Mulai lagi “Timesheetnya ditunggu ya, karena akan di rekap hari ini” Sms ini telah, dengan sukses, membunuh Duamingguku tersayang. Dan ketika laporan mingguanku harus kukebut dalam satu hari tanpa bantuan siapapun pagi itu, aku tahu, Duamingguku telah benar-benar mati…. Ambil fotocopy-an pagi, briefing sebelum makan siang, bagi perlengkapan sebelum jam tiga, witness sampe jam 5 dan berada dirumah sebelum isya. Hari ini, Duamingguku terkasih benar benar dikuburkan tanpa ritual apapun. Tanpa epilog. Dan tanpa ampun: kerja maksimal (bahkan) di hari pertama. Ah, Duaminggu itu, semasa hidupnya benar-benar menyenangkan … Duaminggu itu membelaiku ketika aku bersendau gurau dengan istri dan anakku di tempat tidur, Duaminggu itu memelukku hangat ketika aku tidur dilantai masjid somewhere in Bitung, Duaminggu itu pula yang kubonceng riang ketika aku bersepedamotor-ria Bitung-Manado dengan jalur yang luar biasa beda (kujamin anda tak bersedia menempuhnya kecuali atas dasar kegilaan akan petualangan, dan sedikit keteledoran membaca arah). Dan ketika tugas tambahan mencoba menggodaku untuk beranjak, Duaminggu itu pula yang memberikan aku semangat untuk tetap menyeruput waktu perlahan-lahan dan tak tergoda oleh harga yang ditawarkan. Duamingguku yang pengertian, dia juga telah membantuku melewati ujian terbesar setiap tahun: RAMADHAN. dia membuatku sedikitnya lebih mencintai perang itu. Sudut pandang yang dia tawarkan adalah sudut pandang yang paling indah untuk orang sepertiku. Ia membantuku untuk tak terlalu malu menghadapi Tuhanku, Ia mengajarkan kepadaku betapa Tuhanku bisa juga dijadikan sasaran pengharapan, dan bukan melulu ketakutan. Dia mengajariku bagaimana menikmati saat-saat penuh energi religi dalam rangkulannya yang menenangkan. Apa yang sulit kuterima adalah, kepergiannya. Duamingguku berlalu begitu saja. Mencampakkan diriku kedalam pilu. Menghardik cintaku dengan ke-tak acuh-an. Membumihanguskan rinduku dengan api yang menyala dari batubara kepergian tanpa pamit. Menghilang begitu saja. Ditelan waktu. Waktu yang mana dari sana dia berasal. Pembunuhnya tak lain adalan Senin. Senin yang tiada duanya. Berpangkat oktober berbintang 6. Senin yang kejam. Membunuh dengan meliputi. Benar-banar tanpa sidik jari. Dan ketika terbangun pagi ini, semuanya telah terlambat. Tak tersisa bagiku ruang dalam dimensi menyelamatkan Teman ataupun dimensi membalaskan dendam. Semuanya telah terlambat, dan hidup harus berjalan. Hari ini, besok, dan seterusnya. Hingga Seseorang serupa Duamingguku tersayang menyergapku entah di mana dan membawaku dalam lamat-lamat cinta yang jarang ada.