Menumbuhkembangkan Kreativitas Siswa Oleh : Muh. Anshor “ Untuk menumbuhkembangkan kreativitas siswa, prinsip dasar yang harus dipegang adalah bahwa tidak ada belajar tanpa kesalahan. Tanpa ada kesalahan berarti tidak ada belajar. Kekeliruan kita adalah terlalu mudah menyalahkan mereka.” Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita melihat seorang anak yang mencoba mengutak-atik mainan, membongkarnya untuk kemudian memasangnya kembali. Sering juga kita mendengar mereka bertanya tentang berbagai hal yang baru dan tentu saja belum diketahui oleh mereka. Percobaan dan pertanyaan mereka memang khas kanakkanak. Lalu apa istimewanya? Memang tidak ada yang istimewa. Tetapi itulah istimewanya. Tergantung bagaimana kita menyikapi perilaku mereka. Bagi orang tua yang awam, menghadapi perilaku anak–anak mereka kadang kurang sabar. Bagaimana, misalnya, mengatasi anakanak yang begitu mendapat mainan baru langsung diutak-atik, dibanting, dirusak dan tentu saja mainan baru itu tidak bertahan lama. Biasanya, orang tua langsung marah dan menjatuhkan hukuman. Tidak hanya itu. Orang tua kadang kurang perhatian dan mengabaikan begitu saja berbagai pertanyaan yang diajukan anak-anak mereka. Mungkin karena terlalu sibuk dalam urusan pekerjaan atau kurang siap dalam menghadapi pertanyaan mereka. Bagaimana, misalnya, menjawab pertanyaan mereka seputar aturan yang berisi kewajiban dan larangan. Mengapa ini tidak boleh dan itu harus dilaksanakan. Belum lagi pertanyaan seputar lingkungan alam, etika, norma, hubungan sosial, dan tentang akidah. Bagi para guru, perilaku kanak-kanak di atas merupakan potensi luar biasa yang tidak boleh dimatikan. Hal itu adalah karunia Allah SWT yang harusnya dikembangkan. Itulah istimewanya. Itulah kreativitas. Kreativitas, menurut beberapa ahli, adalah kemampuan seseorang dalam mengkombinasikan beberapa data dan unsur-unsur pendukung yang ada untuk kemudian mampu memecahkan masalah berdasarkan informasi serta mampu menemukan keragaman solusi dan mampu mengoperasikan solusi tersebut secara luwes, lancar, dan orisinal. Kreativitas akan muncul pada diri seseorang bila ada tantangan baru yang solusinya tidak rutin. Tetapi, cobalah kita tengok kenyataan yang ada. Kreativitas anak-anak sedikit demi sedikit memudar untuk kemudian mati seiring pertumbuhan usia mereka. Begitu mereka masuk sekolah, secepat itu pula kreativitas mereka menyusut. Semakin tinggi jenjang pendidikan dicapai, semakin hilanglah kreativitas. Pada dasarnya kreativitas dapat dibentuk dan dilatih dalam proses pembelajaran. Sebagaimana kreativitas dapat pula dimatikan dalam proses yang sama. Maka, yang perlu menjadi perhatian bagi orang tua, terutama para guru sebagai prosesor utama dan agen sosialisasi di sekolah, adalah memerhatikan dengan seksama bagaimana proses pembelajaran berlangsung. Prinsip dasar yang harus dipegang adalah bahwa tidak ada belajar tanpa kesalahan. Tanpa ada kesalahan berarti tidak ada belajar. Dalam sebuah iklan sabun mandi digambarkan dengan baik sekali tentang proses menumbuhkan kreativitas anakanak. Belajar berani kotor. Jangan larang mereka berkalang kotor jika memang untuk berlatih dan menumbuhkan kreativitas mereka harus belepotan kotoran. Kekeliruan mendasar orang tua, dan terutama guru di kelas, adalah terlalu mudah menyalahkan siswa ketika mereka membuat kesalahan. Di samping itu, tidak ada penghargaan yang cukup bagi mereka yang bertindak benar dan berprestasi. Menurut penelitian para ahli pendidikan, anak-anak lebih banyak menerima komentar negatif (larangan, hukuman, caci-maki) dan sedikit sekali komentar positif (kesempatan, penghargaan, pujian) dari orang yang lebih tua dalam kehidupannya. Akibatnya sungguh mencengangkan. Anak yang pada awalnya secara alami penuh keyakinan, polos, berani, suka tantangan, selalu ingin mencoba, dan selalu ingin tahu, sedikit demi sedikit keyakinannya terguncang dan rasa percaya dirinya tergerus. Maka, jangan heran jika banyak siswa yang enggan berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Apalagi kegiatan yang menuntut penampilan, bertanya, presentasi, diskusi, atau berpidato. Jiwa mereka diliputi perasaan takut salah, malu, dan menjadi rendah diri. Jiwa mereka layu sebelum berkembang. Padahal, teori belajar mutakhir mengungkapkan bahwa belajar yang paling bermakna adalah dengan cara melakukan dan mengkomunikasikan. Rinciannya : 10%
kebermaknaan belajar dari membaca, 20% dari mendengar, 30% dari melihat, 50% dari mendengar dan melihat, 70% dari mengatakan-komunikasi, dan 90% dari melakukan dan mengkomunikasikan (Vernon A Madnesen : 1983 dan Peter Sheal : 1989). Dari sinilah tugas guru dimulai. Bagaimana menumbuhkan suasana kelas yang kondusif bagi proses pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan. Jangan biarkan tumbuh dalam diri anak-anak kita bahwa belajar di sekolah adalah beban. Jangan biarkan tumbuh dalam diri anak-anak kita perasaan takut, malu, ragu-ragu, dan cemas. Berikanlah ruang komunikasi yang luas bagi mereka sebagai bentuk penghargaan bagi mereka sebagai subjek. Ada satu model pembelajaran yang bisa dijadikan acuan guru dalam menumbuhkembangkan kreativitas siswa. Model itu adalah pembelajaran kontekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning). Model ini menuntut guru untuk membelajarkan siswa dan menuntut siswa berperan aktif dalam proses belajar. Dalam skenarionya, model CTL menjadikan siswa sebagai aktor dan guru sebagai sutradara. Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa. Siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, serta adanya pengembangan kemampuan sosialisasi siswa. Secara sederhana, komponen model pembelajaran CTL dapat dilukiskan sebagai berikut. Dalam memulai pembelajaran, guru mengaitkan materi dengan dunia nyata dalam kehidupan siswa (daily life) dengan jalan bercerita atau mengajukan tanya jawab lisan tentang kondisi aktual siswa. Kemudian siswa diarahkan melalui modeling agar siswa termotivasi, questioning yang menuntut siswa berfikir, constructivism agar siswa membangun pengertian, inquiry mendesak siswa menemukan konsep sendiri dengan bimbingan guru, learning community menciptakan siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman serta terbiasa berkolaborasi dan mengkomunikasikan pengetahuan, reflection membuat siswa mampu mengulang kembali dan menyimpulkan pengalaman belajarnya, serta authentic assessment agar penilaian yang diberikan guru menjadi objektif. Itulah gambaran singkat pola CTL dengan tujuh komponen yang dapat memfasilitasi keterlibatan siswa dalam aktivitas belajar yang tinggi. Dengan begitu, diharapkan kreativitas siswa dalam pembelajaran menjadi tumbuh dan meningkat. Sehingga mereka merasa dihargai dan diberi kesempatan untuk menumbuhkembangkan kreativitasnya. Biodata : Muh. Anshor adalah guru IPS SMP Al Falah Deltasari, Waru – Sidoarjo. Tinggal di Jl. Tropodo I No. 302 RT 20 RW 2 Waru – Sidoarjo. Telp. (031) 70319718. No. Rek.: 0086-01-046160-50-3 Bank BRI Cabang Sidoarjo a/n M. Anshor Sja’roni, S.Sos.