Mihardja, D. K., & W. S. Pranowo (2001) Hubungan Oseanografi & Rtrw Kepulauan Seribu

  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mihardja, D. K., & W. S. Pranowo (2001) Hubungan Oseanografi & Rtrw Kepulauan Seribu as PDF for free.

More details

  • Words: 1,327
  • Pages: 6
HUBUNGAN ANTARA ASPEK KONDISI PERAIRAN DAN PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN SERIBU

Laporan Akhir Laporan Pelengkap Dalam Rangka Penyusunan Laporan Akhir Penyusunan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kep. Seribu. Bappeda Propinsi DKI Jakarta Bekerjasama dengan Lembaga Penelitian - ITB

Oleh : Dadang K. Mihardja Widodo S. Pranowo

Pusat Penelitian Kelautan (PPK) Bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kepariwisataan (P2PAR) Institut Teknologi Bandung Januari 2001

8. Hubungan antara Aspek Kondisi Perairan dan Perencanaan Tata Ruang Wilayah

Tabel 13. Hubungan antara Kondisi Perairan dengan Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kep. Seribu

No. 1.

2.

Input untuk Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kep. Seribu serta Hubungannya Umum P. Kelapa P. Pari P. Pramuka P. Tidung

Kondisi Perairan Batimetri • Kedalaman rata-rata 5 – 30 meter, yaitu Kep. Seribu bagian Selatan (di wilayah Teluk Jakarta). • Batimetri terdalam hingga 70 meter di sekitar wilayah gugusan P. Tidung Besar hingga P. Bokor.

Pasang Surut (Pasut) • Tunggang (range) Pasut sekitar 1 meter. • Tipe Pasut adalah Campuran cenderung Diurnal.





Kondisi batimetri memenuhi kelayakan untuk navigasi laut. Perairan Kep. Seribu termasuk dalam kategori perairan dangkal tropis.

• Ketinggian muka air mengalami 1 kali pasang dan 1 kali surut. • Perbedaan keadaan saat pasang dan surut tidak begitu besar mempengaruhi kedalaman perairan rata-

• Kondisi pantai berpasir, dan substrat dasar perairan berupa karang keras. • Kedalaman berkisar 1 – 33 meter.





Saat kondisi air surut kedalaman perairan yang kurang dari 2 meter akan membentuk daratan atau perairan yang sangat dangkal. Perahu (Boat) wisatawan harus memperhatikan

Berada satu gugus pulau karang yang berbentuk goba bersama-sama dengan P. Gundul, P. Tikus, P.Burung, P. Kongsi, dan Karang Jong.

Saat air surut gugusan dimana P. Pari berada menonjolkan bentuk goba, sehingga hanya terbentuk beberapa alur masuk bagi perahu (Boat) ke dalam daerah goba.





Kedalaman berkisar 8 – 20 meter. Kedalaman rata-rata adalah 10 meter.

Saat kondisi air surut hanya bagian sisi Barat pulau yang layak dirapati oleh kapal, perahu (Boat).

Berada satu gugusan pulau karang bersama P. Tidung Kecil. • Kedalaman gugusan berkisar 1 – 2 meter. • Kedalaman sekeliling (diluar) gugusan berkisar 46 – 63 meter. Saat kondisi air surut hanya bagian sisi Selatan pulau yang layak dirapati oleh kapal, perahu (Boat). •

31

rata secara umum, kecuali daerah-daerah yang sangat dangkal atau dekat pantai, seperti daerah Goba.

kedalaman air saat surut agar tidak merusak karang dan lambung kapal sendiri.

• Input bagi sistem transportasi dan operasi pelabuhan. • Input bagi nelayan dan penyelam.

3.

Gelombang • Musim Barat : tinggi gelombang antara 0,5 – 1,5 meter. • Musim Timur : tinggi gelombang antara 0,5 – 1,0 meter.

Saat Musim Barat tinggi gelombangnya besar sehingga aktivitas di laut sangat terpengaruh, antara lain nelayan yang tidak dapat melaut.

Hempasan gelombang sangat bepengaruh pada barat dan utara (kelurahan) P. Kelapa.

Gelombang yang datang dari arah Tenggara bisa mengikis pantai sisi Tenggara dan Selatan.

Gelombang yang menerpa sisi Selatan pulau mengakibatkan sisi tersebut mudah terkikis.

4.

Arus • Musim Barat : arah arus dari Barat ke Timur dengan kecepatan antara 0,05 – 0,12 m/detik. • Musim Timur : arah arus dari Timur ke Barat dengan kecepatan sekitar 0,10 m/detik.

Arus pada Musim Barat diduga bisa mentransporkan polutan minyak jika terjadi kebocoran pada sumur-sumur minyak yang ada. Arus pada Musim Timur diduga bisa mentransporkan polutan (logam berat, seston, dll) dari Teluk Jakarta.

Arus pada Musim Barat adalah perlu diperhatikan (diwaspadai) oleh nelayan, wisatawan. Arus tersebut bisa juga membawa pencemaran.

Arus yang datang dari arah Tenggara menyebabkan sedimentasi dan pertumbuhan tepian Goba ke arah Barat Laut.

Arus yang datang dari Barat lebih mengikis sisi Selatan pulau dibanding sisi Timur, sehingga sedimentasi dan pertumbuhan pulau ke arah Timur Laut dan Timur.

Gelombang yang datang dari Selatan menabrak gugus pulau karang sisi Selatan dan sisi gelombang menyisisr sisi Barat dan Timur gugus kemudian menghempas sisi Utara gugus. Arus dari arah Selatan akan mentransporkan hasil erosi ke arah Utara, sehingga kemungkinan terjadinya pertumbuhan pulau atau gugus adalah ke arah Utara.

32

5.

6.

Angin • Musim Barat : angin bergerak dari arah Barat ke Timur dengan kecepatan 7 – 15 knot. • Musim Timur : angin bergerak dari arah Timur ke Barat dengan kecepatan 7 hingga lebih dari 20 knot. Kualitas Air (Laut) • DO = 3,38 – 9,08 ml/l. • BOD = 1,27 – 5,28 ml/l. COD = 119,89 – 220,90 ml/l. • PH = 7 – 7,5 • Kecerahan = 3 – 8 meter. • Kekeruhan = 0,5 – 1,1 NTU. • Kandungan Logam Berat (Pb, Cd, Cu, Hg) antara 0,001 – 0,248 mg/l. • Kandungan minyak kurang dari 0,001 mg/l.

Kondisi angin Musim Barat cukup rawan bagi navigasi laut karena kecepatan angin yang bisa mencapai lebih dari 20 knot bisa menyebabkan gelombang yang tinggi dan kecepatan arus yang besar.

Parameter kimia dan fisika air memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk pariwisata/rekreasi dan budidaya laut serta konservasi, kecuali untuk parameter kandungan Logam Berat

Parameter kimia yang perlu diperhatikan karena tidak memenuhi baku mutu adalah : BOD, COD, Fenol, Logam Berat.

Parameter kimia yang perlu diperhatikan karena tidak memenuhi baku mutu adalah : Lapisan minyak, DO, COD, Nitrit, Logam Berat.

Parameter kimia yang perlu diperhatikan karena tidak memenuhi baku mutu adalah : Lapisan minyak, DO, COD, Nitrit, Logam Berat.

Parameter kimia yang perlu diperhatikan karena tidak memenuhi baku mutu adalah : Lapisan minyak, COD, Nitrit, Logam Berat.

33

7.

Sifat Hayati Perairan • Fitoplankton = 86 – 17.970 individu/liter. • Zooplankton = 2 – 57 individu/liter. • Khlorofil-a = 0,5 – 4,0 mg/m3. • Terumbu karang keanekaragaman spesies cukup tinggi, termasuk biota penghuni komunitas tersebut. • Mangrove didominasi oleh : Bakau Bakau, Bakau Api-api, Bakau tancang.

• Produktivitas primernya mendukung kehidupan biotabiota ekonomis. • Ekosistem terumbu karang, penyu, kima perlu dilestarikan, karena terancam kerusakan oleh manusia, dan pencemaran polutan (logam berat, kekeruhan,dll). • Terumbu karang dan Mangrove dapat sebagi pelindung pantai dari erosi.

Produktivitas primernya mendukung kehidupan biota-biota ekonomis dan kegiatan budidaya laut.

(Sumber : Hasil Analisis)

34

36

Daftar Rujukan 1. Dinas Perikanan DKI Jakarta, F. Perikanan – IPB., 1997., Studi Pengembangan Budidaya Laut di Kepulauan seribu. Draft Laporan Akhir. 2. Dishidros, 1998. Peta Indonesia : Pulau - Pulau Seribu. TNI – AL Dinas HidroOseanografi. Jakarta. 1 : 50.000 3. Dishidros dan Bakosurtanal., 2000., Peta Lingkungan Pantai Indonesia : Kepulauan Seribu. 1 : 50.000 4. Dishidros, 2000., Makalah Seminar Pengkajian Penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu. Jakarta : 20 – 22 November. 5. Mailendra, 1996., Pemanfaatan Citra Satelit untuk Studi Perubahan Garis Pantai di Daerah Teluk Jakarta. Tugas Akhir. Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA – ITB. 6. Pranowo, W.S., 1998., Sebaran Kima (Famili : Tridacnidae) di Taman Nasional Laut Teluk Cenderawasih Irian Jaya. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan FPIK- Undip. Semarang. 7. Setiyono, H., 1996., Kamus Oseanografi., Gadjah Mada University Press., Yogyakarta. 8. Hutagalung, H.P., 1997., Penentuan kadar Logam berat., dalam Hutagalung, H.P., Setiapermana, D., Riyono, S.H., (ed.)., 1997., Metode Analisis Air Laut, sedimen dan Biota. Buku 2. P3O - LIPI, Jakarta. 1997. 9. Lembaga Penelitian – ITB, 1998., Potensi Bawah laut di Sekitar Pulau Pemukiman Kepulauan Seribu : Kasus Pulau Kelapa. 10. Mihardja, D.K., Hadi, S., Tjasjono, B., Fitriyanto, M.S., Guntoro, D., Ahmad, Z., 1990., Model Matematis dan Simulasi Komputer Penyebaran Polutan di Teluk Jakarta. Laporan Proyek P4M Kontrak No. 169/P4M/DPPM/BD XXI/1989. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – ITB. Bandung. 11. Ningsih, N.S., 2000., Three-Dimensional Model for Coastal Ocean Circulation and Sea Floor Topography Changes : Application to the Java sea. Dissertation. Research Division in Engineering, Civil Engineering Course of the Postgraduate School, Kyoto University, Japan. 12. Sutisna, H., 1988., Simulasi Hidrodinamika Teluk Jakarta Menggunakan Metoda Beda Hingga ke Arah Hulu. Tugas Akhir. Institut Teknologi Bandung : 52, 57-58 13. Suyarso, (ed.)., 1995., Atlas Oseanologi Teluk Jakarta. P3O – LIPI. Jakarta. 14. Ongkosongo, O.S.R., 1989., Penerapan Pengetahuan dan Data Pasang-Surut. dalam Ongkosongo, O.S.R., Suyarso., 1989., Pasang-Surut., Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta : 241-254 15. Wyrtki, K., 1961., Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. Naga Report Volume 2. The University of California Scripps Institution of Oceanography. La Jolla, California.

Related Documents