Mencintai Pembajak

  • Uploaded by: Indonesiana
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mencintai Pembajak as PDF for free.

More details

  • Words: 563
  • Pages: 2
Mencintai Pembajak Begitu patah hati penyanyi ini kepada pembajakan sehinga ia memutuskan tidak membuat album lagi. Ini sungguh patah hati yang terlambat. Karena sejak awal ia harus paham betapa negerinya ini penuh pembajak. Maka semestinya, sudah sejak awal pula ia tidak perlu memutuskan menjadi penyanyi. Kenapa ada jenis patah hati, ketakutan, kejengkelan dan kemarahan yang terlambat? Karena kemarahan pun punya syarat. Sebelum syarat itu terpenuhi, perasaan marah itu juga belum menampakkan diri. Di antara syarat itu, salah satunya ialah popularitas. Popularitas membuat manusia merasa berhak punya harga. Harga inipun dari jenis yang ia tetapkan sendiri. Karenanya, ketika yang ia dapatkan tidak sepadan dengan ia bayangkan, ia merasa menjadi korban keadaan. Banyak soal kemudian dia persalahkan, salah satunya adalah pembajakan. Padahal sebelum seseorang itu populer, ia mentepakan syarat yang rendah saja kepada dirinya sendiri. Jika ia menyanyi, lagunya akan ia perdengarkan kepada siapa saja secara cuma-cuma. Rekamannya sekadar ia berikan gratis kepada siapa yang mau menerima. Sebelum populer banyak orang rela mengorbankan diri, tetapi setelahnya, mudah sekali ia merasa menjadi korban nasib. Padahal pengorbanan itulah yang mendatangkan popularitasnya di hari ini. Orang mendengar lagu-lagunya pasti lebih karena orang itu menyukai, bukan karena kuat membeli. Jika cuma pihak yang bisa membeli saja yang boleh mendengar, maka jumlah pendengar semacam itu pasti sedikit sekali. Lalu tidak akan ada penyanyi yang layak disebut legenda hidup, fenomena, superstar, mega bintang dan seterusnya, jika cuma bergantung pada pembeli asli. Jumlah orang yang meyukai dan berdaya beli sekaligus mau membeli, sangat terbatas. Sementara jumlah orang yang menyukai, berdaya beli tetapi enggan membeli, lebih banyak lagi. Dan jumlah yang menyukai, tak berdaya beli tapi sebetulnya mau membeli, lebih banyak lagi. Sedang jumlah yang menyukai, tak berdaya beli, sekaligus enggan membeli, pasti yang terbanyak. Jadi kodrat sebuah barang seni itu khas: jumlah penggemarnya, selalu lebih banyak ketimbang jumlah pembeli. Karenanya seniman tak perlu cengeng soal ini. Tak perlu meratap ketika engkau menggemariku, tetapi kenapa engkau tidak membeliku. Golongan kedua dan seterusnya itulah yang besar jumlahnya sekaligus besar jasanya dalam menempatkan seseorang sebagai legenda hidup, fenomena, megastar atau apapun sebutannya. Merekalah yang rela berduyun-duyun mendatangi konser, membentuk fans club, meminta tanda tangan, berteriak histeris, nyelonong tanpa karcis dan jika perlu dengan senang hati melakukan tawuran. Jika syarat menjadi suporter bola selalu harus berdaya beli, lapangan bola tidak akan segegap gempita ini. Pertandingan bola menjadi penuh drama pasti bukan karena selalu uang sebagai modalanya, melainkan juga cukup dengan nekat saja. Itulah sejarah lahirnya bonek. Inilah orang yang berani naik kereta tanpa karcis, jajan tidak bayar dan jika kecewa bisa mengamuk sedemikian rupa. Ini sungguh sebuah kontribusi yang luar biasa dalam mengesankan sepak bola sebagai permainan mahal hingga pemainnya layak dibayar tinggi. Jika tak percaya lihatlah partai yang kena hukuman itu, yang bertanding tanpa boleh ditoton itu. Gol boleh terjadi setiap kali, tapi tanpa sorak-sorai, tanpak kembang api, betapa ia akan mati. Jajan tidak bayar tetaplah kejahatan. Tetapi biarlah itu menjadi urusan polisi. Sepak bola tak harus berhenti cuma karena para bonek terus lahir tidap hari. Pembajakan tetaplah kejahatan tetapi tak berarti penyanyi harus menjadi bisu dan lupa menyanyi. Jika hukuman kepada para pembajak belum menentramkan hati, tenteramkanlah diri sendiri dengan cara seperti ini:

Jumlah terbesar pemuja karya seni itu adalah para pengemar, bukan pembeli. Tetapi karena pemuja itulah karya seni berharga tinggi. Jadi lepas dari kekeliruannya, jasa mereka besar sekali. Lalu bagaimana mungkin kepada pihak yang berjasa, seseorang malah bisa patah hati. (Prie GS/)

Related Documents

Mencintai Pembajak
November 2019 32
Mencintai Hidup
May 2020 22
Belajar Mencintai
November 2019 25
Tips Mencintai Dan Dicintai
November 2019 38
Mencintai Al Qur'an
June 2020 9

More Documents from ""

Teman Masa Kecilku
November 2019 40
Diplomasi Kopiah
November 2019 37
Buatan Indonesia
November 2019 53
Nasihat Dari Cd Porno
November 2019 40
Andai Aku Engkau Percayai
November 2019 43