1
MENCINTAI RASULULLAH SAW DENGAN IKHLAS Oleh Mazlan Salim Dalam suasana bulan Maulid ini marilah sejenak kembali kita merenungkan hikmah dari risalah dakwah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw sehingga menjadikan kita sebagai orang-orang yang benar-benar beriman seutuhnya. Dari setiap tahun kita peringati maulid Nabi saw - terlepas dari perdebatan apakah maulid itu sah atau tidak sah dalam syari'at agama ini - paling tidak ada hikmah yang dapat kita ambil yang tentu saja bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran kita sebagai muslim. Seharusnya, semakin sering bermaulid semakin cinta kita kepada Nabi.
Semakin cinta kepada Nabi maka semakin kuat tekadnya
mengamalkan Islam. Oleh sebab itu, dalam setiap kesempatan Maulid selayaknya kita bertanya pada diri kita, sudah sejauhmana agama ini kita amalkan, sudah seberapa banyak sunnah Nabi kita kerjakan.
Kecintaan kita kepada Nabi saw dibuktikan dengan upaya kita yang sungguhsungguh untuk meneladani seluruh aspek kehidupan beliau. Mungkinkah meniru Nabi saw ? Hanya orang yang picik lah yang mengatakan tidak mungkin. Mengapa ? Firman Allah swt :
Ayat ini menegaskan bahwa kita harus meneladani Rasul dan itu pasti bisa kita lakukan. Karena mustahil Allah menyuruh kita untuk melakukan hal yang tak mungkin kita lakukan. Semua perintah Allah dalam agama ini pasti sebatas kemampuan kita. Tinggal kita saja ; apakah mau atau tidak.
Dulu, ada sahabat yang bernama Abdullah ibn Umar yang selalu ingin sama dengan Rasulullah saw. Ia berusaha menyerupai shalatnya Rasulullah, puasanya, hajinya, dan seluruh ibadah lainnya. Pokoknya apapun yang dilakukan Rasulullah semua dia lakukan tanpa kecuali. Inilah barangkali cinta yang utuh, cinta yang tulus dan benar-benar cinta yang terbuktikan. Lantas, bagaimana dengan cinta kita ? Jangan-jangan cinta kita kepada Rasul pun masih diragukan. Ada orang yang mengaku cinta kepada Nabi, tetapi dia sendiri tidak pernah mengamalkan ajaran Islam ; kewajiban agama ditinggalkan sementara larangan selalu dikerjakan.
2 Bukan tidak mungkin banyak pula diantara kita yang belum tahu apa yang mau kita teladani dari Rasul, karena tak banyak yang kita ketahui tentang beliau.
Ketika menafsikan ayat QS. Al-Ahzab : 21 ini, Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengutip penjelasan dari Qatadah. Beliau berkata : "Orang-orang munafik itu sangat bersemangat untuk mendapatkan harta rampasan dan ingin sekali menyamai Rasul dalam pembagiannya. Tapi kalau sedang mendapatkan kekalahan mereka sangat takut dan paling jauh dari kebenaran. Dalam keadaan ini mereka tidak mendatangkan kebaikan sama sekali. Dalam diri mereka berkumpul sifat takut, pembohong dan sedikit berbuat baik".
Apa yang disampaikan Qatadah ini sebenarnya terjadi pada kita. Dalam kehidupan sehari-hari kita saksikan ada sebagian orang yang menjalankan agama ini tidak sepenuh hati, tidak ikhlas dan cenderung memilih yang enak-enak saja. Jika sesuatu itu mendatangkan keuntungan maka dia lakukan, tapi jika tidak ia tidak mau melakukan. Orang yang seperti ini menurut Al-Qur'an termasuk orang munafik. Persis seperti yang diceritakan al-Qur'an tentang perilaku orang munafik :
Kemunafikan adalah musuh Islam yang paling dahsyat. Munafik lebih berbahaya dari orang kafir. Bila kafir jelas-jelas sebagai musuh, maka munafik seolah kawan ternyata lawan. Rasulullah dulu pernah hampir celaka gara-gara orang munafik. Ketika berangkat ke medan perang pada waktu perang Uhud, tiba-tiba ditengah jalan sebagian besar kaum munafik memisahkan diri dari pasukan. Dan yang terjadi kemudian, kaum muslimin mengalami kekalahan sementara Rasulullah mengalami luka-luka yang cukup serius.
Segitu bahayanya sifat munafik ini sampai-sampai Al Qur'an secara khusus menyampaikannya dalam satu surat khusus yang bernama Surat Al-Munafiqun. Dalam surah tersebut banyak sekali disebutkan sifat-sifat orang munafik, diantaranya :
Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar[1477]. Mereka mengira bahwa
3 tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)? Orang munafik senang dengan penampilan lahiriah. Bisa jadi mereka berasal dari kalangan orang yang berilmu atau orang awam sama sekali. Ketika diajak melakukan kebaikan, pandai sekali dia beralasan. Seolah-olah dia benar, padahal tujuan agar dia terhindar dari ajakan itu. Suatu ketika ada orang yang diajak untuk shalat. Dia beralasan shalat itu kan harus dengan kesadaran, jadi tidak perlu dipaksa-paksa. Inilah ciri orang munafik, karena sebenarnya dia risih dengan ajakan itu. Ada orang yang dihimbau untuk ikut taklim di mesjid - misalnya, kemudian dia pun alasan, menuntut ilmu kan bisa dimana saja. Bahkan sambil nonton TV di rumah pun kita bisa mendengarkan pengajian di mesjid. Sekali lagi inilah sifat orang munafik. Ada hadis Rasulullah saw yang menyinggung perilaku orang munafik :
Orang munafik bukan tidak shalat. Mereka shalat tapi malas datang berjama'ah khususnya shalat Isya dan shalat Subuh. Untung saja shalat Jum'ah wajib berjamaah dan harus dilakukan di masjid. Bila tidak, mungkin saja orang melakukannya di rumah masing-masing. Hadis ini kembali menegaskan sifat orang munafik. Bila di suatu mesjid sedikit sekali orang yang datang berjama'ah, maka boleh jadi di sekelilingnya bertebaran orang-orang munafik. Sekali lagi, kemunafikan itu musuh berat Rasulullah saw. Bagaimana mungkin kita mencintai Rasul sementara perilaku kita seperti musuh Rasulullah. Sifat kemunafikan yang disinggung tadi baru sebagian kecil saja. Yang paling berat dari kemunafikan itu adalah mengaku muslim tapi sedikitpun tidak ada kewajiban agama yang dia kerjakan. Namun bila yang kecil itu pun tidak bisa kita hindari, maka alangkah naifnya kita yang mengaku umat Nabi. Jadi, kalau dulu, ketika Peringatan Maulid digagas dengan tujuan membangkitkan semangat jihad kaum muslimin dalam menghadapi kaum kafir, maka sekarang,
4 maulid kita peringati untuk memerangi kemunafikan. Marilah kita bermuhasabah, apakah sifat-sifat kemunafikan itu ada dalam diri kita.