BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan masyarakat lokal sekitar tambang mungkin sebuah istilah yang baru bagi kita. Makna-makna pengembangan masyarakat lokal terkait dengan pelaksanaan program community development sering dikaitkan dengan konteks pembangunan yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan sosial. Salah-satu bentuk implementasi pembangunan kesadaran akan pentingnya kesejahteraan sosial adalah dengan dikenalnya tak lama ini dengan istilah “community development” atau lazim kita kenal dengan istilah “Pengembangan Masyarakat”. Terkait dengan mekanisme pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, sering kita dengar bahwa masyarakat dipandang hanyalah sebagai obyek yang menerima resiko (dampak) dari eksploitasi sumberdaya alam yang dilakukan manusia. Eksploitasi terhadap sumberdaya alam yang berlebihan sering menimbulkan dampak-dampak yang merugikan, di sisi lainnya eksploitasi sumberdaya ini dilakukan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Contoh riilnya adalah eksploitasi Batubara yang saat ini sedang marak dilakukan hampir di seluruh kawasan Indonesia. Kenyataan menunjukkan bahwa kegiatan ekploitasi tambang batu bara ini sering menimbulkan banyak konflik kepentingan. Di satu sisi, sumber daya alam dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan peningkatan pendapatan daerah (PAD) guna penyelenggaraan pembangunan (Pusat dan Daerah). Di sisi lainnya, akibat eksploitasi sumber daya alam mengakibatkan kerusakan pada alam dan bencana akibat degradasi lingkungan, dan tentunya masyarakat yang lebih banyak menerima resiko tersebut (Hasan, 2001).
2
Kegiatan pertambangan umumnya beroperasi di daerah terpencil dan berhimpitan dengan kegiatan masyarakat sehari-hari. Masalah muncul ketika masyarakat menganggap bahwa perusahaan telah merebut lahannya, dan kegiatan tambang menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Keadaan tersebut seringkali menimbulkan konflik dalam kehidupan masyarakat lokal. Kedatangan perusahaan pertambangan bahkan sejak tahap eksplorasi seringkali menimbulkan harapan yang tinggi, khususnya berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat di sekitar operasional tambang, baik dalam bentuk penyerapan tenaga kerja, ketersediaan fasilitas infrastruktur yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar bahkan hingga masalah peningkatan perekonomian daerah serta kesejahteraan masyarakat sekitar tambang. Asumsi yang berkembang selama ini adalah dengan kekayaan sumber daya alam yang tereksploitasi, maka semestinya masyarakat akan merasakan manfaat langsung dari keberadaan perusahaan tambang batu bara beroperasi di kawasan tersebut. Namun kenyataan menunjukkan hal lain, yaitu bahwa pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar. Ternyata di kawasan yang tereksploitasi sumberdaya alamnya masih banyak ditemui masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kedatangan perusahaan tambang pada suatu kawasan memicu terjadinya perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat lokal. Kebiasaan (pola hidup) masyarakat sekitar tambang yang senantiasa menggantungkan hidup pada alam dengan bekerja sebagai Petani atau Peladang berubah drastis seiring dengan perubahan sosial yang terjadi di suatu kawasan yang menjadi pusat operasional
3
tambang. Perubahan yang sangat mencolok dan dapat dilihat adalah adanya perubahan pergeseran pola hidup (kebiasaan) masyarakat. Semula pola hidup masyarakat bersifat tradisional dan banyak bergantung dengan alam berubah drastis menjadi masyarakat yang terkontaminasi modernitas perusahaan di sekitar tempat tinggalnya. Akibatnya, mereka lebih banyak terpinggirkan karena tidak mampu bersaing dengan masyarakat pendatang untuk memperoleh pekerjaan. Kehidupan mereka semakin terpinggirkan tatkala sebagian lahan tempat mereka menggantungkan hidup telah beralih fungsi menjadi areal pertambangan. Kesenjangan sosial di atas sering menjadi memicu masyarakat bekerja dan berpola pikir instan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah-satunya adalah dengan bekerja sebagai pembalak liar (pelaku illegal logging), atau dalam istilah lokal disebut sebagai pekerja kayu sibitan yang tak jarang sering berbenturan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pekerjaan lainnya adalah sebagai karyawan atau buruh (pekerja kasar) pada perusahaan pertambangan skala kecil maupun menengah di sekitar tempat tinggalnya. Kenyataan ini merupakan indikasi bahwa masyarakat sekitar tambang belum sepenuhnya merasakan manfaat langsung terhadap keberadaan perusahaan tambang yang telah mengeksploitasi sumber daya alam di sekitar tempat tinggalnya. Fenomena ini sering tidak terpikirkan atau dipandang hanya sebelah mata oleh pihak-pihak terkait. Ketika semua masalah terakumulasi pada titik klimaknya maka kondisi ini berubah menjadi sebuah issue pemicu terjadinya konflik (baik vertikal dan horizontal) dari berbagai pihak yang berkepentingan dengan kelancaran operasional tambang di kawasan tersebut.
4
Untuk menjembatani berbagai kepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam tersebut dikumandangkanlah issue tanggungjawab sosial dan lingkungan, atau lazim dikenal dengan istilah CSR (Corporate Social Responbility) di lingkungan perusaahaan operasional pertambangan. Salah-satu contoh pelaksanaan konsep tanggungjawab sosial (Corporate Social Responbility) adalah dilaksanakannya program pengembangan masyarakat (community development) yang dilaksanakan PT Arutmin Indonesia Satui Mine, dan salah-satunya adalah Program Aku Himung Petani Banua. Program Aku Himung Petani Banua adalah merupakan
salah-satu
program
pengembangan
masyarakat
(community
development) yang dilaksanakan PT Arutmin Indonesia Satui Mine sebagai wujud tanggungjawab sosial perusahaan terhadap kesejahteraan sosial masyarakat di sekitar operasional tambangnya. Program Aku Himung Petani Banua adalah merupakan salah satu upaya yang dilakukan PT Arutmin Indonesia Satui Mine untuk mempersiapkan kondisi sosial masyarakat sekitar tambang dalam menghadapi fase penutupan tambang (mine
closer)
melalui
program
pengembangan
masyarakat
(community
development), yaitu melalui kegiatan yang dilaksanakan dalam Program Aku Himung Petani Banua. Harapan yang hendak diraih dalam pelaksanaan Program Aku Himung Petani Banua ini adalah membuka akses pengembangan kualitas hidup masyarakat dengan menggeluti kembali pekerjaan mereka yang sebelumnya pernah mereka tinggalkan, yaitu sebagai Petani (Peladang) di sektor pertanian maupun di sektor lainnya, seperti : perikanan dan peternakan.
5
Berdasarkan pengamatan sementara yang dilakukan penulis diperoleh fakta bahwa belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya yang bertujuan untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat sekitar tambang PT Arutmin Indonesia Satui Mine dalam pelaksanaan Program Aku Himung Petani Banua. Hal yang dapat dilihat di lokasi penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Aku Himung Petani Banua beragam. Hal ini diindikasi dari adanya perbedaan motivasi dan persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan Program Aku Himung Petani Banua itu sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan adanya fakta bahwa sebagian masyarakat sekitar tambang kurang begitu tertarik untuk berpartisipasi aktif dalam program tersebut. Alasannya, karena program yang berbasis pada usaha budidaya di bidang pertanian, perikanan dan peternakan memerlukan jangka waktu yang cukup lama untuk dipetik hasilnya. Berbeda sekali dengan masyarakat pendatang yang justru menganggap program ini sebagai suatu kesempatan dan akses peluang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka adalah masyarakat pendatang, seperti masyarakat transmigran dari Jawa, Sunda, Batak, Flores dan Bugis yang justru menunjukkan antusiasme yang tinggi terhadap pelaksanaan Program Aku Himung Petani Banua. Kompleksitas permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan program ini perlu diteliti lebih mendalam, terutama terkait dengan adanya perbedaan tingkat partisipasi masyarakat sekitar tambang dalam kegiatan Program Aku Himung Petani Banua yang beragam. Keberagaman tingkat partisipasi masyarakat ini tentu merupakan suatu permasalahan yang patut dikaji lebih mendalam. Sehingga diduga tinggi atau rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Aku
6
Himung Petani Banua berhubungan dengan perbedaan faktor sosial ekonomi dan faktor budaya masyarakat sekitar tambang itu sendiri. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mikkelsen (2001) menyatakan bahwa rendahnya partisipasi masyarakat disebabkan beberapa faktor, antara lain : 1. Adanya penolakan (secara internal) di kalangan anggota masyarakat itu dan secara eksternal terhadap pemerintah ; 2. Karena kurangnya dana, dan 3. Terbatasnya pengetahuan atau pendidikan masyarakat. Kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sementara Hadi (1995 dalam Dwiyanti, 2005) berpendapat bahwa faktor penghambat untuk meningkatkan partisipasi publik di Indonesia, antara lain : 1. Faktor Sosial, tingkat pendidikan dan terbatasnya akses untuk informasi ; 2. Faktor Budaya ; 3. Faktor Politik, dan ; 4. Faktor Birokrasi para pengambil keputusan Karena luasnya cakupan konsep partisipasi, maka untuk penelitian ini dibatasi pada 2 (dua) faktor saja, yaitu : 1. Faktor Sosial Ekonomi, dan ; 2. Faktor Budaya Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan, sebagai berikut :
7
1. Sejauhmana tingkat partisipasi masyarakat sekitar tambang PT Arutmin Indonesia Satui Mine dalam pelaksanaan Program Aku Himung Petani Banua. 2. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat sekitar tambang PT Arutmin Indonesia Satui Mine dalam pelaksanaan Program Aku Himung Petani Banua. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini dirumuskan, sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat sekitar tambang PT Arutmin Indonesia Satui Mine dalam pelaksanaan Program Aku Himung Petani Banua. 2. Untuk mengetahui hubungan antara faktor sosial ekonomi yang meliputi variabel tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan, serta faktor budaya yang meliputi variabel etos kerja masyarakat dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Program Aku Himung Petani Banua. Kegunaan Penelitian 1. Manfaat praktis : Sebagai tambahan informasi kepada para pengambil kebijakan dalam merumuskan dan mendesain model pengembangan masyarakat (community development) yang efektif bagi masyarakat sekitar tambang. Memberikan masukan yang positif kepada PT Arutmin Indonesia Satui Mine
tentang
aktualisasi
pengembangan
masyarakat
(community
development), terutama dalam pelaksanaan Program Aku Himung Petani Banua dalam penjabaran makna tanggungjawab sosial perusahaan kepada masyarakat sekitar tambang.
8
Sebagai tambahan informasi bagi penelitian selanjutnya tentang hubungan faktor sosial dan faktor budaya terhadap tingkat partisipasi masyarakat tambang terutama dalam keterkaitannya dengan pelaksanaan program pengembangan masyarakat (community development). 2. Manfaat akademis ; Memperkaya khasanah pengetahuan dan pemahaman tentang konsep pengembangan masyarakat (community development) untuk digunakan sebagai bahan acuan bagi peneliti berikutnya. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut : 1. Diduga tingkat partisipasi masyarakat sekitar tambang dalam pelaksanaan Program Aku Himung Petani Banua PT Arutmin Indonesia Satui Mine masih rendah. 2. Diduga : a. Terdapat hubungan antara faktor sosial ekonomi masyarakat (tingkat pendidikan, tingkat pendapatan masyarakat sekitar tambang dengan tingkat partisipasi masyarakat. b. Terdapat hubungan faktor budaya (Etos Kerja) masyarakat sekitar tambang dengan tingkat partisipasi masyarakat.