Misteri Tuhan yang hingga kini belum terungkap adalah masalah tujuh langit. Sejak dahulu hingga sekarang, persoalan ini belum dapat jawabannya dan masih menjadi perdebatan yang tak kunjung usai. Apakah ia bintang-bintang, planet-planet, atmosfir atau memang langit yang jumlahnya tujuh? Semuanya masih menjadi sebuah misteri, yang sampai kapan pun tidak akan bisa terpecahkan karena keterbatasan ilmu manusia. Langit yang dalam Bahasa Arab diterjemahkan dengan al-sama’ adalah sebuah istilah yang menunjuk pada ” segala sesuatu yang ada di atas kita”. Keadaan di atas kita ini diartikan oleh Ibnu Sidah sebagai angkasa luas yang berisi benda-benda langit dan percikan-percikan sinar. Makna langit yang demikian itu, hampir disepakati oleh banyak orang, baik oleh pakar tafsir, astronom, fisikawan, dan sebagainya. Hanya saja yang menjadi persoalan ketika langit itu berjumlah tujuh dan berlapis-lapis atau bertingkat-tingkat; Apakah langit itu benar berjumlah tujuh? Ataukah tujuh hanyalah sebuah simbol saja dari sebuah angka yang tak terhingga? Semua ini menjadi misteri. Sebab menurut beberapa pakar, kata tujuh bagi Allah tidak sama dengan kata tujuh dalam pengertian kita sebagai manusia. Hitungan-hitungan manusia, angka tujuh adalah angka setelah datu, dua, tiga, empat, lima, dan enam. Jadi, hitungannya sangat jelas. Tapi angka tujuh bagi Allah belum tentu demikian. Karena itu, tujuh langit seperti yang terungkapdalam kitab suci agama Islam yaitu Al-Qur’an sifatnya masih perlu penjelasan lagi. Dalam banyak al-Qur’an biasanya menyebutkan bahwa angka tujuh untuk suatu jumlah tak terhitung. Misalnya di dalam QS. Al-Baqarah ayat 261 Allah menjanjikan, ” Siapa yang menafkahkan hartanya di jalan Allah ibarat menanamkan sebiji benih yang menumbuhkan tujuh tangkai yang masing-masing berbuah seratus butir. Allah melipatgandakan pahala orang-orang yang dikehendakinya”.
Juga di dalam QS. Luqman ayat 27 yang artinya, ” Jika seandainya semua pohon di bumi dijadikan sebagai pena dan lautan menjadi tintanya dan ditambahkan tujuh lautan lagi, maka tak akan habis kalimta Allah”. Tujuh lautan bukan berarti jumlah eksak, karena dengan delapan lautan lagi atau lebih kalimat Allah tak akan ada habisnya. Sama halnya dalam QS. Taubah (9) ayat 80 yang artinya, ” Walaupun kamu mohonkan ampun bagi mereka (kaum munafik) tujuh puluh kali, Allah tidak akan memberi ampun”. Jelas, ungkapan ”tujuh puluh” bukan berarti bilangan eksak. Allah tidak mungkin mengampuni mereka bila kita mohonkan ampunan lebih dari tujuh puluh kali. Meski, begitu kita harus tetap punya patokan. Karena itu, angka tujuh yang berhubungan dengan langit kita tafsirkan dalam pandangan manusia. Menurut T. Djamaluddin, staf peleniti matahari dan lingkungan antariksa, Lapan, Bandung, dalam artikelnya ”Tujuh Langit, Tidak Berarti Tujuh Lapis” menulis bahwa di kalangan musafirin lama pernah juga berkembang penafsiran lapisan-lapisan langit itu berdasarkan konsep geosentris. Menurutnya, dari segi sejarah, orang-orang dahulu-jauh sebelum Al-qur’an diturunkanmemang berpendapat adanya tujuh lapis langit. Ini berkaitan dengan pengetahuan mereka bahwa ada tujuh benda langit utama yang jaraknya berbeda-beda. Kesimpulan ini berdasarkan pengamatan mereka atas gerakan-gerakan benda-benda langit. Benda-benda langit yang lebih cepat geraknya di langit di anggap lebih dekat jaraknya. Lalu ada gambaran seolah-olah benda langit itu berada pada lapisan langit yang berbeda-beda. Di langit pertama ada bulan, benda langit yang bergerak tercepat sehingga disimpulkan sebagai yang paling dekat. Langit kedua ditempati Merkurius (bintang Utarid). Venus (bintang kejora) berada di langit ketiga. Sedangkan Matahari ada di langit keempat. Di langit kelima ada Mars (bintang Marikh). Di langit keenam ada Jupiter (bintang Musytari). Langit ketujuh ditempati Saturnus (bintang Siarah/Zuhal). Itu keyakinan lama yang menganggap bumi sebagai pusat alam semesta.
Orang-orang dahulu juga percaya bahwa ketujuh benda-benda langit itu mempengaruhi kehidupan di bumi. Pengaruhnya bergantian dari jam ke jam dengan urutan mulai dari yang terjauh, Saturnus sampai yang terdekat, Bulan. Karena itu hari pertama itu disebut Saturday (hari Saturnus), dalam Bahasa Inggris atau Doyoubi (Dosei) dalam Bahasa Jepang. Dalam Bahasa Indonesia, Saturday adalah Sabtu. Ternyata, kalau kita menghitung hari mundur sampai tahun Masehi. Tanggal 1 Januari tahun 1 memang jatuh pada hari Sabtu. Hari-hari yang lain dipengaruhi oleh benda-benda langit yang lain. Secara berurutan harihari itu menjadi hari Matahari (Sunday, Minggu), hari Bulan (Monday, Senin), hari Mars (Selasa), hari Merkurius (Rabu), hari Jupiter ( Kamis), dan hari Venus (Jum’at). Itulah asal mula satu pekan menjadi tujuh hari. Jumlah tujuh hari itu diambil juga oleh orang-orang Arab. Dalam Bahasa Arab namanama hari disebut berdasarkan urutan satu, dua, tiga,..., samapi tujuh, yakni Ahad, Itsnaan, Tsalatsah, Arba’ah, Khamsah, Sittah, dan Sa’bah. Bahasa Indonesia mengikuti penamaan Arab ini sehingga menjadi Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu, dan Minggu. Hari keenam disebut secara khusus Jum’at, karena penamaan itulah yang diberikan Allah di dalam Al-Qur’an yang menunjukan adanya kewajiban shalat Jum’at berjamaah. Penamaam Minggu berasal dari Bahasa Portugis Dominggo yang berarti hari Tuhan. Ini berdasarkan kepercayaan Kristen bahwa pada hari itu Yesus bangkit. Lagi-lagi, penafsiran tujuh langit yang demikian tetap masih menyimpan sebuah misteri. Sebab, ada juga yang berpendapat bahwa tujuh langit itu adalah atmosfir bumi. Menurut
pakar, atmosfir terdiri dari tujuh lapisan, yang masing-masing memiliki sifat fisik yang berbeda baik tekanan maupun jenis gas yang dikandungnya. Lapisan terdekat dengan Bumi disebut troposphere (1). Lapisan ini berisi kira-kira 90% total massa dari seluruh atmosfir. Lapisan di atasnya disebut Stratophere (2). Di atasnya lagi ada lapisan Ozonosphere (3), yang tugasnya menyerap radiasi sinar ultraviolet, Berikutnya berturut-turut ada lapisan Mesosphere (4), thermosphere (5). Ionosphere (6), dan exosphere (7), yang merupakan lapisan atmosfir terluar. Apakah atmosfir-atmosfir ini yang merupakan tujuh langit? Tidak tentu juga. Sebab ada yang menggunakan teori dimensi untuk melukiskan tujuh langit. Menurut teori dimensi, langit pertama adalah langit dunia yang diisi oleh makhluk hidup, planet, galaksi, supercluster, dan lain sebagainya. Langit ini berdimensi 3. Langit kedua diisi oleh bangsa jin, yanh memiliki dimensi 4. Alamnya sebenarnya bersentuhan dengan kita, tetapi tidak bersentuhan karena dimensinya berbeda-beda. Langit ketiga sampai keenam, berturut-turut adalah berdimensi 5, 6, 7, dan 8. Semua langit itu digunakan dalam masa penantian oleh jiwa-jiwa manusia yang telah mati selama di alam Barzakh. Langit ketujuh adalah langit tertinggi yang berdimensi 9. Di langit inilah terdapat surga dan neraka. Jadi apa pun penafsiran kita tentang tujuh langit, hasilnya tetap menyisakan sebuah misteri. Sebab, teknologi yang kita pakai untuk menyelidiki tujuh langit itu adalah teknologi yang masih rendah. Jika misteri tujuh langit ini bisa terpecahkan, maka kita harus bisa seperti Nabi, yaitu melakukan perjalanan hingga ke langit ketujuh. Persoalannya, kita pasti tidak bisa. Karena itu, kita puntidak akan bisa memecahkan persoalan misteri tujuh langit ini.