Oleh : Iwan Kurniawan *) E34054347
KELOMPOK PEMERHATI MAMALIA (KPM) “TARSIUS” HIMPUNAN MAHASISWA KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA (HIMAKOVA) DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN IPB 2009 *Head of mammals observer group 2007/2008
What do you know about mammals? ¾ Mamalia merupakan salah satu kelas dalam kerajaan animalia yang memiliki beberapa keistimewaan baik dalam hal fisiologi maupun dalam hal susunan saraf dan tingkat intelegensianya. ¾ Beberapa ciri mamalia menurut Hoeve (2003) dalam Ryansyah (2005), yaitu : ¾ kelenjar susu Betina memiliki kelenjar susu disisi bawah tubuh (didada, perut bahkan diketiak). Kelenjar susu memliki puting, susu didapat dengan menghisap puting. Monotremata tidak memiliki puting. Produksi susu diatur hormon yang keluar waktu hamil, jantan hanya memiliki kelenjar susu yang sudah menyusut. ¾ Rambut (hair) Semua mamalia memiliki rambut sedikitnya dalam satu fase siklus hidup. Rambut memegang peranan penting dalam pengaturan suhu (thermoregulasi) ¾ Mamalia termasuk homoitermia atau hewan berdarah panas Mamalia mampu mengatur suhu tubuhnya. Suhu tubuh disesuaikan dengan suhu lingkungan. Pada mamalia suhu tubuh dipertahankan pada tingkat yang agak tetap biasanya 36 ° C. ¾ Jantung Empat Bilik Semua mamalia memiliki jantung dengan dua bilik dan dua serambi. Maka dengan demikian peredaran darah dari paru‐paru dan ke tubuh terpisah ¾ Otak besar. Tidak semua mamalia memiliki otak yang lebih besar daripada reptilia.. Otak pada mamalia khususnya primata mengalami perkembangan yang baik ¾ Herterodontia Mamalia memliki beraneka jenis gigi, dengan bermacam fungsi , gigi seri untuk menggigit dan yan g berbentuk sudip atau pahat gigi taring yang panjang dan lancip untuk menembus atau atau mencengkram dan geraham datar ((geraham depan dan geraham sejati) dengan tonjolan untuk menguyah. ¾ Diphyoyodontia (dua generasi gigi) Gigi mamalia hanya satu kali ganti dan bukan terus menerus sepanjang hidup hewan bersangkutan seperti pada vertebrata bertaraf rendah. ¾ Keragaman mamalia tinggi (file Mammalogy‐AH Mustari) : 9 26 ordo → 50% pengerat 9 136 famili 9 1135 genera
9 4629 spesies → 2015 rodentia, 925 chiroptera, 420 insectivora, 271 carnivora, 233 primata, 220 artiodactyla, 80 lagomorpha ¾ Umumnya terestrial 97,2% di darat (terestrial, arboreal, dan daerah peralihan darat dan air), sekitar 2,5% tercatat hidup di perairan (Cetacea dan Sirenia →dugong‐dugong, lumba‐ lumba, paus, singa laut, anjing laut, dsb) How to survey mammals : Beberapa parameter penting yang harus dikumpulkan dalam survey dan inventarisasi mamalia, yaitu : 1) Keanekaragaman jenis mamalia 2) Jumlah Individu/ populasi 3) Penyebaran 4) Trophic level 5) Niche/ relung ekologi What methods to use? ♣ Sensus or sampling? Sensus : Seluruh satwa dapat ditemukan dan dihitung jumlahnya dalam suatu areal tertentu, areal studi relatif kecil dan terbuka Sampling : Penghitungan hanya pada plot sampling untuk menduga keseluruhan jumlah populasi dari areal yang dikaji, areal studi relatif luas, rapat, satwa cenderung menyebar. ♣ Sensus : drive count, silent detection, dsb. ♣ Sampling : 1) Metode Transek Jalur (Strip Transect). Metode ini merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam pengumpulan data jenis dan jumlah individu satwaliar. Panjang dan lebar jalur yang digunakan disesuaikan dengan kondisi topografi dan kerapatan tegakan pada lokasi pengamatan. Data yang dikumpulkan berdasarkan pada perjumpaan langsung dengan satwa mamalia yang berada pada lebar jalur pengamatan. S1 To
P1
T1 Arah lintasan pengamat
S2
Gambar 1. Inventarisasi mamalia dengan metode transek jalur
Keterangan : To = titik awal jalur pengamatan, Ta = titik akhir jalur pengamatan, P = posisi pengamat, r = jarak antara pengamat dengan tempat terdeteksinya satwa liar, S = posisi satwa liar.
Pengamatan pada satu jalur terdiri dari dua kali pengulangan, yaitu pada periode pagi hari (pukul 05.30‐08.00 WIB), sore hari (pukul 16.00‐18.00 WIB) dan malam hari (pukul 21.00‐23.00). Pengamatan dilakukan dengan berjalan pada kecepatan yang konstan yaitu kurang lebih 25 meter/menit. Tahapannya yaitu : 1. Panjang dan lebar jalur pengamatan ditentukan lebih dulu. Lebar jalur dipengaruhi tutupan vegetasi atau jarak pandang seseorang di lapangan dan jenis satwaliar yang diamati 2. Tentukan sejumlah transek jalur pararel secara sistematis dan memotong kontur. 3. Gambarkan lokasi setiap jalur pada peta. Sebagai titik pasti awal pengamatan dapat berupa jalan atau tanda batas yang telah ada 4. Membuat tanda pada setiap titik awal jalur pengamatan (pita warna mencolok, seng, patok dsb 5. Menentukan waktu dimulai dan diakhiri pengamatan secara bersamaan. 6. Menentukan arah lintasan pengamatan dengan menggunakan kompas (agar setiap tim tidak berbenturan atau berpotongan). Sebaiknya arah lintasan memotong garis kontur. 7. Pengumpulan data : data‐data yang dikumpulkan adalah a. Jenis satwa yang ditemukan b. Jumlah individu c. Jenis kelamin (jika diketahui) d. Jumlah individu berdasarkan kelas umur (dewasa, remaja, anak‐anak) e. Plotkan posisi satwa pada peta sederhana (gunakan milimeter block) f.
Berilah keterangan : waktu dijumpai (jam, menit), ciri sosial soliter/kelompok, perjumpaan langsung atau tidak langsung, mendeskripsikan secara sederhana mengenai kondisi habitat tempat ditemukannya satwa.
Analisis Data :
Persamaan yang dapat digunakan untuk menduga kepadatan populasi suatu jenis
mamalia berdasarkan metode transek jalur antara lain adalah persamaan King (King Methods). Bentuk persamaan penduga kepadatan populasi satwa untuk setiap jalur: Dj : ∑ Xi 2Lw
atau Dj : ∑ Xi a
Keterangan : Dj : Kepadatan populasi dugaan untuk jalur ke‐J (ind/km² atau ind/ha) Xi : Jumlah individu yang dijumpai pada kontak ke‐i (individu) L : Panjang transek jalur pengamatan (m) w : lebar kiri atau kanan jalur pengamatan (m) a : Luas jalur setiap pengamatan (km² atau ha) i : Kontak pengamat dengan satwaliar Jika pengamatan dilakukan lebih dari satu jalur pengamatan pada lokasi studi, maka ukuran populasi untuk seluruh wilayah pengamatan adalah : P = ∑ aj.Dj x A ∑ aj.
Keterangan : P : ukuran populasi dugaan (ind) A : luas total areal yang diteliti (km atau ha) aj : luas jalur pengamatan ke‐j (km atau ha) 2) Transek Garis (Line transect)
Pada dasarnya metode transek garis hampir sama dengan transek jalur. Langkah yang
dilakukan juga sama dengan metode transek jalur. Perbedaan yang paling mendasar diantaranya : 1. Metode transek garis tidak ditentukan jarak ke kanan dan ke kiri 2. Metode transek garis harus ditentukan jarak antara satwaliar dan pengamat 3. Metode transek garis harus ditentukan sudut kontak antara posisi satwa yang terdeteksi dengan jalur pengamatan -
Kumpulkan dan catatlah data sebagai berikut : 1. Jumlah individu 2. Jenis kelamin (sejauh dapat dikenali) 3. Jumlah individu berdasarkan jumlah kelamin (sejauh dapat dikenali) 4. Jumlah individu berdasarkan kelas umur (bayi, anak, muda, dewasa, tua)
5. Jarak antar pengamat dengan satwa yang terdeteksi 6. Sudut kontak antara posisi satwa yang terdeteksi dengan jalur pengamatan 7. Waktu diketemukannya jenis satwaliar tersebut (jam, menit) -
Pengamatan pada satu transek dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada periode pagi hari (pukul 05.30 – 09.00) dan sore hari (pukul 15.30 – 18.00). S3
S1 r1 To
θ
P1
r3 θ
y1 P2
θ
P3
y3
Arah lintasan pengamat
Ta
y2
r2 S2 500-1000 m
Gambar 2. Inventarisasi mamalia dengan metode transek garis Keterangan : To = titik awal jalur pengamatan, Ta = titik akhir jalur pengamatan, P = posisi pengamat, r = jarak antara pengamat dengan tempat terdeteksinya satwaliar, S = posisi satwaliar, = sudut antara posisi satwaliar dengan arah garis transek, y = r.sin θ
Analisis Data :
Pendugaan populasi berdasarkan metode transek garis dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan Poole (Poole Methods) ataupun Webb (Webb Methods). Dalam praktek ini hanya akan digunakan teknik Poole dengan persamaan sebagai berikut : P = Σ xi. (2∑xi+1).A 2.∑Lj.dj Keterangan :
P = ukuran populasi dugaan (individu)
Xi = jumlah individu yang dijumpai pada kontak ke‐i (individu)
Lj = panjang transek jalur pengamatan ke‐j (m)
dj = rata‐rata lebar kiri atau kanan jalur pengamatan ke‐i (m)
A = luas total arael yang diteliti
3) Penggunaan perangkap (Trapping)
Metode ini digunakan untuk menginventarisasi mamalia kecil di lantai hutan, seperti tikus.
Perangkap dipasang secara purposive pada habitat tertentu yang diduga merupakan habitat utama bagi berbagai mamalia kecil, misalnya cerukan gua, lubang di pohon, bekas lubang di tanah, bekas sampah dan sejenisnya. Hal ini dimaksudkan agar peluang penangkapan semakin besar. Perangkap yang digunakan adalah life trap sehingga satwa yang tertangkap tidak akan mati. Gambar 3. Pemasangan life trap Apabila satwa yang terperangkap susah untukdiidentifikasi, satwa tersebut dapat diawetkan untuk keperluan identifikasi oleh pihak yang lebih ahli (seperti LIPI), mengenai metode pengawetan akan dibahas lebih lanjut dilain kesempatan. 4) Pengamatan terkonsentrasi (Concentration count)
Pengamatan dilakukan terkonsentrasi pada suatu titik yang diduga sebagai tempat dengan
peluang perjumpaan satwa tinggi. Misalnya tempat tersediaanya pakan, air untuk minum dan sebagainya. Pengamatan dapat dilakukan pada tempat yang tersembunyi sehingga tidak mengganggu aktivitas satwa. Data yang diambil meliputi nama jenis, jumlah individu, struktur sosial (jika ada), jenis kelamin (jika diketahui), dan luasan lokasi pengamatan untuk menduga kepadatan populasi Tahapan yang dilakukan meliputi : 1. Melakukan observasi lapangan atau menanyakan kepada petugas tentang jenis – jenis satwa liar yang seringkali dijumpai, berkumpul di suatu tempat dan letak berkumpulnya (padang rumput dan sumber air atau yang disebut feeding ground. 2. Menentukan titik – titik pengamatan
3. Menentukan waktu di mulai dn berakhirnya pengamatan. Penentuan waktu pengamatan harus mempertimbangkanperilaku dan aktivitas setiap jenis satwa liar yang berkumpul. 4. Menentukan luas cakupan areal konsentrasi unutk menduga rata – rata daya tampung areal. Mencatat satwa liar yang dijumpai berdasarkan jenis kelamin dan tingkat umur dalam tally sheet. 5. Mencatat kondisi umum areal konsentrasi, seperti vegetasi, sumber air, sumber pakan dan sebagainya. 6. Melakukan observasi lapangan atau menanyakan kepada petugas tentang jenis – jenis satwa liar yang seringkali dijumpai, berkumpul di suatu tempat dan letak berkumpulnya (padang rumput dan sumber air) 7. Menentukan titik – titik pengamatan 8. Menentukan waktu di mulai dn berakhirnya pengamatan. Penentuan waktu pengamatan harus mempertimbangkan perilaku dan aktivitas setiap jenis satwa liar yang berkumpul. 9. Menentukan luas cakupan areal konsentrasi unutk menduga rata – rata daya tampung areal. Mencatat satwa liar yang dijumpai berdasarkan jenis kelamin dan tingkat umur dalam tally sheet. 10. Mencatat kondisi umum areal konsentrasi, seperti vegetasi, sumber air, sumber pakan dan sebagainya. Analisis Data Metode Penghitungan Konsentrasi (Concentration Count) Metode ini hanya dapat diterapkan apabila terdapat perilaku terkonsentrasinya satwaliar pada suatu tempat tertentu, seperti tempat berkubang, tempat minum, merumput, dan sebagainya. Persamaan penduga ukuran populasi yang digunakan adalah sebagai berikut : Pj = ∑xi n P = c.∑Pi Keterangan :
Pj ; Dugaan ukuran populasi Pi = ukuran populasi pada lokasi konsentrasi ke‐i (individu) Xi = jumlah individu yang dijumpai pada pengamatan ke‐i (individu) P = total populasi pada seluruh areal penelitian C = jumlah seluruh lokasi konsentrasi yang diamati n = jumlah ulangan pengamatan
5) Pengamatan cepat (Rapid Assesment)
Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis‐jenis mamalia yang terdapat di lokasi
pengamatan. Pengamatan tidak harus dilakukan pada suatu jalur khusus atau lokasi khusus. Pengamat cukup mencatat jenis‐jenis mamalia yang ditemukan, misalnya pada saat melakukan survei lokasi, berjalan diluar waktu pengamatan, dan sebagaianya. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui jenis‐jenis mamalia yang berada di lokasi pengamatan, tetapi tidak dapat digunakan untuk menghitung pendugaan populasi. Pengambilan data tambahan : 1)Wawancara
Pengambilan data dengan metode wawancara dilakukan dengan cara mewawancarai
masyarakat sekitar atau petugas lapangan mengenai keberadaan dan jenis‐jenis mamalia yang terdapat di lokasi pengamatan. Masyarakat atau petugas lapangan diharapakan dapat memberikan informasi mengenai jenis‐jenis mamalia yang pernah ditemui pada lokasi pengamatan serta lokasi penyebarannya karena biasanya masyarakat dan petugas lapangan telah mengetahui seluk beluk wilayah hutan karena sering melakukan aktivitas di hutan. Keterangan dari masyarakat atau petugas akan diverifikasi atau ditinjau ulang oleh peneliti untuk menjamin kebenaran informasi yang disampaikan masyarakat atau petugas lapang, misalnya meminta responden (masyarakat atau petugas lapangan) untuk menyebutkan ciri‐ciri dari mamalia yang pernah ditemukan kemudian peneliti akan mencocokan dengan buku panduan pengenalan jenis mamalia. Selain itu perlu juga diketahui kapan terakhir kali responden melihat mamalia tersebut. Beberapa contoh pertanyaan yang disampaikan kepada responden yaitu : a.
Pengetahuan masyarakat mengenai keberadaan mamalia di Jenis‐jenis mamalia apa saja yang pernah ditemui oleh responden
b.
Sejauh mana pengetahuan responden mengenai jenis mamalia yang pernah ditemui tersebut, seperti ciri‐ciri fisiknya, perilakunya, dan pola aktivitasnya (diurnal, nokturnal, terestrial, arboreal, dan sebagainya).
c.
Lokasi tempat perjumpaan dengan mamalia tersebut, misalnya lokasi sering dijumpai mamalia tersebut, keberadaan sarang, keberadaan bekas jejak (cakaran, kotoran), dan pola
pergerakan mamalia tersebut (realtif menetap atau berpindah tempat, relatif dapat ditemui di berbagai lokasi atau cuma pada satu lokasi saja). d.
Kapan terakhir kali mamalia tersebut dijumpai.
e.
Pengetahuan mengenai kelimpahan spesies mamalia tersebut, misalnya mamalia tersebut sering dapat dijumpai atau tidak, apakah mamalia tersebut dijumpai dalam jumlah besar atau sedikit.
Beberapa contoh pertanyaan yang disampaikan untuk mengetahui kearifan tradisioanal
masyarakat terkait dengan pelestarian mamalia di lokasi penelitian, yaitu ; a. Apakah sering terjadi perburuan mamalia b. Apakah mamalia yang ada di kawasan sering dimanfaatkan oleh masyarakat. c. Apakah ada mitos yang berhubungan dengan salah satu atau mungkin beberapa jenis mamalia 2)Studi literatur
Studi literatur digunakan sebagai bahan acuan untuk mendapatkan data awal mengenai
keberadaan berbagai spesies mamalia pada lokasi pengamatan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan sebagai bahan pembanding dengan hasil penelitian yang akan dilakukan , sehingga dapat diketahui apakah terjadi penurunan jumlah jenis atau penambahan jumlah jenis. 3)Analisis vegetasi Kehidupan berbagai satwaliar terutama jenis mamalia tidak akan terlepas dari keberadaan vegetasi. Vegetasi memegang berbagai peranan penting dalam kehidupan mamalia di alam, utamanya sebagai sumber makanan selain juga sebagai tempat tinggal atau tempat beraktifitas (utamanya untuk satwa mamalia arboreal). Analisis vegetasi akan membantu untuk mengidentifikasi jenis‐jenis vegetasi yang dibutuhkan oleh mamalia untuk melangsungkan kehidupannya dan dapat menggambarkan keadaan habitat lokasi penelitian. Informasi ini sangat diperlukan dalam rangka untuk mendukung kebijakan dari pihak pengelola, misalnya membantu untuk memberi masukan kepada pihak pengelola tentang jenis‐jenis vegetasi apa yang perlu diperbanyak. .
Metode analisis vegetasi : Metode Jalur
20 m
10 m 5m 2m
Arah rintis
Gambar 4. Metode analisis vegetasi dengan metode jalur Keterangan : Kotak 2 x 2 m digunakan untuk menganalisis tumbuhan tingkat semai Kotak 5 x 5 m digunakan untuk menganalisis tumbuhan tingkat pancang Kotak 10 x 10 m digunakan untuk menganalisis tumbuhan tingkat tiang Kotak 20 x 20 m digunakan untuk menganalisis tuumbuhan tingkat pohon Ketentuan :
Semai : anakan pohon dengan ketinggian tidak lebih dari 1,5 m Pancang : semai yang telah tumbuh dengan ketinggian lebih dari 1,5 m dan diameter batang kurang dari 10 cm Tiang : tumbuhan berkayu dengan diameter batang antara 10 cm – 20 cm Pohon : tumbuhan berkayu dengan diameter batang lebih dari 20 cm
Analisis data : 1. Kerapatan = Jumlah individu dalam setiap plot Luas plot contoh 2. Kerapatan relatif = Kerapatan suatu jenis tumbuhan x 100 % Kerapatan total 3. Frekuensi = Jumlah plot contoh ditemukannya individu Jumlah plot contoh total 4. Frekuensi relatif = Frekuensi suatu individu x 100 % Frekuensi total 5. Dominansi = Luas bidang dasar suatu jenis Luas plot contoh 6. Dominansi relatif = Dominansi suatu jenis x 100 % Dominansi total 7. INP (Indeks Nilai Penting) = KR + FR + DR 8. INP untuk semai = KR +FR Catatan Luas Bidang Dasar (LBDS) = ¼ µ D2
Untuk keperluan identifikasi lebih lanjut, beberapa bagian dari spesies pohon (buah, biji,
bunga, kulit batang, dan daun) diambil untuk dibuat herbarium 4)Pembuatan/pencetakan jejak satwaliar
Jejak (tracks) adalah segala sesuatu yang ditinggalkan oleh satwaliar yang menjadi
penanda kehadiran satwaliar tersebut pada habitat tertentu. Jejak dapat berupa jejak kaki(foot‐ print), bekas‐bekas makan (feeding signs), bekas cakaran, tempat berkubang, rambut dan bulu, sarang, bau yang ditinggalkan, dan sebagainya.
Jejak‐jejak yang ditinggalkan oleh satwa mamalia dapat membantu untuk mengetahui
keberadaan suatu jenis mamalia walaupun mamalia tersebut tidak ditemukan secara langsung. Jejak yang ditemukan harus direcord untuki keperluan membantu memperkuat identifikasi.
Berikut merupakan berbagai cara merecord jejak satwa mamalia (berdasarkan
pengalaman lapang penulis) : 1. Bekas‐bekas makan
Bekas makan yang ditinggalkan satwa berupa buah, bekas renggutan, potongan
dan sebagainya sebisa mungkin dibawa dan dipreservasi untuk keperluan identifikasi lebih lanjut dan untuk koleksi dengan tujuan mempermudah identifikasi berikutnya. Bekas sisa makan yang ditinggalkan dapat dibuat awetan basahnya dengan merendam bekas‐bekas makan tersebut pada alkohol (70%). Sebelum diawetkan ambil terlebih dahulu fotonya secara detil (bentuk buah, bekas gigitan, corak warna, dan sebagainya) dengan menggunakan sebuah pembanding (sangat baik jika menggunakan pita meteran jahit atau mistar untuk mengetahui ukuran sebenarnya). 2. Bekas cakaran dan bekas kubangan
Bekas cakaran diambil fotonya secara mendetail dengan menggunakan
pembanding seperti yang telah dijelaskan pada point 1 sedangkan untuk pembanding saat pengambilan foto bekas kubangan apabila kubangan besar dapat menggunakan pembanding orang dewasa dengan memperhatikan detil foto yang diambil seperti jenis substrat tanahnya dan meneliti lebih lanjut apakah ada bekas‐bekasjejak, makan, bulu dan sebagainya. 3. Bekas rambut, bulu, sarang, dan bau.
Bekas rambut, bulu, dan sarang yang sudah terpakai juga diambil da ditaruh pada
kantong plastik bening atau lebih baik jika dimasukkan dalam toples kedap udara, tentu saja sebelumnya difoto terlebih dahulu menggunakan pembanding. Bekas bau bisa langsung ditanyakan kepada pemandu lapang apabila belum dikenali karena pemandu lapang yang biasanya merupakan masyarakat lokal biasanya mengetahui bekas‐bekas bau mamalia tertentu seperti yang pernah dialami oleh penulis saat melaksanakan studi lapang.
4. Bekas jejak kaki
Mengenai cara untuk merecord bekas jejak kaki,penulis melakukan sesuai dengan
yang disebutkan oleh Van strien (1983) dalam File Mammalogy‐AH Mustari, yaitu : Cara mencetak jejak dengan bahan gips adalah sebagai berikut : 1. Aduk gips dengan air sampai membentuk adonan yang merata dan tidak terlalu encer (Menurut pengalaman penulis, adonan yang baik bertekstur seperti pasta gigi). Adonan bisa dibuat pada wadah khusus atau wadah bekas kaleng atau potongan minuman. 2. Tuangkan adonan pada permukaan jejak sampai rata dengan tinggi permukaan tanah di samping‐samping jejak. Jejak sebelumnya dibersihkan dari kotoran seperti dedaunan, kerikil, tanak yang jatuh dan sebagainya. Ingat jangan sampai merusak tekstur asli jejak. 3. Angakat cetakan gips setelah cukup keras (15‐30 menit). 4. Labeli /beri identitas pada jejak setelah membersihkannya dari kotoran yang menempel. Pelabelan diguratkan pada permukaan atas jejak sebelum jejak benar‐ benar kering. Beberapa hal yang ditulis yaitu : tanggal, bulan, tahu pencetakan jejak; lokasi/blok hutan; spesies satwa (jika diketahui); bagian kaki mana yang jejaknya dicetak (jika diketahui0, nama atau nama grup peneliti (misal KPM)pencetak jejak. Beberapa indeks penting yang digunakan untuk menganalisa data mamalia : 1)Indeks Kekayaan Jenis Kekayaan jenis mamalia dihitung dengan menggunakan metode Margalef (Ludwig & Reynolds, 1998). Persamaan untuk menemukan jumlah kekayaan jenis adalah :
Keterangan : Dmg = Indeks Margalef
N = Jumlah Individu seluruh jenis
S = Jumlah jenis mamalia
2) Indeks keanekaragaman jenis (H’)
Ludwig dan Reynold (1998) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis mamalia
ditentukan dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon–Wiener dengan rumus :
H’= -∑pi ln pi; dimana pi = Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon‐Wiener
ni = Jumlah individu setiap jenis
N = Jumlah individu seluruh jenis
Untuk menentukan keanekaragaman jenis mamalia, maka digunakan klasifikasi nilai indeks keanekaragaman Shanon‐Wieners seperti tabel II‐1 berikut : Tabel 1. Klasifikasi nilai indeks keanekaragaman Shanon‐Wiener Nilai indeks ShanonWiener >3
Kategori Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap spesies tinggi dan kestabilan komunitas tinggi
1–3
Keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap spesies sedang dan kestabilan komunitas sedang
<1
Keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah
3)Indeks kemerataan jenis (J’)
Ludwig dan Reynold (1998) menyatakan bahwa proporsi kelimpahan jenis
mamalia dihitung dengan menggunakan indeks kemerataan yaitu :
J’ = Keterangan :
J’ = Indeks kemerataan
H’ = Indeks keanekaragaman jenis
S = jumlah jenis
Penentuan indeks kemerataan ini berfungsi untuk mengetahui kemerataan setiap jenis mamalia dalam areal pengamatan yang ditentukan, sehingga dapat diketahui keberadaan dominansi jenis mamalia 4)Kelimpahan jenis relatif Untuk mengetahui kelimpahan jenis relatif, digunakan persamaan Persentase Kelimpahan Relatif (Brower & Zar, 1997):
Psi= ni/N x 100% dimana : Psi = Nilai persen kelimpahan jenis ke‐i n = Jumlah individu jenis ke‐i N = Jumlah individu total
Beberapa kiat dalam melakukan pengamatan mamalia : Dianjurkan pengamatan dilakukan maksimal 3 (minimal 1 orang laki2) orang pengamat secara terpisah untuk menghindari terganggunya satwa, serta konsentrasi Si pengamat. Carilah tempat‐tempat yang relatif terbuka, tajuk tajuk pohon yang tidak terlalu rapat, jalur jalan, tepi hutan, tepi sungai, tebing, dekat bebatuan, untuk memudahkan pengamatan dan penemuan satwa. Jenis pohon seperti Ficus sp, Syzigium sp, Garcinia sp, merupakan pohon berbuah dan pakan satwa sehingga kerapklali didatangi. Gunakan pakaian berwarna gelap, tidak mencolok, atau berpola serta jangan menggunakan haruman jika perlu baui diri anda dengan alam. Berjalan perlahan‐lahan dan berhenti 10 menit untuk pengamatan. Jangan banyak bergerak, bersuara keras, hati‐hati lihat sekeliling kamu Jika satwa terlihat jaga jarak, gunakan mata telanjang sedapatnya untuk mengenali spesies tersebut dan jika terlalu jauh gunakan binokuler. Catat segala informasi yang kamu dapat. Baik itu buah yang dimakan, dll. Tanya kepada guide jenis pohon tempat satwa jika tidak tahu Mencocokkan dengan field guide dikala waktu istirahat, untuk membuka kembali ingatan dan jangan terlalu lama karena bisa lupa Bekas tapak (footprints) mamalia kemungkinan mudah dijumpai ditempat‐tempat yang becek dan sekitarnya, yang bertanah lunak atau yang berpasir halus. Tempat‐tempat
tersebut diantaranya disekitar sungai/sungai kecil/aliran air, dan genangan air ditengah jalan. Bekas tapak yang hendak dibuat cetakan jejaknya (gips), boleh dibersihkan seperlunya, asalkan tidak merusak bentuk asal footprints. Gips yang telah mengeras diberi kode disisi punggungnya, yang merujuk pada catatan dibuku (jenis, lokasi penemuan, keterangan lain‐lain) Pemasangan trap sedapatnya dilakukan didekat jalur lintasan satwa, dekat sumber air, jalan setapak, dekat pohon yang besar dan berlubang. Umpan selai kacang, kelapa dibakar cukup baik, bahkan jika perlu ikan dibakar untuk menarik penciuman satwa, umpan dapat dioleskan pada sisi luar perangkat terutama dekat pintu perangkap. Data sekunder dapat dilengkapi dengan mewawancarai orang desa, guide, polhut. Untuk melengkapi data, wawancara langsung dengan warga dan tunjukkan gambar‐ gambar pada field guide jenis yang ada di lokasi Jika belum mengerti, tanya kepada teman atau ketua tim Biasakanlah untuk sabar walaupun terkadang data tentang mamalia yang didapatkan di lapangan sedikit. Catatan : Tidak semua orang desa merupakan pengamat yang baik. Sehingga akurasi ingatan bisa saja bervariasi. Pemburu satwa biasanya mengamati dengan baik, sehingga dapat diandalkan Hindari terjadinya pendugaan yang tidak masuk akal, sehingga tidak terjadi over atau underestimate. Data sangat penting tetapi keselamatan pengamat lebih penting jadi hati‐hati saat melakukan pengamatan. Daftar Pustaka Kartono, A P. 2000. Teknik Inventarisasi Satwaliar dan Habitatnya. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Mustari, A H. Tanpa tahun. Metode Survey dan Inventarisasi Mamalia. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Ryansyah, A. 2005. Panduan Teknis Lapangan Mamalia. Kelompok Pemerhati Mamalia “Tarsius” HIMAKOVA. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor
About the author : Name
: Iwan Kurniawan
Date of birth : October 11 1986 Sex
: Male
Address
: Komplek Taman Dramaga Permai blok C No. 25 B
Cihideung Hilir Ciampea Bogor West Java Indonesia
School
: Forest Resource Conservation and Ecotourism department
Faculty of Forestry
Bogor Agricultural University
Organization
: Mammals observer group
Forest Resource Conservation and Ecotourism Student Association
Hand phone
: +6285691840072
Email
:
[email protected]
Home town
: Madiun, East Java
Nationality
: Indonesia
The author did some expedition to observe mammals, such as : 1. Expedition to Gunung Walat Forest Education in Sukabumi West Java to inventory mammals diversity.
2. Expedition to Bodogol Resort in Gunung Gede Pangrango National Park In West Java to inventory mammals diversity. 3. Expedition to Bantimurung Bulusaraung National Park in Makassar South Sulawesi to inventory mammals diversity. 4. Expedition to Gunung Simpang Sanctuary in Bandung West Java to inventory mammals diversity. 5. Expedition to Bukit Baka‐Bukit Raya National Park in West Borneo to inventory mammals diversity, etc.