Modul Kuhap Sip 2016.docx

  • Uploaded by: LILIS HERMALIANA
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Modul Kuhap Sip 2016.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 25,114
  • Pages: 111
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

HUKUM ACARA PIDANA 50 JP (2250 Menit )

PENGANTAR Hukum Acara Pidana merupakan hukum formil yang didalamnya memuat ketentuan-ketentuan tentang bagaimana suatu proses beracara dalam rangka penegakan hukum pidana (hukum materil). Di Indonesia hal tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tanggal 31 Desember 1981 ttg Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP ) yang dilengkapi dengan peraturan pelaksanaannya, yaitu PP Nomor 27 tahun 1983 yang telah dirubah dengan PP Nomor 58 Tahun 2010 dan PP Nomor 92 Tahun 2015. Dalam ketentuan Hukum Acara Pidana tersebut kita akan mengetahui bagaimana proses penanganan suatu tindak pidana mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan siding pengadilan dan pelaksanaan putusan hakim. Disamping hal tersebut juga diatur bagaimana hak-hak tersangka di lindungi Undang-Undang, antara lain adanya hak untuk mengajukan saksi yang meringankan baginya, hak untuk didampingi Penasehat Hukum dan mendapatkan bantuan Hukum serta hak untuk mendapatkan salinan Berita Acara Pemeriksaan. Dalam Hukum Acara Pidana juga akan terlihat bagaimana hubungan antara lembaga penegak hokum yang tergabung dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice System) dalam rangka pengungkapan suatu perkara, terlihat dengan jelas sehingga tidak akan terjadi tumpah tindih (Overlaping) kewenangan antara lembaga yang satu dengan lembaga yang lain. Beberapa hal yang akan kita bahas dalam Modul ini meliputi : 1. Sejarah Hukum Acara Pidana 2. Penyelidikan & Penyidikan 3. Criminal Juctice System ( CJS ) 4. Upaya paksa 5. Tindakan Kepolisian terhadap Pimpinan/Anggota Dewan dan terhadap Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah 6. Pra Peradilan 7. Orientasi Penuntutan 8. Orientasi Peradilan

HUKUM ACARA PIDANA

|1

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

Modul SEJARAH / LATAR BELAKANG KUHAP

01 6 JP (270 menit) PENGANTAR Dalam bagian ini dibahas materi tentang Sejarah lahirnya Undangundang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Perbedaan HIR dan KUHAP serta Azas-azas Hukum Acara Pidana.

KOMPETENSI DASAR Memahami Sejarah lahirnya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), perbedaan HIR dan KUHAP serta Azas-azas Hukum Acara Pidana. Indikator Hasil Belajar : 1. Menjelaskan Sejarah Hukum Acara Pidana.

2.Menjelaskan perbedaan HIR dan KUHAP. 3.Menjelaskan Azas-azas Hukum Acara Pidana.

MATERI POKOK 1.

2. 3.

Sejarah Hukum Acara Pidana. Perbedaan HIR dan KUHAP. Azas-azas dalam KUHAP.

HUKUM ACARA PIDANA

|2

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

METODE PEMBELAJARAN 1. Metode ceramah Metode ceramah ini digunakan pada saat menjelaskan materi tentang: 1. Sejarah Hukum Acara Pidana 2. Perbedaan HIR dan KUHAP. 3. Azas-azas Hukum Acara Pidana. 2. Brain Storming (Metode Curah Pendapat). Metode ini digunakan untuk membahas persoalan-persoalan yang berkaitan dengan Sejarah Hukum Acara pidana, Perbedaan HIR dan KUHAP serta Asas-asas Hukum Acara Pidana. 3. Tanya jawab berkaitan dengan materi Hukum Acara Pidana dan permasalahan-permasalahan teknis pelaksanaan Hukum Acara Pidana. 4. Metode pemberian tugas. Metode ini digunakan pada saat fasilitator meminta peserta untuk membaca naskah latihan 5. Metode Diskusi kelompok. Metode ini digunakan mendiskusikan hasil peserta perorangan menjadi hasil kelompok.

BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan diskusi. b. Materi bahan ajar. 2. Alat a. Whiteboard b. Flipchart c. Kertas flipchart d. Komputer/laptop e. LCD dan screen f. Alat tulis

HUKUM ACARA PIDANA

|3

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

PROSES PEMBELAJARAN 1. Tahap awal : 45 menit a. Gadik memperkenalkan diri kepada para peserta didik; b. Para peserta didik memperkenalkan diri secara singkat kepada gadik dan peserta didik lainnya; c. Gadik melakukan pencairan suasana kelas agar tercipta interaksi antara Gadik dan peserta didik; d. Gadik membagikan soal Pree Test untuk mengetahui kemampuan awal para seserta didik terhadap mata pelajaran yang akan disampaikan. 2. Tahap inti : 200 menit Gadik melakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. Gadik menjelaskan Sejarah KUHAP, perbedaan KUHAP & HIR, dan menjelaskan Asas-asas dalam KUHAP. b. Kemudian dimintakan kepada peserta didik untuk menyimak, mendengarkan, mencatat dan bertanya yang belum jelas tentang tugas pokok, fungsi dan peranan reserse. c. Kemudian pendidik menjawab dan menjelaskan kepada peserta didik atas pertanyaan peserta secara jelas dan terperinci . 3. Tahap akhir : 25 menit a. Penguasaan materi : Gadik memberikan ulasan secara umum terkait dengan proses pembelajaran hasil diskusi. b. Cek penguasaan materi Dengan metode pengujian hasil kerja kelompok maupun perorangan.

TAGIHAN/TUGAS Tugas – tugas yang harus dikerjakan peserta didik : 1. Peserta didik mendiskusikan setiap materi yang telah diajarkan pendidik dan membuat laporan hasil pelaksanaan diskusi. 2. Peserta didik mengerjakan tugas baik secara individu maupun kelompok dan mengumpulkan kepada Gadik untuk penilaian penugasan. 3. Pendidik membuat laporan pengamatan bagi peserta didik yang aktif dan tidak aktif dalam diskusi dan praktek.

HUKUM ACARA PIDANA

|4

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

LEMBAR KEGIATAN slaid power point dan lampiran untuk buku tek dan bahan ajar.

BAHAN BACAAN 1.

SEJARAH HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA

Hukum Acara Pidana Pada masyarakat Tradisional Sebenarnya sejak Indonesia dijajah Belanda yaitu sejak jaman raja–raja, Hukum Acara Pidana sudah ada dalam pemerintahan raja– raja pada waktu itu , namun Hukum Acara Pidana belum tertulis dan masih merupakan hukum adat. Dalam setiap pelanggaran hukum yang terjadi pada waktu itu, para petugas hukum berusaha mengembalikan keseimbangan yang sudah terganggu disebabkan pelanggaran tersebut 1.1

Hukum Acara Pidana pada jaman Belanda.

Pada tanggal 1 Agustus 1848 berdasarkan pengumuman Gubernur Jendral 3 Desember 1847 : Staatblaad No. 57, maka di Indonesia (Hindia Belanda ) , berlakulah INLANDS REGLEMENTS atau di singkat IR, dimana IR masih memuat Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata. Rancangan IR tersebut penyusunannya di ketuai oleh Mr. WICHERS dan mendapat tanda tangan dari Gubernur Jendral ROCHUSSEN sehingga mengalami perubahan. Akhirnya setelah mendapatkan pengesahan Raja Belanda melalui firman Raja tanggal 29 September 1849 diumumkan dan disebarluaskan dalam Staatblaad 1849 No. 63. Setelah IR dirubah bebarapa kali akhirnya dengan Staatblaad 1941 No. 44 diumumkan dengan HERZIENE INLANDS REGLEMENT atau disingkat HIR 1.2

Hukum Acara Pidana dalam Jaman Jepang.

Pada Jaman Jepang tidak terjadi perubahan yang mendasar tentang hukum. UU No. 1 Tahun 1942 tanggal 7 Maret 1942 Pasal 3, menyatakan: Semua badan Pemerintah tetap diakui asal tidak bertentangan dengan aturan Pemerintah Militer Jepang.

HUKUM ACARA PIDANA

|5

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 1.3

Hukum Acara Pidana setelah Proklamasi Kemerdekaan RI.

Berdasar ketentuan pasal 2 aturan peralihan UUD 1945 , yang berbunyi “Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD 1945 ini”. Dengan demikian maka HIR tetap berlaku , dan pada tahun 1948 HIR diganti namanya menjadi REGLEMENTS INDONESIA YANG DIPERBAHARUI yang disingkat RIB. Dengan UU darurat No, 1 tahun 1951 HIR/RIB diunifikasikan dan berdasar pasal 6 ayat 1 maka HIR/RIB dipakai sebagai pedoman Hukum Acara Pidana berlaku sampai tahun 1981. Riwayat Penyusunan KUHAP Sebenarnya pada tahun 1965 telah dibuat rancangan KUHAP dan diajukan ke DPR ditarik kembali karena beberapa hal dan tidak sesuai dengan prosedur . Kemudian RUU HAP (Rancangan Undang – undang Hukum Acara Pidana) diadakan perubahan dan penyempurnaan kembali dengan kegiatan –kegiatan sebagai berikut :    



2.

Rapat Kerja Para penegak Hukum di Cibogo yang dikenal dengan nama Cibogo I,II dan Cibogo III . Pertemuan 6 Pejabat tinggi terdiri dari : Menkeh , Ketua MA, Jaksa Agung, Kapolri, Pangkopkamtib, dan Kaskopkamtib yang membahas tentang bantuan Hukum Kegiatan Badan Pembina Hukum Nasional ( BPHN ) dengan kegiatan : Penelitian,Pengkajian , Simposium , Lokakarya , Diskusi dan Lain – lain . Setelah melalui proses yang panjang dan perubahan berkali–kali serta penyempurnaan, maka tanggal 12 September 1979 RUU HAP yang merupakan Draft yang ke 5 , diserahkan Pemerintah kepada DPR untuk dibahas. Setelah dibahas oleh DPR bersama Pemerintah kurang lebih 2 tahun terwujudlah RUU HAP yang telah di setujui DPR-RI diserahkan kembali ke Pemerintah untuk di undangkan . Tanggal 31 Desember 1981 RUU HAP di undangkan menjadi UU No. 8 tahun 1981, dan di masukan dalam lembaran Negara tahun 1981 No. 76 dan dikenal dengan kitab Undang-undang Acara Pidana (KUHAP ). PERBEDAAN ANTARA HIR DAN KUHAP

Melihat sejarah berlakunya dan meneliti Hukum Acara Pidana yang lama (HIR) maupun Hukum Acara Pidana yang baru (KUHAP) kalau kita bandingkan ada perbedaan yang pokok yaitu :

HUKUM ACARA PIDANA

|6

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

Faktor

HIR

1. Sistem tindakan

- Menonjolkan kekuasaan dari pejabat pelaksana Hukum

2. Sistim Pemeriksaan - Perhatian lebih diutamakan pada fungsionalisasi pejabat yang di serahi kekuasaan -

Terdakwa sebagai obyek

3. Sistem - Pengawasan secara Pengawa “Vertikal ( dari atasan san Pejabat yang baru

4. Tahap pemeriks aan

Proses Pidana terdiri dari : a. Pemeriksaan pendahuluan b. Pemeriksaan sidang pengadilan ( dan upaya Hukum )

KUHAP - Mengutamakan perlindungan terhadap Hak Azasi Manusia sehingga masyarakat dapat hak dan kewajiban - Perhatian yang lebih besar di tujukan kepada pembinaan sikap petugas pelaksana Hukum dengan pembagian wewenang dan tanggung jawab secara tegas - Tersangka /terdakwa di lindungi oleh Azas –azas “ Pra duga tak bersalah “ serta perangkat hak –hak tertentu - Pengawasan secara “Vertikal” dan sekaligus “ Horizontal” ( dari sesama Instansi dan atau unsur – unsur penegak Hukum lainnya ( Mis. Penasehat hukum melalui lembaga Pra pradilan) Proses Pidana terdiri dari : a. Penyelidikan & penyidikan b. Penuntutan c. Pemeriksaan pengadilan ( & b. upaya Hukum )

c. Pelaksanaan putusan Hakim

HUKUM ACARA PIDANA

|7

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 3.

AZAS-AZAS DALAM KUHAP

Adapun azas yang mengatur perundangan terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia yang ditegakan dalam dan dengan KUHAP itu adalah sebagai berikut : 

Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan perbedaan pelakuan .( Azas ini disebut dengan istilah : “ Equality bepore the law “ ).



Penangkapan , penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh Undang – undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang – undang.



Setiap orang yang di sangka , ditangkap, ditahan, di tuntut dan atau di hadapkan di muka sidang pengadilan , wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memproleh kekuatan hukum tetap ( Azas ini di sebut ” Praduga tak bersalah atau Presumption ofinnosence”).



Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun di adili tanpa alasan yang berdasarkan Undang-undang dan kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitas sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaian menyebabkan azas hukum itu dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi.



Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus ditetapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan .



Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya.



Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan selain wajib diberi tahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwakan kepadanya, juga wajib diberi tahu haknya itu termasuk hak untuk menghubunggi dan minta bantuan penasehat hukum.



Pengadilan memeriksa perkara dengan hadirnya terdakwa.



Sidang perkara pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang. Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan.



HUKUM ACARA PIDANA

|8

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

RANGKUMAN Pada tahun 1965 telah dibuat rancangan KUHAP dan diajukan ke DPR ditarik kembali karena beberapa hal dan tidak sesuai dengan prosedur . Kemudian RUU HAP (Rancangan Undang – undang Hukum Acara Pidana) diadakan perubahan dan penyempurnaan kembali dengan kegiatan –kegiatan sebagai berikut :    



Rapat Kerja Para penegak Hukum di Cibogo yang dikenal dengan nama Ci Bogo I,II dan Cibogo III . Pertemuan 6 Pejabat tinggi terdiri dari : Menkeh , Ketua MA, Jaksa Agung, Kapolri, Pangkopkamtib, dan Kaskopkamtib yang membahas tentang bantuan Hukum Kegiatan Badan Pembina Hukum Nasional ( BPHN ) dengan kegiatan : Penelitian,Pengkajian , Simposium , Lokakarya , Diskusi dan Lain – lain . Setelah melalui proses yang panjang dan perubahan berkali–kali serta penyempurnaan, maka tanggal 12 September 1979 RUU HAP yang merupakan Draft yang ke 5 , diserahkan Pemerintah kepada DPR untuk dibahas. Setelah dibahas oleh DPR bersama Pemerintah kurang lebih 2 tahun terwujudlah RUU HAP yang telah di setujui DPR-RI diserahkan kembali ke Pemerintah untuk di undangkan . Tanggal 31 Desember 1981 RUU HAP di undangkan menjadi UU No. 8 tahun 1981, dan di masukan dalam lembaran Negara tahun 1981 No. 76 dan dikenal dengan kitab Undang-undang Acara Pidana (KUHAP ).

Hukum Acara Pidana yang lama (HIR) maupun Hukum Acara Pidana yang baru (KUHAP) kalau kita bandingkan ada perbedaan yang pokok yaitu : sistem tindakan, sistem pengawasan, sistem pemeriksaan dan tahap pmeriksaan. Adapun azas Hukum Acara Pidana yang mengatur perundangan terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia yang ditegakan dalam dan dengan KUHAP.

HUKUM ACARA PIDANA

|9

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

LATIHAN Test Formatif Berilah tanda silang ( X ) pada yang anda. Anggap paling tepat. 1) Inlands Reglement ( IR ) berlaku di Indonesia berdasarkan: a.

Staatblaad no 57/ 1847

c. Staatblaad no 75/ 1874 2)

3)

b. Staatblaad no 48/1848 d. Staatblaad no 47/1847

Het Herziene Inlands Reglement diatur di dalam. a. Stb 1941 No. 43

b. Stb 1942 No. 44

c. Stb 1941 No. 44

d. Stb 1944 No. 41

Pada Tahun 1948 HIR diganti nama menjadi a. Reglemen Indonesia bersatu b. Reglemen Indonesia yang diperbaharui c. Reglemen Indonesia d. Reglemen Rakyat Indonesia

4)

5)

Hukum Acara Pidana yang berlaku di Indonesia diatur didalam : a.

UU No. 8 /1980

b.

UU No. 8 / 1981

c.

UU No. 9 / 1981

d.

UU No. 81 / 1981

KUHAP sebagaimana diatur dalam UU No. 8 / 1981 di Undangkan dan di sahkan pada :

6)

a.

30 Desember 1981

b.

30 Desember 1980

c.

31 Desember 1981

d.

31 Desember 1980

Sistim pengawasan dalam penindakan hukum Pidana pada masa KUHAP di lakukan secara :

7)

a.

Vertikal

b.

Horisontal

c.

Vertikal &Horizontal

d.

Terpadu

Persamaan kedudukan di dalam Hukum: a. Equality before the law b. Presumtion of innocent c. E q u a l d. Legalaide / Assistance

HUKUM ACARA PIDANA

| 10

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

8)

Azas Praduga tak bersalah disebut juga : a. Legalaide / Assitance b. Equal c. Presumption of innocent d. Equality before the Law

9)

Yang tidak termasuk prinsip dari Pengadilan : a. Terbuka untuk umum b. Dengan hadirnya terdakwa c. Cepat sederhana dan murah d. Penjagaan ketat

10)

Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh : a. Polisi b. J a k s a c. Ketua Pengadilan Negeri d. H a k i m

Kunci Jawaban. 1.a, 2.b, 3.b, 4.c, 5.b, 6.c, 7.a, 8.c, 9.d, 10,c

6.

Soal Uraian

1)

Sebutkan tahapan-tahapan sejarah Hukum Pidana di Indonesia

2)

HIR yang merupakan produk kolonial Belanda ternyata tetap masih diberlakukan setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 : Jelaskan dasar hukum pemberlakukan HIR tersebut

3)

Jelaskan perbedaan HIR dan KUHAP di tinjau dari tahapan – tahapan proses Pidana !

4)

Sebutkan dan jelaskan secara singkat 2 Azas dalam KUHAP !

HUKUM ACARA PIDANA

| 11

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

Modul

PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN

02

6JP (270 menit) PENGANTAR Dalam bagian ini dibahas materi tentang pengertian Penyelidikan dan Penyidikan siapa penyelidik, penyidik, penyidik pembantu serta wewenangnya.

KOMPETENSI DASAR Memahami tentang pengertian Penyelidikan dan Penyidikan siapa penyelidik, penyidik, penyidik pembantu serta wewenangnya. Indikator hasil belajar : 1. Menjelaskan Pengertian Penyelidikan dan Penyidikan. 2. Menjelaskan Siapa yang dimaksud dengan Penyelidik, Penyidik, dan Penyidik Pembantu. 3. Menjelaskan wewenang Penyelidik, Penyidik, danPenyidik Pembantu.

MATERI POKOK 1. Pengertian Penyelidikan dan Penyidikan. 2. Penyelidik, Penyidik, dan Penyidik Pembantu. 3. Wewenang Penyelidik, Penyidik, danPenyidik Pembantu.

HUKUM ACARA PIDANA

| 12

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

METODE PEMBELAJARAN 1. Metode ceramah Metode ceramah ini digunakan pada saat menjelaskan materi tentang: a. Penyelidikan & Penyidikan b. Penyelidik dan penyidik c. Proses penyidikan tindak pidana 2. Brain Storming (Metode Curah Pendapat). Metode ini digunakan untuk membahas persoalan-persoalan yang berkaitan dengan penyelidikan dan penyidikan. 3. Tanya jawab berkaitan dengan materi Hukum Acara Pidana dan permasalahan-permasalahan teknis pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan tindak Pidana. 4. Metode pemberian tugas. Metode ini digunakan pada saat fasilitator meminta peserta untuk membaca naskah latihan 5. Metode Diskusi kelompok. Metode ini digunakan mendiskusikan hasil peserta perorangan menjadi hasil kelompok.

BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan diskusi b. Materi bahan ajar 2. Alat a. Whiteboard b. Flipchart c. Kertas flipchart d. Komputer/laptop e. LCD dan screen f. Alat tulis

HUKUM ACARA PIDANA

| 13

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

PROSES PEMBELAJARAN 1.

Tahap awal : 20 menit a. Refleksi pertemuan sebelumnya b. Gadik melaksanakan anev

2.

Tahap inti : 250 menit Pendidik melakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. Pendidik menjelaskan pengertian materi pelajaran mengenai pengertian-pengertian dan konsep-konsep yang menjadi lingkup kajian proses penyelidikan dan penyidikan, Siapa penyelidik, penyidik, dan penyidik pembantu, serta menjelaskan wewenang dari penyelidik, penyidik dan penyidik pembantu. b. Peserta didik mendengarkan, mencatat dan bertanya yang belum jelas mengenai pengertian-pengertian dan konsepkonsep yang menjadi lingkup kajian proses penyelidikan dan penyidikan. c. Pendidik melakukan penekanan hal-hal yang dianggap penting, melakukan Tanya jawab, mengecek, pemahaman peserta didik dan selanjutnya menyimpulkan

3.

Tahap akhir : 20 menit a. Penguasaan materi : Gadik memberikan ulasan secara umum terkait dengan proses pembelajaran hasil diskusi. b. Cek penguasaan materi Dengan metode pengujian hasil kerja kelompok maupun perorangan.

TAGIHAN/TUGAS Peserta didik membuat dan mengumpulkan hasil diskusi secara kelompok dan ringkasan.

LEMBAR KEGIATAN slet power point dan lampiran untuk buku tek, hanjar

HUKUM ACARA PIDANA

| 14

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

BAHAN BACAAN 1.

PENGERTIAN PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN

1.1

Penyelidikan

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyelidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang (pasal 1 butir 5) KUHAP. 1.2

Penyidikan

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 2.

PENYELIDIK, PENYIDIK DAN PENYIDIK PEMBANTU

2.1 

Penyelidik Penyelidik adalah pejabat POLRI yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan ( pasal 1 butir 4) KUHAP. Penyelidik adalah setiap pejabat POLRI (pasal 4) KUHAP.

 2.2  

Penyidik Penyidik adalah pejabat POLRI/ pejabat PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan ( Pasal 1 butir 1 ) KUHAP. Syarat kepangkatan dan pengangkatan sesuai dengan pasal 2A PP No.58 tahun 2010 tentang Perubahan PP No.27 tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan KUHAP.

2.2.1 Penyidik adalah : Pasal 2A (1) Untuk dapat diangkat sebagai pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, calon harus memenuhi persyaratan: a. berpangkat paling rendah Inspektur Dua Polisi dan berpendidikan paling rendah sarjana strata satu atau yang setara; b. bertugas di bidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun; c. mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi reserse kriminal; d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; dan

HUKUM ACARA PIDANA

| 15

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI e. memiliki memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi. Menyikapi PP Nomor 58 Tahun 2010 Polri telah membuat Peraturan Kapolri Nomor 1 tahun 2012 tentang Rekrutmen dan Seleksi Penyidik Polri yang secara ekplisit menyebutkan bahwa diutamakan yang berijazah Sarjana Hukum. Dimana dalam perkap tersebut berbunyi: Persyaratan calon peserta Rekrutmen dan Seleksi Penyidik Poklri meliputi: a. Berpangkat paling rendah Inspektur Polisi Dua (IPDA); b. Berijazah sarjana yang terakreditasi, paling rendah sarjana strata 1 (S1) dan diutamakan berijazah Sarjana Hukum; c. Memiliki minat di bidang penyidikan disertai dengan surat penyataan; d. Mampu mengoperasionalkan komputer yang dibuktikan dengan surat keterangan dari kasatker/kasatfung atau dari lembaga kursus; e. Telah mendapatkan rekomendasi dari satker yang bersangkutan untuk mengikuti seleksi disertai dengan daftar penilaian kinerja; f. Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter polri; dan g. Tidak bermasalah baik pidana/pelanggaran yang dibuktikan Surat Keterangan hasil Penelitian (SKHP). Pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil a. Berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman No. M.08UM.01.06/83 yang berisikan menunjuk dan memberi kuasa Sekjen Dep. Kehakiman untuk menanda tangani Surat keputusan pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil. b.





Berdasarkan Peraturan Menteri Kehakiman RI No. M–05.PW. 07.03 tahun 1984 tentang petunjuk pelaksanaan pengusulan pengangkatan dan pemberhentian Penyidik Pegawai Negeri Sipil, sebagai berikut : Syarat untuk dapat diusulkan menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah : PNS yang berpangkat serendah-rendahnya berpangkat Pengatur Muda TK I ( Gol II b ) yang bertugas dalam bidang penyidikan sesuai dengan Undang –undang yang menjadi dasar Hukumnya masing – masing . Berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau berpendidikan khusus di bidang Penyidikan atau khususnya di bidang teknis Operasional atau berpnagalaman minimal 2 tahun pada bidang teknis Operasional. Dalam pengangkatan tersebut diutamakan bagi Pegawai Negeri Sipil yang mengikuti pendidikan khusus di bidang Penyidikan.

HUKUM ACARA PIDANA

| 16

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI  

c.

Daftar nilai pelaksanaan Pegawai Negeri Sipil (DP3) untuk selama 2 tahun berturut-turut harus terisi dengan nilai baik Berbadan sehat yang dinyatakan dengan keterangan Dokter. Pengsusulan pengangkatan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dilakukan oleh Menteri yang membawahi PNS yang bersangkutan , dalam hal ini Menteri dapat menunjuk dan memberi kuasa kepada Sekretaris Jendral untuk pelaksanaannya Usul pengangkatan dan pemberhentian penyidik PNS diajukan kepada Menteri Kehakiman dengan mengirimkan tembusan kepada Jaksa Agung dan Kapolri guna mendapat pertimbangan. Didalam surat pengusulan pengangkatan harus di cantumkan Undang-undang yang menjadi dasar Hukum pemberian kewenangan sebagai penyididk PNS dan wilayah kerja sebagai penyidik PNS yang diusulkan. Berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman No. M. 2528KP.04.11 tahun 1989 yang berisikan pembemberian kuasa untuk atas nama Menteri Kehakiman menanda tangani keputusan pengangkatan / pemberhentian Penyidik Pegawai Negeri Sipil kepada Dirjen Hukum dan Perundang- undangan

Disamping Penyidik dari Kepolisian RI dan PPNS , khusus untuk penyidik di perairan Indonesia dilakukan oleh Penyidik Perwira Angkatan Laut (PPAL) berikut dasar hukum dari PPAL : 

 

Penjelasan Ps 17 PP 27 / 1983 menyebutkan Penyidik dalam perairan INA, Zone tambahan, landasan Kontinen, ZEE adalah Penyidik Perwira TNI-AL dan pejabat Penyidik lainnya yang di tetapkan oleh Undang –undang yang mengaturnya. UU No. 5 / 1983 tentang ZEE Psl 14 (1) Perwira TNI-AL yang ditunjuk oleh Panglima ABRI



UU NO. 9 / 1985 tentang perikanan di perairan Indonesia Ps 1 ( 1) menunjuk pada psl 14 (1) UU No. 5/ 1983 SE No. 3/ 1990 menunjuk pada UU No. 5/1983 dan UU No.9 /1985.

2.3

Penyidik Pembantu

Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam Undang –undang ini. ( Pasal 1 butir 3 ) KUHAP Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan. Syarat kepangkatan dan pengankatan Penyidik Pembantu sesuai dengan pasal 3 PP No.58 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP No. 27 Tahun 1983, adalah :

HUKUM ACARA PIDANA

| 17

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

(1) Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. berpangkat paling rendah Brigadir Dua Polisi; b. mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi reserse kriminal; c. bertugas dibidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun; d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; dan e. memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi. (2) Penyidik pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing. (3) Wewenang pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilimpahkan kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. 3.

WEWENANG PENYELIDIK, PENYIDIK, PENYIDIK PEMBANTU

3.1

Wewenang Penyelidik



Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana. Mencari keterangan dan barang bukti. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

  

Adapun yang dimaksud dengan TINDAKAN LAIN adalah tindakan dari penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat :     

Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukan tindakan jabatan. Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan dalam jabatanya. Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa. Menghormati hak azasi manusia.

Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa :    

Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, pengeledahan dan penyitaan. Pemeriksaan dan penyitaan surat. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang. Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.

HUKUM ACARA PIDANA

| 18

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

3.2           

Wewenang Penyidik Tugas dan wewenang Penyidik ( Pasal 7 ayat 1 ). Menerima Laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak Pidana . MelakukanTindakan pertama pada saat ditempat kejadian Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat Mengambil sidik jari dan memotret seseorang Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi Mendatangkan ahli yang di perlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara Mengadakan penghentian penyidikan Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b KUHAP mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing – masing dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan Penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf a KUHAP. Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) , Penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Berdasarkan Kep. Menkeh No. 04 PW.07.03 th 1984 tentang wewenang PPNS disebutkan bahwa : PPNS mempunyai wewenang sesuai dengan UU yang menjadi dasar hukumnya. PPNS tidak berwenang melakukan penangkapan dan penahanan. UU No.II / 1995 tentang cukai bab penyidikan. Pasal 63 ( 2 ) Point c  dapat lakukan penangkapan dan penahanan dlam hal tertangkap tangan . Pasal 63 ( 3 ) Memberitahukan dan menyampaikan hasil sidik ke Penuntut Umum. UU No. 10/ 95 tentang kepabeanan tentang Penyidikan diatur dalam Pasal 112 (2) point d dan 112 (3). 3.3

Wewenang Penyidik Pembantu.

Tugas dan wewenang Penyidik pembantu ( Pasal 11 ) KUHAP :

HUKUM ACARA PIDANA

| 19

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam pasal 7 ayat (1) , KECUALI mengenai PENAHANAN yang wajib di berikan dengan pelimpahan Wewenang dari Penyidik berdasarkan penjelasan pasal disebutkan bahwa pelimpahan wewenang tersebut hanya diberikan apabila perintah dari Penyidik tidak dimungkinkan karena hal dan dalam keadaan yang sangat diperlukan atau dimana terdapat hambatan perhubungan di daerah terpencil atau ditempat yang belum ada petugas penyidik dan atau dalam hal lain yang dapat diterima menurut kewajaran.

RANGKUMAN Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyelidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ( pasal 1 butir 5 ) KUHAP. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyelidik adalah pejabat POLRI yang diberi wewenang oleh undangundang ini untuk melakukan penyelidikan ( pasal 1 butir 4 ) KUHAP. Penyelidik adalah setiap pejabat POLRI ( pasal 4 ) KUHAP. Penyidik adalah pejabat POLRI/ pejabat PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan (Pasal 1 butir 1 ) KUHAP.

LATIHAN Test Formatif Petunjuk Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang anda anggap paling benar ! 1)

Setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia a.

Penyidik

b.

Penyidik

c.

Penyelidik

d.

Penyelidikan

HUKUM ACARA PIDANA

| 20

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 2)

3)

4)

Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia merupakan penyidik a.

Utama

b.

Tunggal

c.

Pertama

d.

Wahid

Kepangkatan Penyidik dan penyidik pembantu diatur dalam : a.

UU No. 8 / 1981

b.

Ps 2 dan 3 PP 27 / 1983

c.

PP No.58 Tahun 2010

d.

UU No. 9 /1981

Pengangkatan Penyidik / penyidik pembantu dilingkungan Polri diatur dalam : a.

Psl 2 dan 3 PP 27/ 1983

b.

UU No. 9 /1981

c.

UU No. 8 / 1981

d.

Skep Kapolri No. Pol. Skep /619/XII / 1983

5)

Perbedaan

kewenangan

antara

penyidik

dengan

penyidik

pembantu terletak dalam hal :

6)

a.

Penangkapan

b.

Penggeledahan

c.

Penahanan

d.

Penyitaan

Yang dimaksud dengan penyidik sebagaimana tersebut dalam pasal 6 KUHAP adalah :

7)

a.

Polri dan PPNS

b.

Polri

c.

PPNS

d.

Jaksa

Syarat kepangkatan Penyidik Polri sebagaimana tersebut dalam PP No. 58 / 2010 sekurang-kurangnya adalah :

8)

9)

10)

a.

Aipda ( Pelda )

b.

Aiptu ( Peltu )

c.

Ipda

d.

Iptu

Kewenangan Penyidik diatur dalam : a.

Pasal 6 KUHAP

b.

Pasal 5 KUHAP

c.

Pasal 7 KUHAP

d.

Pasal 11 KUHAP

Kewenangan Penyidik Pembantu diatur dalam : a.

Pasal 5 KUHAP

b.

Pasal 11 KUHAP

c.

Pasal 4 KUHAP

d.

Pasal 7 KUHAP

Melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab

HUKUM ACARA PIDANA

| 21

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI merupakan kewenangan . a.

Penyelidik

b.

Penyidik

c.

Penyelidik, penyidik , penyidik pembantu

d.

Penyidik pembantu

Kunci jawaban : 1c, 2a, 3c, 4d, 5c, 6a, 7c, 8c, 9b, 10c 7.

SOAL URAIAN

1)

Jelaskan pengertian penyelidikan dan Penyidikan ?

2)

Sebutkan Syarat-syarat kepangkatan sebagai penyidik ?

3)

Apa yang dimaksud dengan Tindakan lain menurut hukum yg bertanggung jawab ?

4)

Sebutkan tugas dan wewenang Penyidik Polri ?

5)

Atas perintah Penyidik Penyelidik dapat melakukan tindakan apa saja ?

HUKUM ACARA PIDANA

| 22

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

Modul

CRIMINAL JUSTICE SYSTEM

03 6 JP (270 menit) PENGANTAR Dalam bagian ini dibahas materi tentang pengertian Criminal Justice System (CJS), hubungan antara penyidik dengan Penuntut Umum, Pengadilan Negeri, Penasehat Hukum, PPNS Dan Dapat Menerapkan CJS dengan instansi terkait.

KOMPETENSI DASAR Memahami pengertian Criminal Justice System (CJS), hubungan antara penyidik dengan Penuntut Umum, Pengadilan Negeri, Penasehat Hukum, PPNS Dan Dapat Menerapkan CJS dengan instansi terkait. Indikator hasil Belajar : 1. 2.

3.

Dapat menjelaskan pengertian Criminal Justice System (CJS), Dapat menjelaskan antara penyidik penyidik dengan Penuntut Umum, Pengadilan Negeri, Penasehat Hukum, PPNS Dan Dapat Menerapkan CJS dengan instansi terkait. Dapat melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait.

HUKUM ACARA PIDANA

| 23

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

MATERI POKOK 1. 2. 3. 4. 5.

Pengertian Criminal Justice System (CJS), Hubungan koordinasi antara penyidik dengan Penuntut Umum, Hubungan koordinasi antara penyidik dengan Pengadilan Negeri. Hubungan koordinasi antara penyidik dengan Penasehat Hukum Hubungan koordinasi antara penyidik dengan PPNS.

METODE PEMBELAJARAN Ceramah digunakan untuk menjelaskan materi tentang : a. Pengertian Criminal Justice System (CJS), b. Hubungan koordinasi antara penyidik dengan Penuntut Umum, c. Hubungan koordinasi antara penyidik dengan Pengadilan Negeri. d. Hubungan koordinasi antara penyidik dengan Penasehat Hukum e. Hubungan koordinasi antara penyidik dengan PPNS.

Bahan dan alat 1. Bahan a. Bahan diskusi b. Materi bahan ajar

2. Alat a. Whiteboard b. Flipchart c. Kertas flipchart d. Komputer/laptop e. LCD dan screen f. Alat tulis

PROSES PEMBELAJARAN HUKUM ACARA PIDANA

| 24

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 1. Tahap awal : 20 menit a. b.

Refleksi pertemuan sebelumnya Gadik melaksanakan anev

2. Tahap inti : 240 menit Pendidik melakukan langkah-langkah sebagai kerikut : a. Pendidik menjelaskan materi pengertian Criminal Justice System (CJS), hubungan antara penyidik dengan Penuntut Umum, Pengadilan Negeri, Penasehat Hukum, PPNS Dan Dapat Menerapkan CJS dengan instansi terkait. b. Pendidik melakukan curah pendapat dengan peserta didik dan menuliskan flip chart pendapat peserta dan menyandingkan dengan jawaban yang disarankan c. Pendidik melakukan penekanan hal-hal yang dianggap penting, melakukan Tanya jawab, mengecek, pemahaman peserta didik dan selanjutnya menyimpulkan 3. Tahap akhir : 10 menit a. Penguasaan materi : Gadik memberikan ulasan secara umum terkait dengan proses pembelajaran hasil diskusi. 2) Cek penguasaan materi Dengan metode pengujian hasil kerja kelompok maupun perorangan.

TAGIHAN/TUGAS Tugas – tugas yang harus dikerjakan peserta didik : 1. Peserta didik mendiskusikan setiap materi yang telah diajarkan pendidik dan membuat laporan hasil pelaksanaan diskusi. 2. Peserta didik mengerjakan tugas baik secara individu maupun kelompok dan mengumpulkan kepada Gadik untuk penilaian penugasan.

LEMBAR KEGIATAN slet power point dan lampiran untuk buku tek, hanjar

HUKUM ACARA PIDANA

| 25

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

BAHAN BACAAN CRIMINAL JUSTICE SYSTEM (CJS) 1.

HUBUNGAN ANTARA PENYIDIK DENGAN PENUNTUT UMUM MELIPUTI ANTARA LAIN :

1.1

Pasal 8 KUHAP Ayat 2 penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum Ayat 3 penyerahan berkas perkara sebagai mana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan : Pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara Dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum

 

1.2

Pasal 14 KUHAP

Penuntut umum mempunyai wewenang :  



1.3

Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidik Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat (3) dan ayat (4) dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik Memberi perpanjangan penahanan,melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau pengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik. Pasal 24 KUHAP Ayat 2 Jangka waktu sebagai mana tersebut pada ayat (1) apa bila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama 40 hari.

HUKUM ACARA PIDANA

| 26

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

1.4

Pasal 109 KUHAP.



Ayat 1 Dalam hal penyidik telah melakukan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberi tahukan kepada penuntut umum Ayat 2 Dalam hal Penyidik menghentikan penyelidikan karena tidak dapat cukup barang bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan di hentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya.



1.5

UU Kejaksaan No. 5 Tahun 1991

Pasal 27 (1d) melengkap berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik . 2.

HUBUNGAN PENYIDIK ANTARA LAIN :

2.1

Pasal 29 KUHAP

a.

Ayat (1)  Di kecualikan dari jangka waktu penahanan sebagaimana tersebut dalam pasal 24 , Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28 guna kepentingan pemeriksaan , Penahanan terhadap tersangaka / terdakwa dapt diperpanjang berdasarkan alasan yang patut yang tidak dapat di hindarkan karena : Tersangka / terdakwa menederita gangguan fisik atau mental yang berat, yang di buktikan dengan surat Dokter , atau Perkara yang sedang diperiksa diancam dengan Pidana penjara 9 tahun atau lebih

 

DENGAN

PENGADILAN

NEGERI

b.

Ayat (2)  Perpanjangan tersebut pada ayat (1) diberikan untuk paling lama 30 hari dan dalam hal penahanan tersebut masih diperlukan, dapat diperpanjang lagi untuk paling lama 30 hari.

c.

Ayat (3)  Perpanjangan penahanan tersebut atas dasar permintaan dan laporan pemeriksaan dalam tingkat :

2.2

Pasal 33 (1) KUHAP.

Dengan surat ijin Ketua Pengadilan Negeri setempat penyidik dalam melakukan Penyidikan dapat mengadakan penggeledahan rumah yang di perlukan. 2.3

Pasal 34 KUHAP.

HUKUM ACARA PIDANA

| 27

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

a.

   

Ayat (1)  Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bila mana Penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapat surat ijin terlebih dahulu, dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 33 ayat (5) Penyidik dapat melakukan penggeledahan : Pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada dan yang ada di atasnya. Pada Setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal , berdiam atau ada . Ditempat tindak pidana melakukan atau terdapat bekasnya Ditempat penginapan dan umum lainnya.

b.

Ayat (2)  Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan seperti dimaksud dalam ayat 1 penyidik tidak diperkenankan memeriksa atau menyita surat , buku dan tulisan lain yang tidak merupakan benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan , kecuali benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan atau yang diduga telah di pergunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.

2.4

Pasal 36 KUHAP

Dalam hal penyidik harus di lakukan penggeledahan rumah diluar daerah hukumnya, dengan tidak megurangi ketentuan tersebut dalam pasal 33, maka penggeledahan tersebut harus di ketahui oleh penyidik dari daerah hukum dimana penggeledahan itu dilakukan. 2.5 

Pasal 38 KUHAP Ayat (1)  Penyitaan harus dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat ijin Ketua Pengadilan Negeri setempat.



Ayat (2)  Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bila mana penyidik harus segara bertindak dan tidak mungkin unutk mendapatkan surat ijin terlebih dahulu,tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuan.

2.6

Pasal 43 KUHAP.

Penyitaan surat atau tulisan lain dari mereka yang berkewajiban menurut UU untuk merahasiakannya,sepanjang tidak menyangkut rahasia Negara,hanya dapat dilakukan atas persetujuan mereka atau atas ijin khusus Ketua Pengadilan Negeri setempat kecuali Undang-Undang menentukan lain.

HUKUM ACARA PIDANA

| 28

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 2.7

Pasal 47 KUHAP.



Ayat (1)  Penyidik berhak membuka,memeriksa dan menyita surat lain yang dikirim melalui surat pos telekomunikasi,jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan jika benda tersebut dicurigai dengan alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa,dengan ijin khusus yang diberikan untuk itu dari Ketua Pengadilan Negeri.



Ayat (2)  Untuk kepentingan tersebut penyidik dapat meminta kepada Kepala Kantor Pos dan telekomunikasi atau pengangkutan lain untuk menyerahkan kepadanya surat yang dimaksud dan untuk itu harus diberikan surat tanda penerimaan.



Ayat (3)  Hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini, dapat dilakukan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan menurut ketentuan yang diatur dalam ayat tersebut.

2.8

Pasal 205 KUHAP.



Ayat (1)  Yang di periksa menurut Acara Pemeriksaan tindakan pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama 3 bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima raus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang di tentukan dalam paragrap 2 bagian ini



Ayat (2)  Dalam perkara sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) penyidik atas kuasa PU , dalam waktu 3 hari sejak berita Acara Pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan.



Ayat (3)  Dalam Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) , Pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dalam minta banding.

2.9

Pasal 211 – 216 KUHAP Cara pemeriksaan pelanggaran Lalu lintas jalan.

3.

HUBUNGAN PENYIDIK DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL ANTARA LAIN :

3.1

Pasal 7 (2) KUHAP.

PEJABAT

Penyidik sebagai mana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan UU yang menjadi dasar

HUKUM ACARA PIDANA

| 29

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI hukumnya masing- masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf a. 3.2

Pasal 107 KUHAP.



Ayat (1)  Untuk kepentingan penyidikan, penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf a memberikan petunjuk kepada penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf b dan memberikan bantuan penyidikan yang di perlukan. Ayat (2)  Dalam hal suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana sedang dalam penyidikan oleh penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf b dan kemudian di temukan bukti yang kuat untuk diajukan kepada PU, melaporkan hal itu kepada penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1 ) huruf a.





Ayat (3)  Dalam hal tindak pidana telah selesai di sidik oleh penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf b, ia segera menyerahkan hasil penyidikannya kepada PU melalui penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf a .

4.

HUBUNGAN PENYIDIK ANTARA LAIN :

4.1

Pasal 70 KUHAP.



Ayat (1 )  Penasehat Hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk pemeriksaan pembelaan perkaranya.



Ayat (2)  Jika terdapat bukti bahwa penasehat hukum tersebut menyalah gunakan haknya dalam pembicaraan dengan tersangka maka sesuai dengan tingkat pemeriksaan, penyidik , penuntut umum atau petugas Lembaga Pemasyarakatan memberi peringkatan pada Penasehat Hukum.

 

Ayat (3)  Apabila peringatan tersebut tidak diindahkan , maka hubungan tersebut diawasi oleh pejabat yang tersebut pada ayat (2) Ayat (4)  Apabila setelah diawasi, haknya masih disalah gunakan, maka hubungan tersebut disaksikan oleh pejabat tersebut pada ayat (2) dan apabila setelah itu tetap dilanggar maka hubungan selanjutnya dilarang.

4.2

Pasal 71 KUHAP.



Ayat (1)  Penasehat Hukum sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam berhubungan dengan tersangka diawasi oleh

HUKUM ACARA PIDANA

DENGAN

PENASEHAT

HUKUM

| 30

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI penyidik, penuntut umum atau oleh petugas Lembaga pemasyarakatan tanpa mendengarkan isi pembicaraan. 

Ayat (2)  Dalam hal kejahatan terhadap keamanan Negara, pejabat tersebut pada ayat (1) dapat mendengarkan isi pembicaraan.

4.3

Pasal 75 (3) KUHAP.

Berita acara tersebut selain ditanda tangani oleh pejabat tersebut pada ayat (2) ditanda tangani pula oleh semua pihak yang terlibat dalam tindakan tersebut pada ayat (1), penasehat hukum ikut tanda tangan berita acara. 4.4

Pasal 115 KUHAP.



Ayat (1)  Dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, penasehat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengarkan pemeriksaan.



Ayat (2)  Dalam hal kejahatan keamanan Negara,penasehat hukum dapat hadir dengan cara melihat tapi tidak dapat mendengarkan pemeriksaan terhadap tersangka.

Rangkuman Criminal Justice System (CJS) adalah suatu sistem penegakan hukum secara terpadu antara aparat penegak hukum dalam melakukan suatu proses tindak pidana yang berpedoman kepada KUHAP. Dalam criminal justice sistem tersebut diwujudkan dalam bentuk hubungan antara penyidik dengan Penuntut Umum, Pengadilan Negeri, Penasehat Hukum, PPNS.

Latihan Test Formatif Petunjuk Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang anda anggap paling benar ! 1)

Berikut yang tidak termasuk hubungan antar penyidik dan

HUKUM ACARA PIDANA

| 31

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI penuntut umum Pemberitahuan dimulainya penyidikan b. Penyitaan c. Penyerahan berkas perkara d. perpanjangan penahanan 2)

Hubungan penyidik dengan pengadilan Negeri meliputi,Kecuali : a. Perpanjangan penahanan b. Penyitaan c. Pengeledahan d. Pemeriksaan tambahan

3)

Pemeriksaan tambahan yang dilakukan oleh kejaksaan setelah melalui ketentuan pasal 110 dan 138 KUHAP diatur dalam : a. Pasal 15 UU No.2 / 2002 b. Pasal 27 (1) huruf d UU No.5/1991 c. Pasal 27 UU No.26/2000 d. Pasal 115 UU No.8/1981

4)

Penasehat hukum pada saat mendampingi tersangka ditingkat penyidik bersifat a. Statis b. Aktif c. Dinamis

5)

Penasehat

d. Pasif hukum

ikut

menanda

tangani

Berita

Acara

Pemeriksaan diatur dalam :

6)

a. Pasal 71 KUHAP

c. Pasal 74 KUHAP

b. Pasal 75 KUHAP

d. Pasal 70 KUHAP

Penuntut umum menerima dan memeriksa berkas perkara dari penyidik diatur a. 14 KUHAP b. 41 KUHAP

7)

8)

dalam pasal c. 17 KUHAP d. 71 KUHAP

Penyidik menyerahkan berkas perkara ke : a. Pengadilan

c. Penasehat hukum

b. Penuntut umum

d. Hakim

Apabila berkas perkara sudah dinyatakan lengkap oleh penuntut

HUKUM ACARA PIDANA

| 32

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI umum maka penyidik harus menyerahkan : a. Tersangka b. Saksi 9)

c. Tersangka dan barang bukti d. Barang bukti

Apabila penyidik melakukan penghentian penyidikan maka hal tersebut harus diberitahukan kepada :

10)

a. Penuntut umum

c. Hakim

b. Pengadilan

d. Penasehat hukum

Berikut alasan pemhentian penyidikan kecuali : a. Tidak cukup bukti

c. Dihentikan dari hukum

b. Bukan tindak pidana

d. Adanya jaminan

Kunci jawaban :1.b, 2.d, 3.b, 4.d, 5.b, 6.a, 7.b, 8.c, 9.a, 10.d

Soal Uraian 1) Pasal dan dalam hal apa saja yang menyebutkan hubungan penyidik dengan penuntut umum ? 2) Pasal dan dalam hal apa saja yang menyebutkan hubungan penyidik dengan pengadilan Negeri ? 3) Pasal dan dalam hal apa saja yang menyebutkan hubungan penyidik dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil ? 4) Pasal dan dalam hal apa saja yang menyebutkan hubungan penyidik dengan Penasehat hukum ?

HUKUM ACARA PIDANA

| 33

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

UPAYA PAKSA

Modul

04 6 JP (270 menit) PENGANTAR Dalam bagian ini dibahas materi tentang upaya paksa yang meliputi Pemanggilan, Pemeriksaan, Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, Penyitaan dan Menerapkan ketentuan dalam pelaksanaan upaya paksa.

KOMPETENSI DASAR Memahami upaya paksa yang meliputi Pemanggilan, Pemeriksaan, Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, Penyitaan dan Menerapkan ketentuan dalam pelaksanaan upaya paksa.

Indikator Hasil Belajar : 1.

Dapat menjelaskan upaya paksa yang meliputi Pemanggilan, Pemeriksaan, Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, Penyitaan.

2.

Dapat melaksanakan, Pemanggilan, Pemeriksaan, Penangkapan,

HUKUM ACARA PIDANA

| 34

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI Penahanan, Penggeledahan, Penyitaan.

MATERI POKOK 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Pemanggilan, Pemeriksaan, Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, Penyitaan.

METODE PEMBELAJARAN 1. Ceramah digunakan untuk Menjelaskan tentang : a.

Refleksi / a persepsi materi pertemuan sebelumnya

b.

Upaya Paksa berupa : 1) 2) 3) 4) 5)

Pemanggilan Penangkapan Penahanan Penggeledahan Penyitaan

2. Brain Storming (Metode Curah Pendapat). Metode ini digunakan untuk membahas persoalan-persoalan yang berkaitan dengan Hukum Acara Pidana. 3. Tanya jawab berkaitan dengan materi Hukum Acara Pidana dan permasalahan-permasalahan teknis pelaksanaan Hukum Acara Pidana. 4. Metode pemberian tugas. Metode ini digunakan pada saat fasilitator meminta peserta

HUKUM ACARA PIDANA

| 35

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI untuk membaca naskah latihan 5. Metode Diskusi kelompok. Metode ini digunakan mendiskusikan hasil peserta perorangan menjadi hasil kelompok.

BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan diskusi b. Materi bahan ajar 2. Alat a. b. c. d. e. f.

Whiteboard Flipchart Kertas flifchart Komputer / laptop LCD dan screen Alat tulis

HUKUM ACARA PIDANA

| 36

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

PROSES PEMBELAJARAN 1. Tahap awal : 20 menit a. Refleksi pertemuan sebelumnya b. Gadik melaksanakan anev

2. Tahap inti : 240 menit a. Gadik Menjelaskan Upaya paksa pemanggilan, peserta memperhatikan, mencatat hal hal yang penting, bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami. b. Gadik Menjelaskan Upaya Paksa penangkapan, peserta memperhatikan, mencatat hal hal yangpenting, bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami. c.

Gadik menjelaskanUpaya paksa penahanan,peserta memperhatikan, mencatat hal hal yangpenting, bertanya jika ada materi yang belumdimengerti/dipahami.

d. Gadik Menjelaskanupaya paksa penggeledhan, peserta memperhatikan, mencatat hal hal yang penting, bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami. e. Gadik menjelaskan upaya paksa penyitaan, peserta memperhatikan, mencatat hal hal yang penting, bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami. 3. Tahap akhir : 20 menit a. Penguasaan materi : Gadik memberikan ulasan secara umum terkait dengan proses pembelajaran hasil diskusi. b. Cek penguasaan materi Dengan metode pengujian hasil kerja kelompok maupun perorangan.

HUKUM ACARA PIDANA

| 37

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

TAGIHAN/TUGAS Tugas – tugas yang harus dikerjakan peserta didik : 1. Peserta didik mendiskusikan setiap materi yang telah diajarkan pendidik dan membuat laporan hasil pelaksanaan diskusi. (2) Peserta didik mengerjakan tugas baik secara individu maupun kelompok dan mengumpulkan kepada Gadik untuk penilaian

HUKUM ACARA PIDANA

| 38

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI penugasan.

Lembar kegiatan slet power point dan lampiran untuk buku tek, hanjar

BAHAN BACAAN 1.

PEMANGGILAN

Pemanggilan adalah kewenangan penyidik/penyidik pembantu, penuntut umum, dan Hakim untuk memanggil/mendatangkan seseorang yang dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan/ didengar keterangan baik sebagai saksi atau tersangka. Dalam pasal 112 (1,2)penyidik dalam rangka pemeriksaan berwenang untuk memanggil tersangka atau saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa.Bagi mereka yang dipanggil wajib datang kepada penyidik,Apabila penyidik akan melakukan pemanggilan,maka pemanggilan tersebut harus dilakukan dengan surat panggilan yang sah yang memuat antara lain :  Alasan pemanggilan.  Waktu dan panggilan tersebut harus dipenuhi.  Nama dan jabatan yang memanggil.  Nama dan alamat yang dipanggil. Surat panggilan tersebut diusahakan dapat disampaikan secara langsung sehingga si penerima bisa langsung diminta tanda tangan bukti telah menerima panggilan tersebut.Akan tetapi apabila karena situasi dan kondisi surat tersebut tidak memungkinkan disampaikan langsung maka surat panggilan tersebut dapat dikirim langsung lewat kantor pos atau jasa pengiriman yang lain dengan meminta pada instansi tersebut bukti penerimaannya. Seperti dijelaskan diatas, apabila yang dipanggil ada di tempatmaka petugas dapat menyampaikan sendiri serta dibuatkan bukti bahwa yang bersangkutan telah menerima panggilan tersebut. Apabila ternyata yang dipanggil tidak ada ditempat, maka :  Surat panggilan disampaikan melalui kepala Desa atau Pejabat

HUKUM ACARA PIDANA

| 39

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI



yang lain. Jika ada orang yang dipanggil berada di luar negeri,maka dikirim melalui perwakilan RT ditempat mana orang yang dipanggil biasa berdiam.

Apabila dengan cara tersebut diatas juga tidak ada hasilnya, maka panggilan tersebut ditempelkan di tempat pengumuman kantor pejabat yang mengeluarkan panggilan tersebut. Terhadap mereka yang dipanggil wajib datang dan berhak segera mendapat pemeriksaan. Bagi mereka yang dipanggil tidak datang maka penyidik memangil sekali lagi dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya ( Pasal 112 (2) ). Bagi yang di panggil tidak datang dengan memberi alasan yang patut dan wajar maka penyidik datang ke tempat kediamannya ( Pasal 113). Yang perlu diperhatikan bahwa dalam pembuatan surat panggilan tersebut harus memperhatikan adanya tenggang waktu yang wajar antara diterimanya surat panggilan dengan keharusan untuk memenuhi surat panggilan tersebut ( Lihat Kep. Menkeh No. M.14.PW.07.03 tahun 1983) , perlawanan terhadap panggilan ini dapat dipidana sesuai pasal 224 KUHP, 522 KUHPM, 212 KUHP, 216 KUHP. 2.

PEMERIKSAAN

2.1.

Terhadap Tersangka.

Seorang tersangka berhak untuk segera mendapatkan pemeriksaan oleh Penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada Penuntut umum. Dalam hal tersangka ditahan, dalam waktu sehari setelah perintah penangkapan dijalankan , maka harus dimulai diperiksa oleh penyidik. Sebelumnya kepada tersangka diberitahukan haknya untuk mendapat bantuan hukum khususnya bagi tersangka yang melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati / hukuman 15 tahun / lebih atau yang diancam lima tahun atau lebih dan tidak mampu maka pejabat sesuai tingkat pemeriksaan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka. Apabila tersangka mengajukan saksi yang sekiranya meringankan baginya ( Saksi a de charge ) maka petugas wajib untuk memanggil serta memeriksa saksi tersebut. Pada saat pemeriksaan dilakukan tersangka tidak boleh mendapatkan tekanan dari siapapun dan dalam bentuk apapun . Hasil dari pemeriksaan tersebut dituangkan dalam berita acara dan di tanda tangani oleh yang bersangkutan yang sebelumnya dibacakan terlebih dahulu / disuruh baca oleh tersangka . 2.2.

Terhadap Saksi.

Pemeriksaan terhadap saksi dilakukan, secara terpisah apabila

HUKUM ACARA PIDANA

| 40

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI diperlukan pemeriksaan konfrontasi maka saksi tersebut dapat dipertemukan satu sama lain. Saksi diperiksa tanpa adanya tekanan dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Bagi Saksi yang dikawatirkan tidak dapat hadir dipersidangan sedangkan dia merupakan saksi penting, maka sebelum pemeriksaan di lakukan terhadap yang bersangkutan diambil sumpahnya. 2.3.

Terhadap Saksi Ahli.

Dalam hal dianggap perlu, penyidik dapat meminta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Saksi tersebut karena hak harkat martabat, pekerjaan atau jabatannya harus menyimpan rahasia maka yang bersangkutan dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta . Hasil dari pemeriksaan tersebut dituangkan dalam berita acara dan di tanda tangani oleh petugas serta yang bersangkutan. 3.

PENANGKAPAN DAN TERTANGKAP TANGAN

Pengertian penangkapan Penangkapan adalah suatu tindakan penyelidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan dan tuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang – undang No. 8 tahun 1981. Sementara waktu yang dimaksudkan adalah 1 x 24 jam. Adapun yang dapat di tangkap adalah :  Pelaku kejahatan berdasarkan bukti permulaan yang cukup.  Pelaku pelanggaran apabila setelah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan tanpa alasan. Yang dapat menangkap : 



Penyidik / Penyidik pembantu dan harus dilaksanakan sendiri atau dipimpin penyidik karena setelah ditangkap harus segera di periksa untuk menentukan dapat menentukan dapat tidaknya di lakukan penahanan. Penyelidik atas perintah penyidik, maka disini penyidik harus mengeluarkan Surat perintah kepada penyelidik untuk membawa dan menghadapkan orang yang ditangkap kepada penyidik dan apabila orang yang akan dibawa itu melawan perintah dan di perlukan sekali untuk bisa dilakukan dengan pembatasanpembatasan seperti memaksa / di borgol.

Jadi yang di keluarkan oleh penyidik bukan Surat perintah penangkapan melainkan surat perintah membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik sesuai pasal 5 (1 ) huruf b angka 4. Cara Penangkapan :

HUKUM ACARA PIDANA

| 41

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI Apabila penangkapan akan dilakukan maka sebelumnya petugas tersebut harus di lengkapi dengan surat Springas dan Sprin tangkap. Setelah itu dibuatkan berita acaranya dan disampaikan kepada keluarganya. Namun apabila dilakukan diluar daerah wilayah hukum dan dilakukan oleh penyelidik maka di beritakan surat perintah membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik dan dapat dilakukan pembatasan – pembatasan seperti memborgol, sesampainya di penyidik baru di tertibkan Surat perintah penagngkapan oleh penyidik dan di tangkap oleh penyidik maka di terbitkan Surat Perintah membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik dan dapat di lakukan pembatasan – pembatasan seperti memborgol sesampainya di penyidik baru di terbitkan surat perintah penangkapan oleh penyidik dan di tangkap oleh penyidik / penyidik pembantu dan penyelidik atas perintah penyidik. Tertangkap tangan Pengertian tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana atau dengan segera melakukan tindak pidana atau dengan segera setelah tindak pidana tersebut dilakukan atau sesaat kemudian diserukan oleh kalayak ramai sebagai orang yang melakukannya atau sesaat kemudian kepadanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana yang menunjukan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan tindak pidana itu. Adapun yang dapat menangkap dalam hal tertangkap tangan adalah :  Setiap orang berhak.  Merupakan kewajiban bagi mereka yang terkait dengan ketertiban, ketentraman dan keamanan. Dalam hal tertangkap tangan tersebut diatas, maka pelaksanaan tidak perlu menunggu adanya Surat Perintah, hanya saja setelah tindakan dilakukan segera tersangka dan barang bukti diserahkan kepada satuan yang terkait ( pasal 102 (2) dan pasal 111 (2,3 ) KUHAP. Dalam hal tertangkap tangan ini penyelidik, penyidik maupun penyidik pembantu mempunyai wewenang sebagai berikut : a. 

Memasuki : Ruang dimana sedang berlangsung sidang MPR,DPR,DPRD.



Tempat dimana sedang berlangsung ibadah/Upacara keagamaan



Ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan ( pasal 35 KUHAP ).

b. 

Dapat menyita : Benda dan alat yang diduga untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti ( pasal 40

HUKUM ACARA PIDANA

| 42

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI KUHP ) 

Paket/surat /benda yang pengirim/pengangkutannya lewat kantor pos dan telekomunikasi atau perusahaan pengangkutan lainnya yang diperuntukan bagi tersangka atau berasal dari padanya (pasal 41 KUHAP)

4.

PENAHANAN

4.1

Pengertian penahanan.

Penahanan pada intinya merupakan penempatan seseorang dalam suatu tempat tertentu sesuai tingkat pemeriksaan. 4.1.1 Syarat penahanan. Untuk dapat menahan seseorang ada syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut: a.

Syarat subjektif :

  

Pelaku tindak pidana Berdasarkan bukti permulaan yang cukup Ada kekhawatiran akan : 1) Melarikan diri 2) Melakukan tindak pidana 3) Merusak / menghilangkan barang bukti

b.

Syarat objektif :

 

Tindakan tersebut diancam hukuman 5 tahun keatas . Tindakannya tersebut diancam hukuman kurang dari 5 tahun yang dikategorikan dalam pasal perkecualian seperti tersebut dalam pasal 21 (4) KUHAP.

4.1.2 Perpanjangan penahanan. Apabila penahanan di rasa belum cukup karena pemeriksaan dianggap belum selesai maka bagi penyidik, Penuntut umum dan Hakim dapat meminta perpanjangan penahanan sebelum jangka waktunya habis. Bagi tersangka yang memenuhi ketentuan pasal 29 KUHAP maka dapat di perpanjang ke Pengadilan Negeri , Pengadilan tinggi, Mahkamah Agung yang dilakukan secara berkala sesuai dengan kewenangannya, dengan penjelasan dalam tingkat penyidik maksimal 120 hari , dalam tingkat penuntutan maximal 110 hari, dalam tingkat pengadilan Negeri Maximal 150 hari , dalam tingkat Pengadilan tinggi maximal 150 hari dan dalam tingkat Mahkamah Agung 170 hari dengan jumlah keseluruhannya sebanyak 700 hari. 4.1.3 Jenis Tahanan.

HUKUM ACARA PIDANA

| 43

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

   

Tahanan dapat di kategorikan sebagai berikut : Tahanan rumah dilaksanakan dirumah kediaman/ tinggal terakhir dari seseorang Tahanan Kota dilaksanakan di Kota tempat tinggal/ kediaman terakhir dari seseorang Tahanan Rutan di laksanakan di Rutan-Rutan yang telah di tetapkan.

4.1.4 Penangguhan Penahanan. Tersangka, keluarga serta pihak dikuasakan mempunyai hak untuk mengajukan penangguhan penahanan kepada petugas sesuai dengan tingkat pemeriksaan . Penangguhan tersebut harus berdasarkan suatu permohonan dengan atau pun tanpa jaminan. Adapun jaminan tersebut dapat berupa uang bisa pula berupa orang. Apabila jaminan berupa uang maka besar kecilnya uang jaminan tersebut di tentukan oleh petugas sesuai tingkat pemeriksaan, kasusnya dan di sepakati oleh pihak pemohon. Selanjutnya uang jaminan itu di serahkan oleh pihak pemohon ke Panitera Pengadilan Negeri, Panitra akan membuat tanda terima dalam rangkap 3 (tiga) yang selanjutnya yang bersangkutan mendapat 1 (satu) bukti penyetoran yang nantinya diserahkan kepada pejabat yang menahan, 1 (satu) untuk penyidik dan satu (1) untuk arsip, dari tanda terima yang dibawa ke pemohon ini penyidik sudah dapat menerbitkan Surat Perintah penangguhan penahannya terhadap (tersangka / yang di tahan). Apabila kelak tersangka melarikan diri dan dalam tempo 3 bulan tidak di temukan maka uang jaminan tersebut di serahkan ke kas Negara/ masuk ke kas Negara. Apabila jaminan tersebut berupa orang maka sebelum permohonan dikabulkan kepada si pemohon ditanyakan tentang sejumlah uang/benda yang sekiranya dapat dijaminkan apabila di kemudian hari tersangka melarikan diri ( dalam bentuk perjanjian ), karena apabila tersangka lari (dalam bentuk perjanjian ), karena apabila tersangka lari bukan pemohonlah yang menggantikan kedudukan tersangka akan tetapi sesuai aturan yang ada apabila dalam waktu 3 bulan tidak ditemukan benda tersebut di lelang, uang hasil lelang sejumlah yang di sepakati menjadi milik negara. Pasal 31 KUHAP dan pasal 35 , 36 PP 27 / 83 dan Kep. Menkeh No. M.14.PW.07.03. 1983 masa penangguhan penahanan ini nantinya tidak akan di perhitungkan dengan masa penjatuhan putusan hakim.

4.1.5 Pembantaran. Pembantaran adalah penempatan tersangka di Rumah Sakit untuk dirawat inap. Maka selama di lakukan rawat inap maka masa

HUKUM ACARA PIDANA

| 44

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI penahanannya tidak dihtung / di tangguhkan. Dasar pembantaran : Pasal 9 Permenkeh RI No. M.04-UM.01.06 tahun 1983, Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung RI No. 01 tahun 1989 , tanggal 15 Maret 1989 dan Mahkehjapol I huruf f angka 1 dan 4( komisi) Adapun Pelaksanaannya adalah sebagai berikut :        



 



4.2

Atas permohonan keluarga tersangka / kebijakan penyidik pembantu. Penyidik membuat surat tersangka ke Rumah Sakit untuk di rawat dan dibuatkan Berita Acaranya. Dokter yang memeriksa tersangka dan menyatakan tersangka untuk di rawat inap dengan surat keterangan dokter. Buat Berita Acara Perawatan tersangka dan yang turut menanda tangani Berita Acara tersebut adalah penyidik, tersangka dokter , Pimpinan Rumah Sakit. Beritahu kepada keluarga/Jaksa Penuntut umum dengan lampiran surat keterangan Dokter dan Berita Acara perawatan tersangka. Selama perawatan dijaga petugas. Setelah tersangka sembuh, Dokter memberikan surat keterangan dan dibuatkan Berita Acaranya. Selanjutnya tersangka di tahan kembali dengan Surat Perintah penahanan yang lama kalau masih tersisa penahanannya, dan Surat perintah penahanan baru lanjutan apabila surat penahanan yang lama sudah tidah berlaku kembali. Beritahukan kepada keluarga / kuasanya dan JPU bahwa tersangka sudah ditahan kembali dengan lampiran surat keterangan dokter berikut Berita Acara memasukan tersangka ke dalam tahanan dan surat perintah penahanan baru. Apabila minta perpanjangan penahanan maka lampirkan tindasan Surat perintah penahanan yang lama dan yang baru berikut Berita Acaranya dan keterangan dokter dengan Berita Acaranya. Apabila status penahannya dalam perpanjangan JPU lalu dibantarkan dan waktu memasukan tersangka kembali ke dalam aturan (setelah sembuh) ternyata masa penahannya sudah habis maka diminta perpanjangan penahanan selama dibantarkan dengan lampiran perpanjangan penahanan pertama dan keterangan dokter dengan Berita Acaranya. Tersangka yang dibantarkan tidak boleh dialihkan ketahanan Rumah/kota. Pengalihan Jenis Tahanan.

Pejabat sesuai dengan tingkat pemeriksaan berwenang untuk mengalihkan jenis tahanan satu ke ketahanan lainnya. Masa pengalihan jenis tahanan itu akan di perhitungkan dengan masa penjatuhan oleh Hakim. Untuk tahanan kota 1/5-nya sedangkan tahanan Rumah 1/3-nya. 4.3

Pengeluaran Tahanan.

HUKUM ACARA PIDANA

| 45

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI   

5.

Petugas harus mengeluarkan Tahanan apabila : Tersangka waktu penahanannya habis meskipun pemberkasan belum selesai ( lengkap ). Pemberkasan di nyatakan lengkap oleh Penuntut Umum, meskipun jangka waktu penahanan yang dimiliki belum habis. PENGGELEDAHAN

Penggeledahan adalah suatu tindakan penyidik berupa pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada padanya atau dibawa serta ,memasuki dan melakukan pemeriksaan Rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan. Penggeledahan ada dua (2) macam yaitu : 5.1.

Penggeledahan Rumah

Didalam melakukan penggeledahan rumah bisa saja pemiliknya setuju bisa pula tidak setuju dan penggeledahan tersebut dapat dilakukan didalam wilayah Hukum maupun diluar wilayah hukum. 

Penggeledahan Rumah didalam wilayah hukum Penggeledahan tersebut pada prinsip harus mendapat ijin terlebih dahulu dari Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam keadaan mendesak. Apabila pemilik Rumah menyetujui maka penggeledahan cukup disaksikan oleh dua (2) orang warga dan pemilik rumah tersebut. 2 (dua) hari setelah penggeledahan dilakukan penyidik harus membuatkan Berita Acaranya yang di tanda –tangani oleh penyidik, penghuni/ pemilik rumah serta dua (2) orang saksi tersebut,kemudian turunan dari BA-nya diberikan kepada pemilik/ penghuni rumah. Apabila pemilik rumah tidak menyetujui maka disamping disaksikan oleh dua (2) orang warga setempat juga harus disaksikan oleh pejabat lingkungan setempat. 2 hari kemudian dibuatkan BA nya ditanda tangani penyidik, pejabat lingkungan dan dua (2) orang saksi. Untuk keprluan keamanan dan ketertiban penyidik dapat mengadakan penjagaan atau penutupan tempat tersebut dan berhak memerintahkan setiap orang untuk meninggalkan tempat penggeledahan apabila dianggap perlu. Apabila penghuni / pemilik rumah tidak mau menanda tanagni Berita Acara maka hal tersebut dibuatkan BA nya beserta alasannya.



Penggeledahan rumah di luar wilayah Pada prinsipnya sama dengan penggeledahan didalam wilayah hukum. Hanya saja ijin penggeledahan dari Ketua PN diwilayah

HUKUM ACARA PIDANA

| 46

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI dimana rumah tersebut akan di geledah serta pelaksanaannya di saksikan oleh Penyidik setempat. Pada saat penggeledahan tersebut diatas dilakukan, petugas tidak dapat menyita benda / alat yang tidak ada kaitannya dengan tindak pidana. 5.2.

Penggeledahan badan / pakaian

Dapat dilakukan oleh : Penyelidik yaitu hanya berwenang untuk menggeledah pakaian termasuk benda yang dibawanya apabila terdapat alasan yang cukup terhadap tersangka ada benda yang dapat disita dan penyidik berupa penggeledahan pakaian sekaligus badan dari tersangka, sedang untuk tersangka perempuan penggeledahan tersebut dilakukan oleh petugas perempuan (Polwan) atau Bhayangkari terhadap penggeladahan rongga badan di lakukan dengan bantuan dari para medis / kesehatan. 6.

PENYITAAN

Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah pengusaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berujud atau tidak berujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Yang dapat melakukan penyitaan adalah penyidik / penyidik pembantu dan penyelidik atas perintah penyidik. 6.1.

Syarat penyitaan

Penyitaan dapat dilakukan terhadap benda bergerak maupun tidak bergerak pada dasarnya penyitaan hanya dapat dilakukan apabila ada ijin terlebih dahulu dari Ketua PN kecuali dalam keadaan mendesak dan sangat perlu ijin tersebut tidak perlu di penuhi terlebih dahulu dengan ketentuan hanya atas benda bergerak setelah dilakukan, wajib segera melaporkan kepada Ketua PN setempat guna memperoleh persetujuan. Kewajiban segera melaporakan kepada Ketua PN setempat tersebut guna memperoleh persetujuan penyitaannya sehingga akan di keluarkan penetapan penyitaan dari Pengadilan. Adapun benda yang dapat disita menurut pasal 39 KUHP adalah :     

Benda tagihan tersangka / terdakwa yang seluruh atau sebagian di duga di peroleh dari tindak Pidana Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana /untuk mempersiapkannya. Benda yang di pergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak Pidana. Benda yang khusus dibuat atau di peruntukan melakukan tindak pidana Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak

HUKUM ACARA PIDANA

| 47

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI pidana yang di lakukan. Secara umum benda yang dapat di sita dibedakan menjadi 3(tiga) Golongan :   

Benda yang dipergunakan sebagai alat untuk melakukan tindak pidana. Benda yang diperoleh/ merupakan hasil dari tindak pidana. Benda lain yang tidak secara langsung mempunyai hubungan dengan tindak pidana tetapi mempunyai alasan yang kuat untuk bahan pembuktian.

6.2.

Penyitaan surat.

Pada perinsipnya sama dengan penyitaan benda.apabila didapatkan surat palsu /pemalsuan penyidik bisa diminta bantuan ahli.Jika untuk keperluan itu dibutuhkan surat yang asli maka penyidik dapat meminta kepada pejabat, penyimpanan umum untuk mengirimkan aslinya dan pejabat tersebut wajib memenuhi permintaan itu pasal 132 (1).Apabila surat tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu daftar, maka daftar tersebut sebelum diserahkan dibuat salinannya terlebih dahulu diberi catatan apa sebab salinan tersebut sampai menunggu yang asli dikembalikan. Apabila surat tersebut berupa daftar maka penyidik dapat meminta daftar tersebut diserahkan kemudian dibuatkan tanda terima. 6.3.

Penyitaan-penyitaan surat atau tulisan lain.

Bila tertangkap tangan penyitaan surat dan benda pos atau benda telekomunikasi dapat dilakukan secara langsung oleh penyidik. Demikian juga halnya pada penyitaan surat secara tidak langsung melalui perintah penyidik kepada pemegang atau yang menguasai untuk menyerahkan kepada penyidik seperti yang diatur dalam pasal 42 ayat (2), maka pada pasal 43 diatur pula bentuk dan cara penyitaan suratsurat lain yang disebutkan pada pasal 41 dan pasal 42 (2). Yang dimaksud dengan surat masukan lain pda pasal 43 adalah surat atau tulisan yang “ dismpan “ atau “dikuasai “ oleh orang tertentu dimana yang menyimpan atau menguasai surat itu , “diwajibkan merasahasikannya“ oleh Undang-undang misalnya , seorang Notaris adalah Pejabat atau orang tertentu menyimpan dan menguasai akta notaris testmen, dan oleh undang –undang diwajibkan untuk merahasiakan isinya . Akan taetapi harus diingat , kepada kelompok surat atau tulisan lain ini tidak termasuk surat atau tulisan yang menyangkut “ rahasia Negara “ surat atau tulisan yang menyangkut rahasia negara “ tidak takluk “ kepada ketentuan pasal 43 KUHAP . Oleh karena itu pada pasal 43 tidak dapat diperlakukan sepanjang tulisan atau surat yang menyangkut rahasia negara. Atau kalau dibalik, pasal 43 hanya dapat di terapkan terhadap surat dan tulisan yang “ tidak” menyangkut rahasia negara.

HUKUM ACARA PIDANA

| 48

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

Mengenai syarat dan cara penyitaannya : Hanya dapat disita atas persetujuan mereka yang dibebani kewajiban oleh Undang-undang untuk merahasiakan. Misalnya, Akta Notaris atau sertifikat. Hanya dapat disita atas persetujuan Notaris atau pejabat agraia yang bersangkutan. Atas “ Izin khusus” Ketua Pengadilan Negeri, jika tidak ada persetujuan dari mereka. Jika mereka yang berkewjiabn menurut Undang-undang untuk merahasikan surat atau tulisan itu” setuju atas penyitaan “ yang dilakukan penyidik, penyidik dapat di lakukan “ tanpa surat ijin “ Ketua Pengadilan Negeri. Akan tetapi kalau mereka yang berkewajiban menurut Undang - undang untuk merahasiakan “ tidak setuju “ atas penyitaan yang akan dilakukan penyidik, dalam hal seperti ini penyitaan hanya dapat dilakukan “ atas Izin Khusus “ Ketua Pengadilan Negeri Setempat. 6.4

Penyitaan Minuta Akta Notaris.

Penyitaan Minuta Akta Notaris berpedoman kepada Surat Mahkamah Agung / Pemb/ 3429/86 dan pasal 43 KUHP Mengenai masalah ini dapat dikemukakan pedoman berikut : a.

Ketua Pengadilan Negeri harus benar-benar mempertimbangkan “revelensi “ dan” urgensi” penyitaan secara obyektif berdasarkan pasal 39 KUHAP.

b.

Pemberian ijin khusus Ketua Pengadilan Negri atas penyitaan minuta Akta Notaris , berpedoman kepada teknis dan Operasional yang di gariskan dalam surat MA No. MA/Pemb. 3429 / 86 (12 April 1986), antara lain menjelaskan : Pada prinsipnya Minuta Akta menurut pasal 40 PJN hanya boleh diperlihatkan atau diberitahukan kepada orang yang berkepentingan langsung, sehubungan dengan itu. Notaris berada dalam posisi sulit menghadapi proses pidana yang di hadapkan kepadanya. Ketentuan yang diatur dalam pasal 43 KUHAP, lebih tinggi tingkatannya dari PJN. Oleh karena itu, apa yang diatur dalam pasal 40 PJN selayaknya tunduk kepada penyitaan yang diatur dalam KUHAP . Selanjutnya Minuta Akta ditafsirkan berkedudukan sebagai arsip negara.







c.

 

Oleh karena Minuta Akta ditafsirkan berkedudukan sebagai arsip Negara atau melekat padanya “ Rahasia Jabatan “ , Notaris, Pemberian ijin oleh Ketua Pengadilan negeri,merujuk kepada ketentuan pasal 43 KUHAP, penyitaan harus berdasarkan izin khusus Ketua Pengadilan Negeri. Tidak tepat pendapat yang menyatakan Minuta Akta tidak bisa disita Berdasarkan pasal 43 KUHAP dikaitkan dengan surat Mahkamah

HUKUM ACARA PIDANA

| 49

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

-





-



-

Agung No. MA. Pemb / 3429 / 89 (12 April 1986) : Penyidik dapat meminta ijin Ketua Pengadilan Negeri untuk menyita Minuta Akta . Untuk itu, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan ijin khusus yang dituangkan dalam penempatan . Namun penyitaan dalam hal ini tidak lepas kaitannya dengan kewajibannya Notaris menyimpan Minuta dimaksud,sehingga wujud penyitaan yang dibenarkan terbatas pada kebolehan penyidik untuk “ menyalin “ atau memfoto copynya. Pengurusan dan penyimpanan benda sitaan Terhadap benda terlarang maka akan di rampas untuk kepentingan Negara atau dimusnahkan. Dirampas  diserahkan kepada Departemen yang lebih berwenang. Dimusnahkan  sehingga tidak dapat dipakai lagi. Jika benda tersebut tidak terlarang maka diurus lebih lanjut Jika benda tersebut cepat rusak /membahayakan/ mempunyai biaya penyimpanan lebih / sangat tinggi maka sejauh mungkin atas persetujuan tersangka diambil tindakan sebagai berikut : Apabila masih ditangan penyidik/ PU benda tersebut dijual lelang. Diamankan oleh penyidik disaksikan tersangka / kuasanya. Apabila perkara sudah di tangan pengadilan benda tersebut di jual lelang / diamankan oleh PU atas ijin dari Hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan terdakwa / kuasanya. Lelang tersebut dilakukan oleh kantor lelang Negara setelah diadakan konsultasi dengan fihak penyidik / PU setempat atau Hakim serta lembaga yang ahli dalam menentukan sipat suatu benda , uang hasil lelang dipakai sebagai barbuk yang sedang untuk bahan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil dari benda tersebut . Jika benda tersebut tidak cepat rusakmaka diurus lebih lanjut. Cara penyimpanan benda sitaan Terhadap benda sitaan yang memerlukan pengusutan lebih lanjut maka harus dibedakan antara benda yang dapat di bungkus terhadap benda yang tidak dapat di bungkus maka sebelum dibungkus dicatat terlebih dahulu: Berat / jumlah menurut jenisnya Ciri maupun sipat khas Tempat, hari dan tanggal penyitaan Identifikasi orang dari mana benda tersebut disita.dll. Setelah di catat diberi lak dan cap jabatan kemudian di tanda tangani oleh penyidik  Pasal 130 (1) terhadap benda yang tidak dapat dibungkus dilakukan pencatatan seperti diatas dalam sebuah label kemudian di tempatkan /dikaitkan pada benda tersebut  Pasal 130 (2)

HUKUM ACARA PIDANA

| 50

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI  -

Penyimpanan dan tanggung jawab atas benda sitaan: Benda sitaan di simpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara / RUPBASAN, Pasal 44 (1) Tanggung jawab atas benda sitaan ada pada pejabat sesuai tingkat pemeriksaan. Benda sitaan dilarang dipergunakan oleh siapapun juga Pasal 44 (2) Berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman No. M.14 PW 07. 03 /1983 angka 2 alinea pertama benda sitaan dapat dipinjam pakaikan kepada orang dari siapa benda . itu disita.

Pengembalian benda sitaan Apabila kepentingan penyelidikan /penuntutan sudah tidak memerlukan benda sitaan tersebut disita kecuali benda tersebut hasil dari tindak pidana / dipergunakan untuk benda tersebut malakukan tindak pidana. Misalnya pada hal :  Perkara tersebut ditutup kepentingan umum.  Perkara tersebut diberhentikan karena tidak cukup bukti/ buktian tindak pidana.  Kepentingan penyidik / penuntutan tidak memerlukan lagi.  Apabila sudah ada keputusan pengadilan maka benda tersebut dikembalikan pada orang lain atau mereka yang disebutkan dalam keputusan kecuali :  Dirampas untuk negara  Dimusnahkan /dirusak sehingga diperlukan sebagai barbuk dalam perkara pasal 46 (2)

RANGKUMAN Pemanggilan adalah kewenangan penyidik/penyidik pembantu, penuntut umum, dan Hakim untuk memanggil/mendatangkan seseorang yang dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan/ didengar keterangan baik sebagai saksi atau tersangka. Dalam pasal 112 (1,2)penyidik dalam rangka pemeriksaan berwenang untuk memanggil tersangka atau saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa.Bagi mereka yang dipanggil wajib datang kepada penyidik,Apabila penyidik akan melakukan pemanggilan,maka pemanggilan tersebut harus dilakukan dengan surat panggilan yang sah yang memuat antara lain :  Alasan pemanggilan.  Waktu dan panggilan tersebut harus dipenuhi.  Nama dan jabatan yang memanggil.  Nama dan alamat yang dipanggil.

HUKUM ACARA PIDANA

| 51

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

Penangkapan adalah suatu tindakan penyelidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan dan tuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang – undang No. 8 tahun 1981. Sementara waktu yang dimaksudkan adalah 1 x 24 jam. Adapun yang dapat di tangkap adalah :  Pelaku kejahatan berdasarkan bukti permulaan yang cukup.  Pelaku pelanggaran apabila setelah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan tanpa alasan. Penahanan pada intinya merupakan penempatan seseorang dalam suatu tempat tertentu sesuai tingkat pemeriksaan. Penggeledahan adalah suatu tindakan penyidik berupa pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada padanya atau dibawa serta ,memasuki dan melakukan pemeriksaan Rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan. Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah pengusaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berujud atau tidak berujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Yang dapat melakukan penyitaan adalah penyidik / penyidik pembantu dan penyelidik atas perintah penyidik.

Latihan Tes Formatif Petunjuk berilah tanda silang (X) pada jawaban yang anda anggap paling benar: 1)

Pemanggilan yang dilakukan oleh penyidik terhadap tersangka dan saksi diatur dalam pasal :

HUKUM ACARA PIDANA

| 52

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

2)

3)

4)

a.

114 KUHAP

c.

119 KUHAP

b.

112 KUHAP

d.

120 KUHAP

Saksi yang meringankan tersangka disebut saksi . a.

de charge

c.

Verbalisan

b.

kunci

d.

a de charge

Pengekangan sementara waktu terhadap kebebasan seseorang. a.

pemanggilan

c.

Penangkapan

b.

Pemeriksaan

d.

Penahanan

Dalam hal tertangkap tangan , setiap orang ……… melakukan penangkapan.

5)

a.

Berhak

c.

Boleh

b.

Wajib

d.

Dapat

Syarat untuk melakukan penahanan meliputi berikut kecuali : a.

Pelaku Tindak pidana

c. Terpenuhinya syarat obyektif

b.

dikawatirkan lari, ulang

d. Tidak cukup bukti

tindak pidana , musnahkan barbuk 6)

Penyitaan yang boleh dilakukan tanpa harus menunggu ijin Pengadilan Negeri terlebih dahulu terhadap :

7)

8)

a.

Benda bergerak

c.

Benda antik

b.

Benda tak bergerak

d.

Benda keramat

Dalam melaksanakan penggeledahan Rumah harus ada ijin dari a.

Penuntut Umum

c.

Ketua pengadilan Tinggi

b.

Ketua Pengadilan Negri

d.

Majelis Hakim

Dalam hal sangat perlu dan mendesak penggeledahan rumah tidak harus menunggu ijin dari ketua PN diatur dalam pasal :

9)

a.

33 KUHAP

c.

32 KUHAP

b.

34 KUHAP

d.

35 KUHAP

Benda Sitaan tidak dapat dipakai oleh siapapun juga , hal tersebut sesuai ketentuan pasal :

a.

44 (1) KUHAP

c.

43 (1) KUHAP

b.

44 (2) KUHAP

d.

43 (2) KUHAP

HUKUM ACARA PIDANA

| 53

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 10)

Penempatan seseorang dalam suatu tempat tertentu guna kepentingan penyidikan , penuntutan dan pengadilan a.

Penangkapan

b.

Penahanan

c. d.

Penggeledahan

Pemeriksaan

Kunci Jawaban : 1b, 2d, 3c, 4a, 5d, 6a, 7b, 8b, 9b, 10b

Soal Uraian. 1)

Jelaskan pengertian pemanggilan

2)

Jelaskan tindakan yang dilakukan penyidik apabila yang dipanggil tidak datang dengan alasan sakit?

3)

Bagaimana ketentuan melakukan pemeriksaan terhadap saksi ?

4)

Apa pengertian dari penangkapan ?

5)

Siapa sajakah yang dapat dilakukan penangkapan ?

6)

Bagaimana cara melakukan penangkapan diluar wilayah hukum yang melebihi waktu 1 x 24 jam ?

7)

Jelaskan syarat dapat dilakukan penahanan ?

8)

Apa yang dimaksud dengan pembantaran ?

9)

Jelaskan perbedaan antara penangguhan dan pengalihan jenis tahanan

10)

Sebutkan benda apa saja yang dapat disita ? sebutkan dasar hukumnya

Modul

05

TINDAKAN KEPOLISIAN TERHADAP TERHADAP KEPALA/WAKIL KEPALA DAERAH DAN TERHADAP PIMPINAN/ANGGOTA DEWAN

6 JP (270 menit) HUKUM ACARA PIDANA

| 54

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

PENGANTAR Dalam bagian ini dibahas materi tentang tindakan Kepolisian terhadap terhadap Kepala / Wakil Kepala Daerah dan tindakan Kepolisian terhadap pimpinan/anggota Dewan, serta tindakan hukum terhadap aparat sipil di daerah.

KOMPETENSI DASAR Memahami tindakan Kepolisian terhadap terhadap Kepala / Wakil Kepala Daerah dan tindakan Kepolisian terhadap pimpinan/anggota Dewan serta tindakan hukum terhadap aparat sipil di daerah. Indikator Hasil Belajar : 1. 2. 3.

Menjelaskan tindakan Kepolisian terhadap Kepala / Wakil Kepala Daerah. Menjelaskan tindakan Kepolisian terhadap pimpinan/anggota Dewan. Tindakan hukum terhadap aparat sipil di daerah.

MATERI POKOK 1. Tindakan Kepolisian terhadap Kepala / Wakil Kepala Daerah. 2. Tindakan Kepolisian terhadap pimpinan/anggota Dewan. 3. Tindakan hukum terhadap aparat sipil di daerah.

METODE PEMBELAJARAN HUKUM ACARA PIDANA

| 55

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

1. Ceramah digunakan untuk Menjelaskan tentang : a. b.

Refleksi / a persepsi materi pertemuan sebelumnya Tindakan Kepolisian terhadap Kepala / Wakil Kepala Daerah. Tindakan Kepolisian terhadap pimpinan/anggota Dewan. Tindakan hukum terhadap aparat sipil di daerah.

c. d.

2. Brain Storming (Metode Curah Pendapat). Metode ini digunakan untuk membahas persoalan-persoalan yang berkaitan dengan Hukum Acara Pidana. 3. Tanya jawab berkaitan dengan materi Hukum Acara Pidana dan permasalahan-permasalahan teknis pelaksanaan Hukum Acara Pidana. 4. Metode pemberian tugas. Metode ini digunakan pada saat fasilitator meminta peserta untuk membaca naskah latihan 5. Metode Diskusi kelompok. Metode ini digunakan mendiskusikan hasil peserta perorangan menjadi hasil kelompok.

BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. b.

Bahan diskusi Materi bahan ajaran

2. Alat a. b. c. d. e. f.

Whiteboard Flipchart Kertas flifchart Komputer/ laptop LCD / screen Alat tulis

HUKUM ACARA PIDANA

| 56

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

PROSES PEMBELAJARAN 1. Tahap awal : 20 menit a. Refleksi pertemuan sebelumnya b. Gadik melaksanakan anev 2. Tahap inti : 230 menit a. Gadik Menjelaskan tindakan Kepolisian terhadap Kepala / Wakil Kepala Daerah. b. Gadik Menjelaskan tindakan Kepolisian terhadap pimpinan/ anggota Dewan. c. Tindakan hukum terhadap aparat sipil di daerah. 3. Tahap akhir : 20 menit a. Penguasaan materi : Gadik memberikan ulasan secara umum terkait dengan proses pembelajaran hasil diskusi. b. Cek penguasaan materi Dengan memberikan pertanyaan kepada peserta Didik terhadap materi yang telah diberikan.

TAGIHAN/TUGAS Tugas – tugas yang harus dikerjakan peserta didik : 1. Peserta didik mendiskusikan setiap materi yang telah diajarkan pendidik dan membuat laporan hasil pelaksanaan diskusi. 2. Peserta didik mengerjakan tugas baik secara individu maupun kelompok dan mengumpulkan kepada Gadik untuk penilaian penugasan.

LEMBAR KEGIATAN Peserta mengikuti perkuliahan yang diberikan oleh gadik menanyakan hal hal yang perlu penjelasan lebih lanjut dari gadik.

HUKUM ACARA PIDANA

dan

| 57

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

BAHAN BACAAN 1.

PENYIDIKAN TERHADAP KEPALA DAERAH

KEPALA

DAERAH

/

WAKIL

Tindakan Penyidikan terhadap Kepala daerah UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 90 menyatakan bahwa: (1) Tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan terhadap gubernur dan/atau wakil gubernur memerlukan persetujuan tertulis dari Presiden dan terhadap bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota memerlukan persetujuan tertulis dari Menteri. (2) Dalam hal persetujuan tertulis tidak diberikan, dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak diterimanya permohonan, dapat dilakukan proses penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan. (3) Tindakan penyidikan yang memerlukan persetujuan tertulis tersebut dikecualikan dalam hal: a. Tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau b. Disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara. (4) Tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan, setelah dilakukan wajib dilaporkan kepada Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur dan kepada Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota paling lambat dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan.

Tindakan Hukum terhadap Aparatur Sipil Negara di instansi daerah UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 384 menyatakan bahwa Penyidik memberitahukan kepada kepala daerah sebelum melakukan penyidikan terhadap aparatur sipil negara di instansi Daerah yang disangka melakukan pelanggaran hukum dalam pelaksanaan tugas. Ketentuan pemberitahuan penyidikan tidak berlaku apabila: a. Tertangkap tangan melakukan sesuatu tindak pidana;

HUKUM ACARA PIDANA

| 58

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI b. Disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; dan/atau c. Disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara. Pemberitahuan disampaikan kepada kepala daerah dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam. Masyarakat dapat menyampaikan pengaduan atas dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh aparatur sipil negara di instansi Daerah kepada Aparat Pengawas Internal Pemerintah dan/atau aparat penegak hokum dan wajib dilakukan pemeriksaan atas dugaan penyimpangan yang diadukan oleh masyarakat. Aparat penegak hukum melakukan pemeriksaan atas pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat setelah terlebih dahulu berkoodinasi dengan Aparat Pengawas Internal Pemerintah atau lembaga pemerintah nonkementerian yang membidangi pengawasan. Jika berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan bukti adanya penyimpangan yang bersifat administratif, proses lebih lanjut diserahkan kepada Aparat Pengawas Internal Pemerintah. Jika berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan bukti adanya penyimpangan yang bersifat pidana, proses lebih lanjut diserahkan kepada aparat penegak hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 2.

PENYIDIKAN TERHADAP ANGGOTA DEWAN

UU NO. 27 TAHUN 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Pasal 66 : (1) Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota MPR yang disangka melakukan tindak pidana harus mendapatkan persetujuan tertulis presiden. (2) dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan. (3) ketentuan sebagaimana dimaksud apabila anggota DPR :

pada

ayat (1) tidak berlaku

a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana, b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusian dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup ; atau

HUKUM ACARA PIDANA

| 59

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI c. disangka melakukan tindak pidana khusus. UU NO. 17 TAHUN 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD ( MD3 ) Pasal 245 : (1) pemanggilan dan permintaan keterangan utk penyidikan terhadap anggota dpr yg diduga mlkkan tp hrs mdptkan persetujuan tertulis mahkamah kehormatan dewan. (2) dalam hal persetujuan tertulis sbgmn dimaksud pd ayat (1) tdk diberikan oleh mahkamah kehormatan dewan paling lama 30 (tiga puluh ) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses pemanggilan dan permintaan keterangan utk penyidikan sbgmn di maksud pada ayat (1) dapat dilakukan. (3) ketentuan sbgmn dimaksud anggota DPR :

pada

ayat (1) tidak berlaku apabila

a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana, b. disangka melakukan tp kejahatan yg diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau tp kejahatan terhadap kemanusian dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yg cukup ; atau c. disangka melakukan tindak pidana khusus.

RANGKUMAN

HUKUM ACARA PIDANA

| 60

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

Tindakan Penyidikan terhadap Kepala Daearah / Wakil Kepala Daerah. Hal tersebut diatur dalam Pasal 90 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Tindakan Penyidikan terhadap anggota MPR,DPR,DPD,DPRD, Provinsi/ Kabupaten / Kota diatur dalam pasal 66 Undang-undang Nomor 27 tahun 2009, tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPD, DPR dan DPRD. Tindakan Hukum terhadap Aparatur Sipil Negara di instansi daerah diatur dalam Pasal 384 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

LATIHAN Test Formatif Petunjuk berilah tanda silang (X) pada jawaban yang anggap anda paling benar ! 1)

Ketentuan yang mengatur penyidikan terhadap Kepala / wakil Kepala Daerah :

2)

3)

4)

a.

Psl 36 UU No. 32 /2004

c.

Psl 7 KUHAP

b.

Psl 90 UU No. 23/ 2014

d.

Psl 9 KUHAP

Ketentuan yang mengatur penyidikan terhadap anggota Dewan a.

Psl 36 UU No, 32 / 2004

c.

Psl 4 KUHAP

b

Psl 66 UU No. 27 / 2009

d.

Psl 6 KUHAP

Penyidikan

yang dilanjutkan dengan penahanan terhadap Gubernur / Wakil Gubernur setelah ada persetujuan dari : a.

Presiden

c.

Menteri

b.

Wakil Presiden

d.

Kapolri

Setelah berapa lama Penyidikan dapat dilakukan apabila izin dari Presiden tidak diperoleh untuk penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan terhadap Gubernur :

5)

a.

30 Hari

c.

60 Hari

b.

50 Hari

d.

40 Hari

Penyidikan terhadap Anggota MPR, DPR, DPD harus ada

HUKUM ACARA PIDANA

| 61

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI persetujuan tertulis dari :

6)

a.

Presiden

c.

Menteri Kehakiman

b.

Wakil Presiden

d.

Kapolri

Penyidikan terhadap anggota DPRD Kabupaten Kota harus mendapat persetujuan dari : a.

Presiden

b.

Mendagri Atas nama Presiden

c.

Gubernur atas nama mendagri

d.

Wakil Presiden

7) Penyidikan terhadap anggota DPRD Kabupaten / Kota harus persetujuan:

8)

a.

Bupati

c.

Gubernur

b.

Walikota

d.

Gubernur atas nama Mendagri

Dikecualikan dari No. 5,6 dan 7 apabila anggota MPR, DPR , DPD dan DPRD Provinsi / Kabupaten/ Kota melakukan hal berikut kecuali : a.

Tertangkap tangan

c.

Tindak pidana Korupsi

b.

Terorisme

d.

Perzinahan

Kunci Jawaban : 1a , 2b, 3a , 4c , 5a , 6b , 7d , 8d

Soal Uraian 1)

Bagaimana ketentuan Penyidikan terhadap Kepala/ Wakil Kepala Daerah?

2)

Bagaimana ketentuan peyidikan terhadap anggota Dewan?

Modul HUKUM ACARA PIDANA

PRA PERADILAN | 62

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

06

4 JP (180 menit) PENGANTAR Dalam bagian ini dibahas materi tentang dasar hukum dan pengertian pra peradilan serta bagaimana cara menghadapi tuntutan pra peradilan terhadap tindakan yang telah dilakukan oleh penyidik serta bagaimana cara mengantisipasi terjadinya tuntutan pra peradilan

KOMPETENSI DASAR 1. Memahami persyaratan permintaan sidang pra peradilan Indikator hasil belajar : a. Menjelaskan dasar hukum dan pengertian pra peradilan b. Menjelaskan persyaratan permintaan pra peradilan 2. Memahami tuntutanpra peradilan Indikator hasil belajar : a. Menjelaskan cara menghadapi tuntutan pra peradilan b. Menjelaskan cara mengantisipasi terjadinya tuntutan pra peradilan

MATERI POKOK 1. Persyaratan permintaan pra peradilan. 2. Tuntutan pra peradilan.

METODE PEMBELAJARAN

HUKUM ACARA PIDANA

| 63

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

1. Ceramah digunakan untuk Menjelaskan tentang : a. Refleksi / a persepsi materi pertemuan sebelumnya b. Persyaratan permintaan pra peradilan 1) Dasar hukum dan pengertian pra peradilan 2) Persyaratan permintaan pra peradilan c. Tuntutan pra peradilan 1) Cara menghadapi tuntutan pra peradilan 2) Cara mengantisipasi tuntutan pra peradilan

BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Materi bahan ajaran b. UU no. 8 tahun 1981 c. Perkap no. 14 tahun 2012 tentang manajemen penyidikan 2. Alat a. b. d. e. f. g.

Whiteboard Flipchart Kertas flifchart Komputer/ laptop LCD / screen Alat tulis

PROSES PEMBELAJARAN 1. Tahap awal : 20 menit a. Refleksi pertemuan sebelumnya b. Gadik melaksanakan anev

2. Tahap inti : 230 menit

HUKUM ACARA PIDANA

| 64

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI a. Gadik Menjelaskan persyaratan permintaan pra peradilan.peserta memperhatikan, mencatat hal hal yang penting, bertanya jika ada materi yang belum dimengerti /dipahami. b. Gadik Menjelaskan tuntutan pra peradilan. Peserta memperhatikan, mencatat hal-hal yang penting, bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami. 3. Tahap akhir : 20 menit a. Penguasaan materi : Gadik memberikan ulasan secara umum terkaitdengan proses pembelajaran hasil diskusi. b. Cek penguasaan materi Dengan memberikan pertanyaan kepada peserta Didik berkait dengan materi yang telah diberikan.

TAGIHAN/TUGAS Tugas – tugas yang harus dikerjakan peserta didik : 1. Peserta didik mendiskusikan setiap materi yang telah diajarkan pendidik dan membuat laporan hasil pelaksanaan diskusi. 2. Peserta didik mengerjakan tugas baik secara individu maupun kelompok dan mengumpulkan kepada Gadik untuk penilaian penugasan.

LEMBAR KEGIATAN Peserta mengikuti perkuliahan yang diberikan oleh menanyakan hal hal yang perlu penjelasan dari gadik.

gadik

dan

BAHAN BACAAN HUKUM ACARA PIDANA

| 65

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

1.

Pengertian dan dasar hukum pra peradilan

Pra Peradilan pada hakekatnya merupakan salah satu bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan tindakan di bidang penyidikan dan atau penuntutan, sebagai sarana kontrol, maka Lembag Pra Peradilan melaksanakan pemeriksaan dan menuntut tuntutan Pra Peradilan menurut cara yangdiatur dalam UU Hukum Acara Pidana tentang : a. Sah tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan. b. Sah tidaknya penghentian Sidik atau penghentian penuntutan. c. Permintaan ganti kerugian/rehabilitasi.

Pengertian a. Pra peradilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam UU tentang : 1) Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya, atau pihak lain atas kuasa tersangka. 2) Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan tersangka/ keluarganya / pihak lain demi tegaknya hukum dan keadilan. 3) Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka / keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan. b. Ganti kerugian adalah hak seseorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntunannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan ditutut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan UU atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukumnya yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam UU. c. Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapatkan pemulihan hak nya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan kerena ditangkap, ditahan dituntut ataupun diadili tanpa alasan kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam UU. d. Penangkapan adalah suatu tindakan penyidikan berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidik atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam UU.

e. Penahanan adalah penempatan tersangka/ terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau Hakim dengan penetapannya dalam hal serta menurut cara yang diatur UU.

HUKUM ACARA PIDANA

| 66

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI f. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang dalam UU untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidanayang terjadi guna menemukan tersangkanya. g. Penghentian Penyidikan adalah dihentikannya penyidikan oleh penyidik karena peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka tidak cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana atau alasan demi hukum. h. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal menurut cara yang diatur dalam UU dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang Pengadilan.

Dasar hukum a. UU RI No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (LN. Tahun 1981 No. 76, No. 3209 ) b. UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI. c. Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP (LN. Tahun 1983 No. 36 Nomor 3258) d. Skep Kapolri No. Pol. : Skep / 674 / XI / 1998 tanggal 23 Nopember 1998 tentang Naskah sementara Buku Petunjuk Induk Reserse Polri. 2.

Persyaratan a. Lembaga yang menangani Pra Peradilan adalah Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa dan memutuskan tentang : 1) Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan (Pasal 77 huruf (a) KUHAP). 2) Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77 huruf (b) KUHAP). b. Tuntutan ganti kerugian ditunjukan oleh : 1) Tersangka terdakwa atau terpidana karena tindakan penangkapan, Penahanan, Penuntutan atau diadili atau dikenakan tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan UU atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukuman yang diterapkan. 2) Tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan UU atau karena kekeliruan orangnya, atau hukum yang

HUKUM ACARA PIDANA

| 67

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

c.

d.

e.

f.

g.

h.

diterapka yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan nya tanpa alasan yang berdasarkan UU atau kekeliruan mengenai orang / hukum yang diterapkan yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri diputuskan oleh Hakim praperadilan. Permintaan pemeriksa tentang syah atau tidaknya suatu penangkapan / penahanan nya diajukan oleh tersangka / keluarganya atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebut alasan (Pasal 79 KUHAP). Permintaan untuk pemeriksaan syah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan/penuntutan dapat dijukan oleh penyidik Penuntut Umum atau pihak ke tiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebut alasannya (Pasal 80 KUHAP). Dalam hal apakah suatu penahanan syah atau tidaknya menurut hukum tersangka atau keluarganya/Penasehat hukum dapat mengajukan hal itu kepada Pengadilan Negeri setempat untuk diadakan Praperadilan guna memperoleh putusan apakan penahanan atas diri tersangka menurut KUHAP (Pasal 24 yo pasal 30 KUHAP). Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak syahnya penangkapan atau penahanan atau akibat syah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan dengan menyebut alasannya (Pasal 80 KUHAP). Dalam pemeriksaan praperadilan hakim mendengar keterangan baik dari tersangka pemohon maupun dari pejabat yang berwenang (Pasal 82 (1) huruf b KUHAP). 1) Pemeriksaan pada Praperadilan dilakukan secara tepat dan selambat lambatnya selama 7 hari hakim harus sudah mengajukan putusannya (Pasal 82 (1 ) huruf c KUHAP). 2) Dalam hal hal suatu perkara sudah dimulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri sedangkan Pemeriksaan mengenai permintaan kepada Praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur (Pasal 82 ayat ( 1 ) huruf d KUHAP). 3) Putusan Praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada tingka pemriksaan oleh Penuntut Umum jika untuk itu diajukan permintaan baru (pasal 82 ayat (1) huruf e KUHAP). 4) Apabila putusan Praperadilan menetapkan penangkapan atau penahanan tidak syah maka penyidik harus segera membebaskan tersangka (Pasal 82 ayat (3) huruf a KUHAP). 5) Apabila putusan praperadilan menetapkan suatu penghentian pentidikan tidak syah maka penyidikan wajib dilanjutkan (Pasal 82 ayat (3) huruf b KUHAP).

HUKUM ACARA PIDANA

| 68

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

i.

j.

k.

l.

m.

n.

o.

p.

6) Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada terssngka atau dari siapa benda itu disita (Pasal 82 ayat (3) huruf d KUHAP). Ganti kerugian dapat diminta yang meliputi hal sebagaimana dimaksud didalam pasal 77 dan pasal 95 KUHAP (Pasal 82 ayat (4) KUHAP). Terhadap putusan praperadilan dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 79, pasal 80 dan pasal 81 KUHAP tidak dapat dimintakan banding (Pasal 83 ayat (1) KUHAP). Putusan praperadilan yang menetapkan tidak syahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dapat dimintakan putusan akhir ke Pengadilan Negeri dalam daerah hukum yang bersangkutan (Pasal 83 ayat (2) KUHAP). Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP hanya dapat diajukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima. (Pasal 7 ayat (1) PP Nomor 92 tahun 2015 tentang Perubahan kedua atas PP No. 27 Tahun 1983). Dalam hal tuntutan ganti kerugian tersebut diajukan terhadap perkara yang dihentikan pada tingkat penyidikan atau tingkat penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b KUHAP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung dari saat tanggal pemberitahuan penetapan praperadilan. (Pasal 7 Ayat (2) PP Nomor 92 tahun 2015 tentang Perubahan kedua atas PP No. 27 Tahun 1983). Salinan penetapan ganti kerugian diberikan kepada penyidik penuntut umum, direktorat Jenderal anggaran dalam hal ini Kantor Perbendaharaan Negara setempat (Pasal 10 ayat (2) PP. No. 27 Tahun 1983). Salinan Penetapan mengenai putusan rehabilitas diberikan antara lain kepada Penyidik (Pasal 13 ayat (2) PP No. 27 Tahun 1983). Pra Peradilan dalam tindak pidana koneksitas sebagaimana dimaksud Pasal 89 KUHAP didasarkan pada peraturan per UU an yang berlaku bagi masing – masing Peradilan (Pasal 16 PP. No. 27 Tahun 1983).

3. Persiapan dan Sasaran menghadapi pra peradilan a. Persiapan dalam menghadapi tuntutan pra peradilan Kegiatan yang perlu dilakukan dalam menghadapi tuntutan Pra Peradilan agar dapat berlangsung dengan baik adalah : 1) Menyiapkan /menunjuk penyidik yang melakukan penyidikan atau kuasa khusus / wakil yang akan tampil dalam sidang Pra Peradilan.

HUKUM ACARA PIDANA

| 69

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 2)

3)

4)

5)

Menyiapkan Sprin / Surat Kuasa Khusus dalam hal penyidik/ atasan penyidik mewakilkan Kepada pejabat Polri. Mempelajari ketentuan Pra Peradilan yang tercantum dalam KUHAP dan Peraturan Pelaksanaan khusus yang menyangkut kompetensi dari Pra Peradilan apakah tuntutan Pra Peradilan releven atau tidak. Menguasai Juknis dan Juklap / juknis penyidikan termasuk administrasi penyidikan yang merupakan penjabaran dan penerapan KUHAP maupun PT. Reserse. Mempelajari Berkas Perkaranya, terutama yang berkaitan dengan materi yang dimintakan Putusan pada Pra Peradilan.

b. Petugas yang tampil dalam sidang Pra Peradilan : 1) Penyidik yang berwenang mengeluarkan Perintah untuk melakukan tindakan dalam rangka penyidikan 2) Atasan Penyidik tersebut butir 1 3) Perwira yang ditunjuk untuk mewakili atau sebagai kuasa khusus. c. Sasaran 1) Dalam hal Pra Peradilan diminta terhadap syah tidaknya suatu penangkapan /penahanan yang telah dilakukan oleh penyidik Polri maka terhadap tuntutan tersebut harus dapat dibuktikan untuk hal – hal sebagai berikut a) Yang ditangkap adalah benar orang yang diduga keras berdasarkan bukti permulaan yang cukup, bahwa ia sebagai pelaku. b) Pelaksanaan Penangkapan telah dilakukan sesuai prosedur dan persyaratan yang ditetapkan antara lain (1) Dilakukan dengan sprin tugas dan sprin penangkapan atau sprin membawa kecuali tertangkap tangan yang memuat identitas tersangka dan uraian singkat tentang tindak pidana yang persangkakan setra tempat ia diperiksa. (2) Adanya tanda bukti penyerahan Sprin penangkapakepada yang bersangkutan maupun kepadakeluarganya serta distribusi lainnya sesuai Juklak (3) Adanya BA Penangkapan yang ditandatangani penyidik / penyidik pembantu/ penyelidik yang melakukan penangkapan atas perintah penyidik (4) Penagkapan diberitahukan kepada Kepala Desa / Lingkungan dimana tersangka bertempat tinggal.

HUKUM ACARA PIDANA

| 70

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

c) d)

e) f)

g)

h)

(5) Jangka waktu penangkapan tidak melebihi 1 ( sat ) hari dan dituangkan dalam BA Pemeriksaan. Penyidik tidak menghalang halangi tersangka menggunakan haknya. Dalam hal tertangkap tangan yang dilakukan oleh penyidik apakah benar benar pelaku yang melakukan tindak pidana yang dipersangkakan. Permintaan pemeriksa syah tidaknya suatu penahanan harus dapat dibuktikan bahwa : Orang yang ditahan telah melakukan tindak pidana yang memenuhi unsur – unsur pidana untuk dapat ditahan (tindakan penahanan tidak selalu didahului dengan tindakan penangkapan). Tersangka yang langsung dikenakan tindakan penahanan adalah orang yang diduga keras untuk memenuhi persyaratan unsur unsur pidana dikenakan penahanan. Persyaratan penahanan berdasarkan Pasal 21 (1) dan (4) KUHAP adalah :

Syarat Obyektif (1) Tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih. (2) Tindak pidana sebagai mana dimaksud dalam pasal 282 ayat (3) pasal 296, pasal 372, pasal 378, pasal 379a, pasal 453, pasal 506 KUHAP, pasal 25 dan pasal 26 Rechten Ordonantie (pelanggaran terhadap ordinantie bea dan cukai terakhir dirubah dengan STBL tahun 1931 No. 471 ) pasal 1, pasal 2 dan pasal 4 UU Tindak pidana imigrasi ( UU No. 8 dari tahun 1955 LN tahun 1955 No. 8 ), pasal 36 ayat 7, pasal 41, pasal 42, pasal 43, pasal 47 dan pasal 48 UU No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika ( LN Tahun 1976 No. 37, TLN No. 3086. Syarat Subyektif Adanya keadaan yang menimbulkan Kekhawatiran bahwa : (1) Tersangka akan melarikan diri, atau (2) Menghilangkan atau merusak Barang Bukti, atau (3) Mengulangi tindak pidana. i) Pelaksanaan penahanan telah dilakukan sesuai prosedur dan tata cara yang telah ditetapkan, ( Juklak atau Juklap ) antara lain : (1) Dilakukan dengan sprin penahanan yang memuat identitas tersangka, alasan penahanan dengan menguraikan secara singkat tindak pidana yang dipersangkakan menyebut tempat dimana dilakukan penahanan dan sprin penahanan ditandatangani oleh Kepala Kesatuan / Penyidik yang berwenang.

HUKUM ACARA PIDANA

| 71

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI (2)

Adanya tanda bukti penyerahan sprin penahanan kepada tersangka dan tembusan atau foto copynya kepada keluarganya serta distribusi – distribusi lainnya sesuai juklak penindakan. (3) Adanya Berita Acara penahanan yang ditandatangani oleh Penyidik dan yang ditahan. j) Selama dalam penahanan penyidik tidak menghalangi tersangka untuk menggunakan hak haknya sesuai dengan pasal 50 sampai dengan 68 KUHAP antara lain : (1) Hak untuk diberitahukan tentang penahanan atas dirinya. (4) Hak untuk menghubungi Penasehat Hukum dan menerima kunjungan keluarganya dan orang lain yang serumah dengan tersangka. (5) Khusus tersangka berkebangsaan asing untuk menghubungi perwakilan Negaranya. (6) Dalam jangka waktu 1 ( satu ) hari setelah melaksanakan penahanan tersangka wajib untuk mulai diperiksa. (7) Mengadakan hubungan melalui surat menyurat dengan Penasehat Hukum, atau keluarganya. (8) Menerima kunjungan dari dokter pribadi, keluarga, rohaniawan (9) Tersangka berhak segera mendapatkan pemeriksaan dari penyidik. (10) Dalam pemeriksaan pada tingkatan penyidikan tersangka berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik. (11) Guna kepentingan pembelaan tersangka berhak mendapat bantuan dari seseorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu Pemeriksaan. 1) Permintaan untuk memeriksa syah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan harus dapat membuktikan bahwa, penghentian syah karena : a) Tidak cukup bukti Penyidik harus dapat meyakinkan hakim Pra Pradilan bahwa setelah dilakukan upaya penyidikan ternyata tidak dapat dipenuhi persyarata pembuktian sesuai pasal 183 KUHAP, misalnya hanya dapat menemukan 1 orang bukti. b) Peristiwa tersebut ternyata bukan tindak pidana, penyidik harus dapat meyakinkan hakim Praperadilan bahwa setelah dianalisa tenyata unsur unsur tindak pidana yang dipersangkakan tidak terpenuhi sebagian atau seluruhnya. c) Penyidikan dihentikan demi hukum dalam hal antara lain: (1)

HUKUM ACARA PIDANA

Tersangka meninggal dunia kecuali ada ketentuan

| 72

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI khusus dalam UU tertentu penyidik harus dapat membuktikan bahwa tersangka benar benar meninggal dunia dengan keterangan Lurah/Kepala Desa Ketua Lingkungan atau surat Keterangan kematian dari Rumah Sakit (2) Peristiwa tersebut kadaluarsa Perkara tersebut telah kadaluars penuntutannya yaitu telah memenuhi tenggang waktu kadaluarsa sebagimana diatur dalam pasal 78 KUHAP buku satu sebagai berikut : (a) Sesudah 1 tahun bila perkara tersebut mengenaisemua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan. (b) Sesudah 6 tahun bila perkara tersebut mengenai kejahatan yang dincam dengan denda kurungan atau pidana penjara paling lama 3 tahun. (c) Sesudah 12 Tahun mengenai kejahatan yang dincam dengan pidana penjara lebih dari 3 tahun. (d) Sesudah 18 Tahun mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup. (3)

Pengaduan dicabut kembali (a) Perkara tersebut termasuk tindak pidaAduan (b) Pengaduan tersebut dicabut kembali oleh pengadu dengan penyitaan tertulisdandibuatkan berita acaranya

(4)

Tindak pidana tersebut telah ada putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka yang sidik diketahui kemudian sama dengan tindak pidana yang pernah diputus oleh Pengadilan dan telah mempunyai ketetapan hukum yang pasti (Petikan Surat Keputusan)Pengadilan ). 2) Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitas akibat tidak syah nya penangkapan, akibat tidak syahnya penghentian penyidikan atau tindakan lain yang tanpa alasan berdasarkan UU kekeliruan mengenai orangnya/ penerapan hukumnya yang perkara tak diajukan ke Pengadilan Negeri : a) Hakim perlu diberikan bukti - bukti yang dapat meyakinkan bahwa tindakan tindakan yang dilakukan adalah dalam rangka penyidikan semata mata yang peleksanaannya dilakukan dengan itikad baik. b) Pengajuan tuntutan ganti kerugian dan rehabilitas dapat

HUKUM ACARA PIDANA

| 73

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI dibuktikan telah melalpaui tenggang waktu ditentukan oleh peraturan per undang-undangan.

yang

d. Usaha-usaha yang perlu dilakukan dalam rangka mengajukan Pra peradilan terhadap syah tidaknya suatu penghentian penuntutan : 1) Penuntut Umum tetap pada pendapatnya walaupun penyidik telah melakukan usaha pendekatan konsultasi dalam meyakinkannya, bahwa berkas perkara telah lengkap serta memenuhi persyaratan untuk dilimpahkan ke Pengadilan sehingga dianggap perlu untuk mengajukan tuntutan Pra Peradilan. 2) Tak ada alasan untuk menghentikan tuntutan karena Terdapat Cukup Bukti bahwa telah dipenuhi sekurang kurangnya dengan 2 ( dua ) alat bukti yang syah. 3) Perbuatan tersangka adalah tindak pidana telah memenuhi unsur unsur pasal pidana yang dipersangkakan kepadanya. 4) Tak ada alasan untuk menghentikan penuntutan demi hukum : (a) Tersangka masih hidup (b) Belum kadaluarsa penuntutannya (c) Tidak ada pencabutan pengaduan (d) Terhadap tindak pidana yang dipersang kakan belum ada putusan hakim yang mempunyai ketetapan hukum tetap. e. Hal hal yang perlu diperhatikan : 1) Pada Prinsipnya tuntutan Pra peradilan sejauh mungkin harus dihindari yaitu dengan melaksanakan tugas penyidikan dengan sebaik baiknya berdasarkan per-UU–an yang berlaku dan petunjuk yang syah serta meningkatkan hubungan kerja sama antar penegak hukum. 2) Dengan melaksanakan upaya dalam menghadapi pra peradila agar terhindar dari kemungkinan pembebanan gantu rugi dan atau rehabilitas yang diakibatkan oleh putusan pra peradilan. 3) Untuk menggugurkan tuntutan Pra Peradilan penyidik harus secepatnya menyelesaikan dan menyerahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum dan permintaan untuk segera dilimpahkan ke Pengadilan dan mengadakan pendekatan dengan Pihak Pengadilan agar perkara pokok nya sudah mulai diperiksa selambat lambatnya sebelum dijatuhkan putusan Pra Peradilan. 3) Terhadap tersangka yang tidak ditahan Penyidik jangan terlalu cepat melakukan tindakan penghentian penyidikan apabila kelengkapan berkas perkara belum dipenuhi, tetapi cukup dengan menunda proses penyelidikan sambil melakukan penyelidikan agar bukti tambahan yang diperlukan dapat dipenuhi 4) Pelajari surat permintaan dan berkas Pra Peradilan dari yang

HUKUM ACARA PIDANA

| 74

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI bersangkutan guna menyusun tangkisannya. 5) Mempelajari surat penetapan penghen tian penuntutan dan berkas perkara guna menyiapkan surat permintaan tuntutan Pra Peradilan bahwa penghentian tuntutan tidak syah. 6) Mempelajari penetapan Pra Peradila yang menentukan tidak syahnya penghentian penyidikan guna menyiapkan surat permintaan putusan akhir kepada Pengadilan Tinggi. 7) Melaporkan setiap keputusan Pra Peradilan secara Hirarki kepada Kepada Kepala Reserse Polri dan tembusannya kepada Kadiskum Polri dan Kadiskum Polda. 4. Upaya mengantisipasi tuntutan pra peradilan a) Pelaksanaan penyidikan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta sesuai dengan manajemen penyidikan yang benar mulai dari persiapan,pengorganisasian,pelaksanaan maupun wasdalnya. b) mempertanggung jawabkan penyidikan dengan administrasi penyidikan yang benar dan sesuai ketentuan KUHAP.

RANGKUMAN Sebagai penyidik utama Polri dituntut dapat melakukan penyidikan secara profesional dan mampu untuk meminimalisai kesalahan dalam proses penyidikan sehingga dapat dihindari adanya tuntutan pra peadilan dari pihak pihak yang tidak puas terhadap kinerja penyidik. Apabila terjadi tuntutan pra peradilan maka penyidik harus mampu menghadapi tuntutan tersebut secara profesional pula.

HUKUM ACARA PIDANA

| 75

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

LATIHAN Test Formatif Petunjuk : berilah tanda (X) pada jawaban yang anda anggap paling tepat ! 1. Lembaga Pra Peradilan melakukan pemeriksaan dan menuntut pra peradilan menurut cara yang diatur dalam UU Hukum Acara Pidana tentang a.

Sah tidaknya suatu pemanggilan dan pemeriksaan.

b.

Sah tidaknya penyidik dalam melakukan pemeriksaan.

c.

Sah tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan

d.

Semua Benar.

2. Pemeriksaan pada Pra Peradilan dilakukan secara cepat dan selambat – lambatnya 7 (tujuh) hari Hakim harus sudah menjatuhkan putusannya. a.

Pasal 80 (1) huruf a KUHAP

b.

Pasal 81 (1) huruf b KUHAP

c.

Pasal 83 (1) huruf a KUHAP

d.

Pasal 82 (1) huruf b KUHAP

3. Dalam suatu perkara sudah dimulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri sedangkan Pemeriksaan mengenai permintaan kepada Pra Peradilan belum selesai, maka : a.

Permintaan tersebut gugur

b.

Permintaan tersebut tidak dilanjutkan

c.

Permintaan tersebut diproses

d.

Semua salah

4. Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanannya

tanpa alasan

yang berdasarkan UU atau

kekeliruan mengenai orang / hukum yang diterapkan dengan perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri diputuskan oleh a. Hakim Pengadilan Negeri

HUKUM ACARA PIDANA

| 76

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI b. Hakim Pengadilan Tinggi c. Hakim Pra Peradilan d. Semua Benar 5. Lembaga yang menangani dan yang berwenang memeriksa serta memutuskan Pra Peradilan adalah a.

Pengadilan Negeri

b.

Pengadilan Tinggi

c.

Mahkamah Agung

d.

Salah semua

6. Putusan

Pra

Peradilan

yang

menetapkan

tidak

syahnya

penghentian penyidikan dapat dimintakan putusan akhir ke Pengadilan Negeri dalam daerah hukum yang bersangkutan a.

Pasal 83 ayat (2) KUHAP

b.

Pasal 84 ayat (2) KUHAP

c.

Pasal 85 ayat (2) KUHAP

d.

Semuanya benar

7. Pengaduan dicabut kembali a.

Perkara tersebut termasuk tindak pidana

b.

Pengaduan tersebut dicabut kembali

c.

Perkara tersebut termasuk tindak pidana aduan dan pengaduan tersebut dicabut kembali oleh si

pengadu

dengan pernyataan tertulis dan dibuat BA nya d.

a,b benar

8. Permintaan

pemeriksa

tentang

sayah

tidaknya

suatu

penangkapan / penahanannya diajukan oleh tersangka / keluarganya atau kuasa hukumnya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebut alasan a.

Pasal 77 KUHAP

b.

Pasal 78 KUHAP

c.

Pasal 79 KUHAP

d.

Pasal 80 KUHAP

9. Salah satu hak – hak tersangka adalah a.

Pada tingkat penyidik dituntut adanya pengakuan

HUKUM ACARA PIDANA

| 77

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI b.

Menunggu penasehat hukum sebelum diperiksa penyidik

c.

Menerima kunjungan dokter pribadi, keluarga dan

Rohaniawan d.

a, b, benar

10. Syarat subjektif a.

Tersangka akan melarikan diri

b.

Menghilangkan atau merusak barang bukti

c.

Mengulangi tindak pidana

d.

a, b, c, benar

Uraian Singkat 1. Jelaskan pengertian Pra Peradilan ! 2. Tuntutan ganti kerugian diajukan oleh siapa, jelaskan ! 3. Sebutkan petugas yang tampil dalam sidang Pra Peradilan ! 4. Apa yang dimaksud dengan penuntutan ! 5. Sebutkan penggolongan dalam rangka menghadapi dan atau pengajuan tuntutan Pra Peradilan

HUKUM ACARA PIDANA

| 78

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

ORIENTASI PENUNTUTAN

Modul

07

4 JP (180 menit) PENGANTAR Dalam bagian ini dibahas materi tentangorientasi penuntutan, wewenang penuntut umum, serta bentuk- bentuk surat dakwaan.

KOMPETENSI DASAR Memahami orientasi penuntutan, wewenang, serta bentuk-bentuk surat dakwaan. Indikator Hasil Belajar : 1.

Dapat menjelaskan pengertian penuntutan.

2.

Dapat menjelaskan wewenang penuntut umum.

3.

Dapat menjelaskan bentuk-bentuk surat dakwaan.

MATERI POKOK 1.

2. 3.

pengertian penuntutan. wewenang penuntut umum. bentuk-bentuk surat dakwaan.

HUKUM ACARA PIDANA

| 79

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

METODE PEMBELAJARAN 1. Ceramah digunakan untuk Menjelaskan tentang : a. Refleksi / a persepsi terhadap materi pertemuan sebelumnya b. Orientasi penuntutan 1) Pengertian penuntutan 2) Wewenang penuntut umum 3) Bentuk-bentuk surat dakwaan. 2. Brain Storming (Metode Curah Pendapat). Metode ini digunakan untuk membahas persoalan-persoalan yang berkaitan dengan Orientasi penuntutan. 3. Tanya jawab berkaitan dengan materi Hukum Acara Pidana dan permasalahan-permasalahan penuntutan tindak pidana. 4. Metode pemberian tugas. Metode ini digunakan pada saat fasilitator meminta peserta untuk membaca naskah latihan

BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Modul. b. Materi bahan ajar 2. Alat a. Whiteboard b. Flipchart c. Kertas flipchart d. Komputer/laptop e. LCD dan screen f. Alat tulis

HUKUM ACARA PIDANA

| 80

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

PROSES PEMBELAJARAN 1. Tahap awal : 20 menit a. b.

Refleksi pertemuan sebelumnya Gadik melaksanakan anev

2. Tahap inti : 240 menit a. Gadik Menjelaskan Pengertian penuntutan. peserta memperhatikan, mencatat hal hal yang penting, bertanya jika ada materi yang belum dimengerti /dipahami. peserta memperhatikan, mencatat hal hal yang penting, bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami. b.

Gadik Menjelaskan wewenang penuntut umum.

c.

Gadik menjelaskan tentang bentuk-bentuk surat dakwaan. peserta memperhatikan, mencatat hal hal yang penting, bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami.

3. Tahap akhir : 20 menit a. Penguasaan materi : Gadik memberikan ulasan secara umum terkait dengan proses pembelajaran hasil diskusi. b. Cek penguasaan materi Dengan metode pengujian hasil kerja kelompokmaupun perorangan.

TAGIHAN/TUGAS Peserta didik mencari contoh bentuk-bentuk surat dakwaan.

HUKUM ACARA PIDANA

| 81

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

LEMBAR KEGIATAN Peserta mengikuti perkuliahan yang diberikan oleh gadik menanyakan hal hal yang perlu penjelasan lebih lanjut dari gadik.

dan

BAHAN BACAAN 1.

PENUNTUTAN

Menurut pasal 1 butir 7 KUHAP , penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan yang berwenang dalam hal memuat cara yang diatur dalam KUHAP, dengan permintaan supaya di periksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Dalam rangka mempersiapkan tindakan penuntutan , penuntut umum mempunyai wewenang . 2.

WEWENANG PENUNTUT UMUM

a.

Menerima pemberi tahuan dari Penyidik dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindakan pidana ( Pasal 109 (10 ) dan pemberitahuan dari penyidik maupun penyidik PNS yang diamksud oleh Pasal 6 ayat (1) huruf b, mengenai penyidikan di hentikan dari hukum.

b.

Menerima berkas berkara dari penyidik dalam tahap pertama dan kedua sebagaimana di maksud pasal 8 (3) huruf (a) dan (b) dalam hal untuk mempelajari dan di telitinya.

c.

Mengadakan Pra penuntutan (Pasal 14 huruf b ) dengan memperhatikan ketentuan materi pasal 110 (3) , (4) dan Pasal 138 (1), (2) KUHAP.

d.

Memberikan perpanjangan penahanan ( Pasal 24 (2), melakukan penahanan dan penahanan lanjutan ( Pasal 20 (2) , 21e , (Pasal 25 dan 29 ) melakukan penahanan rumah ( Pasal 22 (2), penahanan kota ( Pasal 22 (3) , serta mengalihkan jenis penahanan ( Pasal 23 KUHAP).

e.

Atas permintaan tersangka / terdakwa mengadakan penangguhan penahanan dalam hal tersangka / terdakwa melanggar syarat yang di tentukan ( Pasal 31 ). Mengadakan Penjualan lelang benda sitaan yang lekas rusak atau membahayakan karena tidak mungkin untuk disimpan

f.

HUKUM ACARA PIDANA

| 82

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI sampai putusan pengadilan terhadap perkara itu memproleh kekuatan hukum tetap atau mengamankannya dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya( Pasal 45 (1) KUHAP. g.

Melarang atau mengurangi kebebasan hubungan antara penasehat hukum dengan tersangka sebagai akibat disalah gunakan haknya ( pasal 70 (4),mengenai hubunggan penasehat hukum dengan tersangka tanpa mendegar isi pembicaraan (pasal 7 (2), pengurangan kebebasan hubungan antara penasehat hukum dan tersangka tersebut dilarang, apabila perkara-perkara itu telah dilimpahkan penuntut umum kepengadilan Negeri untuk disidangkan ( pasal 74 ) KUHAP

h.

Meminta dilakukan Pra Peradilan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan oleh penyidik ( pasal 80 )

i.

Dalam perkara koneksitas, karena pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum,mak penuntut umum menerima penyerahan perkara dari oditur militer dan selanjutnya dijadikan dasar untuk mengajukan perkara tersebut kepada pengadilan yang berwenang ( pasal 91 (1),

j.

Menentukan sikap apakah suatu berkas perkara telah memenuhi persiapan atau tidak untuk dilimpahkan kepengadilan (pasal 139 )

k.

Apabila penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan,maka dalam waktu secepatnya ia membuka surat dakwaan ( pasal 140 (1),

l.

Membuat surat penetapan penghentian penuntutan ( pasal 140 (1),

m.

Membuat surat penetapan penghentian penuntutan ( pasal 140 (1) huruf a) karena : Tidak terdapat cukup bukti Peristiwa tersebut bukan tindak pidana Perkara ditutup demi hukum.

   n.

Melanjutkan penuntutan terhadap tersangka sebagaimana tersebut pada angka 12 karena terdapat alasan baru (140 ayat (2) huruf d)

o.

Mengadakan pemecahan penuntutan ( Splitsing ) terhadap berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang dilakuakan beberapa orang tersangka (pasal142)

p.

Melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri dengan disertai Surat dakwaan beserta berkas perkara (pasal 143 (1).

HUKUM ACARA PIDANA

| 83

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

q.

Membuat surat dakwaan ( pasal 143 (3)

r.

Untuk maksud penyempurnaan atau tidak melanjutkan penuntutan,penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hasil sidang / selambatlambatnya 7 hari sebelum sidang dimulai (pasal 144 ) KUHAP.

3.

BENTUK-BENTUK SURAT DAKWAAN

3.1

Dakwaan Tunggal.



Dalam surat dakwaan ini terdakwa didakwa serta perbuatan saja tanpa diikuti dengan dakwaan-dakwaan lain.



Bentuk Dakwaan jarang dipergunakan kecuali dalam perkara pidana yang sipatnya ringan, sebab mengandung resiko jika dakwaan tidak dapat dibuktikan, maka terdakwa akan dibebaskan dan dalam hal ini sukar bagi jaksa untuk menuntut yang kedua kalinya. Hakim akan menolak tuntutan Jaksa atas dasar Ne Bis Indem.

3.2

Dakwaan Alternatif



Dalam surat dakwaan ini terhadap terdakwa secara faktual didakwakan lebih dari 1 tindak pidana , tetapi pada hakekatnya ia hanya didakwa atau di persalahkan satu tindak pidana saja. Jadi dakwaan-dakwaan tersebut merupakan alternatif dakwaan apabila menurut hasil pemeriksaan, Jaksa masih meragukan jenis tindak pidana pada yang tepat harus di dakwakan.



Tujuan pembuatan dakwaan Alternatif adalah :  Mengantisipasi lolosnya seseorang dari pertanggung jawaban hukum  Memberi Alternatif pilihan bagi Hakim untuk menentukan pasal yang tepat dalam pengambilan putusan . 3.3

Dakwaan Subsider

Dalam surat dakwaan ini yang disesuaikan lebih dari satu , tapi diharapkan terdakwa di jerat satu dari pasal tersebut, sehingga konsekwensi pembuktiannya apabila salah satu dakwaan terhenti , maka dakwaan-dakwaan selanjutnya tidak perlu di buktikan lagi Yang disusun dari Pasal yang diancam hukumannya terberat keyang lebih ringan. 3.4

Dakwaan Kumulatif

Dalam Surat dakwaan ini , terdakwa didakwakan beberapa tindak pidana sekaligus dan masing –masing tindak pidana berdiri sendiri–sendiri, sehingga dakwaan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya masingmasing harus dibuktikan. Jadi dalam dakwaan ini tidak menutup

HUKUM ACARA PIDANA

| 84

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI kemungkinan ada dakwaan yang di jatuhkan putusan pidana, ada yang di bebaskan bahkan apabila ada dakwaan yang dibatalkan , maka dakwaan lain tetap berlaku. 3.5

Dakwaan Campuran

Dakwaan ini dapat berupa gabungan antara :  Kumulatif dan Alternatif  Kumulatif dan Subsider

RANGKUMAN penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan yang berwenang dalam hal memuat cara yang diatur dalam KUHAP, dengan permintaan supaya di periksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Ada 5 bentuk surat dakwaan, yaitu : 1. Dakwaan Tunggal. Dalam surat dakwaan ini terdakwa didakwa serta perbuatan saja tanpa diikuti dengan dakwaan-dakwaan lain. 2. Dakwaan Alternatif Dalam surat dakwaan ini terhadap terdakwa secara faktual didakwakan lebih dari 1 tindak pidana , tetapi pada hakekatnya ia hanya didakwa atau di persalahkan satu tindak pidana saja. 3. Dakwaan Subsider Dalam surat dakwaan ini yang disesuaikan lebih dari satu , tapi diharapkan terdakwa di jerat satu dari pasal tersebut, sehingga konsekwensi pembuktiannya apabila salah satu dakwaan terhenti , maka dakwaan-dakwaan selanjutnya tidak perlu di buktikan lagi Yang disusun dari Pasal yang diancam hukumannya terberat keyang lebih ringan. 4. Dakwaan Kumulatif Dalam Surat dakwaan ini , terdakwa didakwakan beberapa tindak pidana sekaligus dan masing –masing tindak pidana berdiri sendiri– sendiri, sehingga dakwaan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya masing-masing harus dibuktikan. Jadi dalam dakwaan ini tidak menutup kemungkinan ada dakwaan yang di jatuhkan putusan pidana, ada yang di bebaskan bahkan apabila ada dakwaan yang dibatalkan , maka dakwaan lain tetap berlaku. 5. Dakwaan Campuran Dakwaan ini dapat berupa gabungan antara Kumulatif dan Alternatif atau Kumulatif dan Subsider

HUKUM ACARA PIDANA

| 85

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

LATIHAN Test Formatif Petunjuk : berilah tanda (X) pada jawaban yang anda anggap paling tepat !

1)

2)

3)

Wewenang penuntut umum :

a.

Menerima Laporan dari pengadilan

b.

Membuat surat Dakwaan

c.

Melakukan Penuntutan

d.

B dan c benar

Bentuk – bentuk dakwaan a.

Dakwaan tunggal

b.

Dakwaan Alternatif

c.

Dakwaan Kumulatif

d.

Ketiganya benar

Tindakan Penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim Pengadilan disebut :

4)

a.

Penyelidikan

b.

Penyidikan

c.

Penuntutan

d.

Pra Penuntutan

Setelah Penuntut umum menerima berkas perkara dari penyidik maka penuntut umum harus meneliti dan mempelajarinya dalam waktu a.

7 Hari max 14 hari

b.

7 Hari Max 13 hari

c.

7 Hari Max 12 Hari

d.

7 Hari sampai selesai

HUKUM ACARA PIDANA

| 86

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

5)

Terhadap penahanan yang dilakukan oleh penyidik, penuntut umum berwenang untuk memberikan :

6)

a.

Penangguhan penahanan

b.

Pengeluaran tahanan

c.

Penghentian penahanan

d.

Perpanjangan penahanan

Apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan dapt di lakukan penuntutan maka penuntut umum menyiapkan :

7)

a.

Eksepsi

b.

Replik

c.

Surat Dakwaan

d.

Duplik

Surat Dakwaan yang disusun dari Pasal yang diancam hukuman terberat ke yang lebih ringan disebut dakwaan :

8)

a.

Tunggal

b.

Alternatif

c.

Subsidair

d.

Kumulatif

Surat Dakwaan yang secara factual didakwa lebih dari satu tindak pidana tetapi hakekatnya ia hanya di dakwa satu tindak pidana saja di sebut dakwaan :

8)

a.

Subsidair

b.

Tunggal

c.

Alternatif

d.

Kombinasi

Apabila seseorang didakwa beberapa tindak pidana sekaligus dan masing –masing tindak pidana itu berdiri sendiri –sendiri maka penuntut akan membuat surat dakwaan : a.

Tunggal

b.

Kombinasi

c.

Kumulatif

d.

Alternatif

HUKUM ACARA PIDANA

| 87

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

9)

Penuntut Umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan sidang di mulai, untuk paling lama : a.

7 Hari

b.

8 Hari

c.

9 Hari

d.

10 Hari

Kunci Jawaban : 1c , 2d , 3c , 4a , 5d ,6c , 7c , 8c , 9c , 10a

Soal Uraian 1)

Jelaskan pengertian penuntutan ?

2)

Sebutkan 5 (lima ) wewenang dari Penuntut Umum ?

3)

Jelaskan perbedaan antara Dakwaan Alternatif dan Subsidair ?

4)

Apa tujuan dari Pembuatan Dakwaan ?

5)

Jelaskan apa yang dimaksud dengan dakwaan Kumulatif ?

HUKUM ACARA PIDANA

| 88

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

ORIENTASI PERADILAN

Modul

08

4 JP (180 menit) PENGANTAR Dalam bagian ini dibahas materi tentang orientasi peradilan yang meliputi Acara Pemeriksaan, Sistem Pembuktian, Jenis Putusan dan Upaya Hukum.

KOMPETENSI DASAR Memahami orientasi peradilan yang meliputi Acara Pemeriksaan, Sistem Pembuktian, Jenis Putusan dan Upaya Hukum. Indikator Hasil Belajar : 1.

Dapat menjelaskan pengertian Acara Pemeriksaan.

2.

Dapat menjelaskan pengertian Sistem Pembuktian.

3.

Dapat menjelaskan pengertian Jenis Putusan.

4.

Dapat menjelaskan pengertian Upaya Hukum.

MATERI POKOK Orientasi peradilan yang meliputi : 1. Acara Pemeriksaan, 2. Sistem Pembuktian, 3. Jenis Putusan 4. Upaya Hukum.

HUKUM ACARA PIDANA

| 89

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

METODE PEMBELAJARAN 1.

Ceramah digunakan untuk peradilan yang meliputi : a. Acara Pemeriksaan, b. Sistem Pembuktian, c. Jenis Putusan d. Upaya Hukum.

Menjelaskan

tentang

Orientasi

2. Brain Storming (Metode Curah Pendapat). Metode ini digunakan untuk membahas persoalan-persoalan yang berkaitan dengan Orientasi Peradilan. 3. Tanya jawab berkaitan dengan materi Hukum Acara Pidana dan permasalahan-permasalahan orientasi peradilan. 4. Metode pemberian tugas. Metode ini digunakan pada saat fasilitator meminta peserta untuk membaca naskah latihan

BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Modul b. Materi bahan ajar 2. Alat a. Whiteboard b. Flipchart c. Kertas flipchart d. Komputer/laptop e. LCD dan screen f. Alat tulis

HUKUM ACARA PIDANA

| 90

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

PROSES PEMBELAJARAN 1.

Tahap awal : 20 menit a. b.

Refleksi pertemuan sebelumnya Gadik melaksanakan anev

2. Tahap inti : 240 menit a. Gadik Menjelaskan Acara pemeriksaan di pengadilan. peserta memperhatikan, mencatat hal hal yang penting, bertanya jika ada materi yang belum dimengerti /dipahami. peserta memperhatikan, mencatat hal hal yang penting, bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami. b.

Gadik Menjelaskan Pembuktian dalam perkara pidana di pengadilan.

c.

Gadik menjelaskan tentang Jenis-jenis putusan. peserta memperhatikan, mencatat hal hal yang penting, bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami. Gadik menjelaskan tentang Upaya Hukum terhadap putusan pengadilan. peserta memperhatikan, mencatat hal hal yang penting, bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami.

d.

3. Tahap akhir : 20 menit a. Penguasaan materi : Gadik memberikan ulasan secara umum terkait dengan proses pembelajaran hasil diskusi. b. Cek penguasaan materi Dengan metode pengujian hasil kerja kelompokmaupun perorangan.

HUKUM ACARA PIDANA

| 91

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

TAGIHAN/TUGAS Tugas – tugas yang harus dikerjakan peserta didik : 1. Peserta didik mendiskusikan setiap materi yang telah diajarkan pendidik dan membuat laporan hasil pelaksanaan diskusi. 2. Peserta didik mengerjakan tugas baik secara individu maupun kelompok dan mengumpulkan kepada Gadik untuk penilaian penugasan.

LEMBAR KEGIATAN Peserta mengikuti perkuliahan yang diberikan oleh gadik menanyakan hal hal yang perlu penjelasan lebih lanjut dari gadik.

dan

BAHAN BACAAN 1. PEMERIKSAAN DISIDANG PENGADILAN Dalam KUHAP, ada 3 jenis acara pemeriksaan di sidang pengadilan, antara lain :   

Acara pemeriksaan bisa diatur dalam pasal 152 s/d 202 KUHAP Acara pemeriksaan singkat diatur dalam pasal 203 s/d 204 KUHAP Acara pemeriksaan cepat diatur dalam pasal 205 s/d 216 KUHAP.

Acara pemeriksaan cepat dibagi menjadi :  Paragraf 1 : Acara pemeriksaan tindak pidana ( pasal 205 s/d 210 KUHAP ).  Paragraf 2 : Acara pemeriksaan perkara pelanggaran Lalu Lintas jalan ( pasal 211 s/d 216 KUHAP )

HUKUM ACARA PIDANA

| 92

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI ACARA PEMERIKSAAN BIASA Azas yang mengatur perlindungan terhadap keluruhan harkat dan artabat mahasiswa antara lain disyaratkan dalam UU pokok kekuasaan kehakiman ( UU No. 14 tahun 1970, pada pasal 8 yang berbunyi : ) Setiap orang yang tersangka, ditangkap ditahan, dituntut atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahan terdakwa dan memperoleh kekuatan tetap. Sedangkan dengan ketentuan tersebut yang menjadi salah satu landasan terciptanya KUHAP. Penuntut umum sesuai wewenang melimpahkan perkara ke Pengadilan ( pasal 14 ) Berhasilnya penuntutan perkara disidang pengadilan tidak terlepas dari hasil penyidikan yang telah lengkap. Apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan telah lengkap dan dapat dilakukan penuntutan ( pasal 140 ayat 1 ), Penuntut Umum melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai surat dakwaan ( pasal 143 ayat 1 ). Mengingat terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan ( pasai 150 ayat 3 ),setelah Ketua Pengadilan Negeri menerima perkara dari Penuntut umum dan mempelajarinya yang dan dipimpinnya, ia menunjuk Hakim ( Hakim Majelis ) untuk menetapkan hari sidang ( pasal 152 ayat 1 ). Ada kalanya Ketua Pengadilan Negeri berpendapat bahwa perkara ayang dilimpahkan penuntut umum tidak termasuk wewenang yang dipimpinnya. Jika hal ini terjadi, kemungkinan Ketua Pengadilan negeri mengambil sikap :  

Menyerahkan surat pelimpahan perkara tersebut kepada Pengadilan Negeri lain yang dianggap berwenang mengadilinya dengan surat penetapan yang memuat alasannya. Menyerahkan kembali syarat pelimpahan perkara tersebut kepada Pengadilan Negeri yang bersangkutan melimpahkan kepada Kejaksaan Negeri ditempat Pengadilan Negeri yang tercantum dalam surat penetapan ( pasal 148 ayat 1 dan 2 ).

Apabila Penuntut Umum berkeberatan terhadap surat penetapan Pengadilan Negeri, Penuntut Umum dalam waktu 7 hari mengajukan perlawanan kepada Pengadilan Tinggi. Kembali kepada pemeriksaan sidang Pengadilan Negeri, Penuntut Umum masih mempunyai kesempatan untuk mengubah surat dakwaan walaupun perkara telah dilimpahkan ke pengadilan sesuai dengan ketentuan pasal 144 yang menyatakan :

HUKUM ACARA PIDANA

| 93

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI



 

Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadila menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya. Pengubah surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya 7 hari sebelum dimulai. Dalam hal penuntut Umum mengubah surat dakwaan ia menyampaikan tuntutannya kepada tersangka atau penasehat Hukum dan penyidik.

Untuk memperlancar jalannya pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa, saksi, barang bukti dan lain sebagainya harus telah ada pengadilan( pasal 152 ayat 2). Kewajiban Penuntut Umum menghadirkan saksi, terdakwa, barang bukti, dan sebagainya, adakalanya dihadapkan permasalahan antara lain :   

Diperlukan pengawalan untuk mengawal terdakwa yang dijemput dari rumah tahanan negara. Diperlukan bantuan penyidik untuk menyampaikan surat penggadilan kepada aki atau kepad terdakwa yang tidak ditahan yang bertempat tinggal diluar Ibu Kota Kabupaten. Diperlukan bantuan penyidik untuk mengambil barang bukti yang dititipkan di Bank.

Mengingat tanggung jawab penyidik telah belalih pada Penuntut Umum, yaitu dalam hal penyidik sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka atau barang bukti kepada Penuntut umum, bukanlah berarti tanggung jawab penyidik telah selesai dan tidak ada sangkut pautnya dengan proses persidangan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, telah ada instruksi bersama Jaksa Agung RI dan Kepolisian RI No. INSTR-066/J.A/10/1981 : No. Pol : INS/17/X/1981, tentang “Peningkatan Usaha Pengamanan dan Kelancaran penyidik perkara-perkara pidana”. Dukungan penyidik unutk menghadirkan terdakwa dan saksi disidang pengadilan pada hari yang telah yang telah ditetapkan oleh Ketua Sidang, sangatlah menentukan kelancaran jalannya persidangan, mengingatpenuntut umum harus membacakan surat dakwaan ( pasal 155 ayat 2). Adalah tepat, pada permulaan sidang hakim Ketua menyatakan identitas terdakwa, terutama kapada terdakwa yang telah berpendidikan yang diperkirakan tidak mengerti isi surat dakwaan yang dibacakan oleh Penuntut Umum. Surat dakwaan merupakan hal yang tidak boleh diabaikan, karena isi surat dakwaan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan hak asasi seseorang dalam suatu proses pidana yang menentukan batas-batas pemeriksaan dan penilaian hakim terhadap fakta-fakta yang didakwakan.

HUKUM ACARA PIDANA

| 94

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

Oleh karena itu surat dakwaan merupakan hal yang tidak boleh diabaikan, karena isis surat dakwaan mempunyai hubungan erat sekali dengan hak asasi seseorang dalam suatu proses pidana yang menentukan batas-batas pemeriksaandan penilaianhakim terhadap faktafakta yang didakwakan. Oleh karen itu surat dakwaan yang dibuat Penuntut Umum harus mudah dimengerti terdakwa, harus dijelaskan oleh penuntut umum mengingat hak terdakwa atu penasehat hukumnya, untuk mengajukan keberatan atau kewenangannya pengadilan untuk mengadili atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan hrus dibatalkan ( pasal 156 ayat 1,3 ). Atas keberatan terdakwa atau penasehat hukumnya, dan apabila penuntut umum berkeberatan terhadap terdakwa, penuntut umum dan mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi. Apabila Hakim berpendapat, bahwa keberatanterdakwa atau penasehat hukumnya tidak diterima atau baru dapat diputus setelah pemeriksaan selesai, maka sidang dilanjutkan. Guna mendapatkan fakta-fakta yang Objektif, pertama-tama di dengar keterangan saksi korban dan sejalan dengan itu tidak kalah pentingnya mendengarkan keterangan saksi yang menguntungkan terdakwa, hal yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara maupun yang dimintanya oleh terdakwa atau penasehat hukumnya. Hakim ketua sidang diwajibkan mendengar saksi tersebut selam sidang berjalan ( pasal 160 ayat 1 b dan huruf c ). Selanjutnya untuk memperoleh pemeriksaan yang bersih dan jujur, Hakim Ketua Sidang, Hakim Ketua anggota, Panitera dan Penuntut umum wajib menggundurkan diri mengenai perkara, apabila terikat hubungan suami istri meskipun sudah bercerai dengan terdakwa atau penasehat hukum (pasal 157 ayat 1 dan ayat 2). Larangan yang dimaksud dalam pasal 157 apabila tidak dipenuhi walaupun perkara tersebut telah pututs wajib segera diadili ulang dengan susunan yang lain ( pasal 157 ayat 3 ). Selain dari pada itu khusus pada hakim ditekankan pada larangan untuk menunjukan sikap atau mengeluarkan pernyataan tentang keyakinan mengenai salah tindak terdakwa (pasal 158) maupun mengajukan pertanyaan yang bersifat menjerat kepada terdakwa ( pasal 158 ) maupun mengajukan pertanyaan yang bersifat menjerat kepada terdakwa dan saksi (pasal 166). Namun demikian apabila ada saksi yang tidak dikehendaki kehadirannya dalan ruang sidang, penuntut umum dapat mengajukan permintaan kepada Hakim Ketua agar saksi yang tidak dikehendaki kehadirannya itu dikeluarkan dalam dalam ruang sidang. Sehubungan itu Hakim diharuskan menilai kebenaran keterangan seseorang dengan sungguh-sungguh.

HUKUM ACARA PIDANA

| 95

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

   

Persesuaian antara keterangan saksi dengan yang lain. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberikan keterangan yang tertentu. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi keterangan itu dipercaya ( pasal 158 ayat 6 ).

Sementara saksi telah memberikan keterangan, penuntut umum dengan perantara Hakim Ketua dapat saling menghadapkan saksi untuk menguji kebenaran palsu, maka Hakim Ketua sidang dapat memberikan perintah untuk menahan saksi tersebut yang selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaansumpah palsu, dimana sebelumnya sudah diperingatkan oleh Hakim agar saksi yang bersangkutan supaya memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dan sungguh-sungguh ( pasal 174 ) Untuk melengkapi tuntutan pidana, penuntut umum perlu mendengarkan keterangan dan saksi yang disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain tidak merupakan alat bukti, apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah, dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti yang sah yang lain (pasal 187 ayat 7). Sehubungan dengan itu, apabila Hakim Ketua menyatakan pemeriksaan telah selesai, tuntutan pidana tertulis dibacakan penuntut umum, demikian pula jawaban atas pembelaan terdakwa atau penasehat hukumnya dan setelah dibacakan lalu diserahkan kepada Hakim Ketua sidang dan tuntutannya diserahkan kepada pihak yang berkepentingan. Selanjutnya Hakim Ketua sidang menyatakan bahwa pemeriksa ditutup, dengan ketentuan dapat membuka sekali lagi, baik atas kewenangan Hakim Ketua sidang, karena jabatannya maupun atas permintaan penuntut umum atau terdakwa pensehat hukum dengan memberikan alasannya. Sejalan dengan hal tersebut di atas, jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan disidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas (pasal 191 ayat 1) dan jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwanya kepada terdakwaterbukti, tapi perbuatanya itu tidak merupakan suatu perbuatan tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum (pasal 191 ayat 2). Maka demikian halnya, perintah untuk membebaskan terdakwa yang ditahan segera dilaksanakan oleh Jaksa setelah putusan yang diucapkan, kecualikarena ada alasan lain yang sah terdakwa yang berada dalam tahanan yang dilaksanakan oleh Jaksa. Jaksa seketika itu pula mengembalikan barang bukti kepada yang namanya tercantum

HUKUM ACARA PIDANA

| 96

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI dalam putusan, kecuali jika menurut Undang-undang barang bukti tersebut dirampas untuk kepentingan negara atau dimusnahkan atau rusak sehingga tidak dapat dipergunakan. ACARA PEMERIKSAAN SINGKAT Acara pemeriksaan singkat yang dimaksud adalah acara pemeriksaanyang menurut penuntut umum yang pembuktiannya mudah dan sederhana. Penuntut Umum menghadapkan terdakwa dengan memberitahukan dari catatan kepada terdakwa tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Pemberitahuan yang dicatat dalam sidang, merupakan pengganti surat dakwaan. Pemeriksaan tambahan dalam acara pemeriksaan singkat, yang diperlukan Hakim, apabila belum diselesaikan oleh penuntut umum dalm waktu 14 hari, perkara tersebut diajuakan ke sidang pengadilan secara biasa. Jika hubungan dengan pemeriksa tambahan yang dilakukan penyidik dalam rangka Pra penuntutan ( pasal 110 ayat 2, maka pemeriksaan tambahan yang dilakukan oleh penuntut umum melaksanakan penetapan hakim ( pasal 14 huruf j ). Dalam acara pemeriksaan singkat ini, amar putusan tidak buat secara khusus, tetapi dicatat dalam berita acara sidang, sedangkan isi surat putusan tersebut adalah sam dengan putusan pengadilan secara biasa atau mempunyai kekuatan hukum yang sama. ACARA PEMERIKSAAN CEPAT Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan Acara tindak pidana yang dimaksud adalah cara pemerisaan perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh lim ratus rupiah dan penghinaan ringan. Dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan antara lain ditentukan, bahwa pengadilan mngadili denganhakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat diminta banding, sedangkan penuntut umum tidak menghindari sidang ( pasal 205 ). Pada umumnya saksi alam pemeriksaan tindak pidana ringan ini tidak disumpah, kecuali hal itu dianggap perlu oleh hakim ( pasal 208 ). Disamping itu pemeriksaan tindak pidana ringan ini berita acara pemeriksaan dibuat oleh penyidik ( pasal 209 ayat 2 ). Memperhatikan pasal 205 ayat 2 dapat disimpulkan, bahwa kedudukan penyidik disejajarkan dengan penuntut umum yaitu penyidik atas kuasa

HUKUM ACARA PIDANA

| 97

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI penuntut umum menghadapkan terdakwa, barang bukti, saksi ahli dan atau, juru bahasa ke sidang pengadilan. Namun demikian hubugan penyidik dengan penuntut umum dikmaksud bukan berarti yang melaksanakan putusan pengadilan penuntut umum, tetapi melaksanakan putusan pengadilan sesuai pasal 270. Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan yang dimaksud adalah perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundangundangan lalu lintas jalan. Sesuai dengan makna yang terkandung dalam acara pemeriksaan cepat, melainkan penyidik hanya mengirimkan catatan dengan segera ke pengadilan selambat-lambatnya pada kesempatan hari sidang pertama tepatnay setelah catatan tersebut diserahkan ke pengadilan Pokok Perbedaan Antara Acara Biasa, Singkat, Dan Cepat Acara cepat No

Faktur

Acara Biasa

Acara Singkat

Tindak pidana Ringan

Pelanggara n Lalu Lintas

1.

Sifat/ jenis perkara

Pembuktian dan panerapan Hukumnya biasa - Sifatnya tidak sederhana

-Pembuktian dan penerapan hukumnya mudah - Sifatnya tidak sederhana

- Ancaman tindak pidana max 3 bulan atau denda 7.500, rupiah penghinaa n Ringan

Pelanggara n Lalu lintas

2.

Cara Mengajuka n

- Surat perlimpaha n

pemberitahua n lisan oleh penuntut umum tentang dakwaan

- Penyidik atas kuasa penuntut umum langsung dikirim ke pengadilan

Penyidik langsung kirimkan catatan pelanggaran ke pengadila

- Surat Dakwaan, dibuat oleh Penuntut umum

HUKUM ACARA PIDANA

| 98

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 3.

Putusan hakim

- Dibuat sendirir menurut ketentuan - Diucapkan dengan hadirnya terdakwa

2.

- Tidak dibuat Khusus, hanya dicatat dalam berita acara sidang - Diucapkan dengan hadirnya terdakwa

- Tidak dibuat khusus, dicatat dalam daftar perkara Diucapkan didepan terdakwa

Tidak dibuat khusus dicatat dalam daftar perkara - Dapat diluar hadirnya terdakwa

SISTEM PEMBUKTIAN

Seperti telah diuraikan dimuka, bahwa Hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan minimal 2 alat bukti, yang sah dengan alat bukti itu hakim menjadi yakin akan kesalahan terdakwa. Hal ini dikaitkan dengan kebenaran biasanya mengenai keadaankeadaan tertentu yang sudah lampau. Makin lama waktu lampau itu, makin sulit bagi hukum menyatakan kebenaran atas keadaan-keadaan itu. Guna mendapatkan keyakinan akan kebenaran ini, Hakim membutuhkan alat-alat bukti untuk menggambarkan keadaan-keadaan yang sah lampau itu. Dan alat-alat bukti yang sah tersebut menurut pasal 184 KUHAP adalah :     

Keterangan saksi Keterangan ahli Surat Petunjuk Keterangan terdakwa

Mengingat sahnya membuktikan kejadian-kejadian dimasa lampau itu dalam pasal 183 KUHAP ditentukan minimal dengan 2 alat bukti yang sah. Dengan demikian alat bukti adalah alat yang dipergunakan Hakim untuk membuktikan seseorang bersalah atau tidak, dan tindak pidana benar-benar terjadi atau tidak. 

Teori Objektif Murni. Didalam teori ini paling berperan adalah alat bukti, sedngkan Hakim bertugas menguji kebenaran alat-alat bukti tersebut, apabila satu atau beberapa alat bukti tidak memenuhi persyaratan, maka putusan Hakim harus bebas.

HUKUM ACARA PIDANA

| 99

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 

Teori Subjektif Murni. Dalam teori ini benar atau tidaknya terdakwa, bersalah dalam suatu tindak pidana tergantung sepenuhnya kepada keyakinan Hakim, sedangkan seseorang dapat diajukan ke pengadilan. Dalam pembuktian Hakim tidak wajib menggunakan barang bukti.



Teori Keyakinan Terbatas Sama halnya dengan teori Subjektif Murni, peranan Hakim adalah yang utama. Akan tetapi untuk mencegah penyalah gunaan wewenang hakim dalam menjatuhkan putusan hukuman, ia di batasi oleh dua hal : Hakim harus mengutarakan alasan pembentukan keyakinan. Hakim harus mengutarakan alasan penjatuhan hukuman.

-

 Teori Negatif ( minimal ) Dalam teori ini negatif kembali dihidupkan alat-alat bukti dalam pembuktian disamping peranan Hakim tentang keyakinan. Akan tetapi penggunaan alat bukti tidak seperti pada teori objektif murni. Dalam teori ini jumlah alat alat bukti oleh UU ditentukan syarat minimalnya dan dengan syarat minimal tersebut sudah membentuk keyakinan Hakim. Dari keempat teori tersebut, KUHAP menganut secara murni dan konselwen teori negatif (minimal) yaitu dalam pasal 183 KUHAP. 3.

JENIS PUTUSAN/VONIS Putusan Hakim yang mengandung pernyataan pemindanaan si terdakwa, jika pengadilan menimbang apabila perbuatan yang dituduhkan kepada terdakwa itu terbukti melakukan kejahatan/pelanggaran.

 

 

Putusan Hakim yang mengandung pernyataan si terdakwa dibebaskan dari segala tuduhan apabila tuduhan yang disebutkan dalam surat tuduhan seluruh/sebagian tidak terbukti. Tidak terbukti karena : Minimum alat bukti yang ditentukan dalam UU tidak terbukti (pasal 183 KUHAP) Minimum alat bukti yang ditentukan dalam UU terbukti, akan tetapi Hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa (pasal 183 KUHAP) Putusan Hakim yang mengandung pernyataan bahwa si terdakwa dilepaskan dari tuntutan Hakim, apabila : Perbuatan perbuatan yang disebutkan pada suatu tuduhan adalah terbukti akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan kejahatan/pelanggaran. Apabila Jaksa dalam suatu tuduhan salah menyebutkan tindak pidana yang dituduhkan si terdakwa.

HUKUM ACARA PIDANA

| 100

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 

Apabila si terdakwa terbukti melakukan tindak pidana, akan tetapi baginya berlaku salah satu alasan untuk mengindahkan diri dari hukuman, misalnya : 48, 49, 50, 51, KUHAP.

4.

BANTUAN HUKUM DAN UPAYA HUKUM Bantuan Hukum/Penasehat Hukum.

Seorang tersangka/terdakwa mempunyai hak untuk mempersiapkan pembelaanya sejak tingkat penyidikan sampai disidang pengadilan. Pemberian bantuan hukum dalam proses pidana merupakan prinsip suatu negara hukum dalam rangka mendapatkan kebenaran material. Dengan demikian tidak hanya kepentingan pembelaan terdakwa/tersangka melainkan juga untuk kepentingan penuntut umum dan Hakim dalam usaha mendapatkan kebenaran yang sejati sehingga akan menghasilkan putusan yang tepat dan bermanfaat bagi masyarakat. Mengenai hak tersangka/terdakwa untuk mendapatkan pembelaan bisa kita lihat pada pasal 61 yo pasal 54 dan 56 KUHAP, yang perlu digaris bawahi disini ialah kewajiban tersangka/terdakwa untuk didampingi oleh penasehat hukum dalam hal melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman mati atau lima belas tahun atau yang tidak mampu yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, secara cuma cuma. Pada tingkat penyidikan, penasehat hukum hanya dapat melihat dan mendengar jalanya pemeriksaan. Hal ini dapat kita lihat dalam pasal 70, 71, dan 115 KUHAP. Upaya Hukum Biasa dan Upaya Hukum Luar Biasa KUHAP membedakan secara tegas antara upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa yaitu : Upaya Hukum yang luar biasa diatur dalam Bab XVII – pasal 233 s/d Pasal 258, yang tergolong upaya hukum biasa adalah :  Perlawanan.  Pemeriksaan tingkat banding diatur dalam pasal 233 s/d 243.  Pemeriksaan untuk kasasi diatur dalam pasal 244 s/d 258. Upaya Hakim luar biasa diatur dalam Bab XVII pasal 258 s/d 289, yang tergolong upaya hukum luar biasa, adalah : Pemeriksaan tingkat Kasasi demi kepentingan hukum diatur dalam pasal 259 s/d pasal 262. Peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diatur dalam pasal 263/269. Upaya Hukum Biasa a. 

Dasar Perlawanan Terhadap putusan dijatuhkan luar hadirnya terdakwa atau wakilnya ( disebut putusan “ Verstek”),maka jika putusan itu

HUKUM ACARA PIDANA

| 101

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI



b.  

berupa pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat mengajukan perlawanan ( Verzet ). Dan dugaan adanya perlawanan itu, putusan Hakim semula menjadi gugur. Cara Mengajukan Perlawanan itu oleh terdakwa diajukan kepada pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari setelah pemberitahuan amar putusan itu. Atas perlawanan tersebut, panitera memberitahukan kepada penyidik; dan selanjutnya Hakim menetapkan hari sidang baru untuk memeriksa kembali perkara itu.

c. Jika setelah diajukan perlawnan itu Hakim tetap menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan, terpidana dapat mengajukan permohonan banding ( tanpa mengurangi hak terdakwa untuk menerima putusan itu). Dalam hal putusan bukan berupa pidana perampasan kemerdekaan, maka : Jika terpidana segera memenuhi amar putusan, maka putusan dilaksanakandan pengembalian barang bukti dilakukan tanpa syarat. Yang dimaksud “tanpa syarat” disini ialah pengembalian benda sitaan dilakukan segera dan secara tuntas sesaat setelah amar putusan dipenuhi. Tetapi jika ada alasan yang kuat, terpidana dapat mengajukan permohonan kasasi. Banding 

-

Pasal 233 menyatakan bahwa penuntut umum mengajukan permintaan banding ke Pengadilan Tinggi 7 hari setelah putusan dijatuhkan atau diberitahukan. Dalam ketentuan yang dimuat sebelum pasal ini. Sebenarnya sudah berhak minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, kecuali : Putusan bebas Kurang tepatnya penetapan ini Putusan pengadilan dalam tercepat



Penuntutan Umum mempelajari banding di pengadilan Negeri 7 hari sebelum berkas perkara dikirim ke pengadilan Tinggi, pasal 138 ayat (2); disamping itu penutut umum diberi kekuasan untuk sewaktu-waktu meneliti keadilan berkas perkara di pengadilan Tinggi pasal 236 ayat (4).



Sebelum Pengadilan Negeri Tinggi mulai memeriksa perkara, Penuntut Umum menyerahkan nomor banding/kontra banding, Pasal 27.

HUKUM ACARA PIDANA

| 102

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 

Pemberitahuan isi putusan pengadilan tinggi kepada Penuntut Umum pasal 243 (ayat) 2.

Kasasi Penuntut Umum dalam waktu 14 hari setelah putusan diberitahukan dapat mengajukan permintaan pemeriksaan Kasasi kepada Mahkamah Agung, kecuali terhadap putusan bebas pasal 234 dan pasal 245 ayat (1). Upaya Hukum luar biasa a.

Kasasi dalam kepentingan Hukum

Pemeriksaan tingkat Kasasi demi kepentingan hukum tercantum dalam pasal 259, yang berbunyi : Demi kepentingan hukumterhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain setelah dari pada Mahkamah Agung dapat diajukan satu kali permohonan Kasasi oleh Jaksa Agung. Putusan Kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan. Tentang caranya disebutkan dalam pasal selanjutnya yaitu pasal 260, 261. Memang pada tempatnya, bahwa halnya Jaksa Agunglah yang dapat mengajukan permohonan Kasasi tersebut, Walaupun hanya satu kali. Pada pasal 262 mengatur, bahwa wewenang itu dilakukan juga terhadap semua putusan pengadilan Militer yang kalau dihubungkan dengan ayat (1) pasal 259 KUHAP akan berarti bahwa wewenang itu pun hanya dapat dilakukan terhadap semua putusan pengadilan Militer yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Mengapa harus Jaksa Agung ? Hal ini bukanlah janggal, karena Jaksa Agung adalah Penuntut umum tertinggi yang ruang lingkup daerah hukumnya meliputi seluruh tanah air, sama dengan wilayah kewenangan Mahkamah Agung. Kewenangan ini diwujudkan agar Undang-undang dilaksanakan menurut makna dan artinya yang sesungguhnya dan tujuan yang terkandung dalam peraturan. Untuk mengatasi perbedaan tafsiran dan inpelementasinya itulah Jaksa Agung bersama-sama Mahkamah Agung mengusahakan dan memutuskan hal yang tepat atas keputusan dari pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung.

HUKUM ACARA PIDANA

| 103

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI Jadi, baik prakarsa maupun alasan tentang dari eksekuensi/Jaksa Agung dan keputusan dari Judicatif/Mahkamah Agung dengan tujuan untuk mencapai kesamaan tindakan bagi hal yang sam dikemudian hari. Oleh karena yang dimintakan Kasasi ini hanya atas dasar kepentingan hukum, maka hal itutidak boleh merugikan pihak lain yang berkepentingan, sehingga pemindahan atau tidak dijatuhkan pidana terhadap seorang itu tindalah menjadi masalah dalam Kasasi demi kepentingan hukum. Tentang cara-caranya adalah sebagai berikut :  Kasasi demi kepentingan hukum dibuat tertulis.  Disampaikan kepada Mahkamah Agung melalui Panitera Pengadilan yang telah memutuskan perkara tingkat pertama.  Pengiriman oleh Panitera pengadilan itu hendaknya disertai berkas perkara dengan “ melalui Panitera pengadilan “ Akan tetapi karena sulit untuk mengirimkan barang-barang berat itu,maka yang dikirimkan adalah risalah itu disampaikan juga oleh Panitera kepada yang berkepentingan, karena azas keterbukaan dan supaya yang berkepentingan itu mengetahui pula masalah yang sedang menyangkut pribadi tentang Kasasi jenis ini. Setelah Ketua Pengadilan yang bersangkutan meneruskan permintaan itu dalam waktu singkat kepada Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung memberikan salinan putusan Kasasi demi kepentingan hukum kepada Jaksa Agung dan kepada pengadilan yang bersangkutan itu. Selanjutnya Panitera yang berkewajiban untuk memberitahukan isi surat putusan itu menurut cara yang dicantumkan dalam ayat ( 2)dan ayat (1) pasal 243 KUHAP kepada yang berkepentingan. b.

Peninjauan Kembali.

Dalam bagian kedua dari BAB VXII KUHAP diatur tata cara pelaksanaan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang tercantum dalam pasal 263 KUHAP dan seterusnya. Hak permintaan untuk peninjauan kembali hanya diberikan kepada terpidana atau ahli warisnya dan hanya terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuasan hukum tetap yang tidak memuat putusan bebas atau dari segala tuntutan hukum. Jadi hal ini diberikan kepada Jaksa Agung karena logis, kalau yang berkepentingan adalah terpidana sendiri atau ahli warisnya. Permintaan peninjauan kembali hanya dapat dilakukan hukum tetap yang tidak memuat putusan bebas atau lepas dari segal tuntutan hukum.  Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat bahwa jika keadaanitu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau tuntutan, penuntut hukum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu ditetapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

HUKUM ACARA PIDANA

| 104

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 



Apabila dalam berbagai keputusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu ternyata telah bertentanggan satu dengan yang lain. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu keikhlasan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Hal lain dalam pasal 263 (3) yang atas dasar alasan-alasan tadi juga dapat dimintakan peninjauan kembali adalah apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti, akan tetapi tidak diikuti oleh suatu penindaan. Permintaan peninjauan kembali tidak dibatasi dengan suatu jangka waktu, akan tetapi hanya dapat dilakukan satu kali saja yang harus disesuaikan. Ketua Pengadilan yang perkara semula untuk memeriksa apakah permintaan peninjauan kembali tersebut memenuhi alasan sebagai disebut tadi ( a,b,c) atau tidak memenuhi alasan itu (2). Dalam pemeriksaan hadir pula Jaksa dan Pemohon, Jaksa dapat menyampaikan pendapatnya. Dan berita acara pemeriksaan itu ditandatanganioleh Hakim. Jaksa permohon dan Panitera, sedangkan yang menandatangani berita acara pendapat hanyalah Hakim dan Panitera.Oleh karena itu persoalan peninjauan kembali menarik perhatian masyarakat,maka Kajati-kajati hendaklah mengirimkan laporan kepada kepala pimpinan Kejaksaan Agung dengan segera disamping kewajiban laporan kegiatan rutin. Bahkan bukan hanya mengenai pemeriksaan peninjauan kembali saja, melainkan Kajati-kajati hendaklah melaporkan pula perkara-perkara kecil yang menarik perhatian masyarakat karena bagaimana pun juga hal itu akan melibatkan citra kejaksaan dan kepemimpinan kajaksaan didalam pendapatan umum / Public Opinion. Kembali kepada masalah pemeriksaan peninjauan pengdilan Negeri, adalah :  Yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri.  Yang telah diputus oleh pengadilan Banding.  Yang telah diputus oleh Mahkamah Agung.

kembali

oleh

Karena tentang hal ke 1 tercantum dalam pasal 263 ayat (1) sedangkan terhadap putusan banding diatur dalam pasal 265 ayat (5). Seadangkan terhadap putusan Mahkamah Agung tidak diatur dalam bagian ini, akan tetapi tidak berarti, bahwa terhadap putusan Mahkamah Agung hanya memeriksa mengenai segi hukumnya saja, Keputusan Mahkamah Agung itu tidak langsung dipengaruhi oleh fakta yang menjadi dasar putusan Pengadilan Negeri, putusan Banding dihubungkan dengan alasan yang disebutkan denganalasan yang disebutkan dalam pasal 263 ayat (2).

HUKUM ACARA PIDANA

| 105

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

Tata cara administrasi pengadilan dapat dilihat dalam pasal 264,265,267 tetapi tidak ketentuan tentang ongkos perkara yang harus dibayar oleh pemohon apabila Mahkamah Agung memutuskan menolak permintaan peninjauan kembali atau menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. Bentuk keputusan Mahkamah Agung dapat dibaca dalam pasal 166 KUHP, yang berbunyi : 1. Dalam hal permintaan peninjauan kembali tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut dalam pasal 263 ayat (2). Mahkamah Agung menyatakan bahwa permintaan peninjauan kembali tidak dapat diterima dengan disertai dasar alasannya. 2.

a.

b.   

Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permintaan peninjauan kembali dapat diterima untuk diperiksa, berlaku ketentuan sebagai berikut : Apabila Mahkamah Agung tidak memberikan alasan pemohon, Mahkamah Agung menolakpeninjauan kembali dengan penetapan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu tetapi berlaku disertai dasar pertimbangan. Apabila Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa : Putusan Bebas Putusan lepas dan segala tuntutan hukum Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

Perlu diperhatikan dalam diktum 268 ayat (1) yang menyatakan bahwa permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan ( maksudnya putusan seperti yang perinci pada pasal 263 ayat (1); tidaklah menangguhkan maupun mwnghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut ). Dikatakan dengan pasal 266 ayat 3, maka pidana yang menjatuhkan tidaj boleh melebihi padana yang telah dijatuhkan semula bagi pemohon, memenglah tujuan permohonannya ingin mencapai hasil yang terbaik bagi dirinya yang dapat dikategorikan sebagaimana tercantum dalam pasal 266 ayat 2 huruf b No 1,2,3, dan terakhir No 4, yaitu putusan pidana yang lebih ringan. Kalau hanya mengenai pengubahan kwalifikasi dari pemindahan berat menjadi lebh ringan, sedangkan pemohon masih hidup, maka adalah mudah dimengerti. Oleh karena pasal 268 ayat 2 memberikan kemungkinan bagi ahli waris yang ditinggal mati oleh pemohon untuk mengambil sikap meneruskan atau tidak peninjauan kembali dengan sikap meneruskan atau tidak kembali tetap dijatuhkan pidana yang lebih ringan, maka terhadap itu perlu diberikan contoh sebagai berikut : 

Pemohon peninjauan kembali tadinya sudah dipidana kwalifikasi populernya sebagai perampok

HUKUM ACARA PIDANA

dengan

| 106

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI  

Para ahli waris yang mungkin akibat status sosialnya yang menyatakan antara lain bahwa ia hanyalah memenuhi persyaratan unsur-unsur pidana materil sebagai mencuri biasa. Kebutuhan alasan itu di benarkan oleh Mahkamah Agung yang dituangkan dalam surat putusannya.

Bagi para ahli waris lebih baik secara formal dikatakan turunan pencuri biasa dari pada di kwalisifikasikan dalam status sosialnya / dimata masyarakat sebagai tutunan perampok, maka salah lain adalah bagaimana kalau :  

Dalam perkara semula karena perampokan , pemohon dojatuhi pidana 2 tahun. Dalam putusan Mahkamah Agung untuk peninjauan si pemohon diputuskan pemindaan dengn menerapkan ketentuan yang lebih ringan, misalnya pencurian biasa dengan pidana 3 (tiga ) tahun.

Kemungkinan ini bisa terjadi , oleh karena itu penafsiran terhadap jenisi putusan Mahkamah Agung dalam katagori pasal 266 ayat 2 b No. 4 , haruslah diartikan bahwa : Bukan hanya penerpan ketentuan pidana, tetapiLebih ringan dari pemidanaan semula

RANGKUMAN Dalam KUHAP, ada 3 jenis acara pemeriksaan di sidang pengadilan, antara lain :   

Acara pemeriksaan bisa diatur dalam pasal 152 s/d 202 KUHAP Acara pemeriksaan singkat diatur dalam pasal 203 s/d 204 KUHAP Acara pemeriksaan cepat diatur dalam pasal 205 s/d 216 KUHAP.

Sistem pembuktian dikenal beberapa teori :  Teori Objektif Murni. Didalam teori ini paling berperan adalah alat bukti, sedngkan Hakim bertugas menguji kebenaran alat-alat bukti tersebut, apabila satu atau beberapa alat bukti tidak memenuhi persyaratan, maka putusan Hakim harus bebas. 

Teori Subjektif Murni. Dalam teori ini benar atau tidaknya terdakwa, bersalah dalam suatu tindak pidana tergantung sepenuhnya kepada keyakinan Hakim, sedangkan seseorang dapat diajukan ke pengadilan. Dalam pembuktian Hakim tidak wajib menggunakan barang bukti.

HUKUM ACARA PIDANA

| 107

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI



-

Teori Keyakinan Terbatas Sama halnya dengan teori Subjektif Murni, peranan Hakim adalah yang utama. Akan tetapi untuk mencegah penyalah gunaan wewenang hakim dalam menjatuhkan putusan hukuman, ia di batasi oleh dua hal : Hakim harus mengutarakan alasan pembentukan keyakinan. Hakim harus mengutarakan alasan penjatuhan hukuman.

 Teori Negatif ( minimal ) Dalam teori ini negatif kembali dihidupkan alat-alat bukti dalam pembuktian disamping peranan Hakim tentang keyakinan. Akan tetapi penggunaan alat bukti tidak seperti pada teori objektif murni. Dalam teori ini jumlah alat alat bukti oleh UU ditentukan syarat minimalnya dan dengan syarat minimal tersebut sudah membentuk keyakinan Hakim. Dari keempat teori tersebut, KUHAP menganut secara murni dan konselwen teori negatif (minimal) yaitu dalam pasal 183 KUHAP. Jenis putusan hakim ada tiga, yaitu: 1. Putusan Hakim yang mengandung pernyataan pemindanaan si terdakwa, jika pengadilan menimbang apabila perbuatan yang dituduhkan kepada terdakwa itu terbukti melakukan kejahatan/pelanggaran. 2.

Putusan Hakim yang mengandung pernyataan si terdakwa dibebaskan dari segala tuduhan apabila tuduhan yang disebutkan dalam surat tuduhan seluruh/sebagian tidak terbukti. Tidak terbukti karena :  Minimum alat bukti yang ditentukan dalam UU tidak terbukti (pasal 183 KUHAP)  Minimum alat bukti yang ditentukan dalam UU terbukti, akan tetapi Hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa (pasal 183 KUHAP) 3. Putusan Hakim yang mengandung pernyataan bahwa si terdakwa dilepaskan dari tuntutan Hakim. Upaya hukum terdiri dari : 2. Upaya Hukum Biasa 3. Upaya Hukum Luar Biasa KUHAP membedakan secara tegas antara upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa yaitu : Upaya Hukum yang luar biasa diatur dalam Bab XVII – pasal 233 s/d Pasal 258, yang tergolong upaya hukum biasa adalah :  Perlawanan.  Pemeriksaan tingkat banding diatur dalam pasal 233 s/d 243.  Pemeriksaan untuk kasasi diatur dalam pasal 244 s/d 258.

HUKUM ACARA PIDANA

| 108

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI Upaya Hakim luar biasa diatur dalam Bab XVII pasal 258 s/d 289, yang tergolong upaya hukum luar biasa, adalah : Pemeriksaan tingkat Kasasi demi kepentingan hukum diatur dalam pasal 259 s/d pasal 262. Peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diatur dalam pasal 263/269.

LATIHAN Test Formatif Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang anda anggap paling benar 1) Acara pemeriksaan singkat diatur dalam :

2)

3)

a.

Psl 152 s/d 2002 KUHAP c.

Psl 205 s/d 216 KUHAP

b.

Psl 203 s/d 204 KUHAP

Psl 205 s/d 215 KUHAP

d.

Yang termasuk dalam Acara pemeriksaan cepat : a.

Tipiring

b.

Penggelapan

b.

Perkara pelanggaran Lalin

d.

a dan b

Apabila kesalahan terdakwa atas perbuatan yang di dakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah & meyakinkan, maka hakim akan memutus :

4)

a.

Lepas

c.

Percobaan

b.

Bebas

d.

Bersyarat

Jika Pengadllan berpendapat bahwa suatu perbuatan yang didakwakan kepda terdakwa terbukti , tapi perbuatan itu tidak merupakan perbuatan pidana maka hakim akan memutus :

5)

a.

Percobaan

c.

Bersyarat

b.

Lepas

d.

Bebas

Penyidik atas kuasa Penuntut umum mengdapkan terdkwa, barang bukti, saksi ahli, Juru bahasa ke sidang pengadilan, hal tersebut dalam hal a.

Acara pemeriksaan biasa

c

b.

Acara pemeriksaan singkat

d Acara Pra Pradilan

HUKUM ACARA PIDANA

Acara pemeriksaan cepat

| 109

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI 6)

7)

Alat bukti yang menurut ketentun Pasal 184 KUHAP, kecuali : a.

Keterangan saksi

c.

Keterangan tersangka

b.

Keterangan terdakwa

d.

surat

Hakim dalam menjatuhkan putusan tergantung sepenuhnya pada keykinannya & tidak wajib menggunakan alat bukti . Hal tersebut merupakan teori pembuktian :

8)

a.

Obyektif murni

c.

Keyakinan terbatas

b.

Subyektif murni

d.

Negatif

Hakim dalam menjatuhkan putusan mendasarkan diri pad adanya minimal alat bukyti , sehingga dapat membentuk keyakinannya. Hal tersebut diatur dalam :

9)

10)

a.

Pasal 183 KUHAP

c.

Psl 185 KUHAP

b.

Pasl 184 KUHAP

d.

Pasal 186 KUHAP

Jenis putusan / Vonis dalam perkara pidana berikut ini , kecuali : a.

Dibebaskan

c.

Dipidana

b.

Dilepaskan

d.

Dikabulkan

Upaya Hukum dalam putusan perkara pidana meliputi : a.

Biasa

c.

a & b Salah

b.

Luar biasa

d.

a & b Benar

Kunci Jawaban : 1 b, 2 d, 3 b, 4 b, 5 c, 6 c, 7 b, 8 a, 9 d, 10 d 18.

Soal Uraian

1)

Jelaskan 3 Jenis Acara pemeriksaan di sidang Pengadilan ?

2)

Apa yang dimaksud dengan Sistim pembuktian dan sebutkan 4 teori pembuktian , Jelaskan ?

3)

Jelaskan 3 Jenis Putusan / Vonis Hakim ?

4)

Upaya hukum ada 2 , Jelaskan ?

HUKUM ACARA PIDANA

| 110

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

DAFTAR PUSTAKA

a.

Buku-buku :

1. Prof.DR.H.Loebby Loqman,SH, Hukum Acara Pidana Indonesia (Suatu Ikhtisar), Datacom, Jakarta, 1996. 2. Luhut MP Pangaribuan, SH, LLM, Hukum Acara Pidana, Satu Kompilasi Ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana serta dilengkapi dengan Hukum Internasional yang relevan, Jakarta, 2000. 3. M. Yahya Harahap, SH, Perubahan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan. 4. Susilo Yuwono, SH,Penyelesaian Perkara Pidana berdasarkan KUHAP. 5. Djoko Prakoso, SH,Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dalam proses Hukum Acara Pidana.

b.

Perundang-undangan : -

UU No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

-

UU No. 5/1983 tentang ZEE

-

UU No. 9/1985 tentang Perikanan di Perairan Indonesia

-

UU No. 10/1995 tentang Kepabean

-

UU No. 11/1995 tentang Cukai

-

UU No. 22 Tahun 2003 tentang SUSDUK DPR, MPR, DPD, DAN DPRD.

-

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

-

PP No.58 Tahun 2010 tentang perubahan atas PP No.27 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

-

PP No.92 tahun 2015 tentang Perubahan Kedua PP No.27 tahun 1983.

-

S E No. 3/1990

-

Skep Kapolri No. Pol. : Skep/619/XII/1983

HUKUM ACARA PIDANA

| 111

Related Documents

Rancangan Kuhap
April 2020 2
Sip
May 2020 24
Sip
November 2019 42
Sip
November 2019 41
Sip Quantum.docx
April 2020 21

More Documents from "Faheem Qazi"