MALAIKAT ITU
Siang ini pertandingan basket antar sekolah begitu heboh terjadi kejar-kejaran angka antara timku dan tim basket lawan. Setelah beberapa saat tim basketku memperoleh point lebih unggul dan lawan semakin gencar melakukan pembalasan. Karena lawan menganggap permainanku lebih berbahaya, mereka sering mengepungku. Tak jarang mereka menarik-narik kaosku. Hingga akhirnya aku terjatuh dan bersamaan dengan itu Mita mengoper bola padaku. “El, awas!!” seru Mita padaku. Namun terlambat, bola basket itu pun menghantam wajahku dengan keras hingga aku tak sadarkan diri. *** Gerimis sore ini tak menghambat langkahku menuju coffe shop tempat aku dan Reza bertemu. Kepalaku masih sedikit pusing, tapi demi bertemu Reza apapun akan aku lakukan. Sesampainya di coffe shop kulihat wajah charming Reza duduk di kursi dekat jendela. “Re…” aku hampir saja memanggil namanya, namun urung ketika kulihat seorang gadis duduk di samping Reza, mereka terlihat sangat akrab dan tangan gadis itu memegang tangan Reza. Ya ampun, siapa sih dia pegangpegang tangan Reza segala. Aku aja nggak pernah megangin tangan Reza kayak gitu. Awas ya, gumamku sebal. “Za,” panggilku begitu sampai di dekat mereka. Dari sudut mataku aku bisa melihat Reza yang tampak kaget dan langsung menepis tangan cewek itu. “Oh Ella, kenalin ini Shanti, temen gue dari Bandung. Shan, ini Ella,” ucap Reza padaku sekaligus Shanti. “Shanti,” ucap Shanti sanbil mengulurkan tangan. “Temen kok pake pegang-pegangan tangan segala?” sahutku sewot tanpa menyambut uluran tangan Shanti. “El, jaga sikap kamu dong, jangan bikin aku malu” suara Reza terdengar gusar. “Pacar kamu kok kayak gini sih Za, norak banget” tambah Shanti membuat telingaku tambah panas. “Apa kamu bilang, aku norak? Kamu tuh perebut pacar orang,” tukasku jengkel. “Za dia
bilang aku perebut pacar orang,” rengeknya manja. “El kamu kok jadi kasar gini sih, aku nggak suka deh. Ayo minta maaf,” bela Reza. “Bagus, jadi sekarang kamu bela dia. Kamu tuh pacar aku Za, kamu belain aku dong! Ini gara-gara kamu, dasar pelacur!” semprotku pada Shanti. Namun tiba-tiba, PLAKK!! Telapak tangan Reza dengan keras mendarat di pipiku. “Ka…kamu,” hanya kata-kata itu yang mampu keluar dari mulutku. “Kalian jahat!!” teriakku sambil berlari keluar dari coffe shop itu. Senyum kemenangan yang terakhir ku lihat menghiasi wajah Shanti muncul di benakku bergantian dengan wajah Reza, kemudian Shanti lagi dan begitu seterusnya, seolah memperolokku. Aku terus berlari mencari tangga menju lantai satu, begitu ku temukan aku berhenti sejenak menengok ke belakang dan berharap melihat Reza megejarku. Namun sia-sia Reza tak mengejarku. Aku merasa hubunganku denganya benar-bernar berakhir. Perlahan aku melangkah turun, namun belum sampai aku memijakkan kakiku tiba-tiba saja kepalaku terasa berat dan pandanganku mulai berputar-putar, mungkinkah akibat terkena bola tadi siang? Keseimbanganku hilang, dan dengan mulus tubuhku meluncur dari atas dan semuanya menjadi gelap… *** “El, kenalin ini cewek gue, Shanti,” ucap Reza sambil menggandeng tangan Shanti lembut. Senyum bahagia menghiasi wajah mereka. “Nggak mungkin, lo masih pacar gue Za. Kita kan belum putus!” tukasku menahan air mata. “Enak aja lo. Reza tuh pacar gue!” sahut Shanti sambil mendorong tubuhku hingga terjatuh. “Iya kan, Sayang?” lanjutnya manja kepada Reza. “Iya sorry banget El, Gue sama Shanti emang udah jadian” jawab Reza tenang tapi hampir membuatku pingsan mendengarnya. Dan tiba-tiba bayangan Reza dan Shanti semakin menjauh. Aku mencoba mengejar mereka namun kakiku seolah terpaku, tak dapat kugerakkan. “Jangan pergi, Za!!” teriakku pilu. Namun tiba-tiba, aku telah terduduk di sebuah padang rumput yang sangat luas. Peluh membanjiri wajahku. Mimpi? Jadi tadi cuma mimpi?? Huhh… untung-untung, gumamku sambil mengusap dada lega. “Hai, kamu sudah sadar
ya?” terdengar sapaan seseorang di belakangku. Kulihat seorang cowok cakep berkemeja putih dan mengenakan celana panjang berwarna sama. “Lo siapa?” tanyaku sambil berdiri menghampirinya. “Aku malaikat,” jawabnya ramah. “Iya, tapi malaikat kan punya na…, APA??! LO MALAIKAT!!” seruku kaget. Ga mungkin dia malaikat. Cowok ini pasti udah nggak beres. Sayang cakep-cakep gila, gumamku sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Iya, malaikat. Kamu itu sudah meninggal tiga hari yang lalu” “APA?? Gue udah meninggal!!?” seruku bertambah shock. “Kalau kamu tidak percaya ayo aku tunjukkan tempat kamu dimakamkan,” ucapnya yakin. Dan cowok malaikat itu menggenggam tanganku. Tiba-tiba, PLASS!! Aku telah berada di sebuah tempat pemakaman. Wow,hebat bisa ngilang sendiri, batinku. “Nah itu kuburan kamu,” ucap Si malaikat sambil menunjukkan sebuah pemakaman yang masih tampak baru dan sebuah nisan berukirkan namaku tertancap diatasnya. “Ja…jadi aku udah meninggal” ujarku lirih. “Iya dan aku ada di sini buat menjaga kamu dan menjawab semua pertanyaan kamu selama kamu masih ada di dunia” “Bukannya kalo orang udah meninggal langsung di bawa ke akhirat?” tanyaku penasaran. “Itu untuk orang yang sudah banyak pengalaman atau orang dewasa, karena kamu masih muda dan banyak hal yang belum kamu ketahui kamu boleh bertanya apa saja padaku, gratis kok nggak dipungut biaya,” ucapnya riang. “Oh gitu ya, tapi sampai kapan gue ada di dunia?” “Yah itu sih tergantung kamu sendiri, tapi paling lama adalah 40 hari,” jawabnya “Oh gitu ya? Padahal aku masih pengen nikmati masa-masa mudaku…” ucapku lirih. ”Oh ya jadi lo bener-bener ga punya nama ya?” “Iya, lagi pula siapa yang mau perduli dengan namaku,” jawab malaikat tak bernama. “Kayaknya ga sopan deh kalo gue panggil lo malaikat, lo mau ga kalo gue kasih nama?” tanyaku perlahan, takut jika ia tersinggung. “Wah mau banget!!” serunya girang. “Ok kalo gitu gimana kalo mulai sekarang gue panggil lo Thomas, bagus nggak??” “Thomas, bagus-bagus aku mau kok. Sebagai ucapan terima kasih karena kamu sudah memberi nama untukku sekarang kamu boleh meminta sesuatu dariku apa saja, asal tidak meminta untuk hidup lagi,” ucapnya bersemangat. “Emm apa ya? Oh ya, gue
pengen banget ke tempat Reza. Gue pengen tau gimana keadaannya sekarang. Gue harap dia nggak sedih atas kepergianku,” ucapku sedih ketika bayangan Reza muncul di benakku. Teringat saat-saat terakhirku bertemu dengannya. “Kalau itu sih memang sudah kewajibanku ada di sini. Untuk itu permohonanmu akan ku simpan dulu,” ucap Thomas, kemudian mendekat dan menggenggam tanganku. PLASS!! Aku telah berada di sebuah tempat yang luas, kulihat Reza berdiri di atas sebuah panggung, di depannya ratusan orang duduk menyaksikannya dengan antusias. “Ok temen-temen, kalian semua pastinya udah nggak sabar pengen tahu siapa yang akan menjadi Lady SMASTA kan? Jadi langsung aja gue panggil para lady yang udah siap di belakang panggung. Check it out!!” suara Reza terdengar begitu riang, membuat telingaku panas. Bagaimana mungkin dia bisa seceria itu, padahal aku kan baru saja meninggal. Huhh sebel!! Dan pandanganku tak sengaja menangkap bayangan seorang gadis yang sudah tak asing lagi. Shanti!! Oh ternyata dia juga salah satu “lady” yang disebut Reza tadi. “Aduh ngapain deket-deket pacar gue sih. Dasar cewek kegatelan!!” seruku di depan Shanti, tapi tentu saja dia tak dapat melihatku. Dan Thomas masih saja menceramahiku agar tetap tenang. Mana mungkin aku bisa tenang melihat pacarku deket-deket cewek macam Shanti. “Dan Lady yang beruntung atas hadiah 5 juta rupiah dan trip ke Bali selama satu minggu ini adalah… Shanti!!!” seru Reza dan disambut tepuk tangan seluruh orang yang ada di aula itu. What?! Shanti!! Kok bisabisanya cewek ini jadi “Lady”, nggak ada pantes-pantesnya, gerutuku. “Oke mari kita dengar bagaimana sambutan Lady kita yang baru” seru Reza. “Emm, terima kasih atas dukungan semua pihak sehingga saya dapat terpilih menjadi Lady Smasta”, suara Shanti dengan senyum lebar. “Lalu bagaimana dengan hadiahnya? Tentunya lo suka kan?” Tanya Reza. “Ya… Tapi sebenarnya bukan hadiah itu yang aku inginkan. Yang aku butuhin adalah… kamu mau jadi pacarku, Reza!” ucap Shanti pada Reza. “Gue mau jadi cowok lo” ucap Reza dan tiba-tiba saja mencium Shanti ***
“Gue nggak terima!! Kenapa Reza cium Shanti, padahal dia nggak pernah sekalipun cium gue? Kenapa dia nggak sedih sewaktu gue meninggal? Jadi apa arti pengorbanan gue selama ini??” “Tenang dulu El,” ucap Thomas sambil menggenggam tanganku. “Gue nggak bisa tenang Tom, lo liat sendiri kan gimana sikap Reza barusan?” “Tapi El…” sekali lagi Thomas berusaha menenangkanku “Udah gue putusin. Gue bakal jadi hantu gentayangan, gue bakal bikin Shanti ketakutan setengah mati dan merasa bersalah sama gue. Dan Reza, gue bikin dia menderita!!!” ucapku penuh amarah dan menepis tangan Thomas yang masih menggenggemku. PLAKK! Namun Thomas langsung menamparku. “El kamu jangan gila, kamu tidak tahu yang sebenarnya,” suara Thomas terdengar sangat marah. “Tunjukin ke gue apa yang gue nggak tahu, ayo tunjukin!!” “Oke,” ucap Thomas kemudian menarikku dan PLASS!! Aku telah berada di sebuah kamar yang tampak remang-remang karena gorden yang belum dibuka. “Kamar siapa ini Tom, Kenapa lo bawa gue ke sini?” “Itu,” tunjuk Thomas sambil menunjuk sesuatu di sudut ruangan. Bukan sesuatu, tapi lebih tepatnya seseorang. Orang itu tampak meringkuk dengan kedua tangan memeluk kaki hingga dagunya menyentuh lutut. Pandangan matanya tampak kosong. “Re…Reza??” pekikku kaget. “Iya, ini kamar Reza,” sambung Thomas. Kemudian Reza tampak mendekati sebuah pesawat telpon di sampingya. Oh aku tahu, itu adalah telpon yang sama dengan yang ada di kamarku. Telpon itu hanya dapat menghubungi telpon yang ada di kamarku. Begitu juga deangan milikku, hanya bisa untuk menghubunginya. Itu adalah hadiah ulang tahunku yang ke-17 dari Reza. Tapi kenapa Reza menelponku? Bukankah aku sudah meninggal?? Aku menoleh kepada Thomas, dan seperti dapat mengerti perasaanku ia berkata, “Dengarkan El, kamu akan tahu semuanya,” ucapnya tenang. “Halo El, kamu masih bisa denger suara aku kan? Aku nggak percaya El kalo kamu udah meninggal,” suara Reza terdengar tegar, namun tiba-tiba Reza menangis. “Kenapa kamu pergi El!!” serunya histeris, lantas tergugu hebat. Rasanya baru sekali ini aku melihat Reza yang selalu tampak tenang menangis, dia menangis untukku. “Jawab El, aku masih pengen denger suara kamu, aku
masih pengen liat kamu. Maafkan aku, nggak seharusnya aku marah padamu, aku yang salah. Beri aku kesempatan sekali El…” Reza merintih mengiba. “Ja…jadi selama ini…” “Ya itulah perasaan Reza yang sesungguhnya, dia sangat menderita tapi selalu menutupinya. Dia sayang sama kamu, dia jaga kamu baik-baik. Dia nggak pernah sentuh kamu bukan berarti dia nggak cinta. Tapi karena dia menjaga kamu El. Tapi, kamu puas kan melihat Reza menderita? Bukankah ini yang kamu mau?” tukas Thomas. “Nggak, bukan seperti ini! Gue…gue nggak ingin liat Reza menderita!” sahutku sambil menggelengkan kepala. “Tom lakukan sesuatu, gue nggak ingin Reza menderita karena gue, tolong gue Tom,” pintaku. “Tentu saja aku bisa. Bukankah aku telah menjanjikan sebuah permintaan padamu karena kamu telah memberiku sebuah nama yang bagus,” ucap Thomas sambil tersenyum. “Yang bener, gimana caranya?” tanyaku tak sabar. “Sebenarnya kamu bisa terlihat oleh Reza, namun hanya sekitar 120 detik. Tapi setelah itu…” Thomas tak meneruskan ucapannya. “Setelah itu apa Tom?” desakku. “Setelah itu kamu nggak akan bisa melihat dunia ini lagi,”suara Thomas terdengar berat. “Jadi maksud lo gue nggak bisa ketemu sama Reza lagi?” Tanyaku berusaha mencerna ucapan Thomas barusan. “Ya begitulah. Bagaimana apakah kamu akan tetap melakukannya?” “Ya gue mau,” ucapku mantap. “Kalau begitu sentuh ini dan dalam hitungan ketiga kamu akan tampak oleh Reza dan jangan lupa waktu kamu hanya 120 detik,” ucap Thomas sambil memberikan sebuah bulu berwarna putih padaku. “Ok. 3…2…1…” Tiba-tiba seberkas cahaya menyinari tubuhku dan tanpa kusadari Reza telah berjalan mendekatiku. “El…Ella? I…ini kamu?” suara Reza terdengar seperti orang mengigau. “Iya Za ini aku, Ella. Aku tahu kamu sedih karena kepergianku Za, tapi tolong jangan hukum diri kamu kayak gini,” “Tapi aku salah sama kamu El. Kalau saja sore itu aku nggak mukul kamu pasti kamu....” “Shtt… Ini takdir Za. Mungkin waktuku memang cuma sampai di sini. Tolong jangan sedih, ini bukan salah kamu. Aku juga menderita melihat kamu seperti ini. Berbahagialah Za, bahagia buat aku, cuma aku,” ucapku lirih. “Oke El, aku janji aku nggak akan sedih lagi, aku akan jadi cowok paling bahagia.
Buat kamu El,” ucap Reza lantas menciumku. “Terima kasih Za, terima kasih atas semuanya,” ucapku tersenyum, bersamaan dengan itu cahaya yang menyinari tubuhku mulai meredup. Tubuhku mulai berubah menjadi transparan dan perlahan menghilang bagai tertiup angin. “Denger El, besok, setahun, ataupun seabad lagi aku tetep cinta sama kamu, cuma kamu!!” teriak Reza mengiringi kepergianku. Cahaya itu pun pudar, namun cahaya di hatiku tak akaan pernah pudar. Karena seseorang akan selalu membuatnya bersinar.
10 TAHUN "Gila lo bedanya sepuluh tahuuun. Gue aja syok pas liat di profile facebooknya. Dia lahirnya tahun 1983. Aaa!" cerita Nina ke Gaby dengan segala kehebohannya. " Yaelah Nin, itu kan cuma masalah umur aja, tapi kalo sama-sama cinta gimana? Hahaha" ledek Gaby. "Ah elo jijik banget deh cinta-cintaan segala." Ujar Nina merajuk. "Haha iyaiya, terus gimana dong sekarang?" TEEEEEET. Bel masuk udah bunyi dan terpaksa deh Nina ga bisa ngelanjutin curhatnya ke Gaby. Sebenernya akhir akhir ini guru les bahasa inggrisnya Nina lagi suka sms sms Nina gitu. Awalnya ya gara-gara facebook. Nama gurunya Mr. Farid. Mr. Farid tuh sering ngasih message ke Nina lewat facebook gitu. Nina yang awalnya ngefans juga sama Mr. Farid yang notabene nya ganteng itu, senengseneng aja di-message-message-in gitu. Tapi kok lama-lama Nina nyadar sendiri, Mr. Farid menjurusnya udah bukan kayak dari guru ke murid lagi, udah yang nanya macem-macem kaya orang lagi pdkt. Waaa serem juga tiba-tiba jadian sama guru sendiri yang umurnya beda 10 tahun. Apa kata orang kalo Nina lagi jalan berdua, ntar kan jadi kaya jalan sama oom oom. Hiiiii. "Gab, gimana dooong? Masa dari tadi dia sms-in gue mulu, udah gitu sms nya gapenting banget lagi. Cuma nanya lagi ngapain gitu gitu sama katanya dia mau nelfon gue malem iniiii. Ntar gue ngomong apaan dong di telfon? Gue males ditelfon telfon sama diaaa. Kalo lo jadi gue lo bakal ngapain Gab?" "Kalo gue jadi lo? Ehm, kalo gue jadi lo ya gue coba aja dulu jalan sama dia. Buat nambah pengalaman juga kan. Udah gitu ga ada salahnya juga kali Nin.” Nina Cuma diem denger kata-kata Gaby sambil mikir.
“Dan lo bisa manfaatin dia hehe." Ucap Gaby lagi dengan nada yang agak rendah agar tidak terdengar orang banyak. "Ah parah lo, gue ga sejahat itu kali Gab." "Gini ya Nin, itu tuh ga jahat. Lo cuma manfaatin keadaan yang bisa bikin lo untung dan pihak yang satunya juga untung. Nah begitu lo udah tau rasanya pacaran sama oom-oom it uterus lo udah diajak kemana gitu mungkin jalan-jalan naik mobilnya itu, lo tinggalin aja dia. Bilang aja lo udah ga cocok sama dia. Beres kan? Itu ga jahat tau. Udah ya nin gue balik dulu daaaah.” Gaby pun pergi meninggalkan Nina yang masih diem lagi. “Kayanya itu jahat deh namanya.........” *
*
*
Keesokan harinya “Gab, lo musti tau!” “Apa nin apa apa?” Tanya Gaby penasaran. Nina Cuma senyum-senyum mencurigakan. “Jangan senyum-senyuuuum gue jadi penasaran! Ah, jangan bilang lo sama Mr. Farid……?” Tanya Gaby gemas. “IYA GABY!!!! Gue juga masih ga percayaaaaa. Jadi tuh tadi malem dia jadi nelfon gue dan akhirnya gue angkat aja kan, terus dia nanya macem-macem termasuk alamat rumah gue. Dan ke-be-tulannya lagi, dia lagi main di rumah temennya yang ga jauh dari rumah gue. Alhasil dia ke rumah gue aja loh Gaaaaab. Gue ngobrol-ngobrol kan akhirnya, emang sih gue garing garing-in aja ngobrolnya. Tapi tuh dia kayanya enjoy enjoy aja dan akhirnya dia nembak gue Gab.” “Dan lo jadian?” Tanya Gaby ragu-ragu. “That’s right! Gimana menurut lo?” “Ninaaaa, ga segampang ituuuu!”
“Hah? Kenapa?” TEEEEEET bells are ringing again! Sebenernya alesan Nina nerima Mr.Farid tuh belom dipikirin mateng-mateng banget.Nina belom mikirin gimana dia di tempat les nanti, apa kata orang tuanya, apa kata temen-temen Mr.Faridnya,apa kata orang pas mereka jalan berdua, aaaaaa. “Nin, lo tuh baru dideketin Mr. Farid seminggu ini kan? Malah kurang dari seminggu. Kalo lo udah segampang itu nerima dia jadi cowok lo gitu, gue sih takutnya lo dikira cewek yang ‘segampang itu’ juga. Soalnya kan kita gatau pemikiran cowok yang 10 tahun diatas kita gitu.” "Yah Gab gimana dong? Gue bego belom mikirin ini semuaaaa. " Nina pun kebingungan sendiri. "Gab, sumpah gimana?" tanya Nina yang lagi kebingungan banget gara-gara si Mr.Faridnya itu. "Ah elo sih, yaudah deh jalanin aja dulu. " jawab Gaby santai. "Hmm mau gimana lagi ya" sahut Nina dengan perasaan pasrah dan ngerasa kalo dia adalah cewek gampangan seperti apa kata Gaby tadi. "Eh ngomong-ngomong satnite nanti lo kemana? Sama Mr.Farid dooong?" goda Gaby. "Ih ko lo tau aja sih. Dia ngajakin gue ke kafe yang deket tempat les gue itu.” "Yaudah Nin, anggep aja ini ajang buat nambah pengalaman ya." nasihat Gaby yang sebenernya pengen nenangin Nina aja. Gaby pun kalo ada yang nawarin pacaran sama yang ten years older gitu jua bakal pikir seribu kali. *
*
*
Di kafe itu, Nina dihujani dengan pernyataan-pernyataan yang romantis abis itu dari Mr. Farid misalnya kayak, “Nina permaisuriku, aku pengen malam ini akan seindah hatiku saat ini karena ada kamu disisiku saat ini Babe.” Nina Cuma bias berkata dalam hati, “My Gosh! What’s on happening now! Dangdut bangeeet. Jadi begini gaya pacaran anak-anak yang lahir tahun 80-an ini.” Gak lama
setelah itu Mr. farid ngajak Nina liat bintang karena kebetulan tempatnya outdoor. “Kamu liat deh Nin, cari bintang yang paling bersinar. Yang paling bersinar itu adalah kamu. Dan langit itu adalah aku. Jadi kamu lah yang paling bisa menerangi hati aku.” Nina wants die right now. Mungkin kalo Nina nya bener-bener sayang sama Mr Farid juga semuanya bakal jadi indah, tapi sekarang engga deh, Nina baru nyadar cinta sama orang tuh ga bisa dipaksain. *
*
*
Perjalanan cinta Nina Cuma bertahan selama sebulan lebih. Nina udah nahan-nahan tapi udah ga bisa lagi. Cukup segini pengalaman Nina. Nina gabisa lagi dikasih hal-hal romantis itu setiap saat karena emang dasarnya Nina ga suka cowo romantis. Malem itu Nina udah nyiapin semuanya mateng-mateng, dan udah siap buat nelfon seseorang. "Halo, iya di rumah aku ya sekarang aku tunggu." percakapan itu cuma sebentar karena cuma mau ngingetin orang itu biar dateng sekarang. Akhirnya sampailah orang itu di rumah Nina, orang itu udah duduk di teras rumah Nina sambil ngajak Nina ngeliat bintang lagi di langit. "Nih orang kenapa sih suka ngeliat bintang.Emang ada apa di bintang? Ada muka gue disana?" gerutu Nina dalam hati. Nina pun langsung mengungkapan isi hatinya kepada Mr Farid malam itu. “Mister, sebenernya aku, aku...." Nina diem sebentar. Lalu suara hati Nina pun berkata, "Udah Nin, langsung ngomong aja daripada kelamaan ntar malah gajadi-jadi kan.” "Bener juga ya." Gumam Nina. Mr Farid masih menatap Nina dengan wajah bingungnya. "Gini mister, sebenernya aku mau putus. Boleh ga?" Ups, it's a big mistake! Kenapa pake 'boleh ga?'! "Kenapa Nin? Mister ada salah?" "Engga mister, cuma........................" Nina pun langsung menceritakan semuanya. Dari mulai mau manfaatin
sampe Nina yang sebenernya gasuka sama Mr. Farid. Tapi dalam penjelasannya itu Nina sempet bilang kalo Mr Farid itu ganteng kok dan sempet jadi fansnya Nina hehe.” MrFarid cuma diem dan matanya udah hampir berkaca-kaca. Berkaca-kacanya baru sedikit. Mr Farid bangun dari duduknya, diem dan ngomong ke Nina, "Bintang yang paling bersinar itu sekarang udah redup dan udah gatau pergi kemana Nin” Uar Mr Farid yang seraya ngeliat bintang-bintang yang sebenernya terang-terang aja tuh. "Aku ga ngerti," kata Nina. "Aku pulang dulu.” “Apaan sih nih orang roman banget.” Gumam Nina pelan. Mr Farid pun pulang dan Nina cuma bisa nunggu apa yang selanjutnya akan terjadi. Esok harinya............. "Nina, lo salah.” Komentar Gaby yang abis dicurhatin Nina "Terus gimana lagi dong? Biarin ajadeh Gab, gue juga kan emang ga sayang sama dia. Gue aja fine fine aja sekarang.” Jawab Nina cuek. "Nina, coba sekarang bayangin lo ada di posisi Mr Farid." Dan perasaan bersalah itu pun mulai tumbuh. *
*
*
Sebulan berlalu. Nina ternyata masih kepikiran Mr Farid. Ternyata sehari setelah Nina memutuskan hubungannya dengan Mr Farid, Nina jadi kebayang-bayang Mr Farid mulu. Nina pun mulai suka ngeliat bintang-bintang juga. Nina juga inget di saat Mr Farid lagi bikin kata-kata romantis buat Nina, inget disaat dia diajak ngeliat bintang yang dangdut banget itu. Ah, Nina jadi ngerasa kehilangan. Dua bulan pun akhirnya berlalu pula. Nina ga tahan lagi buat jujur kepada hatinya kalo dia tuh sebenernya ngerasa kehilangan di saat Mr Farid ga ada, ngerasa ga ada yang perhatian lagi sama dia, ngerasa ga ada yang ngajak dia ngeliat bintang di langit lagi, ngerasa dia udah jahaaat banget sama orang, ngerasa kalo sebenernya Nina masih sayang sama Mr Faridnya itu.
Udah 2 minggu Nina keluar dari tempat les Bahasa Inggrisnya itu dengan alasan capek karena banyak kegiatan di sekolah. Dan selama 2 minggu ini pula lah Nina sedang berusaha mencari kembali Mr Farid. Nina udah coba hubungi nomor ponselnya tapi ga aktif. Nina juga bingung kan. Lewat facebook juga ternyata Nina udah di remove sama Mr Farid. Nina udah add tapi ga di confirm-confirm. Nina udah coba datang ke tempat les nya itu tapi ternyata 3 hari setelah Nina keluar, Mr Farid pun keluar juga. Alasannya dia udah dapet kerjaan yang lebih pas buat dia. Tapi ga satu pun kenalan Mr Farid yang tau dimana keberadaannya. Singkat kata, Mr Farid hilang. Tiga bulan terasa sama saja bagi Nina yang masih kepikiran sama Mr Farid. Nina udah coba berbagai cara buat ngelupain Mr. Farid. Dari nyari kegiatan yang aneh-aneh seperti ikut les jahit sampe ngegebet ade kelas yang namanya Farid juga itu. Yah, Nina emang sengaja cari yang namanya sama. Hari itu biasa aja, hari Jumat, hari yang sudah ditunggu-tunggu Nina karena besoknya udah hari Sabtu dan weekend is coming! Seperti kata orang, thank’s God it’s Friday, Nina menerapkan kata-kata itu dalam kehidupan sekolahnya. Pulang sekolah Nina yang lagi bercanda sama temen-temennya tiba-tiba dapet sms. From no number. Isisnya, “Nina apa kabar? Ini Mister…” “Aaaaaaah!” teriak Nina senang dan yang mengagetkan teman-temannya pula. “Gab, Mr. Farid Gab!” teriak Nina kepada Gaby yang selama ini tahu perasaan Nina sebenernya kayak apa. “Ha? Dia sms? Bales bales buruaaannn!” “Iya iya.” Dengan cepat Nina pun membalas sms Mr Farid yang udah dikangeninnya itu beberapa bulan terakhir ini. Di sms itu Nina mengatakan ingin bertemu Mr Farid lagi. Mr Farid pun mengiyakan ajakan Nina. Rencananya hari Sabtu ini Mr Farid dan Nina akan bertemu di kafe deket tempat les Nina dulu. Tempat pertama kali Mr Farid melihat Nina dan menjatuhkan hatinya untuk sayang sama Nina. “Gab, gue grogiii. Gue ga pernah nyatain perasaan duluan ke cowooo. Gimana yaaa?”
“Tenang Nin, coba deh inget, di sms nya dia bilang pengen ngomong sesuatu juga kan, siapa tau dia mau ngungkapin perasaannya duluan ke elo. Jadi minimal lo udah tau dia ga bakal nolak lo. Lagian semenjak lo putus dia ga pernah ngajak lo balikan kan? Siapa tau sekaranglah saatnya. Ya kan ya kan?” Sore itu Gaby lagi main ke rumah Nina. Pengen nge dandanin sahabatnya itu supaya keliatan oke nanti pas ketemu Mr Farid hihi. Jam 7 malem Nina udah siap berangkat. Dengan nebeng mobilnya Gaby, Nina dianterin Gaby ke kafe itu dan Gaby dengan setia nungguin dari jauh. Mr Farid keliatan oke banget malem itu. Dengan setelan kemeja yang dikeluarin dan skinny jeans tentunya yang pas sekali dengan kakinya. Ga terlalu ketat dan ga terlalu longgar. Pokoknya pas dan ganteng deh Mr Farid. Ga kerasa udah 20 menit mereka ngobrol sambil makan-makan. Tiba saatnya Nina pengen ngomong sesuatu ke Mr Farid, tapi ternyata Mr Farid udah duluan. “Gini Nin, sebenernya sebulan setelah kita putus aku masih kebayang-bayang kamu, aku terus mikirin kamu, tapi pas aku mau coba ngehubungin kamu aku takut. Aku ga ada nyali sama sekali ga tau kenapa. Nah sekarang, tiga bulan setelah kita ga ketemu lagi, aku pengen bilang sesuatu sama kamu.” “Apa mister?” Tanya Nina yang lagi harap-harap cemas banget dan sebenernya dia ragu-ragu Mr Farid bakal nyatain perasaannya seperti yang Gaby bilang. Tiba-tiba Mr farid membuka tasnya dan mengambil sesuatu dari dalam sana. Nina melihat penuh penasaran. Tipis, persegi panjang, dibungkus plastik? “Sebenernya udah lama orangtua aku mau ngejodohin aku sama cewek ini. Dan ternyata dia juga kerja di tempat kerja ku sekarang. Kita ada kecocokan. Jadi ini Nin, undangan pernikahan aku, aku harap kamu dateng. Ini sebagai tanda juga kalo aku udah ga ada perasaan yang gimana gimana lagi sama kamu. Lupain aja kita pernah pacaran kalo kamu ga suka” Ujar Mr Farid pelan tanpa rasa dosa sedikit
pun dan sambil senyum pula. Tapi ya emang Mr Farid ga ada salah apa-apa juga kan. Belum sempat Nina menjawab perkataan Mr Farid itu, “Udah ya Nin, calon isteri aku udah nunggu di mobil. Dateng ya Nin, awas loh hehe.” Masih sempet bercanda lagi Mr Farid. Nina udah gatau lagi mau ngapain. Satu patah kata pun belum terucap sejak tadi Mr Farid memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Nina cuma lagi mikir satu hal, “Karma itu selalu ada ya.”
Diriku Menari Di Atas Kebahagian Seharusnya Villa sudah siap dengan segala resikonya. Menjalin hubungan terlarang dengan seseorang pasti akan menyakiti tokoh-tokohnya. Villa sadar bahwa selama ini Ia mencari sedikit celah di hati Vicky.Vicky yang dikenalnya tujuh bulan yang lalu memang telah mengakui bahwa Ia telah memiliki kekasih. Namun Vicky pun tak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa Ia juga memiliki rasa dengan Villa.Villa adalah gadis yang supel dan menyenangkan. Wajar saja bila Vick merasa nyaman bila berada di dekat Villa. Kala itu Villa baru saja putus dengan Ergi, kekasihnya.Tanpa sepengetahuan Runi, kekasih Vicky, Vicky menjalin hubungan dengan Villa. Semuanya berjalan dengan mulus tanpa sedikit pun cacat dalam hubungan mereka berdua. Sampai pada bulan Maret, bulan ke tujuh hubungan mereka. Vicky merasakan ada suatu kesalahan dalam dirinya. Baru menyadari akan kesalahannya selama ini. Menyakiti hati Runi dan menduakannya. Sementara Villa terhempas dalam kesenangan sesaat. Walaupun berat, Villa harus merelakan Vicky untuk kembali pada kekasihnya, Runi.Disinilah keikhlasan Villa diuji. Di saat semua buyar dan terhampar beragam kenangan, Villa harus bisa menerima kenyataan. Kenyataan bahwa Ia hanyalah benalu dalam hubungan Vicky dan Runi.Tanpa mengenal Runi, Villa sudah mengetahui betapa besar cinta Runi pada Vicky. Bila Ia ada di posisi Runi, mungkin Ia pun tak akan pernah rela diduakan.Cukup lama Villa terendap dalam kesakitan akan luka yang dibuatnya sendiri. Tergores sudah hatinya. Kini Villa berusaha mengikis nama Vicky dari hatinya. Tak ingin lagi ada dia…Empat bulan sudah Villa terlupakan oleh kisah itu. Kisah yang yang cukup membuatnya terpuruk. Membiarkannya menjadi sebuah kenangan tersendiri dan tak ingin lagi Ia terjatuh dalam lubang yang sama.Kini, Ia telah mengenal sosok yang mampu menggantikan posisi Vicky. Sosok yang baik dan mau menerima dirinya apa adanya. Menjadikan dirinya ratu dihatinya.Mungkin Tuhan ingin Villa merasakan terduakan cinta…Hati Villa harus terbagi, terbagi
untuk Rhey dan Tava.Tava yang kini memeluknya erat harus rela diduakan oleh Villa. Tava hanya bisa mengeratkan pelukannya agar Villa tak lepas dari hatinya. Villa yang pantas menjadi lentera dalam hidupnya. Sementara Rhey hanya orang ketiga yang selama ini menjadi hama dalam hubungan Villa dan Tava.Tak ingin lagi ada kisah ini…Terlalu sulit memilih…Mungkin, inilah hidup yang sesungguhnya…Penuh dengan pilihan yang mendilemakan…Entah bagaimana ending dari kisah ini, yang kutahu ini adalah kisahku…Kisahku yang siap menyeretku dalam kubangan yang cukup dalam…
5 HARI YANG ….
Sahabat.. Adalah belahan jiwa setiap manusia.. Untuk berbagi dan mengerti..
Venna males ngebaca semua..Bullshit..!! cibir Venna sambil menyobek lembar puisi di tangannya… Sebenernya Venna sangat rindu sosok sahabat.Dan bukan berarti Venna ga punya sahabat.Yups..Venna cewek berumur delapan belas tahun ini punya empat orang sahabat karib.Dan mereka berlima bersahabat sudah lima tahun sejak mereka kelas dua SMP..Trea,Valsy,Reva dan Aulia..Karena SMA mereka sama maka mereka tetap bersahabat erat.Sampai hal yang ga pernah terpikirkan terjadi…Dan membuat Venna ga nyaman dengan keadaan itu..
5 hari yang lalu.. “Sorry ya.. gue ga ikut pergi bareng kalian ntar siang..”kata Venna pada Aulia yang mengajaknya pergi.Maklum Aulia itu cewe borju yang biasa bawa mobil kalau mereka main.Tapi sayangnya Venna merasa ga beruntung karena Aulia pasti keberatan antar jemput dirinya karena rumahnya jauh.Sedangkan Trea,Valsy dan Reva rumahnya deketan sama rumah Aulia.Jadi Aulia dengan senang hati pasti siap anter jemput mereka..Karena itu Aulia malas pergi dengan keempat temannya siang ini karena pasti ga akan dapet hak istimewa seperti teman – temannya yang lain.Yaitu diantar dan dijemput.Bukannya Venna ga tau diri atau mau enaknya saja.Tapi Venna pengen sebagai sahabat yang udah bersahabat lama,sekali-kali di istimewain juga..
4 hari yang lalu Venna bosen denger acara pamer temen – temennya yang kemaren pergi bersenang-senang.. “Huh..” pekiknya. “ga enak banget sih dengerin mereka..”pikir Venna. Terlebih mereka ga pernah peduli Venna ikut atau ga..Serasa ga dianggap jadinya.. “Apaan sih majas hiperbola?”tanya Valsy.Venna yang tahu langsung bermaksud baik dengan menjelaskan “Itu majas yang melebih-lebihkan” tapi ternyata..Maksud baik Venna malah mendapat perkataan yang sangat “indah” dari Valsy.. “ga usah sok pinter deh loe anak IPS.. di IPA tetep aja lo paling bodo..!!!” “Makasih.”sindir Venna . “ Sama-sama” balas Valsy dengan muka ga bersalah..Itu juga salah satu alasan yang bikin Venna jadi ga begitu nyaman bareng sahabat – sahabatnya ini. Apalagi setelah Aulia, Valsy dan Trea masuk jurusan ipa saat kenaikan kelas dan Venna tentunya juga Reva masuk jurusan IPS. Bukan berarti Venna bodoh masuk IPS. Buktinya Venna rangking tiga di kelasnya. Masalahnya Venna benci hitung menghitung..DanValsy sama Aulia hobi banget ngeremehin anak IPS.. Dan Trea yang juga anak IPA. jarang terang – terangan menghina Venna dan Reva. Tapi di belakang Venna .. Tentunya dia ga kalah sinis dengan jurusan IPS…Memang aneh.. IPS ga berarti bodo kok..!!! Buktinya banyak orang sukses yang berasal dari jurusan IPS.. Aulia dan Valsy benar – benar awam.. Sebenernya IPS dan IPA sama aja.. Tergantung pribadi masing – masing.. Begitu kata orang bijak.. Venna sakit banget rasanya ngedenger sahabatnya sendiri ngehina dia sadis.. Padahal seandainya Valsy dan Aulia sekelas sama Venna. Mereka belum tentu lebih pinter.. Tapi ga ada pilihan lain..Mereka udah terlanjur selalu main berlima, apa- apa berlima.. Bahkan kalo sekolah ngadain rekreasi mereka mandi pun berempat.. Soalnya Aulia ga pernah mau mandi bareng..Jadi sekarang Venna ga bisa protes langsung . Dia cuma ngelakuin aksi cemberut aja. Tapi Valsy dan teman – teman sama sekali ga
ngerasa salah.. Reva yang juga anak IPS pun ga ngerasa terhina.. Malah biasa aja..RESEEEEEE..!!!! Sahabat macem apa..?? Waktu SMP ga pernah kaya gitu dehh..Sejak kemarin mulai sering dapet perlakuan ga adil dari sahabat – sahabatnya itu..Eits..emang masih pantes mereka disebut sahabat..????!!!
3 hari yang lalu….. Cintya temen sekelas Venna yang akhir – akhir ini sering ngobrol dengan Venna.. Ngajak pergi ke salah satu mall di Bandung.Venna jadi akrab dengan Cintya karena maklum Venna ga bisa sering ngobrol sama Reva sahabatnya karena Reva sangat super sibuk pacaran sama temen sekelas juga..Makanya Venna resmi sendirian baik di kelas ataupun di sekolah..Di rumah juga..Karena ga ada temen yang siap berkunjung karena rumahnya cukup jauh dari sekolah..Karena besok libur dan Cintya siap jemput ke rumahnya.. Walaupun cuma naik angkot tapi Venna sangat tertarik..Jadi Venna putusin pergi bareng dengan Cintya.. Pulang dari mall Venna dan Cintya ngelewat rumah Aulia.. Jadi ngerasa ga enak Venna putusin buat mampir..“Aulia ada kak.?” Tanya Venna ke kakak laki-laki Aulia yang kebetulan ada di depan rumahnya.. “Aulia kan pergi ke salon sama Trea dan Reva.. kamu ga ikut..??”“Mampus gue..!!!” lagi – lagi Venna ga tahu menahu .. Kenapa ya sahabat Venna itu..???
2 hari yang lalu….. “Hai Val..” sapa Venna pas ketemu Valsy di depan kelas. Tapi Valsy langsung buang muka.. “Huh.. apalagi ya aksi mereka” “Trea.. cepet lo bayar arisan.. besok kan udah harus kumpul duitnya..” “Ya ini..” jawab Trea sambil menyodorkan duit ke Valsy.. Venna bingung ada arisan apa kareana dia sama sekali ga tahu.. “Arisan
apa..?” Venna tanya Trea.. “Oh.. ini..kita bikin arisan.. lo ga ikut soalnya lo lagi berantem ma Valsy gara-gara majas tea..” GUBRAKK..Venna cuma bisa menelan ludah… Venna lagi-lagi ga dianggep.. Venna berpikir keras semalaman.. “ kenapa ya gue sial mulu.. kok sahabat-sahabat gue sendiri malah jahatin gue.. gue salah apa…?”
Hari ini… Sambil sarapan Venna baca majalah yang dibeli mama… Ada puisi tentang sahabat.. Venna tertarik buat baca..
Sahabat.. Adalah belahan jiwa setiap manusia.. Untuk berbagi dan mengerti…
Venna males ngebaca semua..Bullshit..!! cibir Venna sambil menyobek lembar puisi di tangannya…
Di sekolah keempat sahabatnya lagi ngumpul.. Waktu Venna datang,.. mereka seperti lagi ngomongin Venna.. “Gue bakal sial lagi nih..” gerutu Venna dalam hati..Venna coba pasang muka biasa trus tibatiba Valsy nyamperin sambil melotot..Venna ga siap dan kaget.. “Gue mau ngomong ma loe..!!” seru Valsy.. Venna yang kepalang kesal dengan ulah sahabatnya pun mencoba berani… “Apaan??” Valsy semakin melotot dan mendekat..Sambil membisikan sesuatu.. “Happy birthday..” bisik Valsy sambil memeluk Venna.. Venna kaget.. Venna sendiri lupa hari ulangtahunnya.. Apalagi keluarganya pun sama sekali ga inget hari ultahnya…“Tadi pagi gue telepon nyokap loe supaya jangan
ngucapin selamat dulu..” kata Trea.. “Hah.. kenapa..??” Tanya Venna bingung.. “Biar lo ga sadar kalo lo ultah.. jadi lo ga akan sadar kalo selama lima hari ini kita ngerjain loe..” jelas Reva. Venna sekarang ngerti kenapa keempat sobatnya ini berubah jadi super nyebelin selama lima hari ini.. “Jadi loe semua ngerjain gue..???” Keempat sahabatnya tertawa sambil meluk Venna rame-rame.. “Happy birthday Ven…” ucap keempat sobatnya kompak ditambah sebuah kue ultah yang disiapkan di meja Venna.. “Oh iya..masalah loe pergi sama Cintya itu juga kita yang minta Cintya ajak loe pergi..” beritahu Trea.. “Pokoknya lima hari ini kita kerja keras dan meres otak bikin loe kesel..” sambung Valsy.. Venna bener-bener ga nyangka kalo sahabatnya ternyata masih sangat sayang dirinya.. Semua kejadian nyakitin yang ia rasain cuma sandiwara aja… Venna seneng banget.. Ternyata ia bener-bener punya sahabat terbaik..Venna ampir nangis..“Thanks ya ..” ucap Venna terharu.. “Gimana Ven rasanya kita jahatin..??” Tanya Reva.. “Jahat kalian..gue nyampe stress tau..”Venna ngeluh..Sobatnya langsung ketawa puas.. “Sorry ya.. tapi berarti kita sukses ngerjain loe…Soal ke salon,arisan semua itu ga ada.. Kita cuma bikin loe bete aja..dan yang pasti kita berlima tetep sahabat sampe kapan pun..” seru Aulia..Dan disetujui oleh keempat temennya ini.. “HUUUUUH”..Venna bahagia banget hari ini.. Selain karena tambah umur..Tapi karena Venna tau kalo empat sahabatnya sebenernya ga pernah niat jahat..Semua kejadian nggak enak ternyata cuma rangkaian sandiwara buat ngerjain aja..Venna bahagia banget deh.. Dan soal Aulia ga mau nganter jemput dirinya,Venna mau protes.. Aulia pasti bakal ngerti dan kali-kali istimewain Venna.. tentunya mau protes soal IPA dan IPS juga.. supaya ga dihina lagi.. Memang Persahabatan itu ternyata memang indah selama masing-masing sahabat punya sayang untuk sahabatnya..
ARTI SEBUAH PERSAHABATAN “Ayo, dong!! Kalau tak cepat kita bisa terlambat!”teriak Lucia kepada temannya, Eric. “Iya, tunggu bentar, tali sepatuku lepas, lagian kamu juga yang salah, bangun kok jam 6?” jawab Eric. Lucia malas menjelaskan, jadi ia hanya diam dan mendengus kesal. “Jangan banyak tanya, aku begadang ngerjain PR, tau!”jelas Lucia. Dan Eric pun selesai mengikat tali sepatunya yang lepas. Mereka berdua lari ke sekolah, dan sampai tepat sebelum bel berbunyi. “Untung enggak terlambat, kalau terlambat, bisa-bisa kita dimarahi guru piket yang galak itu!” ujar Lucia, lega. Eric hanya manggut-manggut, dia sedang memperhatikan teman baiknya sejak kecil itu. Bagi Eric, Lucia sudah seperti saudaranya. Setiap hari pergi dan pulang sekolah bersama, belajar bersama. Tapi mereka tetap saja sering bertengkar karena masalah sepele. Dan biasanya Eric yang mengalah. Sebab dia tahu sifatnya Lucia, keras kepala namun baik hati dan bisa diandalkan. Bel sekolah berbunyi, menandakan seluruh siswa SMP Tunas Bangsa dipersilahkan pulang, kecuali yang ada kegiatan ekskul di sekolah. Lucia dan Eric mengikuti ekskul Karate yang diadakan setiap hari Rabu sepulang sekolah. Lucia dan Eric sama hebatnya, sudah hampir mencapai “sabuk hitam” yang menjadi impian mereka. Guru pembina sangat salut pada mereka atas prestasi tersebut. “Pulang bareng lagi kan, Lucia?” tanya Eric. Lucia mengangguk sambil memukul pundak Eric. Eric langsung mengerti, itu artinya Lucia minta tunggu sebentar, kalau bukan ke toilet ya, mau jajan dulu. Setelah Lucia kembali, mereka pulang.
Rumah mereka bersebelahan, kedua orangtua mereka sudah berteman akrab. Ayah Lucia dan ayah Eric adalah rekan kerja, sedangkan kedu ibu mereka adalah teman sejak SD yang bertemu kembali ketika Eric pindah rumah ketika masih TK. Lucia mempunyai cita-cita, yaitu menjadi orang yang berguna untuk orang lain. Dia ingin menjadi dokter gigi. Sedangkan Eric, mempunyai cita-cita menjadi dokter anak, atau guru olahraga. Ya, Eric memang senang pada kekuatan fisik. Sedangkan Lucia menyukai fisik dan ilmu pengetahuan. Mereka menjadi saingan di kelas. Dalam pelajaran, mencari teman, bahkan dalam kekuaan fisik. Tapi sebenarnya, mereka saling menyayangi seperti saudara. “Eric, kamu udah ngerjain PR IPA belum? Kalau udah, kita tanding yuk, siapa yang dapat nilai paling tinggi!” tantang Lucia. Eric dengan gemas menjawab “Terserah! Aku lagi gak niat nih, capek tanding terus”. “Ayo, anak-anak, duduk semua! Ada pengumuman penting dari pihak sekolah!” teriak Bu Guru yang baru saja masuk ke kelas. Setelah semua murid duduk, Bu Guru pun mengutarakan maksudnya “Anak-anak, untuk menyambut hari ulang tahun sekolah ini, kalian para siswa siswi kelas 1 SMP akan mengadakan acara. Untuk kelas kita, Ibu usulkan Festival Olahraga, ada yang punya usul lain?” jelas Bu Guru. Setelah menunggu beberapa saat, Bu Guu bicara lagi. “Sepertinya semua setuju, ya? Baiklah, kalau begitu usulan kelas kita kepada Kepala Sekolah adalah mengadakan Festival Olahraga, dan untuk ketua panitia mungkin Eric saja ya? Yang lain bagaimana? Setuju semuanya?”. “Seetujuuuu!!!!!!!!!!”
Eric dan Lucia yang jago di bidang olahraga pun senang. Lucia langsung menghampiri Eric yang sedang melamun. “Ketua! Jangan melamun terus dong! Kita harus menyusun rencana untuk melaksanakan Festival Olahraga nanti. Dan aku mau, di festival nanti ada pertandingan basket, baseball, sepak bola dan lomba lari. Kurasa cukup segitu saja. Atau ada yang mau ditambahkan?” ujar Lucia panjang lebar. Tidak ada respon dari Eric. Lucia yang sedang panas-panasnya, langsung membentak Eric. “Ketua bodoh! Dari tadi usul wakilnya gak pernah ditanggapin! Ketua apaan nih? Masa’ harus digetok dulu sih, kepalanya biar nyadar?”. Eric yang sedang bingung, kaget mendengar perkataan Lucia. Dan terjadilah adu mulut antara mereka berdua. “Kamu tuh gak punya pengertian apa?! Aku tuh lagi pusing tau! Gak perlu teriak-teriak di dekat aku! Terserah kamu aja deh, mau festival apa dan lomba apa! Aku lagi gak mau ambil pusing sama kamu!” teriak Eric sambil berlalu ke halaman belakang sekolah. Lucia pun mengikuti karena keheranan. Untuk pertama kalinya Lucia melihat Eric murung. Lucia pun mengalah dan minta maaf. Setelah Eric memaafkannya, Lucia pun bertanya “Ada apa, Eric? Kok kamu murung? Mukamu kelihatan kusut tuh, belum disetrika ya?”. “iya, belum disterika, Kenapa? Kamu mau nyetrika mukaku? Memang setrikanya udah panas?” sahut Eric. “Mau saja sih aku menyetrika mukamu yang kusut itu, tapi udah dicuci belum? Kalau belum dicuci, ntar setrikaku yang rusak” canda Lucia. Mereka pun tertawa bersama.
“Aku sedang kesal, nih. Habisnya ada anak kelas 2 yang nantangin aku main basket dan baseball, anaknya ada dua, waktunya bersamaan, apa yang harus ku tanggapi, ya? Basket atau baseball?” jelas anak yang sedang murung ini. Lucia mendengarkan dengan eksama cerita Eric yang sedang kebingungan. Dan Lucia mengungkapkan pendapatnya “Gak usah ditanggepin deh, anak kelas 2 yang galak itu, lebih baik kamu biarkan saha mereka, kalau menganggumu, pukul saja dengan jurus karatemu”. “ Tapi kalau ku biarkan, mereka akan melukai semua anak di kelas kita, sepertinya mereka juga mengancam akan membuatku malu di depan orang banyak jika aku melapor pada guru atau kepala sekolah” ujar Eric, lesu. Lucia berpikir keras, dan akhirnya ia menemuukan sebuah ide, namun cukup gila untuk mengatakan ini adalah ide yang masuk akal. “Kedua anak kelas 2 itu kan tidak saling kenal, bagaimana kalau aku menyamar menjadi kamu, untuk mengikuti pertandingan basket, sedangkan kamu mengajak kakak kelas yang lain untuk bertanding baseball di tempat lain, jadi gak ketahuan kalau ada 2 Eric. Lagian wajah kita mirip banget, udah kayak saudara kembar, kan?” Lucia menjelaskan ide gilanya. Eric yang kaget, hanya bisa mengikuti perkataan Lucia, setelah melihat Lucia mengepalkan tangannya kepada Eric. Dan tibalah hari pertandingan tersebut. “Lucia, kau beneran akan menyamar sebagai aku? Suara dan wajah kita memang mirip, tapi postur tubuh kan beda banget!” ujar Eric. Dan Eric pun mendapat satu pukulan dari Lucia.
“Jangan mentang-mentang aku cewek, kamu bilang postur tubuh beda jauh dong! Aku kan sengaja pake baju yang gede, biar mirip kayak kamu, bodoh!” teriak Lucia (kata-kata kasarnya jangan ditiru, ya). Eric hanya menganga melihat Lucia memakai pakaian anak cowok. “memang iya, sih, kalau Lucia pake baju kayak gitu, beneran mirip kayak anak cowok” gumam Eric dalam hati. Lucia, eh maksudnya Eric ke-2 bertanding basket. Sedangkan Eric yang asli mengikuti pertandingan baseball. Dan…. “YES! Aku menang! Dengan begini penyamaranku berhasil!” teriak Lucia dalam hati. Namun keceriaannya berubah ketika melihat sesuatu yang ganjil. Para pemain basket yang tadi, nampak berubah. “Ya ampun! Ternyata mereka perempuan! Pantas saja tadi, aku merasa kekuatan mereka hampir sama denganku. Tapi kenapa mereka menyamar menjadi laki-laki?” gumam Lucia. Salah satu dari para perempuan itu maju dan berkata “Kami ini hanya ingin melihat, seberapa mampu anak yang bernama Eric, yang katanya jago main basket, kami hanya ingin menguji, seberapa besar nyali Eric untuk mengahadapi lawan yang senior”. “Kami juga ingin melihat, apa reaksinya ketika dia tahu bahwa lawannya adalah perempuan, tapi ternyata, yang datang malah temannnya, perempuan lagi! kau takkan bisa menipu mata kami dengan penampilan seperti itu, sebab tetap saja postur tubuh kalian berbeda, tega sekali si Eric itu, menyuruh perempuan untuk menggantikannya” lanjut mereka.
“Eric bukan orang seperti itu, lagi pula aku yang ingin menggantikannya, karena dia juga ada pertandingan dengan anak kelas 2 dalam bidang baseball, lagian kalian kakak kelas yang tidak ada kerjaan malah menganggu anak kelas 1. anak cowok lagi. kalau anak cewek sih gak apa” ujarku. “kalau kalian mau membukikan perkataanku, datang saja ke lapangan taman baseball di dekat sini, kalian akan melihat, Eric yang asli berjuang demi teman-teman sekelasnya!” teriak Lucia, panjang lebar sambil lari ke lapangan baseball. Terpaksa kakak kelas tadi mengikuti Lucia untuk membuktikan perkataan Lucia. Salah seorang dari mereka mengikuti Lucia untuk mencari satu kepastian yang berbeda dari teman-temannya. “Eric!!! Kamu menang kan?” teriak Lucia dari jauh. Eric memalingkan pandangannya ke arah Lucia yang beru saja sampai di lapangan. Eric ikut berteriak “Ya! Aku menang melawan mereka dengan tim baseball dadakan yang kubuat sendiri! Kamu sendiri menang tidak?”. “Ya! Aku menang melawan kakak kelas yang ternyata perempuan” ujar Lucia. Eric yang sudah mendekat ke arah Lucia terkejut. “Jadi kakak ini pacarnya ketua tim lawanku? Tadi aku memukul bola dan mengenai kepalanya. Saat pingsan ia mengigau tentang basket dan seorang gadis berambut coklat panjang bernama Karina” jelas Eric kepada kakak kelas yang tadi bicara dengan Lucia. “Ya! Kami hanya ingin menguji persahabatan kalian yang sudah terjalin sejak kecil. Jangan sampai berujung buruk seperti aku dan Ben yang tadi Eric buat pingsan”. Lucia dan Eric heran…
“Kami mendengar ada anak kelas yang bersahabat baik sejak kecil dan kulihat kalian sangat akrab. Kami ingin menguji keakraban kalian sampai dimana. Aku yang menyusun rencana ini agar kalian tidak kehilangan sahabat seperti aku dan Ben yang khilangan sahabat baik kami karena mereka salah paham” ujar Karina panjang lebar. “Tak apa, Kak. Kami sangat senang atas perhatiannya. Aku dan Eric juga minta maaf karena telah membuat kakak dan pacar kakak kesusahan. Karena rencana kak Karina dan Kak Ben, kami jadi saling tolong menolong. Tapi darimana kakak tahu, kalau kami sdang bertengkar?” tanya Lucia. “Aku tahu dari teman sekelas kalian. Katanya kalian sedang bertengkar untuk menentukan cabang olahraga di festival nanti, kalian saling berselisih pendapat lagi dan akhirnya beretengkar sungguhan, padahal biasanya kalian hanya bertengkar canda kan?”jelas Kak Karina. Lucia hanya mengangguk. Sejak saat itu, Lucia dan Eric tidak pernah bertengkar lagi. mereka kini selalu berependapat sama, kalau pun berebeda pendapat, mereka akan menggunakan akal untuk menyatukan pendapat masingmasing. Mereka pun sering bermain bersama Kak Karina dan Kak Ben ketika hari libur. Bahan kalau mau ada ulangan atau ujian, mereka berempat belajar bersama. Lucia dan Eric pun mengerti artinya persahabatan sejati. Yaitu saling adanya toleransi. Mereka yang dulunya bersahabat namun selalu bertengkar, kini menjadi bersahabat dengan bertengkar sebatas candaan belaka… Sadar, mereka sudah sadar…
Festival Olahraga pun dimulai. segala susunan acara yang kami buat berjalan dengan sangat lancar. semua siswa bersenang-senang mengikuti berbagai perlombaan. ada juga yang membuka stand untuk berjualan. pokoknya, acar Festival Olahraga SMP Tunas Bangsa sukses besar!! Persahabatan itu merupakan hal terindah yang bisa dimiliki siapapun… dan kita yang memlikinya, bersyukurlah… kini aku pun akan menjaga persahabatanku dengan sahabat-sahabatku yang tersayang…..
Nama
:
Rachel
Sekolah
:
SMA PAHLAWAN JEMBER
Alamat Rumah :
Karina
Tarigan
Perumahan Bukit Permai _ Jalan Doho IX Blok : J Nomer : 40 _ RT :05 - RW : XIV JEMBER _ JAWA TIMUR
Alamat Email
:
[email protected]
No. Telepon Rumah : ( 0331 ) 321328 Pernayataan
:
Dengan ini saya menyatakan bahwa cerpen yang saya buat ini adalah cerpen asli
buatan saya dan sama sekali belum pernah dipublikasikan di media cetak mana pun . Dan dengan ini saya meminta agar cerpen yang saya buat ini dapat dimuat di majalah ini.