Mia Punya.docx

  • Uploaded by: Siska Lestia
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mia Punya.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,509
  • Pages: 17
Tugas Mandiri Komunikasi Dalam Keperawatan I

Dibuat oleh : MIA AMELIA (18.20.2926)

Dosen Pengampu : Noormailida Astuti Ns, M.Kep

Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cahaya Bangsa Banjarmasin 2018/2019

Daftar Isi Daftar Isi……………...…………………………………………………………2 Isi A. Ruang

Lingkup

Komunikasi

Antar

Budaya

Dalam

Bidang

Keperawatan…………………………………………………………...…3 B. Paradigma Dalam Komunikasi Antar Budaya Dalam Keperawatan……..8 C. Kajian Singkat Tentang Bahasa Dan Budaya Di Indonesia Terkait Dengan Keperawatan…….………………………………………………………12 Kesimpulan…………………………………………………………………….16 Daftar Pustaka………………………………………………………………….17

A. Komunikasi Antar Budaya Yang Mengandung Isi Tentang Ruang Lingkup Komuniasi Antar Budaya Dalam Bidang Keperawatan Ruang lingkup komunikasi antar budaya dalam keperawatan 

Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa Latin communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama di sini maksudnya adalah “sama makna”. Yang dimaksud “sama makna” adalah tujuan inti dari dibangunnya komunikasi yang baik, yaitu adanya persamaan persepsi (sudut pandang) dan cara berpikir (pemahaman) dalam setiap interaksi sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman saat berkomunikasi. Carl I. Holand berpendapat bahwa “komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang komunikator menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikati). Sedangkan, Harold Lasswell mengemukakan definisi dari komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaanpertanyaan berikut: “who says(siapa yang mengatakan)?, what in (apa yang dikatakan)?, which channel (melalui saluran atau media apa yang digunakan)?, to whom (untuk siapa pesan tersebut disampaikan)?, dan terakhir with what effect (bagaimana pengaruhnya)?” (Deddy Mulyana, 2013:68-69). Dari dua definisi di atas terdapat inti dari definisi komunikasi, yaitu pesan yang ingin disampaikan oleh sumber kepada penerima harus dapat diterima dengan baik dan dapat memberi pengaruh seperti yang diharapkan agar tidak muncul kesalahpahaman dalam pemahaman makna. Pada awalnya komunikasi hanya memiliki tiga unsur penting, yaitu sumber, pesan (informasi), dan penerima. Namun, unsur-unsur tersebut berkembang hingga menjadi lebih banyak, antara lain sumber yang juga bisa menjadi penerima (komunikan), pesan atau informasi, penerima sekaligus sumber (komunikator atau komunikati), efek atau pengaruh dari komunikasi, media atau saluran yang digunakan, adanya feedback atau respon yang didapat, adanya gangguan baik dari internal maupun eksternal, dan terakhir lingkungan atau konteks dari komunikasi. Fungsi komunikasi sendiri dalam komunikasi antar budaya apabila dikaitkan dengan fungsi komunikasi menurut William I. Gorden, yaitu komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental (Deddy Mulyana, 2013: 5). Fungsi pertama : komunikasi sosial adalah untuk membangun diri menjadi lebih baik sehingga dapat berhubungan dengan orang lain. Fungsi kedua :

komunikasi ekspresif membuat seseorang lebih dapat menyampaikan maksud dari perkataannya melalui ekspresi yang ditunjukkan sehingga mengurangi timbulnya kesalahpahaman. Fungsi ketiga ; komunikasi ritual biasanya dilakukan secara kolektif lewat tradisi atau kebiasaan yang sering dilakukan. Dan terakhir fungsi keempat : komunikasi instrumental bertujuan untuk menginformasikan, mengubah sikap, dan juga menghibur secara garis besar dimaksudkan untuk membujuk seseorang untuk mengubah sikapnya menjadi lebih baik.  Budaya Istilah budaya berasal dari bahasa sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi dan akal. Budaya merupakan suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi, karena itu mereka membedakan antara budaya dengan kebudayaan. DalamKamus Besar Bahasa Indonesia (2003 : 169), budaya bisa diartikan sebagai; 1) pikiran, akal budi; 2) adat isitiadat; 3) sesuatu mengenai kebudyaan yang sudah berkembang (beradab, maju); dan 4) sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah (Djoko Widagdho, 2010). Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, dan kebudayaan, adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut. Budaya berkenaan dengan kehidupan manusia karena faktor utama yang tanpa disadari telah melekat pada manusia sedari ia lahir. Budaya yang dibawanya sedari ia lahir adalah budaya yang diberikan oleh orang tuanya atau sering dikatakan adalah kebiasaan/cara yang diturunkan dari generasi ke generasi. Seperti yang dikatakan oleh Tubbs, Stewart and Moss, Sylvia (dalam Rini Darmastuti, 2013: 29) bahwa “culture is a way of life developed and shared by a group of people and passed down from generation to generation” yang dapat diartikan menjadi “budaya adalah sebuah cara hidup yang dikembangkan dan diberikan oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi . Budaya yang diwariskan itulah yang mempengaruhi cara hidup manusia dari bagaiamana cara bertahan hidup, cara berinteraksi, cara berkomunikasi, hingga kebiasaan yang dilakukan yang akan bercampur saat ia berinteraksi dengan orang lain yang memiliki budaya yang berbeda. Budaya memiliki unsur-unsur yang berkaitan secara langsung dengan persepsi kita saat berkomunikasi (Rini Darmastuti, 2013: 33-35), yaitu:

Kepercayaan, nilai, dan sikap. Unsur ini menjadi faktor utama yang mempengaruhi kita saat berkomunikasi karena dapat menjadi penghalang persamaan persepsi apabila memiliki kepercayaan, nilai, dan sikap yang berbeda dari sumber (komunikator). Pandangan dunia. Yang dimaksud dalam unsur ini adalah bagaimana persepsi dunia pada suatu hal dapat mempengaruhi kita berkomunikasi. Organisasi sosial. Organisasi apa yang kita ikuti menjadi tempat atau lingkungan yang dapat mempengaruhi persepsi kita akan suatu hal dan dapat membentuk perilaku maupun persepsi yang baru. Tabiat manusia. Unsur ini merupakan unsur yang dibawa sedari kecil yang menjadi kebiasaan dan sulit untuk diubah serta, menjadi salah satu faktor utama yang dapat menimbulkan kesalahpahaman saat berkomunikasi. Orientasi kegiatan. Kegiatan yang kita lakukan sehari-hari juga dapat memberi pengaruh persepsi kita dalam memandang suatu hal. Persepsi tentang diri dan orang lain. Unsur ini sangat dipengaruhi dari latar belakang yang kita miliki karena secara tidak langsung menanamkan stereotip dan prasangka yang sedari dulu sudah ada. Komunikasi Antar Budaya Istilah antar budaya diperkenalkan oleh Edward T. Hall pada tahun 1959 lewat bukunya yang berjudul “The Silent Languange”, tetapi Hall tidak menerangkan secara mendalam tentang pengaruh budaya terhadap proses komunikasi antar pribadi. Setelah Hall dilanjutkan oleh ahli lainnya seperti David Berlo yang menulis buku berjudul “The Process of Communication” pada tahun 1960, Berlo dalam bukunya mentikberatkan pada kajian kebudayaan dalam komunikasi antar budaya. (Rini Darmastuti, 2013: 58) Larry A Samovar, dkk dalam bukunya Communication between Cultures (terjemahan, 2010: 13) mendefinisikan tentang komunikasi antar budaya sebagai satu bentuk komunikasi yang melibatkan interaksi antara orang-orang yang persepsi budaya dan sistem simbolnya cukup berbeda dalam suatu komunikasi (dalam Rini Darmastuti, 2013: 63). Menurut Stewart(1974), komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukkan adanya perbedaan budaya seperti

bahasa, nilai-nilai, adat, dan kebiasaan (dalam Daryanto, 2016: 207). Jadi, definisi dari komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang melibatkan komunikator (partisipan) yang memiliki perbedaan budaya baik dari segi bahasa, nilai-nilai, adat maupun kebiasaan, tetapi masih memiliki kesamaan latar belakang negara atau bangsa yang sama. Penekanan pada komunikasi antar budaya adalah proses pengalihan pesan yang dilakukan seseorang melalui saluran tertentu kepada orang lain yang keduanya berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan menghasilkan efek tertentu. Unsur-unsur dari komunikasi antar budaya adalah unsur gabungan dari unsur komunikasi dan unsur budaya, yaitu komunikator(partisipan), pesan(informasi yang berupa bahasa verbal dan nonverbal), persepsi (makna), efek(pengaruh), dan budaya (kepercayaan, nilai, sikap, kebiasaan). Budaya dan komunikasi saling memiliki keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Begitu pula dalam keperawatan, karena berjalannya suatu komunikasi yang baik didukung dengan saling mengenal dan memahami budaya yang lain apabila tidak, akan muncul kesalahpahaman dan sebaliknya. Berkembangnya suatu budaya juga didukung melalui komunikasi yang benar agar pesan yang disampaikan melalui budaya (lambang atau simbolik) dapat tersampaikan dengan baik. Budaya (culture) dapat didefinisikan ruhi satu dengan yang lain. Hubungan antara sebagai gaya hidup yang unik dari sekelompok komunikasi dan budaya yaitu kebudayaan orang untuk menguasai strategi dan kemampuan dibentuk melalui komunikasi. Jika bukan karena yang dikembangkan kemudian diadaptasikan kemampuan manusia untuk berkomunikasi untuk tujuantujuan tertentu. Hal ini menunjukan (menciptakan bahasa simbolik), maka pengetajukkan satu jiwa yang dapat ditularkan dan dapat bentuk makna, simbol, nilainilai, aturan dan tata mempelajari tingkah laku manusia yang upacara yang memberikan batasan dan bentuk dibutuhkan serta dapat mempertahankan pada hubungan-hubungan tidak dapat dikemkehidupan mereka dan berhasil bertahan dalam bangkan. Selain itu melalui komunikasi, unsur lingkungannya unsur kebudayaan dapat diwariskan dari satu dan budaya generasi ke generasi berikutnya serta dari satu adalah cara hidup dalam organisai. Begitu juga sebaliknya, budaya juga berpengaruh pada komunikasi yang budaya itu menentukan aturan dan pola-pola komunikasi. Keseluruhan perilaku komunikasi tergantung pada budaya yang dianutnya.

Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, memepertahankan dan meningkatkan kontrak dengan orang lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir bahwa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Hal itu merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan ditransmisikan. Di dunia kesehatan, terutama pada saat menghadapi klien, seorang perawat juga harus mengadakan suatu komunikasi agar informasi yang ada dapat tersampaikan dengan baik. Terutama informasi yang berkenaan dengan kebutuhan klien akan asuhan keperawatan yang akan diberikan. Oleh karena itu, komunikasi adalah faktor yang paling penting, yang digunakan untuk menetapkan hubungan antara perawat dengan klien. Namun, seringkali informasi yang seharusnya sampai kepada orang yang membutuhkan, ternyata terputus di tengah jalan akibat tidak efektifnya suatu komunikasi yang dilakukan. Pada komunikasi terapeutik antara perawat dengan klien, hal tersebut dapat mungkin terjadi karena disebabkan oleh berbagai hal. Hal –hal tersebut tidak hanya berasal dari klien saja, tetapi juga dapat disebabkan oleh pola komunikasi yang salah yang dilakukan oleh perawat. Komunikasi yang tidak efektif juga dapat disebabkan kegagalan pada proses komunikasi itu sendiri. Kegagalan itu dapat terjadi pada saat pengiriman pesan, penerimaan pesan, serta pada kejelasan pesan itu sendiri. Peran perawat sebagai komunikator juga sangat berpengaruh terhadap citra perawat dimata masyarakat. masyarakat sangat mengharapkan perawat dapat menjadi komunikator yang baik. Klien juga manusia yang membutuhkan interaksi pada saat menjalani asuhan keperawatan. Komunikasi verbal maupun non verbal yang dilakukan dengan perawat sedikit banyak akan berpengaruh terhadap peningkatan kesehatan klien.

A. Paradigma

dalam

komunikasi

antar

budaya

dalam

bidang

keperawatan Menurut Muhammad Adib, dalam bukunya filsafat ilmu ia mengemukakan bahwa ada empat paradigma ilmu yang dikembangkan untuk ilmu pengetahuan, antara lain. Paradigma Positivisme (Positivistik). Yaitu aliran yang menyatakan bahwa ilmu alam adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan memandang bahwa suatu pernyataan dikatakan ilmu pengetahuan apabila sebenarnya dapat dibuktikan secara empiris. Paradigma Post-Positivisme. Yaitu aliran yang memperbaiki kelemahan positivisme yang hanya mengandalkan pengamatan langsung terhadap objek dan memandang bahwa suatu hal yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia (peneliti). Paradigma Critical Theory (Paradigma Teori Kritis). Yaitu aliran yang digunakan untuk mengkritik, mengubah masyarakat keseluruhan, tidak hanya memahami dan menjelaskannya, dan berpengaruh terhadap perubahan sosial dalam mengubah sistem dan struktur tersebut menjadi lebih adil. Teori kritis atau Critical Theory ini memiliki karakteristik yang membedakannya dari teori tradisional, yakni penolakan terhadap sifat ilmu yang merupakan bebas nilai, mendukung adanya uji tujuan dan fungsi dari teori tertentu, menempatkan orientasi dari konteks sosial dalam situasi yang telah ditentukan, serta memberikan dukungan terhadap pembebasan atau emansipasi (Devetak, 2005). Kemudian pada tahun 1937, melalui jurnal Hubungan Internasional seperti Millenium, lahirlah kritikan-kritikan yang dikemukakan oleh para ilmuan Frankfurt School of Thought. Teori kritis yang lebih dikenal yakni teori yang dikemukakan oleh Robert Cox dan Andrew Linklater mengenai penolakan terhadap tiga postulat dasar positivism, yaitu realitas eksternal obyektif, pebedaan subyek atau obyek, dan ilmu sosial yang bebas nilai (Jackson dan Sorensen, 1999). Paradigma Konstruktivisme. Yaitu aliran yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan kita sendiri. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif dengan membuat struktur, kategori, konsep, skema, yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan.

Pada komunikasi antarbudaya,

paradigma lahir karena adanya kelemahan dalam

penelitian komunikasi antar budaya yang dilakukan. Tulsi B. Saral pada tahun 1979 (dalam Komunikasi Antarbudaya, 1996: 245-246) menyebutkan lima kelemahan penelitian komunikasi antarbudaya saat itu : 1.Dalam budaya barat, tekanan terlalu banyak pada penggunaan indera visual dan auditif; padahal bangsa-bangsa berbeda dalam mengindera stimuli. Orang Afrika Barat misalnya, kurang begitu mengandalkan indera visual; dan lebih percaya pada indera auditif. 2.Hampir semua studi komunikasi antarbudaya terbatas pada apa yang dipersepsi atau diekspresikan. Ini terjadi karena car berpikir Barat yang materilistik (ingat klasifikasi Weltanschauung dari Asante) menafsirkan pengalman-pengalaman mistis. 3.Penelitian juga bertumpu pada pada yang dianggap sebagai objective truth. Pandangan dunia tentang realitas tunggal menguasai asumsi-asumsi penelitian. 4.Para teorisi Barat cenderung memisahkan jiwa dari tubuh, individu dan lingkungan, kesadaran individu dari kesadaran kosmis. 5.Kebanyakan studi komunikasi didasarkan pada model linear yang mekanistis. Model ini sangat cocok untuk melukiskan komunikasi antar budaya yang holistik. kelemahan di atas ditujukan kepada penelitian-penelitian terdahulu yang didominasi oleh paradigma positivistik (positivisme). Oleh karena itu, muncullah paradigma baru yang membantu memperbaiki kelemahan paradigma positivistik, paradigma tersebut adalah paradigma naturalistik. Paradigma positivistik membentuk kita untuk memahami ilmu pengetahuan hanya pada sesuatu yang dapat diukur berdasarkan bilangan yang nyata. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, paradigma positivistik adalah paradigma yang mengacu pada logikaempiris atau bisa dijelaskan bahwa suatu kajian dipandang sebagai ilmu pengetahuan apabila dapat dibuktikan melalui observasi, nilai kuantifikasi, dan merumuskan generalisasi dan hasil pengamatan secara nyata. Karena konsep ini merujuk kepada konsep sosial maka, peneliti mengambangkan skala-skala pengukuran dengan variabelnya adalah sikap. Untuk komunikasi antar budaya misalnya, kita dapat mengguanakn skala world-minded attitudes dari Sampson dan Smith atau

internationalism dari Free dan Cantrill. Dengan mengubah konsep menjadi variabel dijelaskan dalam apa yang lazim disebut operasionalisasi. Padahal dalam kenyataannya konsep merupakan hal yang tidak dapat diukur dan dinyatakan dengan bilangan. Konsep merupakan suatu pandangan yang hanya bisa dijelaskan dengan kalimat dan ada di pikiran kita. Dengan penjelasan yang sudah ada kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam positivistik sebuah pandangan dinyatakan ilmu pengetahuan (konsep) yang realistis apabila dapat dibuktikan secara kuantitatif dan logika-empiris. Padahal konsep merupakan hal yang tak memiliki batas dan tidak bisa dibatasi karena setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menanggapi suatu hal. Paradigma naturalistik adalah paradigma yang beranggapan bahwa realitas adalah hasil konstruksi kita; karena setiap orang mengkonstruksi realitas kita mengenal banyak realitas (Komunikasi Antarbudaya, 1996: 247). Tujuan penelitian tidak lagi hanya untuk

memperoleh

pengatahuan

nomothetik

(hukum-hukum

yang

dapat

digeneralisasikan), tetapi juga mencari dan mengembangkan pengetahuan idiografik (penjelasan tentang kasus-kasus). Pengamat dan objek yang diamaati melakukan hubungan tinbal balik karena saling mempengaruhi. Paradigma naturalistik menjadi lebih relevan untuk melakukan penelitian komunikasi antar budaya karena melihat konsep tidak hanya dari sudut pandang peneliti, tetapi juga dari sudut pandang objek yang diteliti. Paradigma positivistik hanya melihat pecahan-pecahan realitas tentu saja sulit untuk melihat konteks. Penelitian paradigma naturalistik yang menempatkan proses itu menjadi satu-satunya alternatif.

Tetapi dengan bergabungnya metode penelitian

paradigma positivistik dan paradigma naturalistik dapat lebih efektif dalam pengujian dan pembuatan konsep melalui verifikasi dan logika-empiris hasil dari observasi yang dilakukan. Dalam beberapa buku lain paradigma dijelaskan dengan kata lain asumsi dasar. Alo Liliweri (2003: 15) memberikan asumsi-asumsi dalam rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya sebagai berikut. 1.Komunikasi antar budaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan.

2.Dalam komunikasi antar budaya terkandung isi dan relasi antar pribadi. 3.Gaya personal mempengaruhi komunikasi antar pribadi. 4.Komunikasi antar budaya bertujuan untuk mempengaruhi tingkat ketidakpastian. 5.Komunikasi berpusat pada kebudayaan. 6.Efektivitas antar budaya merupakan tujuan komunikasi

B. Kajian Singkat Tentang Bahasan Dan Budaya Di Indonesia Terkait

Dalam Keperawatan  BAHASA. Dalam proses komunikasi, pesan menjadi salah satu unsur atau komponen utama komunikasi. Pesan adalah rangkaian simbol yang kita gunakan dalam proses penyampaian informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Menurut Rudolph F. Verderber (dalam Rini Darmastuti, 2013: 6), ia berpendapat bahwa pesan merupakan seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber. Simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk mewakili maksud tertentu atau sebagai perantara penyampaian pesan agar dapat dimengerti komunikan. Simbol dibagi menjadi simbol verbal dan simbol nonverbal. Simbol verbal salah satunya adalah bahasa. Bahasa hingga kini belum dijelaskan secara eksplisit siapa penemu dan kapan bahasa muncul dan digunakan di bumi ini, tetapi ada teoritikus kontemporer mengatakan bahwa bahasa adalah ekstensi dari perilaku sosial (Deddy Mulyana, 2013: 263). Koentjaraningrat dalam bukunya Sosiolinguistik (1985), bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Artinya, kedudukan bahasa berada pada posisi subordinat di bawah kebudayaan, tetapi sangat berkaitan. Bahasa pada intinya menjadi salah satu hal yang harus dikuasai oleh komunikan apabila ingin melakukan komunikasi agar lebih efektif saat berkomunikasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahasa memiliki arti, sebagai berikut. 1) (n) sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri; 2) percakapan (perkataan) yang baik, tingkah laku yang baik, sopan-santun, baik budinya. Bahasa memiliki fungsi dalam kehidupan manusia. Book mengemukakan bahasa memiliki tiga fungsi intinya, yaitu untuk mengenal dunia dan sekitar kita; untuk berhubungan dengan orang lain; dan untuk menciptakan koherensi (keterkaitan) dalam kehidupan kita (Deddy Mulyana, 2013: 267). Dari pendapat di atas tentang fungsi bahasa, pada umumnya bahasa berfungsi untuk menjadi alat penyambung komunikasi antar komunikan dengan lingkungan sekitarnya.

Indonesia memiliki 200juta lebih penduduk jiwa yang tinggal di berbagai daerah di Indonesia timur hingga barat yang memiliki kekhasan dan kebudayaan yang berbeda pada setiap daerah. Dari hasil riset badan bahasa Indonesia, ada 700-an lebih bahasa yang digunakan masyarakat Indonesia dan ada beberapa bahasa yang sudah punah. Padahal dengan adanya keberagaman bahasa di Indonesia semakin menambah nilai kekayaan budaya Indonesia. Oleh karena itu, para peneliti terus mengusahakan berbagai upaya agar mengurangi tingkat kepunahan bahasa melalui revitalisasi bahasa. Salah satu bentuk revitalisasi yang dapat dilakukan adalah dengan pendokumentasian bahasa. Menurut Lewis et al., (2015) berpendapat bahwa ada dua dimensi dalam pencirian keterancaman bahasa, yaitu jumlah penutur yang menggunakan bahasanya semakin sedikit serta, jumlah dan sifat penggunaan atau fungsi penggunaan bahasa. Menurut Hinton (2011: 291—293), revitalisasi bahasa adalah upaya untuk mengembalikan bahasa yang terancam punah pada tingkat penggunaan yang lebih baik dalam masyarakat setelah mengalami penurunan penggunaan. Hinton mengusulkan enam upaya nyata yang dapat dilakukan dalam mengembalikan penggunaan bahasa yang hampir punah, yaitu belajar beberapa kata (seperti salam dan perkenalan atau percakapan pendek) ; mengumpulkan publikasi linguistik, catatan lapangan dan rekaman suara sebagai bagian dari penciptaan sumber daya berbasis masyarakat dan arsip; mengembangkan sistem tulis dan pembuatan kamus berbasis masyarakat dan tata bahasa pedagogis; membuat rekaman audio atau video dari penutur yang tersisa dengan tujuan mendokumentasikan dan mengarsipkan contoh penggunaan bahasa mereka dengan membuat korpus bahan berbagai jenis; mengikuti kelas bahasa atau kemah bahasa; dan menjalankan sekolah imersi penuh (sekolah yang bahasa pengantarnya adalah bahasa yang terancam punah itu sendiri) untuk anak-anak pada masyarakat yang memiliki sumber daya untuk mendukung mereka.

 BUDAYA. Budaya sebenarnya muncul dari kebiasaan-kebiasaan lama yang terus dilakukan dan diwariskan dari generasi ke generasi dan menjadi sebuah tradisi. Menurut Clifford Geerzt (dalam Rini Darmastuti, 2013: 29), mengartikan budaya sebagai pola transmisi sejarah dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya melalui simbol-simbol yang mereka gunakan.

Budaya memiliki karakteristik yang sangat berciri khas dari satu daerah dengan daerah lainnya. Karakteristik-karakteristik budaya tersebut adalah: 1. Komunikasi dan Bahasa. Komunikasi dan bahasa memiliki jenis dan karakteristik yang berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya, berupa bahasa verbal atau bahasa nonverbal (gerak tubuh). 2. Pakaian dan Penampilan. Cara berpakaian dan berpenampilan juga menjadi ciri khas yang berbeda dari masing-masing daerah. 3. Makanan dan Kebiasaan Makan. Makanan dan kebiasaan makan juga menjadi karakteristik yang berbeda dari daerah-daerah tertentu. 4. Waktu dan Kesadaran akan Waktu. Cara pandang orang tentang nilai relatif waktu dari masing-masing orang dan daerah. Budaya juga memiliki fungsi menurut Toomey tahun 1999 (dalam Rini Darmastuti, 2013: 36-37), antara lain. 1. Budaya dapat memberikan makna terhadap identitas yang dianutnya. 2. Budaya dianggap mampu menciptakan inklusi sehingga orangorang dapat membedakan mana in-group dan out-group. 3. Budaya membentuk sikap seseorang tentang in-group dan out-group berkaitan dengan orang yang secara kultural tidak sama. 4. Budaya dianggap dapat memfasilitasi proses-proses adaptasi diantar diri, komunikasi kebudayaan, dan lingkungan yang besar. 5. Budaya dan komunikasi saling memiliki keterkaitan dan tidak terpisah karena saling mempengaruhi. Bahasa dan budaya memiliki saling keterkaitan dan menjadi kekayaan dari keberagaman kebudayaan bangsa. Salah satu contoh keberagaman budaya dan bahasa di Indonesia adalah di Sumatera Selatan dengan Palembang sebagai ibukota provinsi. Palembang merupakan kota yang bersejarah dan telah berusia lebih dari 1334 tahun. Awal mula sejarah kota Palembang adalah Kerajaan Sriwijaya yang berjaya sejak abad ke-9, menurut beberapa bukti sejarah kota Palembang ada sejak 17 Juni 682 Masehi. Karena keberagaman Bahasa dan Budaya setiap orang berbeda tergantung daerahnya masing-masing. Setiap daerah memiliki karakteristiknya masing-masing

yang dapat mempengaruhi komunikasi yang ada antar individu. Adanya perbedaan budaya kadang menimbulkan kesalahpahaman saat mereka berkomunikasi dengan keluarga pasien. Seperti itu juga dengan Bahasa yang berbeda-beda disetiap daerahnya membuat perawat harus betul-betul melakukan komunikasi yang efektif dengan pasien dan keluarganya agar tidak terjadi kesalahpahaman. Profesi perawat merupakan salah satu profesi yang membutuhkan kesabaran yang tinggi. Hal ini dikarenakan perawat tidak hanya berhadapan dengan pasien tetapi juga keluarga pasien. Sebagai seorang perawat kita dituntut untuk selalu sabar dalam kondisi apapun termasuk apabila menghadapi complain baik itu dari pasien maupun keluarga. Di ICU tak sedikit keluarga yang complain kepada perawat.

KESIMPULAN Budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan. Budaya mengiringi setiap kebiasaan seseorang dalam berkomunikasi karena budaya menjadi latar belakang yang melekat pada setiap individu yang berbeda. Sedangkan, komunikasi bisa efektif dan berhasil apabila komunikator dapat menyampaikan pesan ataupun informasi dengan baik. Komunikasi antar budaya sendiri merupakan subilmu dari ilmu sosialkomunikasi yang membedakan komunikasi antar budaya dengan subilmu komunikasi lainnya adalah adanya perbedaan latar belakang (budaya) yang relatif besar mempengaruhi komunikasi para komunikator. Dengan adanya perbedaan yang relatif besar inilah yang dapat menjadi faktor penghalang keberhasilan komunikasi yang melekat pada setiap individu yang berbeda. Sedangkan, komunikasi bisa efektif dan berhasil apabila komunikator dapat menyampaikan pesan ataupun informasi dengan baik.

Daftar pustaka Chittem, M., & Butow, P. (2015). Responding To Family Request For Nondisclosure : The Impact Of Oncologists'cultural Background. Journal Liljeroos, M., Snellman, I. M., & Ekstedt, M. H. (2011). A Qualitative Study on The Role of Patient-Nurse Communication in Acute Cardiac Care. Journal of Nursing Education and Practice Vol.1, No. 1. Loghmani, L., Borhani, F., & Abbaszadeh, A. (2014). Factors Affecting The NursePatient's Family Communication In Intensive Care Unit Of Kerman : Qualitative Study. Journal of Caring Sciences, 67-82.

Related Documents

Mia
June 2020 20
Mia
June 2020 28
Mia
April 2020 27
Mamma Mia
June 2020 18
Mia Punya.docx
August 2019 33
Mia Mirasierra
June 2020 13

More Documents from ""

Tugas Kasus Siska Lestia
October 2019 34
Kdk Kelompok 2
October 2019 29
Mia Punya.docx
August 2019 33
Matriks.docx
December 2019 61