Makalah_penyelewengan_pajak.docx

  • Uploaded by: Cindy Leony
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah_penyelewengan_pajak.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,905
  • Pages: 24
1

BAB III PEMBAHASAN 3.1 PROFIL PERUSAHAAN PT ASIAN AGRI GROUP PT Asian Agri adalah holding company dari divisi agribisnis Raja Garuda Mas Group yang memiliki perkebunan kelapa sawit tersebar di wilayah Sumatera, yang merupakan salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar di Asia dengan kapasitas produksi per tahun mencapai satu juta ton. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun). Asian Agri merupakan sebuah komunitas paling besar dan paling sukses di Indonesia yang telah membawa keuntungan ekonomi dan tansformasi sosial bagi keluarga petani plasma. Saat ini, Asian Agri mengelola 28 perkebunan minyak kelapa sawit dan 19 pabrik pengilangan minyak kelapa sawit di Sumatera Utara, Riau, dan Jambi. Perusahaan ini memiliki total area perkebunan kelapa sawit sebesar 160.000 hektar. Kelapa sawit merupakan produk serba guna yang dapat digunakan sebagai produk makanan dan bahan-bahan masakan, kosmetik, perlengkapan mandi, minyak pelumas, serta biofuel. Oleh karena harganya yang kompetitif dan daya guna yang tinggi, kelapa sawit menikmati pangsa pasar yang paling tinggi di pasar minyak konsumsi dunia. Asian Agri adalah anggota Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO), sebuah

inisiatif

dari

berbagai

pemangku

kepentingan

global

yang

mempromosikan pertumbuhan dan penggunaan kelapa sawit yang berkelanjutan. Asian Agri sangat percaya bahwa produksi dan penggunaan kelapa sawit harus dilakukan dengan cara yang berkelanjutan berdasarkan keberlangsungan kehidupan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Perusahaan ini menerapkan kebijakan anti pembakaran lahan, manajemen pengendalian hama yang terintegrasi, pelestarian kelembapan tanah, dan praktik-praktik ramah lingkungan lainnya.

Awal Mula Kasus Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis 2

Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui selukbeluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vince nt dan wartawan Tempo. Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif. Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan. Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeladahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan. Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan Terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Selain itu juga “bahwa dalam tahun pajak 20022005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun. Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut. Kajian Hukum Sebuah Kasus Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ternyata diketahui bahwa Majelis Hakim Pengadilan menolak eksepsi dari Manajer Asian Agri Group yang diwakili oleh Pengacaranya. Eksepsi yang disampaikan Pengacara Asian Agri Group pada dasarnya menegaskan bahwa penyelesaian kasus dugaan penyelewengan

pajak merupakan kewenangan Pengadilan Pajak karena merupakan persoalan atau sengketa pajak yang sudah diatur dalam undang-undang pajak. Sengketa pajak yang muncul sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang tidak memuaskan Wajib Pajak harus diupayakan penyelesaiannya secara baik, sederhana, murah, dan cepat. Artinya, ada jalan penyelesaian secara kekeluargaan dengan musyawarah antara kedua belah pihak yang bersengketa dan tetap memperhatikan peraturan perpajakan. Namun, Majelis Hakim menolak eksepsi Pengacara Asian Agri Group dan berpendapat bahwa kasus Asian Agri Group bukan merupakan sengketa pajak karena tidak adanya surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Kalau sengketa pajak akan ada upaya hukum untuk menyelesaikannya, yaitu melalui upaya hukum keberatan. Oleh karenanya, kasus Asian Agri Group bisa diadili oleh Pengadilan Negeri. Penolakan eksepsi inilah yang perlu mendapat kajian apakah benar argumentasi hukum yang dibangun Majelis Hakim hingga kasus dugaan penggelapan pajak bisa dipidana karena tidak adanya surat ketetapan pajak yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak sebagai dasar adanya sengketa pajak. Kalau permasalahan pajak dibawa dalam ranah hukum pidana, tentu menjadi kontradiktif terkait proses administrasi pajak yang tujuan utamanya mengumpulkan uang pajak. Pilihan memidanakan Wajib Pajak atau memprioritaskan penerimaan tentu menjadi politik kepentingan pemerintah. Untuk itu, kajian komprehensif pemidanaan atas pajak, patut menjadi perhatian serius agar tidak terjadi keresahan terus menerus di kalangan dunia usaha dan pegawai pajak. Seperti diuraikan diatas, dalam banyak literatur disebutkan bahwa hukum pajak tergolong sebagai hukum publik, termasuk hukum administrasi/tata usaha negara. Jalur hukum administrasi (hukum pajak) mempunyai cara penyelesaiannya sendiri sesuai dengan aturan yang sudah ditegaskan dalam undang-undang pajak yang mengaturnya. Jika seperti itu, menyelesaikan persoalan administrasi pajak dengan cara pidana menjadi kontradiktik ketika negara membutuhkan dana pajak sebagai sumber pembiayaan pembangunan yang tiap tahun jumlahnya terus naik (meningkat). Persoalan memidana Wajib Pajak jelas membawa keresahan tersendiri bagi pelaku dunia usaha. Artinya, pelaku usaha menjadi takut dipidana ketika persoalan penghitungan pajak yang cukup rumit akan dipersoalkan menjadi persoalan berindikasikan tindak pidana. Pendapat pakar hukum dalam kasus Asian Agri Group di atas, menarik untuk dikaji dan dipahami dengan baik oleh semua aparat penegak hukum terutama aparat Kepolisian, Kejaksaan, maupun Hakim. Kesamaan visi memandang pajak tidak boleh dipidana karena merupakan bagian dari hukum administrasi, harus menjadi perhatian bersama. Hukum pajak sebagai bagian hukum tata usaha negara memang bersumber pada peristiwa perdata, yang apabila dilanggar dapat diancam dengan pelanggaran pidana. Dalam hukum pajak memuat unsur-unsur : 

Hukum tata negara dan hukum tata usaha negara.



Hukum perdata;



Hukum pidana. Menyamakan persepsi demikian memang tidak mudah. Diperlukan satu koordinasi yang kuat. Presiden selaku pimpinan eksekutif sebaiknya memimpin proses koordinasi demikian.

3.2 PROSES TERBONGKARNYA KASUS PENGGELAPAN PAJAK PT ASIAN AGRI Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT Asian Agri Group, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT Asian Agri Group di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT Asian Agri Group—yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.

Pelarian Vincentius Amin Sutanto berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 Vincent sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT Asian Agri Group yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital. Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun sekitar tahun 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT Asian Agri Group secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT Asian Agri Group ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar—untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT Asian Agri sebagian adalah perusahaan fiktif. Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak—karena memang permasalahan PT Asian Agri Group tersebut terkait erat dengan perpajakan. Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jenderal Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan termasuk penggeladahan terhadap kantor PT Asian Agri Group, baik yang di Jakarta maupun di Medan.

3.3 JENIS PAJAK YANG DIGELAPKAN PT ASIAN AGRI DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN Menurut Wirawinata: 2011, berdasarkan hasil penyelidikan (14 perusahaan diperiksa), ditemukan terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Selain itu juga bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun, mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar, mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, PT Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 6

2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.

Lebih lanjut menurut Tirana: 2014, adapun unsur-unsur tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group antara lain sebagai berikut: 3.3.1.

Modus Terdakwa

Modus yang dilakukan PT Asian Agri Group adalah cara dengan menghindari pembayaran pajak melalui pembukuan penjualan yang dibuat tidak sebagaimana mestinya, dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (crude palm oil) keluaran PT Asian Agri Group ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar— untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. 3.3.2.

Unsur-unsur penggelapan PT Asian Agri dihubungkan dengan tindak

pidana pencucian uang (TPPU) a. Pasal 3 ayat (1) UU TPPU sebagai berikut:  Setiap orang, dapat dijelaskan sebagai berikut: Karena dinyatakan dengan kata setiap orang, maka diperuntukkan tanpa melihat kewarganegaraan seseorang, artinya semua orang dapat dikenakan pasal ini, lebih-lebih masalah money laundring yang sudah merupakan masalah global.  Dengan sengaja, ini berarti orang yang disangkakan melakukan tindak pidana pencucian uang tersebut harus dibuktikan sifat sengajanya,

apakah

sebagai

bentuk

kesengajaan

sebagai

kehendak, atau perbuatannya itu memang dikehendaki, ataukah hanya karena bentuk pengetahuan, artinya adanya pengetahuannya akan dampak dari perbuatannya.  Menempatkan;

mentransfer;

membayarkan

atau

membelanjakan; menghibahkan atau menyumbangkan; menitipkan; membawa ke luar negeri; menukarkan atau perbuatan lainnya, yang adalah masing-masing perbuatan merupakan suatu alternatif yang cukup dibuktikan salah satunya saja, kecuali seseorang melakukan beberapa

perbuatan

sekaligus,

maka

ke

semuanya

harus

dituangkan dalam berkas perkara, seperti :  Menempatkan ke dalam jasa keuangan, artinya perbuatan memasukkan uang tunai ke dalam penyedia jasa keuangan, 8

seperti menabung, membuka giro atau deposito (si pelaku atau predicat crime menyimpan sendiri hartanya).

 Mentransfer, artinya perbuatan pemindahan uang dari penyedia jasa keuangan satu ke penyedia jasa keuangan lain (pelaku atau predicat crime memindahkan harta kekayaan yang diperolehnya dari tindak pidana itu kepada pihak lain dengan menggunakan sarana perbankan).  Membayarkan atau membelanjakan, artinya penyerahan sejumlah uang atas pembelian sesuatu benda kepada seseorang atau pihak lain. (pelaku menggunakan uang hasil tindak pidananya itu untuk membayar atau berbelanja, seperti membeli tanah, perusahaan dan sebagainya).  Menghibahkan hukum

atau

menyumbangkan,

artinya

perbuatan

mengalihkan kebendaan secara cuma-cuma, termasuk

pengertian hibah dalam hukum perdata kepada pihak lain maupun keluarganya.  Menitipkan, artinya uang hasil kejahatannya disimpan kepada seseorang, baik secara fisik, maupun menggunakan sarana perbankan milik temannya sebagaimana ketentuan hukum perdata.  Membawa ke luar negeri, artinya kegiatan membawa secara fisik atas kekayaannya, baik dalam bentuk uang maupun benda lainnya tersebut dengan melewati batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Menukarkan, artinya perbuatan penukaran mata uang ke mata uang asing (valas) ataupun dari surat berharga yang satu kepada surat berharga lainnya, termasuk penukaran benda lainnya.  Perbuatan lainnya adalah perbuatan-perbuatan diluar yang telah disebutkan diatas, seperti over booking, yaitu pemindah bukuan dari rekening satu kepada rekening lainnya dalam satu bank, sehingga tidak termasuk transfer dan lain-lain.  Harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, maksudnya orang tersebut dengan penilaiannya dapat mengetahui atau setidak-tidaknya secara kepatutan dapat memperkirakan bahwa harta itu diperolehnya dari hasil kejahatan, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang 10

no. 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Sedangkan

yang

dimaksud

harta

kekayaan

disini

adalah

sebagaimana ketentuan pasal 1 angka 4 UU TPPU yang menyebutkan adalah semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.

Ke dalam penyedia jasa keuangan, artinya bukan saja lembaga perbankan dan asuransi, tetapi juga penyedia jasa keuangan lainnya sebagaimana yang ditentukan oleh pasal 1 ke 5 UU TPPU yang menyebutkan penyedia jasa keuangan adalah setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kustodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun, perusahaan asuransi dan kantor pos.

Baik atas nama sendiri atau orang lain, artinya sekalipun di atas namakan rang lain si pelaku tetap saja tidak dapat dibebaskan dari perbuatan pencucian uang. Dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

b. Pasal 6 UU TPPU dikenakan terhadap keluarga pemilik dan/atau rekannya  Pasal 6 ayat (1) TPPU menyatakan: “Setiap orang yang menerima atau menguasai, penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan atau penukaran harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000,-

(seratus

juta

rupiah)

dan

paling

banyak

Rp

15.000.000.000,-(lima belas milyar rupiah)”. Dapat dijelaskan sebagai berikut:  Digunakannya kata setiap orang, maka diperuntukkan tanpa melihat kewarganegaraan seseorang, artinya semua orang dapat dikenakan pasal ini, lebih-lebih masalah money laundring ini sudah merupakan masalah global. Menerima atau menguasai, penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan,

12

penitipan atau penukaran harta kekayaan, dapat dijelaskan sebagai berikut : o Menerima atau menguasai penempatan harta kekayaan, berarti sifat perbuatannya sebagai penampung uang tunai bahkan hanya menguasai atau berada dalam kekuasaannya harta

kekayaan

ke

dalam

o sistem perbankannya, tanpa diperlukan suatu pembuktian siapa pemilik dari harta kekayaan tersebut. o Menerima atau menguasai pentransferan harta kekayaan, artinya seperti point diatas, tetapi melalui transaksi perbankan, bukan uang tunai. o Menerima atau menguasai pembayaran harta kekayaan, merupakan perluasan ancaman kepada pihak-pihak, dalam hal ini termasuk dalam konteks tindakan yang legal atau sah, sehingga dibutuhkan suatu itikad baik dari penjual untuk membantu pemberantasan kejahatan money laundering di Indonesia. o Menerima atau menguasai hibah harta kekayaan, dikhususkan untuk tindakan pemberian. o Menerima atau menguasai sumbangan harta kekayaan. o Menerima atau menguasai penitipan atau penukaran harta kekayaan, dalam hal ini menunjukkan betapa sangat luas jangkauan larangan termasuk juga hanya untuk tindakan penitipan yang berarti tanpa sifat kepemilikan sama sekali.  Yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, maksudnya, orang tersebut dengan penilaiannya dapat mengetahui

atau

setidak-tidaknya

secara

kepatutan

dapat

memperkirakan bahwa harta itu diperolehnya dari hasil kejahatan, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 2 ayat (1) Undangundang No. 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

3.4 UPAYA PENYELESAIAN KASUS PENYELEWENGAN PAJAK PT ASIAN AGRI PT Asian Agri Group diduga telah melakukan penggelapan pajak (tax evasion) selama beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan rupiah. Belum lagi kelar proses penyidikan, berkembang wacana mengenai penyelesaian kasus itu di luar pengadilan (out of court settlement). Hal ini sangat menggelisahkan kalangan yang menginginkan tegaknya hukum dan terwujudnya keadilan, tanpa pandang bulu. Sangat ironis jika para penjahat kelas teri ditangkapi, ditembaki, disidangkan, dan dimasukkan bui, sementara itu 14

penjahat kerah putih (white collar criminal) yang mengakibatkan kerugian besar pada

negara

justru

(Wirawinata: 2011).

dibiarkan

melenggang

karena

kekuatan

kapitalnya

Meski peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi pidana penjara dan denda yang cukup berat, nyatanya masih ada celah hukum untuk meloloskan para penggelap pajak dari proses persidangan di pengadilan. Pasal 44B UU No.28/2007 membuka peluang out of court settlement bagi tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan itu mengatur bahwa atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan. Dengan demikian, kasus berakhir (case closed) jika wajib pajak yang telah melakukan kejahatan itu telah melunasi beban pajak beserta sanksi administratif berupa denda. Ketentuan hukum nyatanya begitu lunak dalam mengatur tindak pidana perpajakan. Peluang out of court settlement dimungkinkan bagi segala jenis tindak pidana perpajakan. Peluang itu tidak hanya berlaku untuk “Perlawanan Pasif terhadap Pajak”, yaitu perlawanan yang tidak dilakukan secara sadar atau disertai niat dari warga masyarakat untuk merintangi aparat pajak dalam melakukan tugasnya. Penghentian penyidikan dan penyelesaian di luar sidang juga berlaku untuk “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” yang perbuatannya dilakukan lewat cara-cara ilegal dan langsung ditujukan pada fiskus atau pemerintah. Jadi, penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk kategori “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun tetap dapat diselesaikan di luar sidang pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses penyelesaian tindak pidana perpajakan ini. Selanjutnya menurut Wirawinata: 2011, menilik modus operandi dalam kasus ini, penggelapan pajak bukanlah satu-satunya perbuatan pidana yang bisa didakwakan kepada Asian Agri Group. Penyidikan terhadap Asian Agri Group juga dapat dikembangkan pada tindak pidana pencucian uang (money laundering). Dalam hal itu, penggelapan pajak oleh Asian Agri Group perlu dilihat sebagai kejahatan asal (predict crime) dari tindak pidana pencucian uang. Sebagaimana lazimnya, kejahatan pencucian uang tidak berdiri sendiri dan terkait dengan

kejahatan

lain.

Kegiatan

pencucian

uang

adalah

cara

untuk

menghapuskan bukti dan menyamarkan asal-usul keberadaan uang dari kejahatan yang sebelumnya. Dalam kasus ini, penggelapan pajak dapat menjadi salah satu mata rantai dari kejahatan pencucian uang. 16

Asian Agri Group mengecilkan laba perusahaan dalam negeri agar terhindar dari beban pajak yang semestinya dengan cara mengalirkan labanya ke luar negeri (Mauritius, Hongkong Macao, dan British Virgin Island). Surat Pemberitahuan

Tahunan

(SPT) kelompok usaha Asian Agri Group kepada Ditjen Pajak telah direkayasa sehingga kondisinya seolah merugi. Modus semacam itu memang biasa dilakukan dalam kejahatan pencucian uang, sebagaimana juga diungkapkan oleh Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Hussein mengenai profil, karakteristik, dan pola transaksi keuangan yang tidak beres sebagai indikasi kuat adanya money laundering. Kuatnya dugaan tindak pidana pencucian uang oleh Asian Agri Group semakin didukung fakta-fakta yang diperoleh lewat penelusuran Tempo. Investigasi wartawan Tempo memperlihatkan adanya transaksi mencurigakan melalui perbankan untuk mengalirkan uang hasil penggelapan pajak Asian Agri Group ke afiliasinya di luar negeri yang ternyata adalah perusahaan fiktif. Salah satu perusahaan fiktif itu adalah Twin Bonus Edible Oil and Fat, yang setelah dilakukan pengecekan rupanya menggunakan alamat pabrik payung yang berkedudukan hukum di Hongkong (Tempo, 4/2/2007). Catatan atau profil transaksi keuangan yang tidak beres dan adanya transaksi dengan perusahaan fiktif merupakan bukti permulaan yang bisa digunakan untuk membuat terang dugaan tindak pidana pencucian uang. Penyidikan selanjutnya bisa dilakukan dengan menyelusuri tiga tahapan dalam kejahatan pencucian uang. Pertama, penempatan (placement) yang dimulai dengan menyelundupkan penghasilan yang diduga dari laba perusahaan ke negara lain. Kedua, pelapisan (layering) yaitu proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil upaya placement ke tempat lainnya

melalui

serangkaian

transaksi

yang

kompleks

didesain

untuk

menyamarkan atau mengelabui sumber uang haram tersebut. Ketiga, integrasi (integration) yang merupakan tahap akhir dari proses money laundering yang bertujuan menjadikan uang hasil tindak pidana itu dapat digunakan atau dinikmati selayaknya uang halal (Wirawinata: 2011). Berbeda dengan tindak pidana perpajakan, dalam proses penyelesaian tindak pidana pencucian uang tidak ada satu pihak pun yang diberi kewenangan untuk menghentikan penyidikan. Dengan demikian, jika Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan penyidik dapat melakukan koordinasi dengan baik untuk menuntaskan penyidikan tindak pidana pencucian uang itu, maka persidangan kasus ini pun dapat segera digelar. Ketentuan yang memberikan

kewenangan

untuk

menghentikan 18

penyidikan

tindak

pidana

perpajakan hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan jelas tidak mampu menghadirkan keadilan. Persetujuan kita bersama terhadap filosofi pajak yang

tidak

bertujuan

membangkrutkan

usaha,

semestinya

juga

tidak

diinterpretasikan lewat kebijakan yang membeda-bedakan kedudukan warga negara di hadapan hukum (Wirawinata: 2011).

BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Sektor penerimaan keuangan negara yang pokok salah satunya adalah pajak, sangat berperan besar dalam pertumbuhan ekonomi di negara kita. Perpajakan yang efisien dilaksanakan dengan suatu cara yang dapat membantu pembagian pendapatan yang lebih merata, dapat membantu untuk memberikan dorongan tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperkuat

kebijaksanaan

pengeluaran anggaran yang dilaksanakan oleh sistem administrasi. Karena peran pajak yang sangat penting, apabila pajak ternyata dimanipulasi unuk kepentingan beberapa pihak sehingga merugikan negara baik dilakukan secara sengaja maupun bersifat ilegal maka secara tidak langsung akan

banyak

mempengaruhi

perkembangan

ekonomi

dan

pertumbuhan

pembangunan di Indonesia. Pertama, pengaruhnya pada produksi sebagai keseluruhan

berlangsung

melalui

pengaruh-pengaruhnya

terhadap

kerja,

tabungan, dan investasi. Pengaruh yang kedua adalah pajak dapat mengakibatkan adanya penyimpangan dalam penggunaan faktor produksi, yaitu penggunaan yang seharusnya dapat menghasilkan produksi yang maksimum menuju ke arah penggunaan yang menghasilkan produksi yang lebih sedikit. Ketiga, pada pajak perseorangan yaitu yang dikenakan pada suatu kelompok tertentu tanpa mengingat aktivitasnya berpengaruh terhadap pendapatan (yang menjadi berkurang setelah pembayaran pajak), tabungan, atau kedua-duanya. Pajak ini pada akhirnya mempengaruhi kepuasan seseorang untuk melakukan konsumsi dan menabung. Di negara kita dalam prakteknya, baik sistem maupun administrasi perpajakan seringkali menemui permasalahan-permasalahan. Seperti kasus pada PT. Asian Agri Group yang terbukti merugikan negara sebesar 1,3 trilyun rupiah secara otomatis akan berdampak pada perekonomian nasional. Pajak yang seharusnya dapat memberikan sumbangan pembangunan masyarakat menjadi tidak jelas akibat penggelapan pajak penghasilan untuk badan usaha dari SPTnya. Prosesi hukum tentunya harus dijalankan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Karena bagaimanapun juga pertanggungjawaban 20

pajak ini harus adil dan transparan. Apabila terjadi kesalahan maka pihak yang berkaitan harus membayar ganti rugi untuk negara dan demi kepentingan nasional bangsa.

4.2 SARAN Demikianlah materi singkat yang dapat penulis sampaikan melalui penulisan makalah “Kasus Penggelapan Pajak oleh PT Asian Agri Group”. Semoga makalah ini dapat menjadi rujukan dan referensi bagi para pembaca untuk dapat memahami pentingnya peran pajak sebagai sumber penerimaan negara. Kasus penggelapan pajak merupakan masalah yang sangat merugikan negara dan perlu ditindak secara tegas menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan adanya penyelesaian yang nyata, misalnya para koruptor pajak dimiskinkan, akan menimbulkan efek jera sehingga dapat mengurangi bahkan meniadakan jumlah kasus penggelapan pajak.

22

DAFTAR PUSTAKA Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: ANDI.

Situs Web: Data Consult. 2009. Industri Palm Oil di Indonesia. http://www.datacon.co.id/CPO22009Sawit.html. Diakses pada tanggal 28 Febuari 2015. Goesur,

Kang.

2013.

Tugas

Makalah

Penggelapan

Pajak.

http://goesur25.blogspot.com/2013/09/tugas-makalah-penggelapan-pajak.html. Diakses pada tanggal 1 Maret 2015. Hakim,

Amrie.

2012.

Pencurian

dalam

Kalangan

Keluarga.

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5041cf072f0e0/pencurian-dalamkalangan-keluarga. Diakses pada tanggal 1 Maret 2015. Pakpahan, Efendi. 2013. Makalah Kasus Penyelewengan Pajak oleh Dhana Widyatmika.

http://tugasakhiramik.blogspot.com/2013/02/makalah-kasus-

penyelewengan-pajak-oleh.html. Diakses pada tanggal 26 Febuari 2015. Serizawa,

Ali.

2014.

Pengertian

Pajak

Menurut

Para

Ahli.

http://www.hukumsumberhukum.com/2014/08/pengertian-pajak.html. Diakses pada tanggal 1 Maret 2015. Tanoto, Sukanto. Asian Agri. http://www.sukantotanoto.net/id/asian-agri. Diakses pada tanggal 28 Febuari 2015. Tirana,

Garin.

2014.

Tindak

Pidana

Penggelapan.

http://garintirana.blogspot.com/2014/01/tindak-pidana-penggelapan.html.

Diakses

pada tanggal 28 Febuari 2015. Tribuana,

Putra.

2013.

Pasal

368-405

http://starbrantas.blogspot.com/2013/01/pasal-368-405-kuhp.html. tanggal 1 Maret 2015.

23

Diakses

KUHP. pada

Wirawinata, Ari. 2011. Makalah Kasus Penggelapan Pajak oleh PT Asian Agri Group.

http://ari-wirawinata.blogspot.com/2011/10/makalah-kasus-penggelapan-

pajak-oleh-pt.html. Diakses pada tanggal 23 Febuari 2015.

More Documents from "Cindy Leony"