Memilih Nyanyian Liturgi Hari Minggu dan Hari Raya 1. Cara Memilih Nyanyian Liturgi Hari Minggu Nyanyian Liturgi melayani seluruh umat beriman. Liturgi merupakan perayaan bersama, maka nyanyian itu harus melayani kebutuhan seluruh umat beriman yang sedang berliturgi. Lagu yang merupakan selera pribadi atau kelompok tertentu (paduan suara) harus dihindarkan. Maka nyanyian yang dipilih harus menjawab kebutuhan atau kepentingan umat yang sedang berhimpun. Baik kelompok mayoritas dan terlebih minoritas, supaya sungguh menjadi perayaan bersama.
Nyanyian Liturgi bisa melibatkan partisipasi umat. Umat harus dapat ikut serta atau berpartisipasi dalam doa maupun dalam nyanyian. Maka nyanyian Liturgi yang dipilih harus dapat melibatkan peran umat, artinya umat dapat menyanyi sesuai dengan buku umat (misalnya Madah Bakti atau yang lain yang berlaku di Keuskupan atau Paroki masing-masing). Dengan demikian peran dan partisipasi umat dalam Liturgi atau nyanyian tidak digusur.
Nyanyian Liturgi harus mengungkapkan iman akan misteri Kristus. Lagu atau nyanyian yang dipilih harus mampu membawa umat kepada pengalaman iman akan Kristus dan kepada perjumpaan dengan Kristus. Kristus yang hadir dalam Liturgi harus terungkap dalam nyanyian Liturgi. Isi, syair dan melodi nyanyian Liturgi harus sesuai dengan cita rasa iman umat dan bukan mengaburkannya. Misalnya ada melodi lagu tertentu yang memungkinkan umat mengasosiasikan dengan lagu profan tertentu.
Nyanyian Liturgi harus sesuai dengan masa dan tema Liturgi. Nyanyian Liturgi harus sesuai dengan masa Liturgi, seperti Masa Adven, Masa Natal, Masa Prapaskah, Masa Paskah dan Masa biasa. Buku-buku nyanyian Liturgi yang bersifat nasional seperti Puji Syukur, Madah Bakti sudah mencantumkan nyanyian-nyanyian sesuai masa-masa Liturgi, maka yang perlu diperhatikan adalah tema perayaan. Misalnya tema: Tobat, maka kita juga harus memilih lagu-lagu yang sesuai dengan tema tersebut.
Nyanyian Liturgi harus sesuai dengan hakikat masing-masing bagian. Pilihan nyanyian harus sesuai dengan tempat dan fungsi nyanyian itu dalam bagian Liturgi. Dalam buku Madah Bakti sudah ditempatkan beberapa nyanyian sesuai dengan bagian-bagian seperti dalam perayaan Ekaristi, sehingga nyanyian tertentu hanya cocok untuk bagian Pembuka dan bukan sebagai nyanyian Persiapan Persembahan, demikian dan seterusnya. Memang ada juga nyanyian yang sifatnya umum, maka kitapun dapat menggunakannya sesuai dengan pertimbangan akal sehat kita dengan melihat isi syair dan melodi lagunya sehingga kita dapat menempatkannya pada bagian tertentu.
Pilihan Nyanyian Liturgi perlu memperhatikan pertimbangan Pastoral dan Praktis. Tidak semua nyanyian yang sudah dipilih dan dilatih, harus dinyanyikan dalam perayaan Ekaristi meskipun misa atau pesta besar sekalipun. Hal ini berkenaan dengan kesiapan umat dalam menyanyikannya. Juga jika semua nyanyian atau lagu dinyanyikan maka perayaan Ekaristi menjadi lama. Itulah yang disebut pertimbangan praktis.
Pertimbangan Pastoral terutama pilihan nyanyian apakah sesuai dengan pelayanan iman seluruh umat beriman: apakah nyanyian tersebut sungguh dapat membantu umat untuk dapat berdoa dengan baik? Di samping itu, saat hening umat harus dijaga, jangan selalu diisi dengan nyanyian, sehingga perayaan Ekaristi terkesan ramai, mengganggu umat untuk hening. 2. Langkah Konkret Pemilihan Nyanyian Liturgi Dalam memilih nyanyian liturgi ada pedoman pokok yang hendaknya dipegang: Nyanyian-nyanyian dalam ibadat dipilih berdasarkan kesesuaian kata-kata nyanyian itu dengan bacaan-bacaan dalam ibadat itu. Berikut langkah konkret: a. Membaca Injil, Bacaan Pertama dan Mazmur Tanggapan; Dibaca secara berulang-ulang, merenungkan dan mencari intinya. Pada hari Raya dan hari Minggu, Gereja memilih bacaan pertama yang ada hubungannya dengan bacaan Injil, dan memilih mazmur tanggapan yang ada hubungannya dengan bacaan pertama yang ditanggapinya. Mazmur tanggapan itu menanggapi bacaan yang baru saja kita dengarkan, jadi bukan sembarang mazmur. Mazmur tanggapan itu menggarisbawahi bacaan pertama. Maka istilah: ‘Mazmur antar bacaan’ sudah tidak tepat lagi dan harus dihilangkan atau ditinggalkan. b.
Memilih nyanyian pembuka, persiapan persembahan, madah syukur sesudah komuni dan nyanyian pengutusan sesuai dengan bacaan Injil, bacaan pertama dan mazmur tanggapan. Kalau sulit memilih atau menemukan empat nyanyian yang sesuai dengan isi bacaanbacaan tersebut, maka sekurang-kurangnya kita memilih nyanyian pembuka dan nyanyian pengutusan atau penutup sesuai dengan isi bacaan-bacaan tersebut. Nyanyian persiapan persembahan dapat dipilih dari kelompok nyanian yang bertema persembahan. Nyanyian pengiring komuni atau madah syukur sesudah komuni dapat dipilih nyanyian yang bertemakan perjamuan atau soal tubuh dan darah Kristus.
c.
Pilihan nyanyian jangan terikat pada pengelompokkan seperti dalam Madah bakti buku Puji Syukur, Kidung Adi atau yang lain yang digunakan di Paroki atau Keuskupan masing-masing nyanyian resmi, melainkan nyanyian-nyanyian itu bisa digunakan di bagian yang lain selain dalam pengelompokkan itu. Misalnya: Minggu Paskah V tahun B: Bacaan Injil dari Yohanes 15:1-8 tentang pokok anggur yang benar. Maka pilihan nyanyian untuk pembuka dan madah syukur sesudah komuni dapat dipilih “Yesus t’lah bersabda” (Madah Bakti no. 215) meskipun nyanyian tersebut dikelompokkan dalam kelompok nyanyian “Antar Bacaan” (dalam Madah Bakti).
d.
Kalau tidak ada nyanyian yang sesuai dengan bacaan Injil, bacaan pertama, dan mazmur tanggapan pilihlah nyanyian yang sesuai dengan bacaan kedua.
e.
Dalam masa-masa khusus (misalnya Masa Prapaskah, Paskah dan lain-lain), nyanyian boleh diambil dari nyanyian umum atau masa biasa, asal syairnya sesuai dengan isi bacaan-bacaan yang digunakan.
f.
Sebaliknya nyanyian-nyanyian masa khusus juga dapat dipakai dalam masa biasa. Contoh: Nyanyian “Curahkan Rahmat Dalam Hatiku” (MB no, 423) dapat digunakan dalam banyak kesempatan.
g.
Usahakan agar nyanyian-nyanyian dalam suatu ibadat bertangga nada sama, atau sejenis. Kalau isinya tidak sesuai dengan bacaan-bacaan, boleh dicari nyanyian dengan tangga nada yang bermacam-macam seperti nyanyian Gregorian, mayor/minor, pelog, slendro, pentatonik.
h.
Kalau bukan perayaan Ekaristi atau ibadat untuk menghormati Bunda Maria, nyanyian-nyanyian Maria sebaiknya tidak digunakan karena tema nyanyian harus senantiasa sesuai dengan tema Misa atau tema yang sesuai dengan bacaan-bacaan hari itu. Nyanyian-nyanyian devosional umumnya dapat dinyanyikan pada Misa khusus (berkaitan dengan perayaan devosi).
i.
Pilihan nyanyian dapat disesuaikan dengan Antifon-Antifon dalam perayaan Ekaristi (terutama antifon pembuka dan atau antifon komuni).
j.
Sesudah mengadakan pemilihan nyanyian, perlu membuat daftar nyanyian dan dikomunikasikan dengan imam yang akan memimpin Ekaristi jauh-jauh sebelum perayaan Ekaristi berlangsung. Mengadakan latihan-latihan dengan kor, kalau perlu dengan umat (sebelum perayaan Ekaristi dimulai).
dari Bahan Katekese Liturgi Bulan Liturgi Nasional 2008
LAGU LITURGI ≠ LAGU ROHANI Sering terjadi kebingungan antara Musik/Lagu Liturgi dengan Musik/Lagu Rohani…bahkan kadang dicampur aduk antara keduanya…alhasil, muncullah lagu-lagu rohani/profan dalam liturgi ekaristi…mari kita sama-sama melihat keduanya… Lagu-lagu rohani bahkan lagu-lagu profan sering dipilih dan digunakan begitu saja dalam perayaan liturgi. Hal ini terjadi karena para petugas musik liturgi (dirigen, organis, kor) tidak paham sungguh akan perbedaan antara lagu rohani dan lagu liutrgi. Ada sekian banyak alasan yang biasanya digunakan seperti : lagunya enak, banyak orang senang dengan lagu itu, tidak membosankan, pastornya tidak berkeberatan, sesuai dengan jiwa orang muda, lagunya menyentuh perasaan dan bisa membuat orang terharu. Apakah semua alas an ini bisa diterima? Jelas bahwa lagu rohani (apalagi lagu profan) tidak sama dengan lagu liturgi. CIRI-CIRI LAGU LITURGI 1. Lagu itu diciptakan khusus untuk perayaan liturgi. Lagu harus mampu menciptakan suasana hikmad dan sekaligus memiliki nilai seni sebagai hasil olah karya cipta, artinya tidak asal dibuat tanpa direnungkan secara mendalam. 2. Lagu Liturgi merupakan bagian dari liturgi resmi (SC 112), bukan hanya tempelan atau pelengkap upacara liturgy. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa : Lagu adalah liturgi (misalnya Tuhan Kasihanilah, Kemuliaan, Aku Percaya, Kudus, Bapa Kami, Anak Domba Allah). Maksudnya bahwa teks doa-doa yang ada dalam perayaan liturgi dinyanyikan sebagai bagian dari ritus tersebut. Lagu yang mengiringi liturgi (misalnya Lagu Perarakan Masuk/Pembuka, Persiapan Persembahan, Komuni, Madah Syukur, Perarakan Keluar/Penutup). Maksudnya bahwa nyanyian liturgi mengiringi kegiatan yang sedang terjadi dalam perayaan liturgi dan mengajak umat untuk berdoa. 3. Syair lagu liturgi harus biblis atau selaras dengan ajaran Gereja (SC 115). Syair lebih penting daripada lagu. Dengan demikian, melodi atau lagunya harus mengabdi kepada isi syair, dengan kata-kata yang dipilih dan bersumber dari Kitab Suci atau teks liturgi. 4. Lagu liturgy itu bersifat Gerejani/Eklesial (MS 42), sehingga syair lagu liturgi menggunakan kata ganti orang seperti “kami” atau “kita” karena perayaan liturgi bukan urusan perorangan/pribadi melainkan perayaan bersama. 5. Lagu liturgy mengutamakan “garis menurun”/karya penyelamatan Allah pada manusia, baru kemudian “garis naik”/bakti manusia bagi Allah. CIRI-CIRI LAGU ROHANI 1. Lagu rohani yang beredar luas sengaja diciptakan untuk keperluan non liturgis antara lain: Untuk keperluan perorangan/pribadi. Lagu rohani dalam bentuk rekaman tersebut diperdengarkan di rumah atau ketika dalam perjalanan untuk menciptakan suasana santai. Untuk keperluan pentas/konser rohani, misalnya pentas Natal, pentas Paska, atau tampilan dalam acara di televise dan radio, dan lain-lain. Untuk memeriahkan pertemuan rohani, misalnya karismatik, piknik rohani/ziarah, pertemuan mudika, dan lain-lain. Untuk keperluan pendidikan/pendampingan iman seperti Sekolah Minggu, SEKAMI, Katekese, pelajaran agama, dan lain-lain. 2. Syairnya bebas, isinya berupa ungkapan iman pribadi, berupa ungkapan situasi/masalah yang sedang dihadapi dan ada juga unsure devosional. 3. Isi syair rohani bersifat perorangan, sehingga seringkali menggunakan kata ganti orang pertama tunggal “aku” dalam hubungan dengan Tuhan.
4. Sifat dari lagu rohani adalah hiburan, maka unsure melodi/iringan menjadi lebih penting untuk menciptakan suasana yang lain dari biasanya. 5. Tema lagu-lagu rohani umumnya mengutamakan segi positif, seperti “aku bersyukur”, “aku cinta pada-Mu Tuhan”, sengaja menghindari tema-tema berat seperti tobat, mati raga, kurban dan salib. 6. Biasanya menggunakan bahasa yang umumnya puitis, devosional, emosional, egosentris karena lebih mementingkan intuisi daripada kerendahan hati. 7. Isi lagu rohani kurang memperhatikan “garis menurun” dan mengutamakan “garis naik” seperti “permohonan”, “syukur”, “sukacita”, dan sebagainya. TANTANGAN DAN MASALAH MUSIK LITURGI ( jaman Now) 1. Godaan MIDI dan Rytm : Akhir-akhir ini banyak organis yang suka dan membiasakan diri memakai MIDI (Musical Instrumen Digital Interface) dan ritm untuk mengiringi lagu liturgi. Musik MIDI merupakan music yang sudah jadi karena sudah direkam, sehingga tidak dapat dijiwai lagi waktu dibunyikan kembali. Alas an penggunaannya bermacam-macam: supaya anggota kor punya semangat dalam bernyanyi, umat senang, suasana lebih hidup dan sebagainya. Keuntungannya banyak : tinggi nada dapat dirubah, tempo pun dapat distel, warna suara dapat dipilih. Namun apa sesungguhnya yang akan terjadi bila kita membunyikan iringan yang telh diprogramkan dengan MIDI ditambah dengan rytm yang sangat otomat itu untuk mengiringi nyanyian umat? Apakah manusia harus bernyanyi seperti mesin yang tidak peduli akan aturanaturan dalam bermusik liturgi ? Betapa pun canggihnya sebuah organ atau keyboard yang diprogramkan dengan MIDI dan rytm dengan bunyi sempurna tanpa salah, penggunaannya sangat tidak cocok untuk mengiringi nyanyian liturgi. Alasannya ialah dalam membawakan sebuah lagu umat selalu terdapat pergeseran kecil (agogik) misalnya berupa pelebaran sedikit pada awal dan akhir kalimat; ada bagian lagu yang diperhalus atau diperkuat; ada kata atau kalimat lagu yang mendapat penekanan sehingga diperlambat atau dipercepat; ada bagian lagu yang semakin lama semakin dipercepat atau diperlambat. Iringan MIDI dan rytm berjalan terus seperti mesin, sehingga manusia pun harus mengikutinya tanpa mempedulikan unsur-unsur seni dalam bernyanyi. Apakah ini cocok untuk berdoa? Semangat untuk bernyanyi mesti muncul dari hati manusia, bukan dari alat musik. Seorang organis/pemusik harus paham bahwa iringan untuk lagu liturgi sangat berbeda dengan iringan untuk lagu pop ataupun lagu profan. 2. Godaan Lagu POP Rohani Sejak tahun 1960-an di Eropa muncul lagu pop rohani. Tujuannya ialah untuk menciptakan lagu hiburan, menciptakan suasana santai dalam acara resepsi selain kebaktian di gereja; sebagai variasi dari lagu pop yang biasanya bertema cinta asmara. Maka mutu dari lagu pop rohani itu biasa-biasa saja: dengan melodi yang manis dan enak didengar; tanpa bobot karena tujuannya menciptakan suasana santai; dengan syair yang umumnya berisi syukur dan terima kasih, dengan menghindari tema-tema berat seperti a”tobat”, “mengikuti kehendak Allah”, “kurban”, “salib” dan sebagainya. Contoh Lagu “Cincin Cinta” – dalam buklet Kidung Ekaristi Pagi seri 4 Gereja Katolik Kotabaru 2000 (Yogyakarta) : Kenakanlah cincin dariku ini, cincin cinta kasih abadi. Dalam suka dan duka hidup ini kita ‘kan setia, saling mencintai. Apapun yang akan terjadi, dengan cinta kita ‘kan hadapi. Bukan cincin cemas yang kukenakan di jarimu, tapi cincin cinta yang kubentuk buatmu, kujalin dari cinta yang kutemukan di hatimu,
yang kuukir dari kasihku buatmu. Cincin cinta memancarkan kemilau kasih setia Cincin cinta mengikat cinta kita berdua Cincin cinta sumber hidup dan kasih tak bersyarat Cincin cinta, lambing cinta di sepanjang hayat.
Nyanyian ini diciptakan untuk dipakai dalam pemberkatan pernikahan di gereja, namun Allah tidak disebut dalam nyanyian ini; seakan-akan upacara ini adalah perbuatan manusia; seakanakan sumber cinta adalah manusia. 3. Godaan Lagu Karismatik Sejak pertengahan abad ke-20 muncul juga “Gerakan Karismatik”. Mereka bergerak di luar struktur paroki resmi, untuk beribadat sambil menghayati persaudaraan dalam Kristus; dengan memakai bentuk doa dan nyanyian yang diciptakan khusus untuk kelompok-kelompok karismatik. Lagu-lagu tersebut lama kelamaan dipakai juga dalam perayaan ekaristi. Pada dasarnya lagu karismatik memiliki banyak kesamaan dengan lagu pop rohani: Teologinya dangkal, tujuannya untuk menghibur, menciptakan semangat. Syairnya egesentris: “aku” dan “Tuhan” – pada hal perayaan Ekaristi adalah perayaan bersama umat. 4. Godaan untuk menyanyikan bagian yang Bukan Inti
PERANAN PARA PETUGAS MUSIK DALAM LITURGI Musik yang baik dan bermutu dalam suatu perayaan liturgi hanya akan terjadi bila para petugas music liturgi memainkan perannya dengan sungguh-sungguh. Konsili Vatikan II menegaskan : ”Dalam memilih petugas….. diutamakan orang-orang yang mahir menyanyi” (MS 8). “Paduan suara melaksanakan tugas liturgis tersendiri di tengah umat beriman. Dengan memperhatikan aneka ragam nyanyian, paduan suara harus melaksanakan tugasnya secara tepat untuk menopang partisipasi aktif umat beriman dalam menyanyi. Semua yang ditentukan untuk paduan suara juga berlaku untuk para pelayan musik yang lain, khususnya organis”. (PUMR 103) 1. Kor Tugas kor adalah: sebagai “motor” untuk mendorong dan menyemangati umat dalam bernyanyi; mewartakan Sabda Tuhan dalam nyanyian; memperindah dan memeriahkan ibadat sehingga perayaan liturgy menjadi hidup dan berkesan. Sehubungan dengan pelaksanaan tugas ini maka : kor harus mengabdikan diri kepada umat, dalam arti bahwa dalam nyanyian bersama, kor harus menyesuaikan diri dengan kemampuan umat; kor perlu latihan (juga perlu latihan bersama dengan organis/pemusik) agar lagu-lagu dapat dinyanyikan dengan penuh penjiwaan. 2. Dirigen Tugas dirigen adalah : membentuk kor; memimpin kor - melatih dengan sungguh-sungguh agar hasilnya baik; menyemangati anggota kor dalam bernyanyi. Sehubungan dengan pelaksanaan tugas ini maka perlu diperhatikan hal-hal berikut : pilihlah lagu-lagu yang akan dipakai (tentunya bukan lagu rohani/profan) agar dilatih bersama kor; pelajarilah terlebih dahulu lagulagu yang akan dilatih supaya menemukan pesan dari syair lagu, tempo yang cocok, pembawaan mana yang cocok dengan isi syair, bicarakan juga konsep pembawaan dengan organis/pemusik; berilah aba-aba yang jelas; sebelum misa dimulai, berkontaklah dengan imam yang memimpin ibadat untuk memastikan apakah ‘Tuhan kasihanilah Kami’ dinyanyikan
secara putus-putus atau utuh, atau disatukan dengan pernyataan tobat. Atau Bapa Kami dengan gaya mana yang akan digunakan. 3. Organis/Pengiring “Sangat diharapkan agar para organis atau pemain musik lainnya tidak hanya memiliki ketrampilan untuk memainkan alat musik tetapi mereka hendaknya mengikuti perayaan liturgi dengan penuh kesadaran, sehingga setiap kali memainkan alat musik, mereka memperkaya perayaan kudus selaras dengan hakekat asli masing-masing bagian dan mendorong partisipasi umat beriman” (MS 67) Tugas organis/pemusik adalah : mengiringi nyanyian ibadat, dan jawaban-jawaban umat; mengajak para penyanyi dengan intro yang baik. Sehubungan dengan pelaksanaan tugas ini maka perlu diperhatikan hal-hal berikut: iringan lagu perlu dilatih dengan baik supaya dimainkan dengan mantap dan dalam tempo yang pas sebagai pegangan untuk para penyanyi; pilihlah register yang tepat untuk tiap lagu yang akan diiringi; intro harus baik dan pasti agar tidak membingungkan dirigen dan para penyanyi (pakailah 4 birama terakhir sebagai intro, kecuali bila ada intro khusus); kunci harus dicatat bila sudah dipertimbangkan dengan baik; jagalah keseimbangan volume suara iringan dan bunyi vocal (suara iringan tidak boleh menutupi bunyi vokal); janganlah memakai rytm dan iringan otomatis karena usaha manusia akan lebih berkenan kepada Allah daripada bunyi mesin; jangan mengiringi imam yang sedang menyanyi (doa presidensial); berusahalah untuk mengiringi dengan sebagus mungkin karena itulah doa anda kepada Tuhan.