MAKALAH MANAJEMEN PATIENT SAFETY PADA PASIEN KRITIS DI ICU DAN ICCU Dosen Pembimbing : Ns. Zulmah Astuti, M.Kep
Kelompok 6 : 1. M. Rozaq Nur Cahyo NIM : 15.11.4066.E.A.001 2. Noor Hassanah NIM : 17.11.4066.E.A.001 3. Purnama Suci Listianti NIM : 17.11.4066.E.A.001 4. Regita Arga Rini NIM : 17.11.4066.E.A.0023
AKADEMI KEPERAWATAN YARSI SAMARINDA 2017/2018
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Saat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah Keselamatan Pasien (patient safety) . Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali pada tahun 2000- an, sejak laporan dan Instituteof Medicine (IOM) yang menerbitkan laporan : to err is human, building a safer health system. Keselamatan Pasien adalah suatu disiplin baru dalam pelayanan kesehatan yang mengutamakan pelaporan, analisis, dan pencegahan medical error yang sering menimbulkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dalam pelayanan kesehatan. Frekuensi dan besarnya KTD tak diketahui secara pasti sampai era 1990-an,ketika berbagai negara melaporkan dalam jumlah yang mengejutkan pasien cidera dan meninggal dunia akibat medical error . Menyadari akan dampak error pelayanan kesehatan terhadap 1 dari 10 pasien cedera dan meninggal dunia maka World Health Organization WHO menyatakan bahwa perhatian terhadap Keselamatan Pasien sebagai suatu endemis, WHO juga telah menegaskan pentingnya keselamatan dalam pelayanan kepada pasien : “safety is a fundamental principle of patient care an a critical component of quality management”. (World Alliance for patient safety, forward programme WHO 2004, sehubungan dengan data KTD di Rumah Sakit di berbagai negara menunjukan angka 3-16% yang tidak kecil. Sejak berlakunya UU No. 8/1999 tentang perlindungan Konsumen dan UU No. 29 tentang Praktik Kedokteran, munculah berbagai tuntutan hukum kepada Dokter dan Rumah Sakit. Hal ini hanya dapat ditangkal apabila Rumah Sakit menerapkan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit KKP-RS pada tangga; 1 juni 2005. Selanjutnya Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit ini kemudian dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI pada seminar Nasional PERSI pada tanggal 21 Agustus 2005, dijakarta Convention Center Jakarta. Intensive Care Unit (ICU) merupakan suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri dengan staf khusus dan perlengkapan yang khusus. Pasien yang layak dirawat di ICU yaitu pasien yang memerlukan intervensi medis segera, pemantauan kontinyu serta pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi oleh tim intensive care. Hal
tersebut dilakukan supaya pasien terhindar dari dekompensasi fisiologis serta dapat dilakukan pengawasan yang konstan, terus menerus dan pemberian terapi titrasi dengan tepat. (Kepmenkes RI, 2010). Pasien yang dirawat di ICU kebanyakan adalah pasien yang dalam keadaan kritis dan hilang kesadaran. Akan tetapi ada juga yang masih sadar dan sebelumnya dapat berperan aktif dalam pengambilan keputusan selama proses perawatannya. Tidak sedikit dari mereka yang menolak dan menganggap bahwa terapi-terapi yang diberikan untuk mempertahankan hidupnya bukan merupakan pilihan yang terbaik di akhir kehidupannya. Karena beratnya penyakit tersebut, meskipun telah mendapatkan terapi, beberapa pasien meninggal atau tetap dalam keadaan sakit kritis yang kronik . Beberapa pasien juga sangat tergantung pada teknologi di fase akhir kehidupannya sehingga tidak mungkin di pindah ke tempat lain atau dipulangkan. Hal tersebut dapat mengganggu perawatan pasien dan mengganggu proses menuju kematiannya, sehingga ICU pun menjadi salah satu tempat kematian yang umum bagi pasien. Di Amerika sekitar 20% pasien (1 dari 5 atau setara 500.000 orang pertahun) meninggal di ICU, sedangkan angka kematian di ICU di seluruh dunia sekitar 25%. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan angka kematian di ICU RSUP. DR. Sardjito pada tahun 2010 yaitu sebesar 31% (233 dari 742 pasien) dan 8% diantaranya meninggal sebelum 48 jam dirawat dan 23% nya meninggal setelah dirawat lebih dari 2 hari (Medical Record RSUP. DR. Sardjito, 2010). Prosentase kematian yang tinggi mengindikasikan bahwa staf ICU memiliki tugas tidak hanya menyelamatkan hidup tapi juga perawatan paliatif Perawatan paliatif menurut WHO (2012) adalah pendekatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga mereka dalam menghadapi masalah yang terkait dengan penyakit yang mengancam jiwa. Upaya ini dilakukan dengan cara mencegah dan mengurangi penderitaan pasien melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, pengobatan rasa sakit, dan masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual. Perawatan paliatif merupakan komponen integral dari perawatan ICU yang komprehansif untuk semua pasien kritis dengan prognosis yang buruk serta untuk keluarganya (Nelson et al., 2011).
B. TUJUAN PENULISAN Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai salah satu tugas mata kuliah manajemen kesehatan dan untuk mengetahui serta memahami manajemen rumah sakit khususnya di ruang Intensive Care Unit (ICU).
C. MANFAAT BAGI 1. Manfaat bagi institusi Sebagai bahan informasi untuk mengetahui manajemen patient safety pada pasien kritis diruang icu dan iccu 2. Manfaat bagi pendidikan Sebagai sumber bacaan bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan, bahan kajian atau pengembangan terhadap ilmu keperawatan khususnya pada pasien kritis 3. Manfaat bagi masyarakat Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada keluarga dan masyarakat dengan faktor kondisi lingkungan dan fisik. 4. Manfaat bagi rumah sakit Mendapat informasi asuhan keperawatan pada pasien kritis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien paling aman (Depkes, 2008) Menurut
Vincent
(2008),
keselamatan
pasien
didefinisikan
sebagai
penghindaran, pencegahan dan perbaikan dari hasil tindakan yang buruk atau injuri yang berasal dari proses perawatan kesehatan. Definisi ini membawa beberapa cara untuk membedakan keselamatan pasien dari kekhawatiran yang lebih umum mengenai kualitas layanan kesehatan, yang disebut oleh Vincent sebagai "sisi gelap kualitas". Perawatan kesehatan, dalam banyak kasus setidaknya, sangat berbahaya dan definisi secara implisit mengakui hal ini. Definisi ini juga mengacu pada perbaikan hasil buruk atau injuri, yang memperluas definisi di luar masalah keselamatan tradisional terhadap area yang mungkin, di banyak industri, disebut manajemen bencana. Dalam perawatan kesehatan, perbaikan pertama-tama mengacu pada kebutuhan akan intervensi medis yang cepat untuk mengatasi krisis segera, tetapi juga untuk kebutuhan merawat pasien dengan injuri dan untuk mendukung staf yang terlibat. Menurut Emanuel (2008), yang menyatakan bahwa keselamatan pasien adalah disiplin ilmu di sektor perawatan kesehatan yang menerapkan metode ilmu keselamatan menuju tujuan mencapai sistem penyampaian layanan keicsehatan yang dapat dipercaya. Keselamatan pasien juga merupakan atribut sistem perawatan kesehatan; Ini
meminimalkan kejadian dan dampak, dan memaksimalkan pemulihan dari efek samping ICU (Intensive Care Unit) adalah salah satu unit perawatan khusus yag dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera denga penulit yang mengancam serta melibatkan tenaga kesehatan terlatih, didukung dengan kelengkapan peralatan khusus (Prawira, Aditya Eka. 2008) ICU adalah Unit perawatan khusus pada pasien sakit berat & kritis, cidera dengan penyakit yang mengancamnyawa dengan melibatkan tenaga kesehatan terlatih serta di dukung dengan kelengkapan peralatan khusus. Instalasi Rawat Intensif Koroner (ICCU) diperuntukkan untuk perawatan Pasien Jantung (Cardiac) yang memiliki kebutuhan khusus dengan pelayanan segera dan kritis. Sebagai tambahan pada standar ICU diatas, berikut ini yang diperlukan dalam Coronary Care Unit (CCU) (Hatmoko, A., U., et.all., 2010) ICCU adalah Unit perawatan khusus pasien cardiologis yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga kesehatan terlatih serta di dukung dengan kelengkapan peralatan khusus. ICU mampu menggabungkan tekhnologi tinggi dan keahlian khusus dalam
bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat. Pelayanan ICU
diperuntukkan dan ditentukan oleh kebutuhan pasien dengan sakit kritis. B. Kondisi patologis Tujuan dari pelayanan ICU adalah memberikan pelayanan medik teritrasi dan berkelanjutan serta mencegah fragmentasi pengelolaan pasien-pasien kritis meliputi : 1. pasien yang secara fisiologis tidak stabil memerlukan dokter, perawat, professional lainyang terkait secara koordinasi dan berkelanjutan. Serta memelukan perhatian yang teliti agar dapat dilakukan pengawasan ketat dan terus menerus serta terapi titrasi 2. pasien-pasien dalam bahaya mengalami dekompensasi fisiologis sehingga memerlukan pemantauan ketat dan terus menerus serta dilakukan intervensi segera untuk mencegah timbulnya penyulit yang merugikan
C. Kondisi Mengancam ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan terapi yang intensif 1. Pasien prioritas satu. Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis tidak stabil yang memerlukan terapi intensif dan tertitrasi, contoh : a.
Pasien paska bedah cardiotorasik
b.
Pasien sepsis berat
c.
Pasien dengan gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa yang mana terapi pada priorotas 1 ini tidak memiliki batasan
2.
Pasien priorotas dua Pasien memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU sebab sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, contoh :
3.
a.
Pasien gagal jantung dan paru
b.
Pasien gagal ginjal akut
c.
Pasien paska pembedahan mayor
Pasien Prioritas Tiga Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis yang tidak stabil status kesehatannya, penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya secara sendirian maupun kombinasi. Adapun kemungkinan sembuh atau manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil. Contoh : a.
pasien dengan keganasan metastatik dengan penyulit infeksi
b.
pasien pericardial tamponady
c.
pasien dengan sumbatan jalan napas
d.
pasien dengan penyakit jantung stadium terminal
D. Strategi Management Patient Safety untuk Mencegah dan Mengatasi Masalah a. Para ahli merekomendasikan bahwa dokter dan perawat kritis selalu ada di tempat untuk merawat pasien ICU karena pasien berada pada tingkat yang lebih rendah terkait penyakit dan kematian, “namun ada kekurangan bahwa keberadaan petugas esehatan untuk bisa selalu ada di tempat pasien jarang. Hal
ini yang menyebabkan penggunaan teknologi telemedicine memungkinkan untuk bisa selalu ada lewat jarak jauh dan sekaligus merawat pasien di beberapa ruang ICU, Telemedicine dapat didefinisikan sebagai penggunaan elektronik informasi dan teknologi komunikasi untuk memberikan dan mendukung kepedulian keselamatan ketika jarak memisahkan pasien dan caregiver. b. Modifikasi lingkungan, lingkungan sebaiknya dimodifikasi supaya lebih fleksibel walaupun menggunakan banyak sekali peralatan canggih,serta meningkatkan lingkungan yang lebih mendukung kepada proses recovery atau penyembuhan pasien. c. Terapi musik pada pasien bertujuan untuk mengurangi stress. Beberapa penelitian telah meneliti efek musik pada pasien yang sedang dirawat dan menemukan bahwa terapi musik dapat menurunkan heart rate, komplikasi jantung dan meningkatkan suhu perifer pada pasien AMI, musik yang digunakan berupa suara air, suara hujan, suara angin dan suara alam. E. Aspek Hukum Terhadap Patient safety Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut: 1.
UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
a. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum 1) Pasal 53 (3) UU No.36/2009; “Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien.” 2) Pasal 32n UU No.44/2009; “Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit. 3)
Pasal 58 UU No.36/2009
a)
“Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.” b) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.” 2. a.
Tanggung jawab Hukum Rumah sakit Pasal 29b UU No.44/2009; ”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.”
b.
Pasal 46 UU No.44/2009; “Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum
terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.” c.
Pasal 45 (2) UU No.44/2009; “Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam
melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.”
BAB III PEMBAHASAN
A. Tentang Peristiwa Hukum Davina Wahyudi yang berumur lebih kurang 3,4 tahun, tanggal 4 Oktober 2012 sesampai di Palembang dari perjalanan ke Belitang OKUT menggunakan roda transportasi mobil, almarhum Davina Wahyudhi (anak Penggugat) mengalami muntahmuntah yang pada awalnya diduga mengalami mabuk perjalanan, pada malam harinya sekitar pukul 20.00 WIB, keluarga membawa almarhum Davina Wahyudi ke Dokter Umum (Dokter Mahmud) untuk mendapatkan pengobatan, dan besoknya kembali mengalami muntah-muntah, sehingganya di bawa ke Rumah Sakit RK Myria. Setiba di Rumah Sakit RK Myria, pihak RS RK Myria langsung mengambil tindakan pertolongan dengan melakukan pemeriksaan dan pemasangan infus oleh petugas kesehatan. Melihat kapasitas dan fasilitas Rumah Sakit RK Myria yang kurang memadai, penggugat berkonsultasi dengan Bidan Senior yang sedang berjaga di Rumah Sakit RK Myria untuk memberikan rujukan rumah sakit yang mempunyai fasilitas baik, akhirnya disarankan untuk dibawa ke Rumah Sakit RK Charitas, dengan tarif biaya perawatan per hari lebih kurang Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah). Oleh karena Penggugat ingin agar anaknya segera mendapatkan perawatan yang maksimal dan baik, pada pukul 07.00 WIB penggugat telah selesai mengurus semua proses administrasi biaya berobat, sejak pukul 06.00 WIB pagi sampai pukul 10.45 WIB (hampir lima jam) Davina Wahyudi berada di ruang UGD dan hanya mendapat
perawatan berupa tes laboratorium sampel darah dan suntik dubur (pantat) untuk menahan rasa sakit serta infus. Almarhum belum mendapatkan penanganan dari dokter spesialis yang ditunjuk oleh Rumah Sakit RK. Charitas yang bertanggung jawab untuk menangani pasien yaitu dr Silvia Triratna, SpA (K) (Tergugat I); Dr Silvia Triratna, SpA (K) /Tergugat I juga tidak memberikan penjelasan apapun tentang kondisi yang dialami oleh pasien maupun tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien, jadi hanya melakukan pemeriksaan (visite) seadanya ; Tindakan Dokter bertentangan dengan ketentuan Peraturan menteri kesehatan nomor: 129/ Menkes/SK/II/2008 “Waktu tanggap dokter pelayanan dokter di gawat darurat: kecepatan pelayanan dokter di gawat darurat adalah kecepatan pasien dilayani sejak pasien datang sampai dapat pelayanan dokter standarnya ≤ 5 menit terlayani setelah pasien datang”; Pada pukul 13.45 WIB penggugat dipanggil suster dan ditunjukkan beban nafas anak penggugat mulai berat, dengan indikasi dadanya terangkat ketika menarik nafas. Suster yang jaga menjelaskan bahwa penyebab sesak nafas yang dialami anak penggugat dikarenakan adanya cairan yang telah merendam paru-paru, yang kemungkinan diakibatkan cairan infus yang masuk tidak terkontrol. Secara kasat mata, penggugat memang melihat tidak ada cairan yang keluar dari kantong penampungan cairan keluar yang dihubungkan melalui selang dan dimasukan melalui vagina pasien. keluarga sempat menanyakan masalah tersebut kepada suster jaga, namun tidak mendapatkan jawaban. Untuk membantu pernafasan serta mengurangi beban pernapasan Davina Wahyudin, suster jaga menyarankan agar dilakukan pemasangan alat bantu nafas yang dimasukan ke dalam mulut dengan biaya per hari Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah per hari) dan pemasangan akan dilakukan oleh dokter ahli dalam hal ini, dr. Silvi Triratna, SpA (K) (Tergugat I) yang bertanggungjawab atas perawatan Davina Wahyudi. Namun dijelaskan juga, bahwa jika terjadi kesalahan pemasangan alat bantu tersebut maka akan berakibat fatal. Pemasangan alat bantu nafas yang dimasukan melalui mulut tidak dilakukan oleh dr. Silvi Triratna, SpA (K) , melainkan hanya dilakukan oleh perawat jaga yang selalu berkoordinasi melalui telpon untuk mendapatkan instruksi pemasangan alat bantu pernapasan tersebut;
Sekitar pukul 15.30 WIB, Dokter dipanggil oleh perawat jaga karena pemasangan alat bantu pernapasan telah selesai dilakukan, namun kondisi denyut jantung anak penggugat justru mengalami penurunan, yang terlihat dari monitor jantung yang ada. Terhadap kondisi yang dialami Davina Wahyudi, perawat jaga mengambil tindakan dengan memberikan bantuan pernafasan dengan pompa jantung secara manual, namun usaha tersebut gagal sehingga anak penggugat meninggal dunia.
F. Hal yang dilanggar oleh Dokter dan Perawat adalah : A. Hal yang dilanggar oleh Dokter Sebagaimana telah dijelaskan di muka, Dokter dalam melakukan perawatan terhadap Davina Wahyudi (anak Penggugat), telah melakukan tindakan sebagai berikut: 1.
Melakukan perawatan seadanya yang tidak kompatibel dengan keadaan Davina Wahyudi yang berada dalam keadaan gawat medis. Tindakan Dokter tersebut
merupakan
perbuatan
melawan
hukum,
yaitu
tindakan
menelantarkan pasien. Secara kategoris, tindakan tersebut merupakan tindakan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sebagai dokter; 2.
Dalam mengambil tindakan medis dalam rangka merawat Davina Wahyudi, Dokter tidak memberi penjelasan kepada Penggugat selaku orang tuanya akan efek dan dampak tindakan medis yang dilakukan. Tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum dalam hal ini melanggar kewajibannya untuk memberi penjelasan atas tindakan yang akan diambil tehadap pasien yang diatur asas informed consent dalam hubungan dokter dengan pasien;
3.
Sebagai penanggungjawab perawatan Davina Wahyudi, Dokter tidak memasang alat bantu pernafasan melalui mulut. Padahal, kesalahan pemasangan alat bantu pernafasan tersebut akan berakibat fatal bagi pasien. Dengan demikian, Tergugat I telah melanggar Pasal 68 Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang mengatur: “Pemasangan implant obat dan / atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan
di
fasilitas
pelayanan
kesehatan
tertentu”;
Sebagai
penanggungjawab perawatan Davina Wahyudi, Tergugat I tidak memasang
alat bantu pernafasan melalui mulut. Padahal, kesalahan pemasangan alat bantu pernafasan. B. Hal yang dilanggar Oleh Perawat : Tentang Perbuatan Melawan hukum Tergugat II 1.
Perawat telah menelantarkan Davina Wahyudi sejak pukul 06.00 WIB pagi sampai pukul 10.45 WIB (hampir lima jam) berada di ruang UGD dan hanya mendapat perawatan seadanya berupa tes laboratorium sampel darah dan suntik dubur (pantat) untuk menahan rasa sakit serta infuse;
2.
Selama lima jam tersebut, Davina Wahyudi tidak menerima perawatan sebagaimana mestinya, yaitu tidak mendapatkan penanganan dari dokter spesialis yang ditunjuk oleh Tergugat II/Rumah Sakit RK. Charitas yang bertanggung jawab untuk menanganinya, yaitu dr Silvia Triratna, SpA (K).
3.
Perawat menelantarkan Davina Wahyudi tersebut merupakan tindakan melawan hukum, yaitu bertentangan dengan kewajibannya dalam memberi perwatan prima sesuai standar pelayanan medis.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil uraian makalah ini dimana penulis telah merangkum tinjauan teoritis dan tinjauan kasus, serta pembahasan dari keduanya maka dapat diuraikan bahwa Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu untuk di kembangkan di Indonesia yang bertujuan memberikan asuhan bagi pasien dengan penyakit berat yang potensial reversibel, memberikan asuhan pada pasien yang memerlukan Observasi ketat dengan atau tanpa pengobatan yang tidak dapat diberikan diruang perawatan umum Ruangan ICU adalah suatu unit di RS yang dibandingkan dengan ruagan lain, banyak perbedaan ,tingkat
pelayanannya. Tingkat pelayanan ini ditentukan oleh
jumlah staf, fasilitas, pelayanan penunjang ,jumlah dan macam pasien yang dirawat, untuk itu harus ditunjang oleh tenaga yang memenuhi kualifikasi standart ICU. B.
SARAN Adapun saran kami dalam penulisan makalah ini yaitu kami berharap dengan
adanya makalah ini, dapat dipergunakan sebagai mana mestinya sehingga dapat dijadikan acuan perawat dalam mengatur atau memanage tugas-tugasnya dalam pemberian pelayanan keperawatan di rumah sakit khusunya pada bagian intensive care unit (ICU) dan juga sebagai acuan dalam peningkatan pendidikan dan pengetahuan dalam pemberian pelayanan kesehatan demi terciptanya kualitas dan mutu pelayanan kesehatan yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA Hatmoko, A., U., Wulandari, W., Alhamdani, M., R., (2010) Arsitektur Rumah Sakit, Global Rancang Selaras, Yogyakarta.
https://www.pdfcoke.com/doc/182544790/Patient-safety-pdf file:///C:/Users/user/Downloads/97_Pdt.G_2013_PN._Plg.pdf https://www.pdfcoke.com/doc/145460707/Konsep-Icu-Dan-Iccu http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/24/01-gdl-taufikisma-1177-1-skripsil.pdf Pengertian ruang ICU/Intensive Care Unit. Apa saja syarat seseorang mesti di ICU. Dibuat 26 November 2018, dari http://m.liputan6.com/health/read/2022374/apa-saja-syart-seseorangmesti-dirawat-di-icu https://www.pdfcoke.com/doc/164842131/Pencegahan-Pasien-Jatuh-Sebagai-StrategiKeselamatan-Pasien