TAHUN LITURGI Yang dimaksudkan dengan tahun-tahun liturgi adalah hari-hari peristiwa gerejawi dan peristiwa lain yang dirayakan oleh Gereja. a. Masa Advent. Advent atau Adventus (bahasa Latin) = “kedatangan”. Istilah ini dulu dipakai umum dalam imperium Romawi untuk kedatangan Kaisar yang dianggap sebagai dewa, kemudian dipakai dalam Gereja untuk menyatakan bahwa bukan Kaisar, melainkan Kristus adalah Raja dan Tuhan. Masa Advent adalah masa persiapan sebelum Natal yakni masa persiapan untuk menghayati makna kedatangan Kristus, sesuai dengan penantian Mesias oleh umat Israel yang terungkap dalam Alkitab Perjanjian Lama dan dihubungkan dengan kedatanganNya pada akhir zaman. Masa advent itu berlangsung selama 4 minggu sebelum Natal. -Advent I Hari minggu ke-4 sebelum Natal. Warna yang biasanya dipakai adalah Ungu. -Advent II Hari minggu ke-3 sebelum Natal. Warna yang biasanya dipakai adalah Ungu. -Advent III Hari minggu ke-2 sebelum Natal. Istilah yang biasanya dipakai untuk minggu ini adalah Gaudete (bahasa Latin) yang berarti “bersukacitalah”(Flp.4: 4) yang adalah kata pertama dari antifon (semacam refrein) pada Mazmur Pembukaan untuk Hari Minggu Advent III. Seluruh hari minggu ini diberikan nama menurut kata pertama tersebut. Warna yang biasanya dipakai adalah merah muda sesuai dengan sukacita itu. -Advent IV Hari minggu ke-1 sebelum Natal.Istilah yang biasanya dipakai untuk minggu ini adalah Rorate atau Rorate coeli (bahasa Latin) = “Teteskanlah, hai langit” (Yes. 45:8), sama seperti di atas: Kata-kata pertama dari antifon pada Mazmur Pembukaan untuk Hari Minggu Advent IV. Warna yang biasanya dipakai adalah Ungu. Ada gereja yang memakai warna Biru menggantikan ungu, karena karakter Masa Advent tidak sama dengan karakter Masa Prapaska. Warna biru juga dihubungkan dengan Maria yang mewakili umat Israel dalam penantiannya akan kedatangan Mesias. b. Natal Kata Portugis Natal ini berasal dari bahasa Latin Natalis, yakni Dies Natalis yang berarti hari lahir. Masyarakat pra-kristiani dalam Imperium Romawi dulu menggunakan istilah ini untuk kelahiran dewa Sang Surya, lengkapnya Dies Natalis Solis Invicti : hari kelahiran matahari yang tak terkalahkan. Pengertiannya dihubungkan pula dengan penyembahan Kaisar sebagai Dewa Matahari. Kaisar (pada ab.ke-3) menetapkan perayaannya pada 25 Desember, demi kehormatannya sendiri sebagai “tuhan”. Hari ini kemudian dikristianisasi sebagai Dies Natalis Yesus Kristus sebagai Matahari Kebenaran, Terang dunia yang sebenarnya, Raja alam semesta, Tuhan yang sanggup turun dari takhta-Nya. Warna yang biasanya dipakai adalah Putih (malam Natal dan Natal siang atau pada tanggal 24-25 Desember) sedangkan pada tanggal 26 Desember warna yang biasanya dipakai adalah merah. c. Oktaf Natal Hari ke-8 sesudah 25 Desember, tepat pada tanggal 1 Januari. Hal ini untuk memperingati pemberian nama kepada Yesus. Nama Yesus diberikan kepadaNya satu minggu setelah Ia lahir. Warna yang dipakai adalah putih. d. Epifania Epifania (Yunani) artinya penampakan, khusunya penampakan Kaisar atau patungnya sebagai dewa pada puncak manifestasi di stadion atau ampliteater (tempat tontonan besar untuk rakyat). Umat kristiani pertama tidak mengakui Kaisar, melainkan Yesus yang tersalib sebagai Tuhan. Itilah
“Epifania” tepat mereka pakai untuk peringatan kedatangan (penampakkan, penyataan, tampil-Nya) Sang Juruselamat yang bernama Yesus. Tematik Epifania lebih luas dari pada sekedar kelahiranNya; kedatangan Terang Dunia, penyembahan oleh orang majus, pembaptisan Yesus oleh Yohanes (dari suara dari atas:”Inilah Anak-Ku). Dirayakan pada 6/7 Januari (atau pada hari Minggu terdekat), mulamula khususnya di bagian Timur Imperium Romawi, kemudian juga di bagian Barat. e. Masa Paska Istilah Pasca, bahasa Portugis, dikembangkan melalui bahasa Latin dan Yunani dari Kata Ibrani Pesakh, yang berarti “lewat”. Yang lewat adalah malaikat maut, yang dilewati adalah maut sendiri (lambangnya ialah penyeberangan Laut Teberau dan Sungai Yordan). Huruf terakhir dari kata Ibrani Pesakh kemudian dalam bahasa Yunani pindah ke tengah: Paskha, sehingga dalam Bahasa Indonesia seharusnya ditulis: Paska (tanpa h di ujung). Paska Kristus (lewat kematian) adalah konsekuensi pengertian Paska dari Kitab-kitab PL (bnd. Luk.24: 44-45). Paska adalah dasar eksistensi Gereja dan seyogianya dirayakan lebih intensif daripada Hari Natal. f. Prapaska Masa persiapan sebelum Paska. Ada yang memulainya dengan Septuaginta, yakni pada Hari Minggu ke-9 sebelum Paska. Lebih umum adalah Masa 40 hari sebagai masa persiapan, mulai dengan Rabu Abu. Ada juga yang memulai masa Prapaska dengan hari ke-50 sebelum Paska, sehingga seluruh siklus Paska menjadi “100 Hari (sebenarnya 100-1 = 99 hari). • Minggu ke-7 sebelum Paska atau minggu sengsara 1 disebut “Esto Mihi” (bahasa Latin) yang artinya “Jadilah bagiku”(Mazmur 31: 3b) yakni kata pertama antifon (refrein) Mazmur Pembukaan, apabila Hari Minggu ke-7 sebelum Paska (quinquagesima) memakai tematik penampilan Yesus dalam kemuliaan di atas gunung (sebagaimana berlaku menurut penanggalan Tahun Liturgi sebelum Konsili Trente pada abad ke-16). Dalam tradisi Lutheran Hari Minggu Quinquagesima tetap dipertahankan dengan nama tradisionalnya Esto mihi, yakni sebagai titik peralihan, menurut cerita Injil, dari perjalanan Yesus di Galelia kepada perjalanan-Nya ke Yerusalem, yang ditandai oleh kisah tentang Yesus yang tampak dalam kemuliaan di atas gunung bersama-sama dengan Musa dan Elia (suara dari atas:”Inilah Anak yang Kukasihi”). Jika itu berlaku sebagai tematik untuk Hari Minggu ke-7 ini sebelum Paska (yakni tepat hari ke-50), maka warnanya ialah warna Paska, yakni putih (sama seperti Epifania” dan “Kamis Putih”. •
Minggu ke-6 sebelum Paska atau minggu sengsara ke-2 biasa disebut: “Invocabit” (kata Latin) = “Bila ia berseru” (Mazmur 91: 15), sesuai dengan antifon Mazmur Pembukaan pada Hari Minggu ke-6 sebelum Paska.
•
Minggu ke-5 sebelum Paska atau minggu sengsara ke-3 biasa disebut ”Reminiscere” = “ingatlah” (Mazmur 25:6), sesuai dengan antifon Mazmur Pembukaan pada Hari Minggu ke-5 sebelum Paska.
•
Minggu ke-4 sebelum Paska atau minggu sengsara ke-4 biasa disebut “Oculi”= “Mata (ku)” (mazmur 25:15), sesuai dengan antifon Mazmur Pembukaan pada Hari Minggu ke-4 sebelum Paska.
•
Minggu ke-3 sebelum Paska atau minggu sengsara ke-5 biasa disebut”Laetare”=”Bersukacitalah” (Yes.66: 10), sesuai dengan antifon untuk Mazmur 122 sebagai Mazmur Pembukaan pada Hari Minggu ke-3 sebelum Paska.
•
Minggu ke-2 sebelum Paska atau Minggu Sengsara ke-6 biasa disebut”Judica”= “Berilah Keadilan” (Mazmur 43: 1), sesuai dengan antifon Mazmur Pembukaan pada Hari Minggu ke-2
sebelum Paska. Hari Minggu ini juga sering disebut Hari Minggu Passio Pertama. Passio = sengsara. •
Minggu ke-1 sebelum Paska atau Minggu Sengsara ke-7 biasa disebut “Palmarum” berarti “Hari Minggu Palma” (bnd. Yoh.12: 13). Jika tematiknya tidak berhubungan dengan perjalanan Yesus masuk ke Yerusalem, Hari Minggu ini juga dapat disebut Hari Minggu Passio kedua. Warna umum untuk Masa Prapaska adalah: Ungu.
g. Trihari Paska Ketiga hari dari Paska Yesus: Jumat (termasuk malam sebelumnya Sabtu dan Minggu: Perjalanan melalui laut memasuki hidup, sejalan dengan perjalanan umat Israel melalui Laut Merah (Teberau) dan Sungai Yordan menuju ke Hidup di Tanah Perjanjian. h. Kamis Putih Sebenarnya bukan Hari kamis, melainkan malamnya hari Jumat Agung. Warnanya putih, karena pada malam hari itu Yesus merayakan Pesakh dengan murid-muridNya. i. Jumat Agung adalah peringatan riwayat sengsara Yesus (Passio) sepanjang hari. Warna: merah (atau ungu; dulu: hitam). Warna merah menunjukkan martyria, yakni”kesaksian” seorang martir yang dibunuh. Oleh karena itu warna merah dipakai untuk peringatan kematian Stefanus pada 26 Desember (ia disebut “saksi” yakni”martir” dalam Kis.22:20), juga untuk peringatan “Para Saksi Kudus” pada 1 November (banyaknya “martir” bagaikan awan sekeliling kita: Ibr.11:1; bnd. Why.17: 6) dan terutama untuk peringatan Sengsara dan Kematian Yesus pada Hari Jumat Agung (“Saksi yang setia”: Why.1: 5; 3:14). j. Sabtu Sunyi adalah Hari Ketujuh, Hari Sabat, hari Perhentian, Hari Istirahat. Tubuh Yesus di dalam kubur. Warna: merah. k. Malam Paska. Sama seperti Jumat Agung mulai dengan malam sebelumnya (“Kamis Putih”), begitu juga Hari Minggu Paska mulai dengan malamnya (sesuai dengan perhitungan hari dulukala; lihat Kej.1: 5,8,13 dst). Ada Gereja-gereja yang merayakannya semalam suntuk, antara lain dengan mambaca bagian-bagian Alkitab (PL dan PB) sehubungan dengan Paska serta pelayanan Baptisan Kudus (menjelang subuh). Warna: mulai dari saat matahari terbernam: putih. l. Minggu Paska. Semua Hari Minggu sepanjang Tahun Liturgi mengacu kepada Hari Kebangkitan ini dan disebut “Minggu”, karena “Minggu” berarti”Tuhan”, yakni Tuhan yang bangkit pada hari Akhad (Akhad, bahasa Arab, sama seperti Ekhad dalam bahasa Ibrani, berarti (Hari) Pertama: Kej.1:5; Mat.28:1; Mrk.16:2;Luk.24:1;Yoh.20:1). Maka Hari Minggu adalah Hari Tuhan (Why.1: 10). Kata “Minggu” itu berasal dari bahasa Portugis Dominggu (s) dan Latin Dominus, yang berarti “Tu (h) an” (sehingga juga pendeta dan seorang lulusan lain dari universitas dulu dipanggil domine, “tuan”). Hari Minggu Paska (termasuk malamnya) hendaknya dirayakan sebagai hari peringatan Gereja yang paling meriah. Warna: putih (sepanjang seluruh Masa Paska: 7x 7 hari, jadi sampai hari Pentakosta (warnanya merah). m. Pentakosta. Kata Yunani Pentakosta berarti “yang ke-50”, yakni hari ke-50 sesudah Paska. Hari ke50 ini adalah mahkota atas Masa Paska, sesuai dengan Ulangan 16:9-12-suatu pesta besar, pesta panen dan pesta kemerdekaan. Tidak kebetulan Yerusalem penuh orang pada hari ke-50 sesudah Yesus bangkit. Dan baru pada hari itu kebangkitanNya dipahami oleh para rasul sehingga mereka mendapat kekuatan dan keberanian untuk bersaksi (Kis.2: 24,22-24,32-33,36). Panen Paska adalah orang-orang yang menjadi percaya oleh kuasa Roh Kudus (Kis.2: 37-42). Warna: merah, warna api, warna keberanian untuk memberi kesaksian (martyria)
n. Trinitas. Kata Latin Trinitas = (Hari Minggu) Trinitas. Perayaan Hari Minggu Trinitas baru ditetapkan pada abad ke-14. Warna: Putih. Ada yang menganjurkan menghapus nama hari Minggu ini dan langsung sesudah Pentakosta memasuki Masa Biasa dengan warna hijau karena “Trinitas” ini mengesankan semacam “: penutupan” siklus perayaan gerejawi. Lagipula tidak diperlukan suatu Hari Minggu khusus untuk Trinitas: setiap Hari Minggu dirayakan dalam nama Allah Tritungal.
Pdt. Elly Toisuta,M.Th.LM.