ma’ruf yang saat itu bersama Rasulullah ikut menyantap daging paha kambing tersebut. Rasulullah SAW memuntahkan kembali daging kambing yang beliau kunyah, kemudian berkata: “Sesungguhnya tulang ini memberi tahu kepadaku bahwa dia diberi racun.” Lalu Zainab dipanggil dan ditanya tentang
hal
tersebut,
dan
diapun
mengakuti
perbuatannya. Rasulullah SAW bertanya kepada Zainab tentang perbuatannya itu. Zainab menjawab, “ Karena engkau telah menaklukkan kaumku, sebagaimana engkau ketahui, lantas terlintas di hatiku untuk mengujimu dengan racun itu. Jikalau Muhammad seorang raja, maka aku akan aman dari tindakannya (mati lantaran memakan 4
daging paha kambing yang telah diberi racun), dan jikalau dia memang seorang nabi, tentu ia akan diberitahu (tentang
daging
dimaafkan
yang
oleh
beracun
Rasulullah,
Barra’ yang
telah
Sebenarnya
pengakuan
itu). ”
sedangkan
memakannya, Zainab
Lalu
Basyar
meninggal hanya
Zainab al
seketika.
dusta
belaka.
Sesungguhnya ia benar-benar berniat untuk berbuat jahat terhadap Rasulullah SAW. Walaupun demikian, niat jahatnya itu telah diampuni oleh Rasulullah berka tsifat pemaafnya dan kelapangan dadanya.
Kisah di atas satu dari sekian banyak kisah tentang keluhuran budi pekerti dan akhlakul karimah yang
dimiliki
oleh
Rasulullah
SAW.
Betapapun
besarnya kezaliman yang dilakukan atas diri beliau, tiada sedikitpun beliau menaruh benci apalagi dendam untuk membalasnya. Bahkan pintu maaf selalu beliau buka dengan lebar bagi siapa saja yang bermaksud atau berlaku jahat dan menganiaya beliau. Perlu disadari, bahwa di dunia ini tidak seorang pun yang tidak pernah berbuat kesalahan. Maka hal yang terbaik bagi setiap diri adalah menyadari akan kesalahan yang pernah diperbuat, kemudian bersegera untuk memohon maaf atas kesalahannya.
5
Jika kesalahan itu terhadap Allah SWT, maka bersegeralah
minta ampun-Nya. Dan jika kesalahan
itu terhadap sesama manusia, maka bersegeralah memintakan maaf kepadanya. Paling utama adalah jika ada yang pernah berbuat kesalahan terhadap seseorang, maka maafkanlah kesalahannya, walau orang yang berbuat kesalahan itu tidak pernah
memohon maaf dari kita. Karena
ketahuilah, bahwa dengan begitu rahmat Allah akan senantiasa meliputi kita. Allahu A’lam
6