KONDISI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU
Laporan Akhir Laporan Pelengkap Dalam Rangka Penyusunan Laporan Akhir Penyusunan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kep. Seribu. Bappeda Propinsi DKI Jakarta Bekerjasama dengan Lembaga Penelitian - ITB
Oleh : Dadang K. Mihardja Widodo S. Pranowo
Pusat Penelitian Kelautan (PPK) Bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kepariwisataan (P2PAR) Institut Teknologi Bandung Januari 2001
1
KONDISI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU *)
Oleh : Dadang K. Mihardja **) Widodo S. Pranowo ***)
1. Pendahuluan Kepulauan Seribu secara geografis terletak pada posisi koordinat 106º20’00” BT - 106º57’00” BT dan 5º10’00” LS - 5º57’00” LS. Lokasi Kep. Seribu mempunyai batas-batas wilayah secara umum adalah sebagai berikut : Sebelah Utara dan Timur adalah Laut Jawa. Sebelah Barat adalah Laut Jawa dan Selat Sunda. Sebelah Selatan adalah Pulau Jawa bagian utara dan Teluk Jakarta. Luas wilayah Kep. Seribu ± 7200 km2 terdiri dari perairan dan daratan pulaupulau. Terdapat 106 buah pulau yang tersebar didalam beberapa gugus pulau, dengan jumlah penduduk ± 17.500 jiwa yang bermukim di 11 pulau (Dishidros, 2000). Perairan Kep. Seribu adalah media penghubung antar pulau dan lahan penghidupan utama bagi masyarakatnya yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan dan petani budidaya di laut. Sehingga kondisi oseanografis adalah sangat berperan didalam segala aspek kehidupan masyarakat Kep. Seribu.
2. Keadaan Iklim dan Sifat Fisis Perairan 2.1. Iklim Cuaca di Kepulauan Seribu dipengaruhi oleh Musim Hujan, Musim Kemarau, Musim Pancaroba. Musim Hujan terjadi Bulan November – April dengan banyaknya hari hujan antara 10 – 20 hari per bulan, dan curah hujan terbesar terjadi pada sekitar Bulan Januari.
*) Laporan pelengkap Draft Laporan Akhir Penyusunan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kep. Seribu. Bappeda Prop. DKI Jakarta Bekerjasama dengan Lembaga Penelitian – ITB. **) Staf Peneliti Pusat Penelitian Kelautan (PPK), Staf Pengajar Jurusan Geofisika dan Meteorologi, dan Program Magister Oseanografi dan Sains Atmosfer, ITB. ***) Mahasiswa Program Magister Oseanografi dan Sains Atmosfer, ITB
2
Musim Kemarau terjadi Bulan Mei – Oktober dengan banyaknya hari hujan antara 4 – 10 hari per bulan, dan curah hujan terkecil terjadi pada sekitar Bulan Agustus. Sedangkan Musim Pancaroba terjadi Bulan April – Mei dan Oktober – November. Dalam hal ini cuaca buruk sering terjadi dalam bulan Desember – November, dan cuaca baik umumnya terjadi pada Bulan Juni – Oktober (Dishidros, 1998). Secara umum angin di wilayah Kep. Seribu dipengaruhi oleh pola angin umum yang melewati perairan Indonesia, dalam hal ini Laut jawa. Angin pada Musim Timur (Juni-September) yang berhembus dari Timur ke Barat akibat perpindahan massa udara dari tekanan tinggi di atas Benua Australia menuju tekanan rendah di atas Benua Asia. Sebaliknya pada Musim Barat (Desember-Maret) angin berhembus dari Barat ke Timur akibat perpindahan massa udara dari tekanan tinggi di atas Benua Asia menuju tekanan rendah di atas Benua Australia (Sutisna, 1988). Secara khusus angin di wilayah Kep. Seribu pada Musim Timur berhembus dari Timur ke arah Barat dengan variasi kecepatan (Timur Laut hingga Tenggara) 07 – 15 knot. Angin pada Musim Barat berhembus dari Barat ke arah Timur dengan variasi kecepatan (Barat Daya hingga Barat Laut) 07 – 20 knot. Angin pada bulan Desember hingga Pebruari sering berhembus kencang dengan kecepatan lebih dari 20 knot. Angin pada Musim Pancaroba umumnya kekuatannya lemah, berkecepatan rendah, dan arah hembusannya bervariasi (Dishidros, 1998). Atmosfer di Kep. Seribu mempunyai suhu udara rata-rata antara 26,5 – 28,5 ºC, dengan suhu udara maksimum antara 29,5 – 32,5 ºC, dan suhu udara minimum antara 23,0 – 23,8 ºC. Kelembaban nisbi rata-rata antara 75 – 85 %, dan tekanan udara rata-rata antara 1009,0 – 1011,0 Mb (Dishidros, 1998).
2.2. Pasang Surut Tipe pasang surut (Pasut) tahunan di Kep. Seribu adalah Pasut Harian Tunggal (Diurnal), dimana dalam satu hari bulan terdapat satu kali pasang dan satu kali surut dengan periode pasut selama 24 jam 50 menit (Ongkosongo dan Suyarso, 1989; Setiyoso, 1996). Kedudukan air tertinggi sebesar 6 dm diatas duduk tengah, dan kedudukan air terendah sebesar 5 dm (desimeter) di bawah duduk tengah. Ratarata tunggang air pada Pasang Perbani (masa pertengahan bulan) adalah 9 dm, dan
3
rata-rata tunggang air pada Pasang Mati (masa seperempat bulan akhir) adalah 2 dm (Dishidros, 1998; Setiyoso, 1996). Menurut Pemda DKI Jakarta, PPK dan LPM – ITB (1998) keadaan Pasut di perairan Kep. Seribu bagian Selatan atau tepatnya daerah Teluk Jakarta adalah sebagai berikut : Tipe Pasut pada mulut Teluk Jakarta adalah Campuran Dominasi Diurnal. Kisaran tinggi muka air laut pada saat surut adalah antara 0,2 – 1,5 meter, bahkan pernah tercatat hingga mencapai 1,9 m. Tinggi duduk tengah paras laut ratarata adalah 0,6 – 1,0 meter dari titik nol Palm pengukuran Pasut. Perbedaan muka air antara kondisi pasang dan surut pada Musim Kemarau rata-rata adalah 1,2 meter. Sedangkan hasil ramalan Pasut dari 9 komponen Pasut di perairan Teluk jakarta berdasarkan data Dishidros TNI-AL pada tanggal 1 – 17 Agustus 1994 menunjukkan bahwa tinggi paras laut rata-rata adalah 1,43 meter dari titik nol Palm pengukuran Pasut.
Grafik Pasang Surut P. Payung pada Bulan Agustus 2000 ( Data lapangan selama 15 hari ) 50 40 30
Elevasi (cm)
20 10 0 -10
0
24
48
72
96
120
144
168
192
216
240
264
288
312
336
360
-20 -30 -40 -50
Waktu (jam)
Gambar 1. Contoh Grafik Pasang Surut di Pulau Payung (Sumber : Dishidros, 2000)
2.3 Gelombang Tinggi Gelombang di perairan Kep. Seribu secara umum berkisar antara 0,5 – 1,5 meter. Gelombang pada Musim Barat ketinggiannya antara 0,5 – 1,5 m, dan saat angin kencang ketinggian bisa mencapai lebih besar dari 1,5 meter. Gelombang pada Musim Timur ketinggiannya antar 0,5 – 1,0 m. Sedangkan Gelombang pada Musim Pancaroba ketinggiannya dapat lebih rendah dari 0,5 meter (Dishidros, 1998).
4
Menurut Pemda DKI Jakarta, PPK dan LPM – ITB (1998) bahwa gelombang di perairan Kep. Seribu bagian Selatan atau tepatnya di wilayah Teluk Jakarta adalah sebagai berikut : Tinggi gelombang umumnya berkisar antara 0,1 – 1 meter, dengan periode 1 – 8 detik, dan panjang gelombangnya antara 1 – 12 meter. Penyebab gelombang yang dominan adalah kekuatan angin, dimana apabila angin berhembus kencang maka tinggi gelombang juga bertambah. Sedangkan menurut data dari Laporan Inception Breakwater oleh PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Tahun 1984 bahwa tinggi gelombang gelombang yang cukup signifikan adalah 1,85 meter dengan frekuensi kejadian 100 tahunan, periode gelombang pada puncak spektrumnya adalah 6,2 detik. Tinggi gelombang tersebut adalah termasuk dalam kategori gelombang laut dangkal, yaitu dengan kedalaman kurang lebih 7 meter.
2.4 Arus Arus permukaan di perairan Kep. Seribu secara umum dipengaruhi oleh pola angin musim. Arus permukaan bergerak ke Timur pada Musim Barat, dan arus bergerak ke Barat pada Musim Timur. Sekitar bulan Oktober dan April arah arus tidak teratur. Dalam hal ini secara umum arus akibat pasang surut adalah tidak dominan (Janhidros, 1975 dalam Sutisna, 1988). Kecepatan arus permukaan berkisar antara 0,05 – 0,12 m/detik (Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997). Menurut Pemda DKI Jakarta, PPK dan LPM – ITB (1998) bahwa arus di perairan Kep. Seribu bagian Selatan atau tepatnya di wilayah Teluk Jakarta adalah sebagai berikut : Kecepatan arus permukaan pada Musim Barat berkisar antara 0,13 – 0,17 m/detik, dan pada Musim Timur berkisar antara 0,10 – 0,17 m/detik. Kecepatan relatif yang lebih besar terjadi pada Musim Barat. Sedangkan jika dirata-ratakan antara arus permukaan dan arus dibawah permukaan maka kecepatannya adalah 0,43 m/detik. Wyrtki (1961) menyatakan bahwa : Pola arus permukaan Laut Jawa secara umum adalah bergerak kearah Barat pada bulan Mei – September, dan bergerak ke arah Timur pada bulan November - Maret. Hal ini terjadi tanpa dipengaruhi oleh meningkatnya faktor Gesekan Eddy yang besar dan arus balik (counter currents).
5
Sedangkan arus pada bulan April dan Oktober arah tidak beraturan dan dalam hal ini muncul faktor Gesekan Eddy.
2.5. Temperatur Secara umum temperatur air permukaan di perairan Kep. Seribu berkisar antara 28 – 31 ºC. Temperatur air permukaan pada Musim Barat antara 28 – 30 ºC. Temperatur air permukaan pada Musim Timur antara 28,5 – 31 ºC. Sedangkan temperatur air permukaan pada Musim Pancaroba untuk peralihan dari Musim Timur ke Musim Barat berkisar 29,5 – 31 ºC, dan untuk peralihan dari Musim Barat ke Musim Timur berkisar 29,5 – 30,5 ºC (Suyarso, 1995; Pardjaman, 1977 dalam Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997). Sedangkan Laut Jawa secara umum memiliki temperatur air yang konstan mulai dari permukaan hingga dasar perairan (Wyrtki, 1961). Tabel 1. Temperatur Air Laut di Kepulauan Seribu (Sumber : Pemda DKI Jakarta, PPK dan LP – ITB, 1998)
Lokasi P. Anyer P. Laki P. Pari P. Tidung Besar P. Pramuka P. Belanda P. Matahari / Macan P. Sebaru P. Penyaliran P. Pabelokan P. Bira
Temperatur (ºC) November 1995 April 1996 Air Air Air Air Permukaan Dalam Permukaan Dalam 30,3 29,9 29,2 28,0 30,8 30,0 29,0 29,0 30,0 29,9 28,9 28,7 31,0 30,4 29,0 29,0 29,3 29,0 29,0 29,0 30,4 30,2 28,8 28,9 30,2 30,2 29,2 29,2 30,3 30,2 29,0 29,0 29,2 29,0 30,6 30,3 29,0 29,0
2.6. Salinitas Salinitas air permukaan di perairan Kep. Seribu secara umum berkisar antara 30 – 34 ‰. Salinitas air permukaan pada Musim Barat, Musim Timur dan Musim Pancaroba tidak berfluktuasi secara nyata (Suyarso, 1995; Pardjaman, 1977 dalam Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997).
6
Menurut Pemda DKI Jakarta, PPK dan LPM – ITB (1998) bahwa salinitas di perairan Kep. Seribu bagian Selatan atau tepatnya di wilayah Teluk Jakarta adalah sebagai berikut : Pengukuran salinitas di bagian tengah Teluk Jakarta tidak pernah melampaui 33,3 ‰, sedangkan dalam keadaan normal biasanya antara 28 – 32 ‰. Salinitas air di permukaan laut pada Tahun 1996 berkisar antara 26,90 – 30,65 ‰, dan di dasar laut berkisar antara 31,51 – 32,53 ‰. Sedangkan salinitas permukaan di Laut Jawa secara umum adalah 32,5 ‰ per tahun, dengan kisaran 31,4 – 33,8 ‰ dalam satu tahun (Wyrtki, 1961).
2.7. Densitas Densitas massa air permukaan di perairan Kep. Seribu secara umum berkisar 16 – 20. Densitas air permukaan pada Musim Barat berkisar antara 16 – 20. Densitas air permukaan pada Musim Timur berkisar antara 19 – 20. Sedangkan Densitas air permukaan pada Musim Pancaroba untuk peralihan dari Musim barat ke Musim Timur berkisar 19 – 19,75, dan untuk peralihan Musim Timur ke Musim Barat berkisar antara 18 – 20 (Suyarso, 1995).
2.8. Kecerahan dan Kekeruhan Kecerahan perairan Kep. Seribu berkisar antara 3 – 8 meter. Sedangkan kekeruhannya bekisar 0,5 – 1,1 NTU (Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.PerikananIPB, 1997).
2.9. Analisis Sifat Fisis Perairan Kepulauan Seribu Pasang
Surut
(Pasut)
secara
lokal
merupakan
faktor
yang
perlu
diperhitungkan dalam beberapa kegiatan masyarakat Kepulauan Seribu sehari-hari, khususnya yang berhubungan dengan pelayaran dan perhubungan laut di perairan pantai kepulauan pada umumnya, penangkapan dan budidaya sumberdaya perikanan pantai seperti penangkaran jenis ikan karang (Beronang, Kerapu, dll) dan rumput laut. Pengetahuan Pasut juga diperlukan bagi pendaratan sementara perahu atau kapal wisatawan yang akan menyelam (diving) atau snorkelling di lokasi Goba. Sehingga kapal akan selamat bisa masuk maupun keluar daerah Goba dengan tidak merusak
7
badan kapal tidak bergesekan dengan terumbu karang, yang bisa mengakibatkan kerusakan baik badan kapal maupun terumbu karang tersebut. Arus dan Gelombang yang berlangsung di perairan Kep. Seribu secara umum digerakkan oleh gaya pembangkit yang berupa angin dan Pasut. Arus yang disebabkan oleh angin musim adalah yang dominan terjadi karena diduga arus di perairan Kep. Seribu dipengaruhi oleh sirkulasi arus di Laut jawa yang bergerak ke barat pada Musim Timur, dan bergerak ke Timur pada Musim Barat. Arus yang dibangkitkan Pasut tidak dominan diduga karena rata-rata tunggang air tahunan terbesarnya adalah 11 dm atau 1,1 meter. Arus pada Musim Barat yang bergerak ke Timur harus diperhatikan karena diduga bisa mentransporkan polutan berupa miyak jika terjadi kebocoran pada sumur-sumur minyak yang dieksplorasi oleh PT. Arco dan PT. Maxus yang berada di wilayah Kep. Seribu bagian utara. Sedangkan arus pada Musim Timur yang bergerak ke Barat diduga bisa mentransporkan polutan berupa logam berat dan seston (suspended particulate matter) dari Teluk Jakarta. Menurut Suyarso (1995) secara umum kandungan Seston di wilayah perairan Kep. Seribu adalah berkisar < 2,0 -7,0 mg/l. Hal ini didukung oleh data tentang kecerahan di perairan Kep. Seribu yang tercatat dan dapat dikatakan rendah. Sedangkan berdasarkan Model Transpor Sedimen di Laut Jawa oleh Ningsih (2000) bahwa Musim Barat juga berperan dalam suplai seston di perairan Kep. Seribu walaupun tidak sebesar peran dari Musim Timur. Seston yang menyebabkan kekeruhan di kolom air tersebut diduga juga merupakan peran dari teraduknya lumpur sedimen dasar laut akibat eksploitasi (pengerukan) pasir-pasir laut di kawasan perairan Kep. Seribu bagian Selatan. Hasil proses pengurangan daratan di wilayah pantai Teluk Jakarta seperti di Muara Pecah, Tanjung Pasir, sebagian Kamal dan Penjaringan, Cilincing, Marunda Besar diduga juga berperan terhadap kekeruhan yang tertranspor ke perairan Kep. Seribu bagian Selatan (Mailendra, 1996). Musim Barat dan Timur secara lebih lanjut akan mempengaruhi sebaran temperatur di perairan Kep. Seribu. Musim Barat yang umumnya membawa curah hujan yang cukup tinggi akan menurunkan temperatur permukaan air dibandingkan pada Musim Timur. Temperatur tinggi dimiliki oleh perairan Kep. Seribu bagian
8
selatan yang dekat dengan daratan utama P. Jawa. Hal ini karena kedalaman perairan yang semakin dangkal akan mempercepat pemanasan dasar perairan di siang hari Salinitas tinggi terdapat di perairan Kep. Seribu bagian tengah ke arah utara yang lebih dipengaruhi oleh salinitas Laut Jawa. Sedangkan salinitas yang rendah pada beberapa perairan pulau yang dekat dengan perairan pantai wilayah Jakarta terutama Teluk Jakarta. Hal ini terjadi diduga karena masih adanya pengaruh aliran air tawar dari beberapa muara sungai. Penurunan salinitas terutama terjadi saat Musim Barat yang umumnya membawa curah hujan yang tinggi sehingga aliran air tawar dari sungai akan semakin meningkat dan menyebabkan menurunnya salinitas. Densitas air permukaan dipengaruhi oleh sebaran temperatur dan salinitas perairan yang ada. Dimana massa air permukaan berdensitas tinggi menempati wilayah perairan yang berbatasan dengan laut Jawa (wilayah Kep. Seribu bagian utara).
9
Gambar 2. Pola Arus yang disebabkan oleh Angin Musim Barat di Indonesia pada Bulan Februari (Sumber : Wyrtki, 1961)
Gambar 3. Pola Arus yang disebabkan oleh Angin Musim Timur di Indonesia pada Bulan Juni (Sumber : Wyrtki, 1961)
10
Gambar 4. Daerah Eksplorasi PT. Maxus dan PT. Arco yang diduga jika terjadi kebocoran pada sumur-sumur minyaknya pada Musim Barat akan mencemari Kep. Seribu (Sumber : Departemen Pertambangan dan Energi, 2000)
11
Gambar 5. Arah dan Kecepatan Arus di Teluk Jakarta pada Musim Timur di Bulan Mei dan Musim Barat di Bulan November (Sumber : Janhidros, 1975 dalam Sutisna, 1988)
12
3. Keadaan Sifat Kimiawi Perairan 3.1. DO, BOD, COD Kondisi oksigen terlarut atau DO (Dissolved Oxygen) secara umum di perairan Kep. Seribu mempunyai nilai kisaran yang relatif tinggi yaitu 3,38 - 9,08 ml/l. Konsentrasi Oksigen yang dibutuhkan untuk proses-proes biologi atau BOD (Biologycal Oxygen Demand) berkisar antara 1,27 – 5,28 ml/l. Sedangkan konsentrasi oksigen yang dibutuhkan untuk proses-proses kimia atau COD (Chemical Oxygen Demand) berkisar antara 119,89 – 220,90 ml/l (Dinas perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997).
3.2. Kandungan Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman air di perairan Kep. Seribu berkisar antara 7 - 7,5 (Dinas perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997).
3.3. Kandungan Hara (Nitrat, Fosfat,Silikat) di Perairan Kandungan Fosfat di perairan Kep. Seribu secara umum berkisar antara 0,2 µgA/l hingga 0,043 mgA/l (Suyarso, 1995; Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997). Kandungan Fosfat di Laut jawa secara umum di permukaan rata-ratanya 0,08 µgA/l, dengan kisaran antara 0,03 – 0,12 µgA/l, sedangkan di dasar perairan rataratanya 0,12 µgA/l dengan kisaran 0,08 – 0,15 µgA/l (Delsman, 1939 dalam Wyrtki, 1961). Kandungan Nitrat secara umum berkisar antara 0,2 hingga 2,0 µgA/l. Pola sebaran kandungan Nitrat di dasar perairan tidak jauh beda dengan pola sebaran di permukaan perairan (Suyarso, 1995). Kandungan Silikat secara umum berkisar antara 5,0 µgA/l hingga 0,017 mgA/l (Suyarso, 1995; Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997).
3.4. Kandungan Minyak di Air Kandungan minyak pada air permukaan di perairan Kep. Seribu sebesar <0,001 mg/l (Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997).
13
3.5. Logam Berat (Pb, Cd, Cu, Hg) Kandungan Timbal (Pb) di perairan Kep. Seribu berkisar antara 0,005 – 0,014 mg/l. Kandungan
Kadmium (Cd) berkisar antara 0,007 – 0,080 mg/l. Kandungan
Tembaga (Cu) berkisar antara 0,057 – 0,248 mg/l. Sedangkan kandungan Merkuri (Hg) berkisar antara <0,001 – 0,075 (x 1.10-3) mg/l (Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997).
4. Keadaan Kualitas Air di Perairan Kepulauan Seribu Keadaan kualitas air di perairan Kep. Seribu ditentukan parameter fisik dan kimia. Adapun parameter fisis air dalam hal ini adalah temperatur, salinitas dan kecerahan. Sedangkan parameter kimia dalam hal ini adalah kandungan DO, BOD, COD, Hara,
Minyak, dan logam berat. Nilai dari parameter-parameter tersebut
kemudian dibandingkan dengan Standar (Baku Mutu) Kualitas Air Laut untuk Pariwisata-Rekreasi, dan Biota Laut (Kep. MenKLH No.02/MENKLH/1988 tanggal 19 Januari 1988), dan Standar Kandungan Nutrien, pH, Oksigen dari BBAP Jepara (1999). Parameter kualitas air di perairan Kep. Seribu yang memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk pariwisata dan rekreasi, dan biota laut (budidaya laut, dan taman laut / konservasi) antara lain : temperatur, salinitas, kecerahan, pH, kandungan minyak, dan unsur logam berat Hg. Kandungan nutrien secara umum memenuhi Standar BBAP Jepara yang ditetapkan untuk kegiatan budidaya biota laut. Kandungan logam berat Pb, Cd, dan Cu secara umum tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan baik untuk pariwisata – rekreasi maupun untuk biota laut (budidaya laut, dan taman laut / konservasi).
14
Tabel 2. Baku Mutu Kualitas Air Laut untuk Pariwisata dan Rekreasi (Kep. MenKLH No. Kep-02/MENKLH/1988)
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Parameter FISIKA Warna (CU) Bau Kecerahan (m) Kekeruhan (NTU) Padatan Tersuspensi (mg/l) Benda Terapung Lapisan Minyak Suhu (ºC) KIMIA Ph Salinitas (%) Oksigen Terlarut (mg/l) BOD5 (mg/l) COD (mg/l) Ammonia (mg/l) Nitrit (mg/l) Sianida (mg/l) Sulfida (mg/l) Minyak Bumi (mg/l) Senyawa Fenol (mg/l) Pestisida Organokhlorin (mg/l) Polikhlorinated Bifenil (PCB) (mg/l) Surfaktan (Deterjen) (mg/l MBAS) Logam- Semi Logam : - Raksa (Hg) (mg/l) - Kromium (heksavalen) (mg/l) - Arsen (As) (mg/l) - Selenium (Se) (mg/l) - Kadmium (Cd) (mg/l) - Tembaga (Cu) (mg/l) - Timbal (Pb) (mg/l) - Seng (Zn) (mg/l) - Nikel (Ni) (mg/l) - Perak (Ag) (mg/l)
1. 2. 3.
BIOLOGI E. coliform (sel/100 ml) Patogen (sel/100 ml) Plankton (individu)
1. 2. 3. 4.
RADIO NUKLIDA a (pCi/l) b (pCi/l) Sr-90 (pCi/l) Ra-226 (pCi/l)
BM yang Diperbolehkan Mandi, Renang, Umum dan Selam Estetika <50 Alami >10 <30 <23 Nihil Nihil Alami
<50 Alami Nihil Nihil
6–9 ± 10 % Alami >5 < 40 < 40 <4 Nihil < 0,20 < 0,002 < 0,042 < 0,001 < 0,5
-
< 0,005 < 0,01 < 0,05 < 0,06 < 0,01 <1 < 0,05 < 15 < 0,1 < 0,05
-
< 1000 Nihil Tidak Blooming
-
<1 < 100 <1 <3
-
15
Tabel 3. Baku Mutu Kualitas Air Laut untuk Biota Laut (Kep. MenKLH No. Kep-02/MENKLH/1988)
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Parameter FISIKA Warna (CU) Bau Kecerahan (m) Kekeruhan (NTU) Padatan Tersuspensi (mg/l) Benda Terapung Lapisan Minyak Suhu (ºC) KIMIA PH Salinitas (%) Oksigen Terlarut (mg/l) BOD5 (mg/l) COD (mg/l) Ammonia (mg/l) Nitrit (mg/l) Sianida (mg/l) Sulfida (mg/l) Minyak Bumi (mg/l) Senyawa Fenol (mg/l) Pestisida Organokhlorin (mg/l) Polikhlorinated Bifenil (PCB) (mg/l) Surfaktan (Deterjen) (mg/l MBAS) Logam- Semi Logam : - Raksa (Hg) (mg/l) - Kromium (heksavalen) (mg/l) - Arsen (As) (mg/l) - Selenium (Se) (mg/l) - Kadmium (Cd) (mg/l) - Tembaga (Cu) (mg/l) - Timbal (Pb) (mg/l) - Seng (Zn) (mg/l) - Nikel (Ni) (mg/l) - Perak (Ag) (mg/l)
1. 2. 3.
BIOLOGI E. coliform (sel/100 ml) Patogen (sel/100 ml) Plankton (individu)
1. 2. 3. 4.
RADIO NUKLIDA a (pCi/l) b (pCi/l) Sr-90 (pCi/l) Ra-226 (pCi/l)
BM yang Diperbolehkan Budidaya Taman Laut Perikanan Konservasi < 50 Alami >3 < 30 < 80 Nihil Nihil Alami
< 50 Alami < 10 < 30 < 80 Nihil Nihil ± 20 % Alami
6–9 ± 10 % Alami >4 < 45 < 80 <1 Nihil < 0,20 < 0,03 <5 < 0,002 < 0,02 < 0,001 < 1,0
6-9 ± 10 % Alami >4 < 80 < 80 < 0,3 Nihil < 0,20 < 0,03 <5 < 0,002 < 0,02 < 0,001 < 1,0
< 0,003 < 0,003 < 0,01 < 0,01 < 0,005 < 0,01 < 0,06 < 0,01 < 0,1 < 0,002
< 0,006 < 0,005 < 0,01 < 0,05 < 0,01 < 0,06 < 0,075 < 0,1 < 0,1 < 0,05
< 1000 Nihil Tidak Blooming
< 1000 Nihil -
<1 < 100 <1 <3
<1 ≤ 100 <1 <3
16
Tabel 4. Standar Kualitas Air untuk Biota Laut (Sumber : BBAP Jepara, 1999)
No. Parameter 1. Fosfat 2. Nitrat 3. Nitrit 4. Oksigen 5. Derajat Keasaman (pH) (Catatan : 1 ppm (mg/l) = 1000 ppb (µg/l) )
Nilai Standar < 0.2 ppm < 200 ppm < 0,5 ppm 4 – 8 ppm 7.5 – 8.9
Kandungan logam berat di perairan Kep. Seribu diduga merupakan hasil kontaminasi dari Teluk Jakarta yang ditransporkan oleh arus. Dimana terdapat sekitar 9 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta yang diduga mengangkut polutan dari limbah industri maupun domestik perkotaan. Beberapa sungai tersebut antara lain Sungai Cisadane, S. Angke, S. Grogol, S. Krukut, S. Ciliwung, S. Sunter, S. Cakung, S. Bekasi, S. Cikarang. Adapun data angkutan polutan sungai-sungai tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Angkutan dan Debit Polutan dari Berbagai Muara Sungai di Teluk jakarta (Sumber : Puslitbang Pengairan, 1983 dalam Mihardja, dkk., 1990) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sungai Cisadane Angke Grogol Krukut Ciliwung Sunter Cakung Bekasi Cikarang
As 0 0 0 19.0 26.1 0 0.4 0 0
Cd 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Angkutan Polutan (kg/hari) Cr Cu Hg Ni Pb 4.2 0 34.7 18.1 23.3 6.7 0 1.4 34.8 118.0 2.8 6.4 4.8 0 9.0 191.0 15.6 10.3 6.5 197.0 62.2 0 56.6 0 151.0 0.5 67.4 62.2 0 36.1 3.8 0 26.5 0 39.0 32.9 47.7 11.9 0 140.0 21.0 54.0 15.8 94.6 43.5
Zn 10340 2026 110 8605 790 3069 828 10742 6473
Debit polutan (m3/hari) 60483 16267 1145 9497 3348 2768 4586 332
17
Tabel 6. Konsentrasi Logam Berat didalam Air Teluk Jakarta (Sumber : Puslitbang Pengairan, 1983 dalam Mihardja, dkk., 1990) Sumber Tl 1 Tl 2 Tl 3 Tl 4 Tl 5 Tl 6 Tl 7
As 0 0 0 0 0 0 0
Cd 0 0 0 0 0 0 0
Konsentrasi Logam Berat Cr Cu Hg 0.01 0.02 0.001 0.01 0.02 0.002 0.01 0.05 0.002 0.02 0.05 0.001 0.02 0.04 0.001 0 0.01 0 0 0.01 0
(ppm) Ni 0.04 0.04 0.03 0.03 0.03 0.05 0.05
Pb 0.001 0.002 0.037 0.030 0.028 0 0
Zn 0.010 0.010 0.022 0.011 0.022 0.011 0.011
Tabel 7. Konsentrasi Logam Berat didalam Lumpur Teluk jakarta (Sumber : Puslitbang Pengairan, 1983 dalam Mihardja, dkk., 1990) Sumber Tl 1 Tl 2 Tl 3 Tl 4 Tl 5 Tl 6 Tl 7
As 0 0 0 0 0 0 0
Cd 0 0 0 0 0 0 0
Konsentrasi Logam Berat Cr Cu Hg 24 0 0.033 122 0 0.20 2200 0 0.70 624 0 0.62 21 0 0.81 627 1.0 0.25 281 10.0 0.28
(ppm) Ni Pb 1.0 0 0 0 0 0 0 0 2.0 0 0 0 0 0
Zn 224 762 221 112 120 276 122
Gambar 6. Lokasi titik pengambilan sampel air dan sedimen yang mengandung logam berat di Teluk Jakarta (Sumber : Puslitbang Pengairan, 1983 dalam Mihardja, dkk., 1990)
18
Berdasarkan data-data diatas tidak menutup kemungkinan kontaminasi logam berat akan semakin bertambah dari waktu ke waktu seiring dengan peningkatan kegiatan industri baik secara kualitas maupun kuantitas, tanpa diikuti oleh peningkatan pengelolaan limbah lingkungan.
Dalam hal ini selain limbah dari
daratan, diduga lalu lintas pelayaran juga ikut berperan dalam peningkatan jumlah kandungan limbah di perairan Kep. Seribu. Limbah hasil lalu lintas pelayaran tersebut dapat berupa padatan, cairan, bahan organik, mungkin juga radioaktif, atau gumpalan minyak mentah hasil buangan air ballast kapal (P3O-LIPI, 1989 dalam Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997). Pencemaran logam berat ini diduga bisa menjadi masalah yang sangat krusial karena akan berdampat negatif bahkan merugikan bagi sektor kesehatan penduduk, budidaya, pelestarian alam perairan, dan pariwisata di wilayah perairan Kep. Seribu. Adapun kronologi dari jalur kontaminasi logam berat adalah sebagai berikut :
Logam Berat (di lumpur dan air)
diserap
Biota laut (ikan, kerang, rumput laut, plankton)
dikonsumsi
Manusia (keracunan, mutasi gen, kematian)
Gambar 7. Diagram Alir Kontaminasi Logam Berat
Logam berat dari Teluk Jakarta yang ditransportasikan oleh arus ke perairan Kep. Seribu dalam proses waktu tertentu akan diserap oleh plankton (fitoplankton dan zooplankton). Plankton dikonsumsi oleh biota laut yang lebih besar seperti ikan yang kemudian pada tingkat pemangsaan yang lebih besar akan dikonsumsi oleh manusia.
19
Pengaruh terhadap manusia bisa mengakibatkan keracunan, menimbulkan penyakit dan dalam jangka waktu yang cukup lama bisa saja terjadi mutasi gen dimana generasi penduduk berikutnya bisa terlahir cacat.
Tabel 8. Sifat, Keberadaan dan Pengaruh Unsur Logam Berat Terhadap Fisiologis Manusia (Sumber : LP-ITB, 1998) Logam Berat
Sifat
Sumber
Arsen (As)
Semi metal, berwarna abu-abu dan getas.
Pestisida dan Fotosel.
Kadmium (Cd)
Logam lunak berwarna putih kebiruan, tahan korosif.
Paduan logam, Plastik, Batere, dan Pewarna
Merkuri (Hg)
Logam cair dan mudah menguap, mengkilap seperti perak.
Manufaktur, Amalgam, Elektronik, Fungisida, dan Geologi.
Kromium (Cr)
Senyawanya bernama Cr6+ , oksidator kuat dan paling racun. Sebagai anion dan kation dalam air. Logam lunak berwarna abu-abu.
Industri baja, Elektroplating dan Cat.
Seng (Zn)
Amorf, tidak berbau, putih kekuningan.
Alamiah, Industri Alloy, Pigmen Karet, Cat, Kosmetik, Plastik, Obat, Fotocopy.
Tembaga (Cu)
Korosif
Industri, Pertambangan.
Nikel (Ni)
Logam keras
Pertambangan, Industri.
Perak (Ag)
Mengkilap
Industri, Pertambangan
Timbal (Pb)
Pipa, Batere, Kendaraan dan Cat
Efek Merusak kulit dan Sistem syaraf. Karsinogenik Mempengaruhi ginjal, hati, pankreas dan paru-paru. Karsinogenik dan sistemik. Merusak ginjal, hati dan sistem syaraf. Mutagen dan racun sistemik. Merusak ginjal dan hati. Karsinogenik.
Merusak sistem pusat syaraf, ginjal, jantung dan janin. Karsinogenik dan sistemik. Brass founder’s acne. Brass chills. Ulcers selaput lendir. Muntaber. Oxide pox. Merusak saluran pencernaan, dan sistem peredaran darah. Meusak sistem syaraf, saluran pernafasan, dan iritasi kulit. Menyebabkan Argyria, merusak kulit dan mata. Merusak hati dan ginjal.
20
Contoh kasus nyata pencemaran logam berat yang pertama kali terjadi adalah Tragedi di perkampungan nelayan, Teluk Minamata, Jepang, pada tahun 1953 – 1960. Tercatat 46 orang nelayan meninggal akibat mengkonsumsi ikan dan kerangkerangan yang telah tercemar oleh logam berat Merkuri (Hg). Setelah tragedi tersebut muncul lagi kasus pencemaran logam berat, kali ini Kadmium (Cd) yang menimbulkan penyakit Itai-itai, terjadi pertama kali di Jepang, kemudian di beberapa negara lain seperti Venezuela, Irak, Kanada, Swedia dan Amerika serikat (Hutagalung, 1997 dalam Hutagalung, dkk., 1997).
5. Keadaan Sifat Hayati Perairan 5.1. Sebaran Khlorofil-a, Fitoplankton, dan Zooplankton Kandungan Khlorofil-a secara umum berkisar antara 0,5 hingga 4,0 mg/m3. Kandungan Khlorofil-a di perairan permukaan umumnya relatif lebih tinggi dibandingkan di perairan dasar (Suyarso, 1995). Sedangkan kandungan Khlorofil-a di Laut Jawa secara umum adalah 1,0 g/m2/hari atau lebih (Wyrtki, 1961). Kelimpahan Fitoplankton secara umum berkisar 86 – 17.970 (individu / liter) dari sekitar 9 – 19 spesies, dengan Nilai Indeks Keanekaragaman antara 0,02 – 2,39, Nilai Indeks Keseragaman antara 0,01 – 0,81, dan Nilai Indeks Dominansi antara 0,13 – 0,99. Fitoplankton yang secara umum mendominasi perairan adalah spesies Trichodesmium sp, Divisi Diatom dan Dinoflagellata. Musim puncak kepadatan fitoplankton di perairan Kep. seribu terjadi sekitar Bulan Oktober, Januari – Februari, dan Mei (Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997). Kelimpahan zooplankton secara umum berkisar 2 – 57 (individu / liter) dari sekitar 1 – 9 spesies, dengan Nilai Indeks Keanekaragaman antara 0 – 1,85, Nilai Indeks Keseragaman antara 0,59 – 0,95, dan Nilai Indeks Dominansi antara 1 – 0,76. Zooplankton yang secara umum mendominasi perairan adalah Divisi Crustacea, yaitu stadia Nauplius (Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997). Sedangkan menurut Suyarso (1995) Genus yang umum terdapat di perairan Kep. Seribu antara lain Chaetognatha, Cladocera, Copepoda dan larva Decapoda.
21
Tabel 9. Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton di Pulau Kelapa, P. Pari, P. Pramuka, P. Tidung (Sumber : Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997) Plankton Fitoplankton
Zooplankton
Jumlah/Indeks Jumlah Taxa Jumlah Individu/liter Indeks Keanekaragaman Indeks Keseragaman Indeks Dominansi Jumlah Taxa Jumlah Individu/liter Indeks Keanekaragaman Indeks Keseragaman Indeks Dominansi
P. Kelapa 19
P. Pari 9
P. Pramuka 12
P. Tidung 11
86
17970
459
277
2,39
0,44
1,41
2,39
0,81
0,20
0,57
0,81
0,13 8
0,8 2
0,32 5
0,13 7
24
14
57
11
1,84
0,65
1,29
1,85
0,88
0,94
0,8
0,95
0,19
0,54
0,35
0,17
5.2. Ekosistem Terumbu Karang dan Mangrove Berdasarkan bentuknya, terumbu karang di perairan Kep. Seribu terdiri dari : Karang Bercabang (branching coral), Karang Bongkah (massive/sub massive coral), Karang Meja (Table Coral), Karang Kipas (Gorgonian), Karang Daun (foliose), Karang Jamur (mushroom coral), Karang Lunak (soft coral). Spesies-spesies karang keras (hard coral) yang dominan antara lain : Acrophora spp., Porites spp., Montastrea sp, Lobophyllia sp.
Sedangkan spesies-spesies karang lunak yang
dominan antara lain : Sinularia spp., Xenia spp., Dendronephtya sp, Sarcophyton sp, Lobhophyton sp (Balai TNL Kep. Seribu, 2000; LP – ITB, 1998). Biota yang hidup didalam ekosistem terumbu karang di Kep. seribu secara umum antara lain berbagai spesies ikan karang, Echinodermata, Crustacea, Moluska, Penyu, Algae. Ikan karang yang terkenal antara lain : Kerapu (Ephinephelus sp), Baronang (Siganus sp), Ekor Kuning (Caesio sp), Tengiri (Scomberomerus sp), Tongkol (Eutymus sp). Echinodermata yang dapat dijumpai antara lain : Bintang Laut, Lili Laut, Teripang dan Bulu Babi. Crustacea yang dapat dikonsumsi antara lain : Kepiting, Rajungan (Portunus sp), Udang Karang (Spyny Lobster). Moluska terdiri dari Gastropoda dan Bivalvia. Gastropoda yang sudah jarang ditemukan keberadaannya antara lain : Triton Trompet (Charonia tritonis), Batu Laga (Turbo
22
marmoratus), Kepala Kambing (Cassis cornuta), Lola Merah (Trochus nilotus). Bivalvia yang juga sudah jarang ditemukan keberadaannya antara lain : Kima Raksasa (Tridacna gigas),Kima Sisik (Tridacna squamosa), Kima Lubang (Tridacna crocea), Kima Cina (Hippopus porcellanus), Kima Tapak Kuda (Hippopus hippopus).
Penyu yang hidup di perairan Kep. seribu adalah Penyu Sisik
(Eretmochelys imbricata). Algae ekonomis yang hidup di perairan ini antara lain : Gracillaria sp, dan Caulerpa sp (Balai TNL Kep. Seribu, 2000; Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997; LP – ITB, 1998). Ekosistem Mangrove di Kep. seribu didominasi oleh spesies-spesies Bakau Bakau (Rhizophora sp), Bakau Api-api (Avicenia sp), Bakau Tancang (Bruguiera sp) (Balai TNL Kep. Seribu, 2000). Hutan mangrove terdapat di wilayah Kep. Seribu antara lain di cagar alam P. Rambut, P. Tidung, P. Untung Jawa, P. Kelapa, dan P. Harapan. Sedangkan yang terdapat dalam kawasan Zona Inti kawasan TNL Kepulauan Seribu adalah P. Penjaliran Barat dan Timur, P. Peteloran Barat dan Timur (LAPI-ITB, 2000).
5.3. Analisis Keadaan Sifat Hayati Perairan Kandungan Khorofil-a dan Plankton (Fitoplankton dan Zooplankton) di perairan adalah sebagai indikator produktivitas primer. Dimana seperti pada perairan tropik pada umumnya bahwa produktivitas sepanjang tahun tidak mengalami fluktuatif yang begitu mencolok. Hal ini dikarenakan massa air dekat permukaan menerima cukup cahaya matahari, dimana ketinggian matahari diatas cakrawala tidak banyak berubah sepanjang tahun. Dengan demikian diperoleh kondisi yang optimal bagi produksi Fitoplankton, apalagi didukung oleh ketersediaan kandungan hara perairannya. Kandungan plankton yang melimpah akan dapat mendukung kehidupan biota laut yang lebih besar seperti ikan dan biota ekonomis lainnya. Kelimpahan Fitoplakton dan Zooplankton di Kep. Seribu secara umum dan secara khusus di P. Kelapa, P. Pari, P. Pramuka, P. Tidung adalah rendah. Hal ini hanya mencerminkan kondisi sesaat saja, jadi tidak mencerminkan kondisi sepanjang tahun. Menurutr studi-studi sebelumnya kelimpahan Fitoplankton dan Zooplanton adalah lebih tinggi (DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997; LP – ITB, 1998).
23
Ekosistem terumbu karang di Kep. Seribu mempunyai keanekaragaman jenis karang yang tinggi, didukung oleh biota-biota yang hidup didalamnya. Kerusakan ekosistem tersebut membuat beberapa biota yang cukup unik hilang atau mulai punah dari perairan Kep. Seribu, contohnya Penyu dan Kima. Kima di perairan Kep. Seribu yang tercatat sebanyak 5 spesies tersebut merupakan kekayaan yang tak ternilai, sebab umurnya yang bisa mencapai puluhan bahkan ratusan tahun dan di Indonesia sebenarnya hanya ada 7 spesies Kima yang tersebar di seluruh perairan Indonesia dan sebagian besar memang sudah punah (Rosewater, 1965 dalam Pranowo, W.S., 1998). Populasi yang sudah terancam kepunahan seperti Penyu, Kima, Triton Trompet, Kepala Kambing adalah termasuk dalam kategori hewan langka yang sifatnya hampir terancam kepunahan menurut Buku Data Merah IUCN, dan di Indonesia dilindungi oleh SK Menhut No. 12/Kpts-II/1987 (Gilkes dan Adipati, 1987 dalam Pranowo, W.S., 1998). Ekosistem terumbu karang dan hutan mangrove merupakan dua asosiasi yang sangat berbeda tetapi merupakan ciri khas dari perairan tropik. Hutan mangrove di sepanjang pantai dapat berguna sebagai penjebak sedimen sehingga tidak terbawa lebih jauh menuju laut yaitu ke daerah ekosistem terumbu karang. Sedangkan terumbu karang yang mengelilingi pulau-pulau kecil bisa berfungsi sebagai breakwater alam yang mencegah terjadinya erosi pantai.
24
6. Keadaan Kualitas Air di Perairan Sekitar Pulau-pulau 6.1. Pulau Kelapa Adapun data kualitas air secara umum di perairan pantai Pulau Kelapa adalah sebagai berikut :
Tabel 10. Data Kualitas Air di Perairan Pantai P. Kelapa (Sumber : LP – ITB, 1998) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Parameter FISIKA : Warna Bau Kekeruhan Temperatur Kecerahan Zat Padat Tersuspensi Benda Terapung
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
KIMIA : Lapisan Minyak Salinitas BOD COD Ammonium (NH4) Nitrit (NO2-N) Fenol MBAS (Surfaktan) Pestisida Sianida (CN) Asam Sulfida (H2S) Raksa (Merkuri) (Hg) Kromium (Cr) Arsen (As) Selenium (Se) Kadmium (Cd) Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn) Nikel (Ni) Perak (Ag) DO PH
Satuan
Nilai
Skala TCU Skala NTU °C m mg/l -
5 Tidak Berbau 2-3 27 – 30,5 0,0 Nihil
mg/l ‰ mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l µg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l -
Nihil 30,4 – 31 39,5 – 51,6 56,4 – 69,7 0 0 0 negatif 0 0 0 0,130 – 0,200 0,020 – 0,060 0,010 – 0,150 0,030 – 0,050 0,030 – 0,050 0,160 – 0,310 0,080 – 0,110 0,100 – 0,130 0,030 – 0,070 5,9 – 7,0 6,8 – 7,1
Parameter fisika kualitas air di perairan Pulau Kelapa memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh Kep. MenKLH No. Kep-02/MenKLH/I?1988 untuk pariwisata dan rekreasi, untuk biota laut (budidaya perikanan dan taman laut konservasi). Parameter kimia perairannya ada beberapa yang tidak memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan untuk pariwisata dan rekreasi, antara lain : BOD, COD, Fenol, Logam Merkuri (Hg), Logam Kromium (Cr), Logam Kadmium (Cd), Logam Timbal (Pb), Logam Seng (Zn), Logam Nikel (Ni), dan Logam Perak (Ag).
25
Parameter kimia perairannya ada beberapa yang tidak memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan untuk biota laut (budidaya perikanan dan taman laut konservasi), antara lain : BOD, Fenol, Logam Merkuri (Hg), Logam Kromium (Cr), Logam Arsen (As), Logam Kadmium (Cd), Logam Timbal (Pb), Logam Seng (Zn), Logam Nikel (Ni), dan Logam Perak (Ag).
6.2. Pulau Pari Adapun data kualitas air secara umum di perairan pantai Pulau Pari adalah sebagai berikut : Tabel 11. Data Kualitas Air di Perairan Pantai P. Pari (Sumber : Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Parameter FISIKA : Warna Bau Kekeruhan Temperatur Kecerahan Zat Padat Tersuspensi Benda Terapung
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
KIMIA : Lapisan Minyak Salinitas BOD COD Ammonium (NH4) Nitrit (NO2-N) Fenol MBAS (Surfaktan) Pestisida Sianida (CN) Asam Sulfida (H2S) Raksa (Merkuri) (Hg) Kromium (Cr) Arsen (As) Selenium (Se) Kadmium (Cd) Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn) Nikel (Ni) Perak (Ag) DO PH
Satuan
Nilai
Skala TCU Skala NTU °C m mg/l -
0,5 29 3 -
mg/l ‰ mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l µg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l -
< 0,001 32 1,27 162,31 0,175 0,003 0,025 0,043 0,248 0,005 4,22 7
26
Parameter fisika kualitas air di perairan P. Pari secara umum memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk biota laut (budidaya dan taman laut konservasi), dan untuk pariwisata dan rekreasi (dalam hal ini kecuali parameter kecerahannya yang tidak cukup memenuhi). Parameter kimia perairannya beberapa ada yang tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk pariwisata dan rekreasi, antara lain : Lapisan minyak, DO, COD, Nitrit, Logam Kadmium (Cd) dan Merkuri (Hg). Parameter kimia perairannya ada beberapa yang tidak memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan untuk biota laut (budidaya perikanan dan taman laut konservasi), antara lain : COD, Nitrit, Lapisan Minyak, Logam Merkuri (Hg), Logam Kadmium (Cd), Logam Tembaga (Cu). Tetapi menurut Standar Kualitas Air untuk Biota Laut dari BBAP Jepara (1999) untuk Nitrit dan Orthophosphat di perairan P. Pari adalah masih memenuhi standar.
27
6.3. Pulau Pramuka Adapun data kualitas air secara umum di perairan pantai Pulau Pramuka adalah sebagai berikut :
Tabel 12. Data Kualitas Air di Perairan Pantai P. Pramuka (Sumber : Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Parameter FISIKA : Warna Bau Kekeruhan Temperatur Kecerahan Zat Padat Tersuspensi Benda Terapung
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
KIMIA : Lapisan Minyak Salinitas BOD COD Ammonium (NH4) Nitrit (NO2-N) Fenol MBAS (Surfaktan) Pestisida Sianida (CN) Asam Sulfida (H2S) Raksa (Merkuri) (Hg) Kromium (Cr) Arsen (As) Selenium (Se) Kadmium (Cd) Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn) Nikel (Ni) Perak (Ag) DO PH
Satuan
Nilai
Skala TCU Skala NTU °C m mg/l -
0,7 29 6 -
mg/l ‰ mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l µg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l -
< 0,001 31,5 220,90 0,240 0,001 0,025 0,083 0,076 0,043 3,38 7,5
Parameter fisika kualitas air di perairan P. Pramuka secara umum memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk biota laut (budidaya dan taman laut konservasi), dan untuk pariwisata dan rekreasi (dalam hal ini kecuali parameter kecerahannya yang tidak cukup memenuhi). Parameter kimia perairannya beberapa ada yang tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk pariwisata dan rekreasi, antara lain : Lapisan minyak, DO, COD, Nitrit, Logam Kadmium (Cd) dan Merkuri (Hg).
28
Parameter kimia perairannya ada beberapa yang tidak memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan untuk biota laut (budidaya perikanan dan taman laut konservasi), antara lain : DO, COD, Nitrit, Lapisan Minyak, Logam Merkuri (Hg), Logam Kadmium (Cd), Logam Tembaga (Cu). Tetapi menurut Standar Kualitas Air untuk Biota Laut dari BBAP Jepara (1999) untuk Nitrit dan Orthophosphat di perairan P. Pramuka adalah masih memenuhi standar.
6.3. Pulau Tidung Adapun data kualitas air secara umum di perairan pantai Pulau Tidung adalah sebagai berikut :
Tabel 13. Data Kualitas Air di Perairan Pantai P. Tidung (Sumber : Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Parameter FISIKA : Warna Bau Kekeruhan Temperatur Kecerahan Zat Padat Tersuspensi Benda Terapung
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
KIMIA : Lapisan Minyak Salinitas BOD COD Ammonium (NH4) Nitrit (NO2-N) Fenol MBAS (Surfaktan) Pestisida Sianida (CN) Asam Sulfida (H2S) Raksa (Merkuri) (Hg) Kromium (Cr) Arsen (As) Selenium (Se) Kadmium (Cd) Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn) Nikel (Ni) Perak (Ag) DO PH
Satuan
Nilai Kisaran
Skala TCU Skala NTU °C m mg/l -
0,5 29 6 -
mg/l ‰ mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l µg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l -
< 0,001 32 1,90 146,15 0,096 0,002 0,050 0,046 0,114 0,007 6,33 7,5
29
Parameter fisika kualitas air di perairan P. Tidung secara umum memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk biota laut (budidaya dan taman laut konservasi), dan untuk pariwisata dan rekreasi (dalam hal ini kecuali parameter kecerahannya yang tidak cukup memenuhi). Parameter kimia perairannya beberapa ada yang tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk pariwisata dan rekreasi, antara lain : Lapisan minyak, COD, Nitrit, Logam Kadmium (Cd) dan Merkuri (Hg). Parameter kimia perairannya ada beberapa yang tidak memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan untuk biota laut (budidaya perikanan dan taman laut konservasi), antara lain : COD, Nitrit, Lapisan Minyak, Logam Merkuri (Hg), Logam Kadmium (Cd), Logam Tembaga (Cu). Tetapi menurut Standar Kualitas Air untuk Biota Laut dari BBAP Jepara (1999) untuk Nitrit dan Orthophosphat di perairan P. Tidung adalah masih memenuhi standar.
7. Keadaan Geologi, Morfologi Pulau serta Kondisi Batimetri Dasar Laut 7.1. Morfologi Pulau-pulau Kepulauan Seribu merupakan suatu gugusan kepulauan yang sebagian besar terdiri dari pulau-pulau karang, gosong karang. Dimana pertumbuhan gugus kepulauan karang ini membujur ke arah Barat Laut diakibatkan perairan di bagian Timur (dekat dengan daratan utama P. Jawa) terganggu oleh aliran sungai-sungai yang membawa sedimen lumpur. Menurut Molengraff (1929) dalam Suyarso (1995) pertumbuhan gugus kepulauan karang Kep. Seribu sangat berhubungan erat terhadap perubahan muka laut yang terjadi pada Zaman Plestosin, Contohnya adalah P. Payung yang merupakan kelanjutan pertumbuhan karang yang terjadi sebelum Paparan Sunda tenggelam pada Zaman Es. Morfologi pulau karang yang yang terdapat di wilayah Kep. Seribu antara lain adalah Goba, Rataan Terumbu (Reef Flat), dan Lereng Terumbu (Tubir). Goba adalah bentuk cekungan yang terletak di bagian puncak / pusat pulau karang membentuk suatu kolam dengan kedalaman 1-2 meter. Dasar karang umumnya berupa material pasir sebagai hasil gerusan dinding-dinding karang di sekitarnya. Beberapa pulau karang yang membentuk Goba antara lain adalah P. Air, P. Lancang, dan P. Pari. Rataan Terumbu (Reef Flat) adalah suatu bentuk rataan yang terdapat di
30
baian tepi luar pada suatu pulau karang. Rataan tersebut akan tergenang pada saat air pasang, dan akan terekspos / kekeringan saat air surut. Sedangkan Lereng Terumbu (Tubir) adalah bagian dari pulau karang yang berhadapan dengan laut terbuka, dengan kedalaman di sekitar area pasang-surut sudut lerengnya landai kemudian berangsur-angsur bertambah curam ke arah dasar perairan.
7.2. Kondisi Batimetri Berdasarkan Peta Batimetri Pulau-pulau Seribu yang dikeluarkan oleh Dishidros TNI-AL dan Bakosurtanal (1999) bahwa kondisi batimetri Kepulauan Seribu secara umum adalah sebagai berikut : Batimetri terdalam sekitar 88 meter di perairan selat antara gugusan Pulau Pari dan gugusan P. Payung tepatnya antara 106°34’- 106°35’ BT dan 05°49’- 05°50’ LS, dengan rata-rata batimetri terdalam antar pulau adalah sekitar 5 – 30 meter. Secara umum batimetri semakin mendangkal ke arah perairan pantai wilayah Jakarta.
7.3. Keadaan Erosi/Sedimentasi dan Batimetri Perairan Sekitar Pulau-pulau Pulau Untung Jawa hampir seluruh pantainya dikelilingi oleh karang, dengan kedalaman perairan yang mengelilinginya sekitar 4 – 6 meter. Dermaga terletak di pantai sisi selatan pulau dengan kedalaman di depannya ± 6 meter (Foto Udara, 1996; Dishidros dan Bakosurtanal, 1999). Berdasarkan Foto Udara (1996) diduga terjadi hempasan gelombang dari arah Timur Laut yang mengikis karang tebing sisi Timur Laut kemudian ada arus dari Selatan yang mengikis pantai dan karang tebing sisi Selatan pulau. Selanjutnya kikisan tersebut akan ditranspor ke arah Timur Laut dan terjadi sedimentasi ke arah tersebut. Sehingga diduga terjadi pertumbuhan P. Untung Jawa ke arah Timur Laut. Pulau Rambut letaknya berdekatan dengan P. Untung Jawa dengan kedalaman perairannya rata-rata 3 – 6 meter (Dishidros dan Bakosurtanal, 1999). Berdasarkan Foto Udara (1996) diduga arus yang datang dari Barat Daya menyebabkan sedikit erosi di sisi Selatan pulau dan terjadi sedimentasi di sisi Timur Laut pulau. Dan diduga pula bahwa jika terdapat gelombang yang datang dari Utara
31
meng-erosi pantai sisi utara dan ditransporkan ke arah Tenggara, maka dimungkinkan terjadi pertumbuhan P. Rambut ke arah Timur Laut dan Tenggara. Pulau Lancang Besar terletak satu gugusan pulau karang dengan P. Gosong Lancang dan P. Lancang Kecil. Ujung selatan dan utara P. Lancang Besar ini terdapat karang tebing, dan perairan yang meneglilingi pulau kedalamannya antara 3 – 23 meter (Dishidros dan Bakosurtanal, 1999). Pulau ini mempunyai 2 dermaga, satu berada di sisi pantai yang menghadap yang ke arah Barat, dan satu lagi berada di sisi pantai yang menghadap ke Selatan (Foto Udara, 1996). Diduga dermaga di sisi Selatan relatif lebih terlindung oleh karang yang terletak di sebelah Barat dermaga. Dan diduga pula bahwa terjadi pertumbuhan pulau ke arah Timur, akibat adanya erosi oleh hempasan gelombang di sisi Barat pulau dan terjadi sedimentasi oleh arus dari Barat ke arah Timur. Pulau Pari berada dalam satu gugus pulau karang yang berbentuk Goba, bersama-sama dengan P. Gundul, P. Tikus, P. Burung, P. Kongsi, dan Karang Jong. Kedalaman perairan sekeliling Goba antara 20 – 30 meter, sedangkan kedalaman didalam Goba antara 1 – 20 meter (Dishidros dan Bakosurtanal, 1999). Berdasarkan Foto Udara (1996) diduga arus yang datang dari arah Tenggara menyebabkan pertumbuhan tepian Goba cenderung ke arah Barat Laut. Hal ini mungkin diakibatkan oleh gelombang yang datang dari arah Tenggara sedikit mengikis pantai P. Pari sisi Tenggara dan selatan. Pulau Tidung berada dalam satu gugusan pulau karang bersama dengan P. Tidung Kecil. Kedalaman air didalam gugusan antara 1-2 meter, dan kedalaman di sekeliling gugusan antara 46 – 63 meter. Kedalaman perairan 63 meter berada di sisi Selatan pulau, dimana di sisi pulau tersebut terdapat dermaga dan kolam pelabuhan (Foto Udara, 1996; Dishidros dan Bakosurtanal, 1999). Diduga gelombang yang datang dari Selatan akan menabrak gugus pulau karang sisi Selatan lalu sisa gelombang akan menyisir sisi Barat dan Timur gugus kemudian menghempas sisi Utara gugus. Selanjutnya erosi dari hasil hempasan tersebut akan ditransporkan ke arah Utara, Sehingga kemungkinan terjadinya pertumbuhan pulau atau gugus adalah ke arah Utara. Pulau Panggang, P. Pramuka, dan P. Karya letaknya saling berdekatan dimana perairan selat kecil diantara pulau-pulau tersebut mempunyai kedalaman
32
antara 8 – 20 meter (Dishidros dan Bakosurtanal, 1999). Berdasarkan Foto Udara (1996) diduga pola arus lokalnya adalah dari arah Barat Daya menuju Timur Laut melewati selat-selat kecil tersebut dengan menyebabkan erosi di sisi Barat Daya dan sedimentasi terjadi ke arah Timur dan Timur Laut. Pulau Panggang jika dilihat dari Foto Udara (1996) akan tampak mirip sebuah Goba, dimana P. Panggang adalah bagian dari sisi tepian Goba yang muncul dari permukaan air pada sisi Utara. Dimana sisi Barat dan Barat Laut Goba ini adalah karang tebing terjal dengan kedalaman perairan di depannya antara 20 – 23 meter. Diduga sisi Barat Goba ini adalah daerah terpaan gelombang. Pulau Pramuka pada sisi Barat-nya memiliki kedalaman perairan hingga 20 meter dengan kedalaman perairan diluar gugusan P. Pramuka sekitar 20 – 60 meter, maka pada sisi ini dibangun dermaga. Diduga arus yang datang dari Barat lebih mengikis sisi Selatan pulau dibanding sisi Timur, sehingga sedimentasi ke arah Timur Laut dan Timur diindikasikan sebagai pertumbuhan P. Pramuka. Pulau Karya pada sisi Selatan diduga ter-erosi oleh arus dan ke arah Timur Laut dan Utara terjadi sedimentasi yang diindikasikan sebagai arah pertumbuhan pulau tersebut.
8. Penutup Secara umum keadaan perairan Kep. seribu secara fisis, kimiawi, biologi, dan geologi mendukung aspek kehidupan yang berlangsung didalam wilayah tersebut. Tetapi dengan catatan perlunya perhatian khusus kepada kondisi kualitas air laut yang menjadi pendukung utama segala aspek kehidupan. Dimana kualitas air di perairan Kep. Seribu mendapatkan ancaman dari buruknya pengelolaan limbah lingkungan dari wilayah perkotaan Jakarta. Padahal terdapat berbagai aspek kehidupan yang yang bergantung kepada kualitas air di perairan Kep. Seribu. Aspek tersebut berupa budidaya perikanan, taman laut konservasi, pariwisata – rekreasi, dan pemenuhan kebutuhan air bersih melalui proses Desalinasi air laut menjadi air tawar.
33
Daftar Rujukan 1. Dinas Perikanan DKI Jakarta, F. Perikanan – IPB., 1997., Studi Pengembangan Budidaya Laut di Kepulauan seribu. Draft Laporan Akhir. 2. Dishidros, 1998. Peta Indonesia : Pulau - Pulau Seribu. TNI – AL Dinas HidroOseanografi. Jakarta. 1 : 50.000 3. Dishidros dan Bakosurtanal., 2000., Peta Lingkungan Pantai Indonesia : Kepulauan Seribu. 1 : 50.000 4. Dishidros, 2000., Makalah Seminar Pengkajian Penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu. Jakarta : 20 – 22 November. 5. Mailendra, 1996., Pemanfaatan Citra Satelit untuk Studi Perubahan Garis Pantai di Daerah Teluk Jakarta. Tugas Akhir. Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA – ITB. 6. Pemda DKI Jakarta, PPK dan LPM – ITB., 1998., Aspek Hidro-Oseanografi Dalam rangka Pelaksanaan Amdal Pantura. Makalah Seminar I Pembahasan Materi Amdal Reklamasi dan Revitalisasi Pantura Jakarta. 7. Pranowo, W.S., 1998., Sebaran Kima (Famili : Tridacnidae) di Taman Nasional Laut Teluk Cenderawasih Irian Jaya. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan FPIKUndip. Semarang. 8. Setiyono, H., 1996., Kamus Oseanografi., Gadjah Mada University Press., Yogyakarta. 9. Hutagalung, H.P., 1997., Penentuan kadar Logam berat., dalam Hutagalung, H.P., Setiapermana, D., Riyono, S.H., (ed.)., 1997., Metode Analisis Air Laut, sedimen dan Biota. Buku 2. P3O - LIPI, Jakarta. 1997. 10. Lembaga Penelitian – ITB, 1998., Potensi Bawah laut di Sekitar Pulau Pemukiman Kepulauan Seribu : Kasus Pulau Kelapa. 11. Mihardja, D.K., Hadi, S., Tjasjono, B., Fitriyanto, M.S., Guntoro, D., Ahmad, Z., 1990., Model Matematis dan Simulasi Komputer Penyebaran Polutan di Teluk Jakarta. Laporan Proyek P4M Kontrak No. 169/P4M/DPPM/BD XXI/1989. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – ITB. Bandung. 12. Ningsih, N.S., 2000., Three-Dimensional Model for Coastal Ocean Circulation and Sea Floor Topography Changes : Application to the Java sea. Dissertation. Research Division in Engineering, Civil Engineering Course of the Postgraduate School, Kyoto University, Japan. 13. Sutisna, H., 1988., Simulasi Hidrodinamika Teluk Jakarta Menggunakan Metoda Beda Hingga ke Arah Hulu. Tugas Akhir. Institut Teknologi Bandung : 52, 57-58
34
14. Suyarso, (ed.)., 1995., Atlas Oseanologi Teluk Jakarta. P3O – LIPI. Jakarta. 15. Ongkosongo, O.S.R., 1989., Penerapan Pengetahuan dan Data Pasang-Surut. dalam Ongkosongo, O.S.R., Suyarso., 1989., Pasang-Surut., Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta : 241-254 16. Wyrtki, K., 1961., Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. Naga Report Volume 2. The University of California Scripps Institution of Oceanography. La Jolla, California.