Mengapa Tuhan menciptakan perbedaan, orang cacat dan miskin? Pertanyaan: Romo, mengapa Tuhan menciptakan manusia berbeda? Kenapa harus ada yang cacat dan yang miskin ? Terima kasih ! Jawaban: Shalom Jocelyn, Sejak awal mula penciptaan dunia, kita mengetahui Allah menciptakan segala sesuatunya dalam keanekaragaman. Ada terang ada gelap, ada matahari, ada bulan dan bintang, pegunungan maupun pantai/ laut, aneka tumbuhan dan hewan, baik di darat dan di laut. Demikian juga pada saat menciptakan manusia, ada pria dan wanita. Tubuh manusiapun terdiri dari anggota-anggota tubuh yang berbeda baik sifat maupun fungsinya. Maka Allah menciptakan keanekaragaman manusia, dan seluruh alam ciptaan-Nya, karena dalam keanekaragaman itu kemuliaan, keindahan dan kebesaran Tuhan semakin terlihat. Namun keberagaman yang begitu indah pada awalnya, ternoda oleh akibat dosa manusia pertama. Maka, sebagai akibat dosa asal ini, Tuhan mengizinkan manusia bersusah payah menghadapi kehidupannya: para perempuan dengan sakit melahirkan (lih. Kel 3:16) dan para laki-laki dengan susah payah mencari rezeki seumur hidup (lih. Kel 3:17) dan menusia akhirnya akan mati dan kembali menjadi debu (lih. Kel 3:19). Akibat dari dosa inilah, terdapat sakit penyakit dan usaha keras manusia mencari nafkah, yang dengan sendirinya mengakibatkan bermacam perbedaan kondisi pada setiap orang, yaitu terdapat orang-orang yang miskin dan kaya, ataupun yang sakit/ menderita dan yang sehat. Orang-orang yang terlahir dalam keluarga miskin atau keluarga kaya, memang terbawa oleh kondisi orang tuanya masing-masing, dan Tuhan mengizinkan hal itu terjadi, walaupun tidak secara aktif menakdirkannya. Mengenai ‘takdir’ sudah pernah dituliskan di tanya jawab ini, silakan klik Dalam pengajaranNya, Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa Allah memberikan kepada manusia talenta yang berbeda-beda, ada yang diberi lima, dua dan satu talenta, sesuai dengan kesanggupan mereka (Mat 25:15). Maka, bagi Tuhan, yang terpenting bukannya miskin atau kaya, sakit atau sehat, namun adalah hakekat manusia yang diciptakan sesuai dengan gambaran Allah, dan bagaimana mereka menggunakan talenta/ kemampuan mereka sesuai dengan rencana-Nya. Hal miskin dan kaya dan yang lemah dan kuat di dalam masyarakat merupakan fenomena kodrati manusia. Keadaan semacam ini tidak bisa dihapuskan, karena menentang hukum alam. Ibaratnya, seperti yang terjadi di dalam tubuh manusia, terdapat organ-organ internal yang halus dan tersembunyi, dan bagian tubuh eksternal yang bertugas melindungi. Maka perbedaan ini tidak dapat begitu saja dihapuskan. Namun tentu saja, tidak berarti bahwa orang yang miskin tidak perlu berusaha untuk memperbaiki taraf hidup. Tidak demikian! Sebab seperti dalam perumpamaan talenta, setiap orang pada akhirnya harus berusaha untuk mengembangkan talenta/ kemampuan yang ada padanya, walaupun takarannya berbeda-beda pada setiap orang. Orang yang mempunyai kelebihan harus dengan murah hati membagi kepada yang berkekurangan, dan yang berkekurangan juga perlu menghargai bantuan itu dengan bekerja keras dengan prinsip keadilan dan kedamaian. Inilah sebenarnya salah satu prinsip dari ajaran sosial Gereja Katolik. Mari kita melihat apa yang diajarkan oleh Paus Leo XIII dalam surat ensikliknya yang terkenal itu, Rerum Novarum, 1891, yang menanggapi dampak revolusi industri di Eropa dan Amerika. Paus menyadari adanya gerakan-gerakan yang bertujuan untuk menghapuskan perbedaan golongan dalam masyarakat untuk menjadikan masyarakat menjadi satu tingkatan- yang menjadi tujuan negara komunis. Hal ini dipandangnya sebagai sesuatu yang menentang hukum alam, apalagi karena demi tujuan itu, maka hak milik setiap orang tidak diakui. Untuk itu Paus Leo XIII mengajarkan, “Pertama-tama perlu diakui bahwa kondisi hal-hal yang melekat di dalam urusan manusia harus dipikul/ ditanggung, sebab adalah tidak mungkin untuk mereduksi masyarakat menjadi hanya satu tingkatan yang mati. Kaum sosialis dapat saja berusaha sekeras mungkin, namun semua kerja keras yang melawan hukum kodrat itu akan sia-sia. Secara alamiah, di antara manusia [memang] terdapat berbagai perbedaan…. orang-orang berbeda dalam kemampuan, keahlian, kesehatan dan kekayaan yang tidak sama sebagai hasil dari kondisi yang berbeda. Perbedaan ini jauh dari merugikan, baik terhadap individu maupun masyarakat. Kehidupan sosial dan publik hanya dapat dipertahankan dengan adanya bermacam bentuk kemampuan usaha dan peran dari banyak bagian-bagian; dan setiap orang memilih bagian yang sesuai dengan kondisi khususnya masing-masing……” (Rerum Novarum, 17) “Dengan demikian, sakit dan kesulitan dalam hidup tidak akan pernah berakhir atau berhenti di dunia; sebab akibat dosa adalah pahit dan sulit untuk ditanggung, dan hal-hal tersebut akan selalu menyertai manusia sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, untuk menderita dan bertahan adalah bagian [yang harus ditanggung oleh] manusia; biarkan mereka berjuang seperti seharusnya, tidak ada kekuatan atau kecerdasan yang dapat berhasil untuk menghapuskan dari kehidupan manusia segala penyakit dan kesulitan-kesulitan yang menimpanya….. ” (Rerum Novarum, 18)
“Hal-hal dan kekayaan duniawi tidak dapat dipahami atau dihargai dengan benar tanpa memperhitungkan pertimbangan kehidupan kekal …. Sebab dalam hal kekayaan dan segala hal yang dipandang baik dan diperlukan, apakah itu kita punyai dengan limpahnya, atau tidak -asalkan kebahagiaan kekal yang menjadi perhatian kita- maka kedua kondisi itu [kaya atau miskin] tidaklah berbeda; hal yang terutama adalah untuk mempergunakan apa yang kita miliki dengan benar….. Yesus Kristus, ketika menebus kita… tidak menghapuskan sakit dan duka cita yang dalam takaran yang besar terjalin di dalam kehidupan kita. Ia mengubah hal-hal itu menjadi motivasi kebajikan dan kesempatan untuk berbuat baik, dan tidak seorangpun dapat berharap untuk menerima penghargaan kekal tanpa mengikuti jejak pengorbanan Penyelamat-nya. “Jika kita menderita bersama Dia, kita akan bangkit bersama Dia.” (lih. 2 Tim 2:12). Kerja keras dan penderitaan Yesus yang diterima-Nya dengan kehendak bebas-Nya telah menjadikan manis segala penderitaan dan kerja keras manusia. Dan tidak hanya dengan teladan-Nya, tetapi dengan rahmat dan pengharapan akan kehidupan kekal, maka Ia telah membuat penyakit dan penderitaan/ duka cita menjadi lebih dapat dipikul; “sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kita kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kita.” (2 Kor 4:17) (Rerum Novarum, 21) “Siapapun yang menerima dari Tuhan kelimpahan berkat-berkat duniawi, baik berkat eksternal dan material, atau karunia-karunia pemikiran, telah menerima berkat-berkat itu dengan maksud agar digunakan untuk menyempurnakan kodratnya, dan pada saat yang sama, agar ia mengembangkannya, sebagai pelayan bagi penyelenggaraan Tuhan, demi kebaikan sesamanya. “Mereka yang mempunyai talenta,” kata St. Gregorius Agung, “biarlah ia tidak menyembunyikannya; ia yang mempunyai kelimpahan, biarlah ia bergegas dalam belas kasihan dan kemurahan hati; ia yang mempunyai bakat seni dan keahlian, biarlah ia melakukan yang terbaik untuk membagikan penggunaan dan manfaatnya dengan sesamanya.” (Rerum Novarum, 22) “Kepada mereka yang tidak mempunyai kekayaan, mereka diajarkan oleh Gereja bahwa di mata Tuhan, kemiskinan bukan suatu aib/ kutuk, dan tidak ada sesuatu yang memalukan tentang bekerja keras untuk mencari nafkah. Ini dibuktikan dengan apa yang terjadi dalam Kristus sendiri, yang “oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.” (2 Kor 8:9); dan Ia yang adalah Putera Allah dan Allah sendiri, memilih untuk dilihat dan dianggap sebagai anak tukang kayu… tidak merasa terhina untuk menghabiskan sebagian besar hidup-Nya sebagai tukang kayu. (lih. Mrk 6:3)” (Rerum Novarum, 23). “Dengan melihat Teladan Ilahi ini, lebih mudah dimengerti bahwa nilai dan kehormatan sejati manusia terletak pada kualitas moralnya, yaitu di dalam hal kebajikan…. yang adalah warisan umum manusia, yang sama terjangkaunya oleh mereka yang tinggi dan rendah, kaya dan miskin …. yang akan diikuti dengan ganjaran kebahagiaan abadi. Tuhan sendiri kelihatan berpihak pada mereka yang menderita kemalangan; sebab Yesus Kristus menyebut mereka yang miskin sebagai yang terberkati/ berbahagia (Mat 5:3); Ia mengundang mereka yang bekerja keras dan berbeban berat untuk datang kepada-Nya untuk memperoleh kelegaan…” (Mat 11:28) (Rerum Novarum, 24). Sedangkan secara khusus tentang penyakit dan cacat yang diizinkan Tuhan terjadi di dalam hidup manusia, juga dimaksudkan Tuhan untuk menyatakan perbuatan-perbuatan-Nya atas orang itu dan keluarganya (lih. Yoh 9:3) Yesus sendiri menjawab demikian ketika ditanya oleh para murid-Nya mengapa ada seorang dilahirkan buta. Kita harus melihat kejadian ini dalam kesatuan dengan rencana Tuhan untuk membawa umatnya kepada kehidupan kekal. Dengan adanya orang-orang cacat dan sakit, maka kita yang sehat diberi kesempatan untuk mengasihi, memperhatikan, dan merawat mereka. Kasih tanpa pamrih yang memperhatikan orang-orang yang sakit dan menderita adalah perbuatan kasih yang menguduskan. Sedangkan dari pihak orang yang sakit, maka kesetiaannya memikul salib/ penderitaannya bersama Kristus, akan menjadi berkat bagi keselamatan dirinya dan orang lain yang didoakan olehnya. Dalam hal inilah, maka dapat dikatakan bahwa melalui penderitaan dan sakit penyakit perbuatanperbuatan Allah dinyatakan. Karena dengan setia memikul segala penderitaan dan penyakit yang diizinkan Allah terjadi di dalam hidup kita, dan mempersatukannya dengan penderitaan Kristus, maka kita dapat bangkit bersama Tuhan Yesus dan memperoleh keselamatan (lih. 1 Ptr 4:13; Ibr 2:10). Sedangkan dengan memperhatikan orang-orang kecil, sakit, menderita dan terbuang, kita melakukan perintah kasih yang akan diperhitungkan dalam Penghakiman Terakhir (Mat 25:45). Juga pelayanan kasih tanpa pamrih kepada mereka yang terhina, menjadi kesaksian yang sangat lantang akan Kabar Gembira/ Injil, seperti yang dilakukan oleh Bunda Teresa dari Kalkuta dan para biarawati Missionaris Cinta Kasih yang dipimpinnya. Maka kembali ke pertanyaan di atas, mengapa Tuhan mengizinkan perbedaan, orang miskin dan kaya, sehat dan sakit? Jawabnya adalah untuk menyatakan perbuatan-perbuatan-Nya demi membawa orang-orang yang percaya kepada-Nya kepada keselamatan kekal. Karena dengan adanya perbedaan itu terdapatlah kesempatan bagi yang kuat untuk menolong yang lemah, yang lemah mendukung yang kuat, dengan kedua pihak mensyukuri rahmat yang Tuhan berikan kepada mereka. Tuhan dengan keadilan-Nya mempercayakan talenta-talenta kepada tiap-tiap orang sesuai dengan kesanggupannya; dan yang terpenting adalah bagaimana mengembangkan talenta-talenta itu sesuai dengan kehendak Tuhan. Demikianlah yang dapat saya tuliskan tentang pertanyaan anda, semoga dapat berguna bagi kita semua. Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Tetapi TUHAN berfirman kepadanya: "Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni TUHAN? (Kel.4:11) Kalimat dalam Kitab Keluaran di atas memberikan pengertian bahwa Tuhan yang membuat orang menjadi buta, tuli dan bisu; pernyataan itu kontradiksi dengan pernyataan dalam Kitab Kejadian yang menyatakan TUHAN Allah menciptakan alam semesta berserta isinya dalam keadaan baik (Kej.1:17-18) dan bahkan manusia dikatakan amat baik (Kej.1:31). Kontradiksi kedua pernyataan kitab itu mungkin akan membingungkan pembaca yang teliti. Bila demikian, sebenarnya manakah yang salah dari kedua pernyataan itu, karena tidak mungkin kedua pernyataan itu benar. Kej.1:17-18. Allah menaruh semuanya itu di cakrawala untuk menerangi bumi, dan untuk menguasai siang dan malam, dan untuk memisahkan terang dari gelap. Allah melihat bahwa semuanya itu baik. Kej.1:31. Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam. Untuk dapat menjawab pertanyaan di atas maka perlu diadakan satu penelitian terhadap teks dalam Kitab Keluaran itu (Kel.4:11) dan di bawah ini dikutipkan ayat yang sama dari Holy Bible versi KJV. Kel.4:11. Tetapi TUHAN berfirman kepadanya: "Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni TUHAN? (Alkitab Terjemahan Baru (TB) tahun 1974, LAI)
Ex.4:11. And the LORD said unto him.Who hath made man's mouth? or who maketh the dumb, or deaf, or seeing, or the blind? Who hath made man's mouth? or who maketh the dumb, or deaf, or seeing, or the blind? have not I the LORD? (The Holy Bible, King James Version, 1970,Thomas Nelson, Publishers)
Kel.4:11. Dan TUHAN berfirman kepadanya. Siapakah beroleh membuat mulut manusia? atau siapakah yang dijadikannya bisu, atau tuli, atau melihat, atau buta? bukankah Aku TUHAN? (terjemahan kata perkata versi King James Version)
Teks Kitab Keluaran versi KJV diatas yang diterjemahkan mempunyai pengertian, bahwa TUHAN berkata kepada Musa tentang siapa yang dapat membuat mulut manusia, atau siapa saja dapat dijadikannya bisu, atau tuli, atau melihat, atau buta? dan pada akhir kalimat bertanya dengan gaya bahasa retoris: bukankah Aku TUHAN? jadi sangat berbeda dengan terjemahan Alkitab Terjemahan Baru (TB) yang menterjemahkannya dengan kalimat: bukankah Aku, yakni TUHAN?. Kalimat yang terakhir ini mempunyai andil besar membuat arti teks berubah sama sekali. Dalam terjemahan LAI kesan yang timbul adalah bahwa TUHAN yang membuat orang menjadi bisu, tuli, melihat, atau buta. Sedangkan terjemahan menurut KJV memberi kesan bahwa TUHAN bisa saja menjadikan orang menjadi bisu, tuli, melihat, atau buta; karena Ia adalah TUHAN. Untuk mendapat kepastian tentang apa yang dimaksud sebenarnya dengan teks itu perlu diteliti makna kata 'maketh' dalam KJV. Dalam The New Strong Exhaustive Concordance of Bible kata 'maketh' dalam bahasa Ibrani adalah 'siym' (7760) yang hanya digunakan pada lima ayat dalam PL, selain keluaran 4:11, empat ayat yang lain adalah:. Ayb.41:22. (Job.41-31) Lubuk dibuatnya berbual-bual seperti periuk, laut dijdikannya tempat memasak campuran rempah-rempah. (He maketh the deep to boil like a pot; he maketh the sea like a pot of ointment) (Ia menjadikan samudra mendidih seperti periuk; ia menjadikan laut seperti pot obat salep). Mzm.40:3. (Ps.40-4) Ia memberikan nyanyian baru dalam mulutku untuk memuji Allah kita. Banyak orang akan melihatnya dan menjadi takut, lalu percaya kepada TUHAN. (Blessed is that man that maketh the LORD his trust, and respecteth not the proud, nor such as turn aside to lies).
(Yang menyenangkan adalah bila manusia menjadikan TUHAN kepercayaannya, dan dihormati tidak bangga, dan tidak menyimpang kepada kebohongan). Mzm.107:41. tetapi orang miskin dibentengi-Nya terhadap penindasan, dan dibuat-Nya kaum-kaum mereka seperti kawanan domba banyaknya. (Yet setteth he the poor on high from affliction, and maketh him families like a flock). (Tapi ia yang miskin dibentengi dari penindasan, dan dijadikan keluarganya seperti kumpulan domba). Mzm.147:14. Ia memberikan kesejahteraan kepada daerahmu dan mengenyangkan engkau dengan gandum yang terbaik. (He maketh peace in thy border and filleth thee with the finest of the wheat). (Ia menjadikan damai pada perbatasan daerahmu dan mengenyangkanmu dengan gandum yang terbaik). Dari empat teks di atas jelas terlihat pemakaian kata 'Maketh' atau 'siym' mempunyai arti pengandaian bahwa bisa saja menjadikan samudra mendidih; bisa menjadikan TUHAN kepercayaan manusia; bisa menjadikan keluarga seperti kumpulan domba; dan bisa menjadikan damai pada daerah perbatasan. Semua yang diandaikan itu sebenarnya belum terjadi, biarpun TUHAN benar-benar bisa melakukan semua itu. Sampai disini maka dapatlah diambil kesimpulan untuk menjawab pertanyaan tentang pernyataan manakah yang dapat dibenarkan diantara dua pernyataan itu (Kitab Kejadian dan Kitab Keluaran). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ternyata telah terjadi penterjemahan yang tidak tepat pada Keluaran 4:11 Alkitab Terjemahan Baru, yang mengakibatkan pembaca mempunyai pengertian yang tidak sesuai dengan arti yang seharusnya dari teks aslinya. Terjemahan yang lebih sesuai seharusnya adalah: Kel.4:11. Dan TUHAN berfirman kepadanya. "Siapakah dapat membuat mulut manusia? atau siapakah yang bisa menjadikan bisu, atau tuli, atau melihat, atau buta? bukankah Aku TUHAN?" Dengan penterjemahan ini maka pembaca Alkitab tidak lagi berpikir bahwa TUHAN yang menjadikan orang bisu, buta dan tuli. Melainkan mengerti bahwa "TUHAN bisa saja menjadikan bisu, buta, dan tuli, karena Dia adalah TUHAN". Dengan demikian kontradiksi dalam Alkitab, yang disebabkan oleh penterjemahan yang kurang sesuai dengan teks aslinya, dapat dicegah.
N.B: didedikasikan kepada Debu Tanah