TUGAS INDIVIDU
METHODE PENELITIAN DAN TEKNIK PENULISAN ILMIAH
GREEN ARCHITECTURE DALAM ERA GLOBAL WARMING
DISUSUN OLEH: ANDI NURJIHAD 601.001.06.011 Teknik Arsitektur A
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
TA.2008/2009
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan iklim global (Global Warming) berpotensi menentukan arah perkembangan desain arsitektur pada tahun 2008, bahkan menjadi suatu kepedulian semua pihak, terutama para arsitek. Dengan demikian, arsitektur hijau (green architecture) dengan ciri bangunan gedung atau kawasan berkonsep ramah lingkungan yang sering disebut green building atau green development diperkirakan berkembang. Hal ini salah satu bentuk partisipasi para arsitek dalam upaya perbaikan iklim, peningkatan kawasan yang nyaman (comfort zone), dan pelestarian lingkungan.Dengan kata lain, arsitektur hijau dan semua hal yang mengedepankan sustainable architecture atau arsitektur yang berkelanjutan akan tetap mendominasi konsep arsitektur pada tahun depan dengan isu utama maksimalisasi penghijauan. Ketika krisis energi berlangsung, ada seorcng teman yang menanyakan dapatkah kita menciptakan energi alternatif? bila jawabannya tidak, dapatkah kita menghemat energi yang kita pakai sehari-hari?. Pada skala yang lebih sederhana dapatkah kita mewujudkan arsitektur hijau pada lingkungan tinggal atau rumah kita?. Arsitektur hijau, secara sederhana mempunyai pengertian bangunan atau lingkungan binaan yang dapat mengurangi atau dapat melakukan efisiensisumber daya material, air dan energi. Dalam pengertian yang lebih luas, adalah bangunan atau lingkungan binaan yang, efisien dalam penggunaan energi, air dan segala sumber daya yang ada. mampu menjaga keselamatan, keamanan dan kesehatan penghuninya dalam mengembangkan produktivitas penghuninya, mampu mengurangi sampah, polusi dan kerusakan lingkungan.
B. Rumusan Masalah Pertumbuhan pembangunan dikota-kota besar seperti Jakarta mengakibatkan jumlah ruang hijau semakin berkurang, tampak di setiap sudut kota bangunan-bangunan tinggi menjulang terutama di jalan protokol Thamrin-Sudirman, sedangkan didaerah pinggiran kota pembangunan perumahan real estate telah merubah bentuk bentang alam dan hanya menyisakan sedikit area tanah untuk ruang terbuka hijau dan itupun hanya untuk sekedar pertimbangan visual estetika. Kerapatan dari bangunan dijakarta telah melewati dari pada ambang batas idealnya perbandingan antara ruang tidak terbangun dan yang terbangun, pada wilayah peruntukan yang seharusnya memiliki kriteria pembangunan 30% : 70% ,dimana jumlah yang terbangun pada suatu
wilayah hanya diperbolehkan 70% dari jumlah luas kawasan sedangkan sisanya merupakan daerah hijau. Kepadatan dan Kerapatan Bangunan dikota-kota besar Indonesia khususnya di jakarta secara tidak langsung ikut menciptakan dan menambah tingginya efek rumah kaca yang terjadi, berkurang luasan daerah hijau menyebabkan udara panas jakarta kurang terabsorsi dengan baik sehingga terjadi apa yang disekenal dengan nama “urban Heat Island Effect”. Suhu udara kota mengalami peningkatan tajam akibat dominannya material perkerasan yang tidak bisa menyerap energi UV ray dari cahaya matahari dengan baik seperti infrastruktur jalan, penggunaan mesin pendingin /Air conditioning yang mengeluarkan energi panas, Material bangunan yang merefleksikan energi panas, energi panas dari mesin-mesin kendaraan bermotor dan mengecilnya daerah pendingin seperti luasan jalur sungai dan danau-danau butan. untuk menyiasati hal tersebut seharusnya pemerintah daerah jakarta mulai memikirkan solusi-solusi yang tepat dimana ketersediaan ruang- ruang terbuka hijau tidak mungkin terjadi,profil dibawah ini merupakan gambaran kondisi peningkatan suhu yang terjadi sehingga terbentuk apa yang dinamakan ‘urban heat island effect’
C. Batasan Masalah Arsitektur Hijau Dengan
makin
terancamnya
peradaban
manusia
yang
disebabkan
oleh
pemanasanglobal,pendekatan-pendekatan ‘green design’ makin populer dimata para arsitek di seluruh dunia.Keberhasilan penerapan ‘green design’ pada bangunan gedung, salah satunya bisa diukur ‘apakah gedung tersebut bisa mensuplai energi sendiri apa tidak?’ (baik memanfaatkan tenaga angin, matahari, dll.) dan ‘zero co2′, artinya gedung tersebut seminimal mungkin mengeluarkan
limbah
co2.
Apakah ‘green building’? Terintegrasi dengan alam . Memperhatikan ekosistem lokal dengan perencanaan jangka panjang . Produk dari tindakan manusia dengan mempertimbangkan kualitas lingkungan baik fisik maupun sosial.Memenuhi kriteria benchmark (LEED, BREEAM dll) Menyelamatkan energi sekaligus
memenuhi
kebutuhan
Isu utama ‘green building’ Membangun hanya yang diperlukan dan tidak menggunakan lebih dari yang diperlukan Keterkaitan
(interconnectedness).Profesi
arsitektur
sebagai
‘steward
of
the
earth’
C. Tujuan Penelitian Salah satunya yaitu pengoptimalan bentuk atap dengan teknologi “Green Roof” pada bangunan ‘Green Architecture’ merupakan salah satu solusi yang baik bagi alternatif ketersediannya kawasan hijau baru bagi perkotaan , dibeberapa negara lain telah mulai mencoba untuk menerapkan solusi ini seperti pada contoh dibawah ini.
Salah satu sudut kota di Korea Aliran minimalis memang masih tetap eksis di sejumlah negara maju yang tingkat kesibukan warganya cukup tinggi. Tuntutan bentuk yang simplicity dalam desain arsitektur sangat sesuai dengan life style yang supersibuk. Mengenai unsur fungsi, kepraktisan dan bahkan kepolosan dari bentuk arsitektur dianggap mewakili era masyarakat sibuk, dibanding dengan adanya keruwetan yang ditimbulkan suatu ornamen. Namun, gaya minimalis tampaknya sekarang ini mulai mencapai titik jenuh, terutama disebabkan kelatahan banyak pihak yang penggunaan istilah minimalis pada hampir setiap desain arsitektur.
Hal senada juga diungkapkan peneliti Research Development Consultant Building & Construction Interchange (BCI) Asia Dian Putra yang mengatakan bangunan ramah lingkungan yang dilengkapi roof garden (taman di atap) sangat menguntungkan untuk jangka panjang. Keuntungan tersebut antara lain menekan dampak negatif dari pengaruh gas emisi rumah kaca, pemanasan global dan krisis energi. "Dengan kesadarannya sendiri, banyak pengembang di negara maju membuat desain arsitektur yang ramah lingkungan atau green development yang sejalan dengan kebijakan Protokol Kyoto dalam upaya menekan dampak emisi gas rumah kaca hingga 5,2%," katanya. Dian juga mengatakan realisasi green development itu tidak sebatas desainnya, tetapi mencakup banyak aspek, seperti pilihan material serta bagian depan dan belakang gedung yang sesuai dengan arah angin dan pergerakan matahari.
D. Metode Penelitian Pelaksanaan kegiatan penelitian kami, yaitu Gabungan antara Studi Pustaka (Semua bahan diperoleh dari buku-buku dan/atau jurnal)dan Studi Lapangan (Data diambil langsung di lokasi penelitian) Melalui tulisan maka kami berusaha memecahkan permasalahan yang terjadi dengan
sistematika sebagai berikut. Apakah itu arhitecture hijau? Manfaat dari arhitecture hijau terhadap dampak pemanasan global Penerapan dalam desain bangunan dan landsekap