Makalah_tradisi_tujuh_bulanan_mitoni.docx

  • Uploaded by: Danar Boeing
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah_tradisi_tujuh_bulanan_mitoni.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,012
  • Pages: 15
Makalah Tradisi Tujuh Bulanan Pada Ibu Hamil (Mitoni)

Dosen Pengampu : Prof. Dr. I Gusti Putu Suryadarma, M.S.

Disusun oleh :

Nama

: Irma Aprilia

NIM

: 17725251035

Prodi

: Pendidikan Biologi B

PENDIDIKAN BIOLOGI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................

i

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................

1

A. Latar Belakang .............................................................................

1

B. Rumusan Masalah .........................................................................

2

C. Tujuan Penelitian ..........................................................................

2

BAB II. PEMBAHASAN .............................................................................

3

A. Mitoni ...........................................................................................

3

B. Mitos .............................................................................................

6

C. Hubungan Mitoni dengan Mitos ......................................................

7

BAB III. KESIMPULAN ..............................................................................

11

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

12

i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia

merupakan negara kaya tradisi dan adat istiadat.

Berbagai macam tradisi hadir dari berbagai sudut daerah. Tradisi yang melekat pada setiap daerah merupakan tradisi yang turun menurun dari nenek moyang, salah satunya di daerah pulau Jawa. Daerah ini merupakan salah satu daerah yang masih kaya akan tradisi dan budaya dari nenek moyang. Lahirnya suatu tradisi biasanya berkaitan erat dengan peristiwa alam atau bencana yang terjadi. Sebagian besar peristiwa tersebut akan dikaitkan dengan serangkaian ritual tertentu. Ritual yang dilaksanakan tidak lepas dari berbagai simbol dan arti. Bentuk kebudayaan sering diwujudkan berupa simbol-simbol, masyarakat Jawa kaya akan sistem simbol tersebut. Sepanjang sejarah masyarakat Jawa, simbol telah mewarnai tingkah laku, bahasa, ilmu pengetahuan, dan religi. Sistem simbol digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan. Salah satu tradisi yang masih bertahan dimasyarakat hingga saat ini adalah tradisi mitoni. Tradisi ini dilaksanakan pada ibu hamil pertama saat kandungan berusia 7 bulan. Mitoni merupakan ungkapan rasa syukur serta permohonan agar diberi perlindungan dan keselamatan kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Tradisi ini berkembang di daerah pulau jawa. Tradisi mitoni terdiri dari beberapa rangkaian acara yang berbeda di setiap daerahnya. Namun sebagian besar daerah memiliki kesamaan bentuk acara pada pelaksanaan mitoni, antara lain: membuat rujak, siraman calon ibu, memasukkan telur ayam kampong, pantes-pantes, membelah kelapa gading, dan selamatan. Waktu pelaksanaan acara mitoni tergantung dari tuan rumah hajat. Biasannya pagi hari, sore atau malam hari. Mitoni merupakan tradisi yang sudah cukup mendarah daging di kalangan masyarakat, maka muncul suatu mitos yang menyatakan bahwa jika tidak melakukan mitoni, maka dikhawatirka akan terjadi hal-hal buruk pada ibu hamil dan jabang bayi. Mitos ini lahir karena tradisi mitoni merupakan tradisi yang

1

kental di masyarakat. Sebagian besar masyarakat akan melakukan mitoni saat kehamilan pertama. Hal ini dapat memunculkan pertanyaan apakah ada hubungan antara keselamatan ibu hamil dan bayi dalam tradisi mitoni?. Berdasarkan pola pikir tersebut maka makalah ini akan memaparkan tentang kebenaran mitos pada mitoni dan hubungannya dengan keselamatan bagi calon ibu dan bayi dalam kandungan. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan mitoni? 2. Mitos apa yang muncul pada tradisi mitoni? 3. Bagaimana mitos pada tradisi mitoni dapat dibuktikan secara ilmiah?

C. Tujuan 1. Mendeskripsikan pengertian mitoni 2. Mendeskripsikan mitos yang muncul pada tradisi mitoni 3. Menganalisis mitos pada tradisi mitoni dapat dibuktikan secara ilmiah

2

BAB II PEMBAHASAN A. Mitoni Mitoni berasal dari Bahasa Jawa “pitu” yang artinya tujuh. Angka tujuh ini dimaksudkan bahwa mitoni adalah ritual yang dilaksanakan pada saat bayi menginjak usia tujuh bulan dalam kandungan (Adriana, 2011). Selain mitoni, pada umumnya masyarakat juga menyebutnya sebagai tingkeban. Tingkeb artinya tutup, sehingga tingkeban merupakan upacara penutup selama kehamilan sampai bayi dilahirkan. Upacara tingkeban atau mitoni adalah upacara yang diselenggarakan pada bulan ke tujuh masa kehamilan dan hanya dilakukan terhadap anak yang dikandung sebagai anak pertama bagi kedua orang tuanya. Hal ini tidak terlepas dari persepsi dan keyakinan orang Jawa bahwa tujuh dalam bahasa Jawa adalah pitu yang berarti pituduh (petunjuk), pitulung (pertolongan). Salah satu dari tujuan dilakukannya acara tradisi mitoni yakni memohon pertolongan kepada Allah (Nasir, 2016). Upacara ini diselenggarakan untuk memohon keselamatan, baik bagi ibu yang mengandung maupun calon bayi yang akan dilahirkan (Prabawa, 2012). Mitoni merupakan rangkaian upacara siklus hidup yang sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Mitoni adalah upacara yang dilakukan saat usia kandungan seorang ibu hamil berumur tujuh bulan. Upacara tujuh bulan dalam masyarakat Jawa paling sering dilakukan di kalangan masyarakat Jawa dibandingkan upacara kehamilan lainnya. Upacara mitoni pada masa sekarang masih dilakukan oleh masyarakat Jawa baik dilingkungan keraton maupun di lingkungan masyarakat biasa. (Yana, 2010). Prosesi tata cara pelaksanaan mitoni pada setiap daerah berbedabeda, tergantung pelaksana dan pemangku adat yang ada di daerah tersebut. Ada yang hanya menggunakan tradisi Jawa saja, ada yang hanya mengundang orang agar dibacakan tujuh surat dalam al-Qur’an saja, dan ada juga yang melaksanakan keduanya. Pada upacara mitoni terdapat beberapa rangkaian acara seperti siraman, kenduri, pantes-pantes, pembacaan surat-

3

surat al-Qur’an dan lain sebagainya. Pada pelaksanaan acara ini dihadiri oleh sanak keluarga, tetangga, para sesepuh serta tokoh agama (Nasir, 2016). Menurut Fitroh (2014) Secara teknis, penyelenggaraan upacara ini dilaksanakan oleh dukun atau anggota keluarga yang dianggap sebagai tertua. Kehadiran dukun ini lebih bersifat seremonial, dalam arti mempersiapkan dan melaksanakan upacara-upacara kehamilan, serangkaian upacara yang diselengggarakan pada ritual tingkeban secara garis besar adalah sebagai berikut: 1. Membuat Rujak Dalam tradisi Jawa membuat rujak dilakukan oleh ibu jabang bayi. Jika bumbunya rasanya asin, biasanya jabang bayi lahir prempuan. Bila tidak asin biasanya lahir laki-laki. Akan tetapi karena teknologi medis sudah ada sedemikian canggih, sampai ditemukan USG empat dimensi. Jenis kelamin bayi sudah dapat diketahui lebih dini. 2. Siraman calon ibu Upacara siraman dilakukan oleh sesepuh atau keluarga dari pemilik hajat sebanyak tujuh orang. Hal ini bertujuan untuk memohon doa restu, supaya suci lahir dan batin. Calon ibu memakai kain 7 batik yang dililitkan (kemben) pada tubuhnya. Dalam posisi duduk, calon ibu mula-mula disirami oleh suaminya, lalu oleh orang tua dan keluarga lainnya. Maksud upacara ini adalah untuk mencuci semua kotoran dan hal-hal negatif lainnya. 3. Memasukkan telur ayam kampung Setelah siraman, telur ayam kampung di masukkan ke dalam kain si calon ibu oleh sang suami melalui dari atas perut lalu telur dilepas sehingga pecah. Upacara ini dilakukan di tempat siraman sebagai simbol harapan agar bayi lahir dengan lancar dan selamat. 4. Pantes-Pantes atau Ganti Busana 7 kali Upacara pantes-pantes adalah upacara ganti busana yang dilakukan dengan tujuh jenis kain batik yang berbeda. Motif kain batik dan kemben

4

yang akan dipakai dipilih yang terbaik dengan harapan si bayi kelak memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambang kain. Fungsi dan tujuan busana pada mitoni berkaitan dengan pengharapan, dan keselamatan lahirnya bayi ( Nurcahyanti, 2010). Kain dan kebaya yang pertama sampai yang ke enam merupakan busana yang menunjukkan kemewahan dan kebesaran. Ibu-ibu yang hadir saat ditanya apakah si calon ibu pantas menggunakan busana-busana tersebut memberikan jawaban : “dereng Pantes” (belum pantas). Setelah dipakaikan busana ke tujuh yang berupa kain lurik dengan motif sederhana, yaitu Lasem, baru ibu-ibu yang hadir menjawab : “pantes” (pantas). Ini melambangkan, doa agar si bayi nantinya menjadi orang yang sederhana. Angka 7 melambangkan 7 lubang tubuh (2 di mata, 2 di telinga, 1 hidung, 1 di mulut, dan 1 di alat kelamin), yang harus selalu dijaga kesucian dan kebersihannya. Ada pengertian lain dari angka 7 ini disebut keratabasa. Angka 7, dalam bahasa jawa disebut pitu, keratabasa dari pitu-lungan (pertolongan). Motif kain dan kemben yang akan di pakai yang terbaik dengan harapan agar kelak si bayi juga memiliki kebaikankebaikan yang tersirat dalam lambung kain: a. Sidoluhur

: Maknanya agar anak menjadi orang yang sopan

dan berbudi pekerti luhur. b. Sidomukti

: Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi

orang yang mukti wibawa, yaitu berbahagia dan disegani karena kewibawaannya. c. Truntum

: Maknanya agar keluhuran budi orangtuanya

menurun (tumaruntum) pada sang bayi. d. Wahyu tumurun

: Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi

orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu mendapat petunjuk dan perlindungan dari-Nya. e. Udan riris

: Maknanya agar anak dapat membuat situasi yang

menyegarkan, enak dipandang, dan menyenangkan siapa saja yang bergaul dengannya.

5

f. Sido asih

: Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi

orang yang selalu di cintai dan dikasihi oleh sesama serta mempunyai sifat belas kasih. g. Lasem

: Bermotif garis vertikal, bermakna semoga anak

senantiasa bertakwa pada Tuhan yang Maha Esa. 5. Membelah kelapa gading Selanjutnya dua butir kelapa gading yang masing-masing telah digambari Dewa Kamajaya dan Dewi Ratih, gambar tokoh wayang melambangkan doa, agar nantinya si bayi jika laki-laki akan setampan Dewa kamajaya dan jika wanita secantik Dewi Ratih. Kedua dewa dan dewi ini merupakan lambang kasih sayang sejati. Oleh si calon ibu, kedua butir kelapa diserahkan pada suaminya (calon bapak), yang akan membelah kedua butir kelapa gading menjadi dua bagian dengan bendo. Ini melambangkan, bahwa jenis kelamin apapun, nantinya, terserah pada kekuasaan Allah. 6. Selamatan Selamatan dilaksanakan pada malam hari setelah melalui beberapa ritual

yang

disebutkan

diatas.

Terkadang

sebagian

masyarakat

menggabungkan acara selama Bentuk selamatan disini tuan rumah mengundang para warga khususnya para Bapak Kyai atau Ustadz untuk datang kerumah pada jam yang telah ditentukan. Beberapa surat

yang

sering dipilih dalam pembacaan Al-Qur’an pada acara mitoni antara lain surat Yusuf, Luqman, Maryam, Yasin, Al-Wa’qiah, Ar-Rahman, Al-Mulk, Toha dan An-Nur. Surat-surat yang dipilih tidak terlepas dari makna dan harapan-harapan kepada bayi yang akan dilahirkan kelak. Misalnya surat Yusuf, pembacaan surat ini diharapkan bahwa anak yang kelak lahir adalah anak yang tampan dan memiliki sifat-sifat baik seperti Nabi Yusuf, pembacaan Surat Maryam bertujuan agar bayi yang dilahirkan jika perempuan akan menjadi wanita suci dan solihah, begitu juga dengan suratsurat lainnya.

6

B. Mitos Menurut Murniatmo (2000), tingkeban adalah upacara yang diadakan untuk keselamatan seorang perempuan yang pertama kali mengandung beserta anak yang dikanduungnya. Upacara ini diadakan pada saat kandungan berumur tujuh bulan sehingga disebut juga sebagai upacara mitoni. Sementara bagi orang Jawa, upacara tingkeban atau mitoni merupakan upacara terpenting di antara upacara lain yang berhubungan dengan kehamilan. Mereka beranggapan jika tidak melakukan upacara ini akan timbul akibat yang tidak diharapkan bagi keselamatan ibu dan anak yang akan dilahirkannya. Untuk melaksanakan upacara tingkeban atau mitoni telah ada ketentuannya. Adapun ketentuan tanggal untuk melaksanakan upacara mitoni yaitu tanggal ganjil menurut perhitungan Jawa dan tanggal-tanggal sebelum bulan purnama. Upacara mitoni merupkan upacara peralihan yang dipercaya sebagai sarana untuk menghilangkan petaka, yaitu semacam inisiasi yang menunjukkan bahwa upacara-upacara itu merupakan penghayatan unsur-unsur kepercayaan lama. Selain sebagai penghayatan unsur-unsur kepercayaan lama, dalam upacara mitoni juga terdapat suatu aspek solidaritas primordial terutama adalah adat istiadat yang secara turun temurun dan dilestarikan oleh kelompok sosialnya. Mengabaikan adat istiadat akan mengakibatkan celaan dan nama buruk bagi keluarga yang bersangkutan di mata kelompok sosial masyarakatnya ( Yana, 2010).

C. Hubungan Mitoni dengan Mitos Pada tradisi mitoni muncul mitos bahwa jika tradisi nenek moyang ini tidak dilaksanakan maka dikhawatirkan akan timbul akibat yang tidak diharapkan terhadap keselamatan bayi dan ibunya. Kepercayaan yang cukup kuat tentang mitos ini mendorong masyarakat Jawa tetap melestarikan tradisi mitoni demi menghindari akibat buruk yang akan terjadi. Sebenarnya mitos mengenai keselamatan bayi dalam kandungan yang tersebar dalam tradisi mitoni ini ada kaitannya dengan salah satu rangkaian acara mitoni yaitu membaca atau mendengarkan ayat suci al-Qur’an. Masuknya bacaan al-Qur’an dalam tradisi

7

mitoni mengakibatkan terjadinya akulturasi budaya. Budaya lama merupakan budaya Jawa yang dimasuki oleh budaya baru yakni Islam. Unsur-unsur Islam yang masuk dalam tradisi mitoni berupa pembacaan surat-surat tertentu pada saat upacara mitoni. Sedangkan unsur budaya Jawa masih tetap dilaksanakan. Udara dan air berdifusi bebas menembus plasenta, tetapi bagaimana mekanismenya belum diketahui. Pada fase prenatal terjadi pertumbuhan yang penting di dalam rahim ibu. Suasana kesehatan dan kejiwaan ibu sangat mempengaruhi

pertumbuhan

dan

perkembangan

anak

dalam

rahimnya.

Rangsangan yang diberikan ibu kepada anaknya dalam rahim sangat penting bagi perkembangan selanjutnya. Ibu sebaiknya mengaktifkan komunikasi dengan anak sejak dalam rahim. Memasuki bulan keenam dan ketujuh masa kehamilan, bayi mulai mendengar suara-suara seperti detak jantung ibu, suara usus dan paru-paru, dan juga suara lain di luar rahim. Semua itu didengarkan melalui getaran ketuban yang ada dalam rahim. Menurut penelitian Surilena menyatakan bahwa stimulus bunyi dari lingkungan yang tersedia melalui pendengaran mempunyai presentase cukup tinggi, dan buktinya jelas bahwa dari kira-kira 18 minggu masa perkembangan dalam Rahim, musik memainkan peran sangat penting dalam proses pembentukan sinaps di otak seorang anak. Begitu anak lahir dan tumbuh menjadi besar, musik akan terus menyempurnakan fisiologisnya, kecerdasannya, juga perilakunya. Selain musik, Al-Qur’an juga memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan kepada bayi. Hal tersebut diungkapkan Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam seminar Konseling dan Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997. Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat al-Qur’an menunjukkan respon tersenyum dan menjadi lebih tenang. Ada banyak kemuliaan dan kebaikan yang ada dalam al-Qur’an. Salah satunya adalah alQur’an dapat merangsang perkembangan otak anak dan meningkatkan intelegensinya. Setiap suara atau sumber bunyi memiliki frekuensi dan panjang gelombang tertentu. Nah, ternyata, bacaan al-Qur’an yang dibaca dengan tartil yang bagus dan sesuai dengan tajwid memiliki frekuensi dan panjang gelombang

8

yang

mampu

mempengaruhi

otak

secara

positif

dan

mengembalikan

keseimbangan dalam tubuh. Al-Qur’an memiliki efek yang sangat baik untuk tubuh, seperti: memberikan efek menenangkan, meningkatkan kreativitas, meningkatkan

kekebalan

tubuh,

meningkatkan

kemampuan

konsentrasi,

menyembuhkan berbagai penyakit, menciptakan suasana damai dan meredakan ketegangan saraf otak, meredakan kegelisahan, mengatasi rasa takut, memperkuat kepribadian, meningkatkan kemampuan berbahasa dan sebagainya. Hal ini dikarenakan frekuensi gelombang bacaan al-Qur`an memiliki kemampuan untuk memprogram

ulang

sel-sel

otak,

meningkatkan

kemampuan,

serta

menyeimbangkannya (Kusrinah, 2013). Otak telah tumbuh jauh sebelum bayi lahir. la telah mulai bekerja yang hasilnya merupakan benih penginderaan berdasarkan prioritas. Umumnya pendengaran lebih dulu. Jadi, selama masa itu penting sekali untuk selalu menghadirkan lingkungan kondusif dan baik bagi perkembangan otaknya. Dalam musik terkandung komposisi not balok secara kompleks dan harmonis, yang secara psikologis merupakan jembatan otak kiri dan otak kanan, yang output-nya berupa peningkatan daya tangkap/konsentrasi. Ternyata al-Qur’an pun demikian, malah lebih baik. Ketika diperdengarkan dengan tepat dan benar, dalam artian sesuai tajwid dan makhraj, al-Qur’an mampu merangsang syaraf-syaraf otak pada anak. Kita semua tahu, neuron pada otak bayi yang baru lahir itu umumnya seperti “disket kosong siap pakai”. Artinya, siap dianyam menjadi jalinan akal melalui masukan berbagai fenomena dari kehidupannya. Kemudian akan terciptalah sirkuit dengan wawasan tertentu. Istilah populernya “intelektual”. Sedangkan anyaman tersebut akan semakin mudah terbentuk pada waktu dini. Neuron yang telah teranyam di antaranya untuk mengatur faktor yang menunjang kehidupan dasar seperti detak jantung dan bernapas. Sementara neuron lain menanti untuk dianyam, sehingga bisa membantu anak menerjemahkan dan bereaksi terhadap dunia luar. Menurut penelitian Yasmin dalam Fatmawati (2013) tentang kehamilan di atas 30 minggu yaitu bayi dalam kandungan telah dapat mendengar suara dari luar dirinya. Bayi yang sedang berkembang mendengar bunyi saluran pencernaan yang

9

bising dan denyut jantung ibu. Janin mendengar suara ibunya juga, tetapi tidak dapat mendengar suara dengan intonasi tinggi. Dia juga mengemukakan bahwa denyut jantung janin meningkat dalam berespon terhadap intonasi suara yang didengar melalui abdomen ibunya, sehingga bayi baru lahir ditemukan lebih menyukai suara ibunya daripada suara orang asing. Fatmawati (2013) menyatakan bahwa denyut jantung janin akan sangat terpengaruhi oleh intonasi suara yang lembut atau mirip dengan suara ibu ini akan membuat suasana menjadi tenang dan denyut jantung janin relatif stabil. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peningkatan denyut jantung janin saat diberi stimulasi musik klasik lebih besar dibandingkan dengan murotal. Stimulasi murotal akan mempengaruhi denyut jantung menjadi lebih stabil dibandingkan dengan musik klasik. Dr. Al Qadhi melalui penelitiannya di Klinik Besar Florida Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan murotal, dengan ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan bahwa bacaan murotal berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.

10

BAB III KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan pembahasan kebenaran mitos dalam tradisi mitoni adalah sebagai berikut: 1. Mitoni berasal dari Bahasa Jawa “pitu” yang artinya tujuh. Angka tujuh ini dimaksudkan bahwa mitoni adalah ritual yang dilaksanakan pada saat bayi menginjak usia tujuh bulan dalam kandungan. Kata bilangan itu kemudian dipakai oleh orang Jawa sebagai simbol yang mewakili kata kerja. Pitu menjadi pitulungan, bermakna mohon berkat pertolongan dari Yang Maha Kuasa. Upacara ini diselenggarakan untuk memohon keselamatan, baik bagi ibu yang mengandung maupun calon bayi yang akan dilahirkan 2. Mitos yang tersebar di masyarakat dalam tradisi mitoni yaitu masyarakat beranggapan bahwa jika tidak melakukan upacara mitoni akan timbul akibat yang tidak diharapkan bagi keselamatan ibu dan anak yang akan dilahirkannya. Selain itu,

jika masyarakat mengabaikan adat istiadat setempat maka akan

mengakibatkan celaan dan nama buruk bagi keluarga yang bersangkutan di mata kelompok sosial masyarakatnya 3. Upaya menjaga keselamatan calon ibu dan bayi dalam kandungan yang diwujudkan melalui tradisi mitoni ini dapat dibuktikan secara ilmiah. Salah satu rangkaian acara pada mitoni yaitu selametan, merupakan upaya menjaga keselamatan calon ibu dan bayi. Acara selametan merupakan kegiatan membaca atau mendengarkan ayat suci Al-Qur’an. Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi bayi dalam kandungan, mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an dengan tartil dan makhroj huruf yang benar memiliki efek yang sangat baik untuk tubuh, seperti: memberikan efek menenangkan, meningkatkan kreativitas, meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan kemampuan konsentrasi, menyembuhkan berbagai penyakit, menciptakan suasana damai dan meredakan ketegangan saraf otak, meredakan kegelisahan, mengatasi rasa takut, memperkuat kepribadian, meningkatkan kemampuan berbahasa dan sebagainya. Stimulasi lantunan ayat AlQur’an juga mempengaruhi denyut jantung bayi menjadi lebih stabil dan

11

berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.

12

DAFTAR PUSTAKA

Adriana, Iswah.(2011). Neloni, Mitoni atau Tingkeban. Jurnal Karsa 19(2):239247. Fatmawati, Ery. 2013. Perbedaan Pengaruh Pemberian Stimulasi Antara Musik Klasik dan Murotal Terhadap Denyut Jantung Janin dan Gerak Janin Pada Ibu Hamil Trimester II serta III. Tesis. Surakarta: Program studi Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret. Fitoh, Nurul. (2014). Ritual Tingkeban dalam Perspektif Aqidah Islam. Skripsi. Semarang: Fakultas Ushuluddin Jurusan Aqidah dan Filsafat Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. Kusrinah. 2013. Pendidikan Pra Lahir: Meningkatkan Kecerdasan Anak dengan Bacaan Alqur’an. Jurnal IAIN Walisongo Semarang 8(2) : 287-288. Murniatmo, gatot. 2000. Khazanah Budaya Lokal. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa Nasir, Muhammad Fauzan. 2016. Pembacaan Tujuh Surat Pilihan Al-Qur’an dalam Tradisi Mitoni.Skripsi. Surakarta: Jurusan Ilmu Al-qur’an dan Tafsir IAIN Surakarta. Nurcahyanti, Desy. (2010). Tafsir Tanda Penggunaan Busana dalam Upacara Adat Mitoni Di Puro Mangkunagaran Surakarta. Jurnal Komunikasi Massa 3 (2): 1-20 Prabawa, Benny. 2012. Nilai Filosofi Upacara Daur Hidup Mitoni di Dusun Kedung I, Desa Karangtengah, kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Surilena.-. Pengaruh Musik Klasik Pada Kecerdasan Anak. Online: Re-published by www.klinikmedis.com. Diakses pada 6 oktober 2017. Yana, M. H. 2010. Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa. Yogyakarta: Absolut

13

More Documents from "Danar Boeing"

Pkl Danar Uin Done.docx
October 2019 10
Aspirin 2.docx
April 2020 8
Hudauhad.docx
April 2020 5
Jawaban.docx
April 2020 6
Hudauhad.docx
April 2020 6