BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur’an merupakan sumber penggalian dan pengembangan ajaran Islam dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Untuk melakukan penggalian dan pengembangan pemahaman Ayat-ayat Al-Qur’an, kemampuan tertentu guna mengasilakan pemahaman yang baik mengenai berbagai perilaku kehidupan manusia, Sebagai metodologi atau rumusan dalam makalah ini, penulis ingin sedikit menyampaikan agar dalam penulisannya lebih baik dari sebelumnya untuk lebih memahami dan lebih fokus pada pembahasannya, maka ada beberapa hal yang dipaparkan dalam makalah ini yakni : Ayat dan artinya, Asbabul Nuzul, Tafsir pedapat para ulama’ Tafsir, dan Kesimpulan. Inilah yang nantinya penulis ingin uraikan sartu persatu demi untuk melatih pemahaman kita tentang ayat-ayat Riba.
B. Rumusan Masalah 1. Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 275-279 2. Tafsir Surah Al-Imran Ayat 130
C. Tujuan 3. Untuk Memahami dan Mengetahui Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 275-279 4. Untuk Memahami dan Mengetahui Tafsir Surah Al-Imran Ayat 130
1
BAB II PEMBAHASAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG RIBA
A. QS. Al-Baqarah ayat 275-279 1. Lafal dan terjemah
ُ َّالربَا الَ يَقُو ُمونَ ِإالَّ َك َما يَقُو ُم الَّذِي يَت َ َخب َ ش ْي َّ طهُ ال ُ ط َان ِمن ِ َالَّذِينَ يَأ ْ ُكلُون الر َبا ِ الر َبا َوأ َ َح َّل ّللاُ ْال َب ْي َع َو َح َّر َم ِ ْال َم ِس ٰذ ِل َك ِبأَنَّ ُه ْم قَالُواْ ِإنَّ َما ْال َب ْي ُع ِمثْ ُل َ فَ َمن َجاءهُ َم ْو ِع ف َوأ َ ْم ُرهُ ِإلَى ّللاِ َو َم ْن َ ظةٌ ِمن َّر ِب ِه فَانتَهٰ ى فَلَهُ َما َ َسل ( يَ ْم َح ُق ّللاُ ْال ِربَا٢٧٥) َار ُه ْم فِي َها خَا ِلدُون ُ ص َح ْ َ َعادَ فَأ ُ ْولَـئِ َك أ ِ َّاب الن ْ( إِ َّن الَّذِينَ آ َمنُوا٢٧٦) ار أَثِ ٍيم ِ صدَقَا َّ َويُ ْربِي ال ٍ َّت َوّللاُ الَ يُ ِحبُّ ُك َّل َكف َّ ْصالَة َ َوآت َ ُوا الز َكاة َ لَ ُه ْم أ َ ْج ُر ُه ْم ِعندَ َربِ ِه ْم ِ صا ِل َحا َّ ت َوأ َ َقا ُمواْ ال َّ َو َع ِملُواْ ال ٌ َوالَ خ َْو َ( يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ اتَّقُواْ ّللا٢٧٧) َف َعلَ ْي ِه ْم َوالَ ُه ْم يَ ْحزَ نُون ْ( فَإِن لَّ ْم ت َ ْف َعلُواْ فَأْذَنُوا٢٧٨) َالر َبا ِإن ُكنتُم ُّمؤْ ِمنِين ِ َي ِمن َ َوذَ ُرواْ َما َب ِق ْ َ ُوس أ َ ْم َوا ِل ُك ْم الَ ت َظ ِل ُمونَ َوال ُ ب ِمنَ ّللاِ َو َر ٍ ِب َح ْر ُ سو ِل ِه َو ِإن ت ُ ْبت ُ ْم فَلَ ُك ْم ُرؤ ْ ُت )٢٧٩( َظلَ ُمون Artiny : orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi
2
Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
2. Asbabun Nuzul Ayat 278-279 diturunkan sehubungan dengan pengaduan bani mughirah kepada gubernur kota mekah Atab bin Usaid setelah terbukanya kota mekah tentang utang-utang yang dilakukan dengan riba sebelum turunnya ayat yang mengharamkan riba. Bani Mughirah mengutangkan harta kekayaan kepada Bani Amr bin Auf dari penduduk Tsaqif. Bani Mughirah berkata kepada Atab bin Usaid: “Kami adalah segolongan yang paling menderita lantaran dihapusnya riba. Kami ditagih riba oleh orang lain, sedangkan kami tidak mau menerima riba lagi. Karena taat kepada peraturan Allah Swt yang menghapus riba”. Bani Amr bin Auf berkata: “Kami minta penyelesaian masalah tagihan riba kami”. Oleh sebab itu gubernur Mekkah Atab bin Usaid mengirim surat kepada Rasulullah Saw yang isinya melaporkan kejadian tersebut. Surat itu dijawab Rasulullah Saw setelah turunnya ayat ke 278 dan 279 ini. Di dalam ayat ini ditegaskan tentang perintah riba. (HR. Abu Ya’la dalam kitab musnadnya dan Ibnu Mandah dari Kalabi dari Abi Shalih dan Ibnu Abbas).1 3. Penjelasan Ayat 275,
الر َبا َ“ الَّذِينَ َيأ ْ ُكلُونorang yang memakan riba” maksudnya ِ
mengambil riba, yaitu kelebihan yang terdapat di dalam praktik muamalah dengan menggunakan uang dan bahan makanan, baik dalam kadarnya maupun jatuh temponya, َ“ الَ يَقُو ُمونtidak dapat berdiri” dari kuburnya َّ" ِإالmelainkan" 1
Ahmad Mudzab Mahali, Asbabun Nuzul, (Jakarta: Rajawali, 1989), h. 134.
3
ُ َّيَتَ َخب berdiri ُطه
الَّذِي
“ َك َما يَقُو ُمseperti berdirinya orang yang kemasukan” َ ش ْي َّ “ الsetan lantaran penyakit gila”, yakni kegilaan yang kerasukan طانُ ِمنَ ْال َم ِس menimpa mereka, berhubungan dengan kata يَقُو ُمون. itu” yakni yang َ“ ٰذلِكhal
menimpa
mereka
itu " ِبأَنَّ ُه ْمdisebabkan" karena الر َبا ِ “ قَالُواْ ِإنَّ َما ْال َب ْي ُع ِمثْ ُلmereka berkata jual beli itu sama dengan riba.” Maksudnya sama-sama boleh. Ini termasuk pembalikan tasybih (penyerupaan) dalam rangka mubalaghah (mendramatisir keadaan). َوأ َ َح َّل الربَا ِ “ ّللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َمPadahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Maka
orang-orang
yang
telah
datang
kepadanya”
sampai
َ " َم ْو ِعperingatan" nasihat (tentang larangan memakan riba) ِمن َّر ِب ِه kepadanya. ٌظة “ َفانتَهٰ ىdari Tuhannya, lalu berhenti” dari memakan riba”, ف َ “ َف َلهُ َماia berhak َ س َل memiliki apa yang dia ambil dahulu” sebelum adanya larangan , maksudnya riba itu
tidak
ditarik
kembali
darinya ُ“ َوأ َ ْم ُرهdan
urusannya”
dalam hal
memaafkannya َ“ إِلَى ّللاِ َو َم ْن َعادterserah kepada Allah. Dan barangsiapa yang kembali” memakan riba dan menyamakannya dengan jual beli dalam hal kehalalannya َار ُه ْم فِي َها خَا ِلد ُون ْ َ“ فَأ ُ ْولَـئِكَ أmereka adalah penghuni-penghuni ِ َّص َحابُ الن neraka. Mereka kekal di dalamnya.”2 Abu Ja’far berkata: “Allah Ta’ala berfirman: Orang-orang yang memakan riba yang kami jelaskan sifatnya di dunia, pada hari akhir tidak akan bangkit dari kubur kecuali seperti bangkitnya orang yang kesurupan. Maksudnya: Dia dijadikan gila oleh syaithan di dunia, dan dialah yang mencekik dan membantingnya, yakni dari kegilaan3. Ahli tafsir lain yang sependapat, diantaranya: Al Mutsanna menceritakan kepadaku, ia berkata: Al Hajjaj bin Al Minhal menceritakan kami, ia berkata: Rabi’ah bin Kultsum menceritakan kepada kami, ia berkata: ayahku menceritakan kepadaku dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu ُ َّالربَا الَ يَقُو ُمونَ ِإالَّ َك َما يَقُو ُم الَّذِي يَت َ َخب َ ش ْي َّ طهُ ال Abbas: طانُ ِمنَ ْال َم ِس ِ َالَّذِينَ يَأ ْ ُكلُونorang-orang yang
2 Al-Imam Jalaluddin Muhammad Al-Mahali, Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman AsSuyuthi, Tafsir Jalalain, (Surabaya: Pustaka Elba, 2010), 201. 3
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Syaikh Mahmud Muhammad Syakir, Tafsir AthThabari, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 725.
4
makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Ia berkata: “itu saat dibangkitkan dari kuburnya”.4 Ibnu Humaid menceritakan kepada kami, ia berkata: Jarir menceritakan kepada kami, dari Asy’ats dari Ja’far dari Sa’id bin Jubair: َالر َبا الَ َيقُو ُمون ِ َالَّذِينَ َيأ ْ ُكلُون ُ ِإالَّ َك َما َيقُو ُم الَّذِي َيتَ َخ َّبorang-orang yang makan (mengambil) riba tidak َ ش ْي َّ طهُ ال طانُ ِمنَ ْال َم ِس dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Ia berkata: “Pada hari kiamat, pemakan riba akan dibangkitkan dalam bentuk orang gila yang dicekik” Bisyr menceritakan kepadaku, ia berkata: Yazid menceritakan kepada kami, ia berkata: Sa’id menceritakan kepada kami, dari Qatadah tentang firman Allah: َالربَا الَ َيقُو ُمون ِ َ الَّذِينَ يَأ ْ ُكلُونorang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri. Itu adalah tanda bagi pemakan riba pada hari kiamat, mereka dibangkitkan dalam keadaan kesurupan. Al Hasan bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrazzaq memberitahukan kepada kami, dari Qatadah tentang firman Allah: الَ يَقُو ُمونَ ِإالَّ َك َما ُ َيقُو ُم ا َّلذِي َيت َ َخ َّبorang-orang yang makan (mengambil) riba tidak َ ش ْي َّ طهُ ال طانُ ِمنَ ْال َم ِس dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Ia berkata: “Yaitu kegilaan yang datang dari syetan (kesurupan)”. Diceritakan kepadaku, dari Ammar, ia berkata: Ibnu Abi Ja’far menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Ar-Rabi’ tentang firman Allah: َا َّلذِين ُ الر َبا الَ َيقُو ُمونَ ِإالَّ َك َما َيقُو ُم الَّذِي َيتَ َخ َّب َ ش ْي َّ طهُ ال طانُ ِمنَ ْال َم ِس ِ َ َيأ ْ ُكلُونorang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. “ Pada hari kiamat mereka dibangkitkan dalam keadaan kesurupan syetan”. Pada beberapa qiraat dibaca يَ ْو َم الَ يَقُو ُمون ْال ِقيَا َمة. Al Mutsanna menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Zuhair menceritakan kepada kami, dari Juwaibir dari Adh-Dhahhak tentang firman
4
Ibid, h. 726
5
ُ َّالربَا الَ يَقُو ُمونَ إِالَّ َك َما يَقُو ُم الَّذِي يَت َخَ ب َ ش ْي َّ طهُ ال Allah: طانُ ِمنَ ْال َم ِس ِ َ الَّذِينَ يَأ ْ ُكلُونorang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Ia berkata: “Siapa yang mati dalam keadaan memakan riba, dia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan seperti orang yang kesurupan syetan. Musa menceritakan kepadaku, ia berkata: Amr menceritakan kepada kami, ia berkata: Asbath menceritakan kepada kami, dari As-Suddi tentang firman ُ َّالربَا الَ يَقُو ُمونَ إِالَّ َك َما يَقُو ُم الَّذِي يَت َخَ ب َ ش ْي َّ طهُ ال Allah: طانُ ِمنَ ْال َم ِس ِ َ الَّذِينَ يَأ ْ ُكلُونorang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Yaitu, sejenis gila. Yunus menceritakan kepadaku, ia berkata: Ibnu Wahab memberitahukan kepada kami, ia berkata: Ibnu Zaid berkata tentang firman Allah: َالربَا ال ِ َالَّذِينَ يَأ ْ ُكلُون ُ يَقُو ُمونَ إِالَّ َك َما يَقُو ُم الَّذِي يَت َ َخ َّبorang-orang yang makan (mengambil) riba َ ش ْي َّ طهُ ال َطانُ ِمن tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Ia berkata: “Inilah perumpamaan mereka pada hari kiamat. Mereka tidak dibangkitkan pada hari kiamat bersama orang lain kecuali seperti orang tercekik seakan-akan dia gila.5 الربَا ِ َوأ َ َح َّل ّللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم, Abu Ja’far berkata: “Maksud Allah Ta’ala: Allah Ta’ala menghalalkan laba dalam perniagaan dan jual beli serta mengharamkan riba yaitu tambahan yang ditambahkan pemilik uang dengan sebab menambah waktu pada orang yang berhutang padanya dan menunda pembayaran hutangnya. Allah Ta’ala berfirman: Dua tambahan yang salah satunya karena jual beli dan yang lain karena menunda pembayaran dan tambahan waktu, dan Aku halalkan yang lain yaitu tambahan pada modal di mana penjual menjual barang dagangannya lalu mengambil untung Maka Allah Ta’ala berfirman: Tambahan karena jual beli tidak sama dengan tambahan karena riba. Perintah ini adalah perintah-Ku, dan semua makhuk adalah makhluk-Ku. Aku putuskan kepada mereka apa yang Aku inginkan dan Aku menuntut mereka dengan apa yang Aku
5
Ibid, 728-729.
6
mau. Tidak boleh seorangpun yang menentang hukum-Ku dan melanggar perintah-Ku, bahkan mereka harus taat dan menerima hukum-Ku. َ فَ َمن َجاءهُ َم ْو ِعorangKemudian Allah Ta’ala berfirman ظةٌ ِمن َّربِ ِه فَانتَهٰ ى orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti َ َم ْو ِعadalah peringatan dan (dari mengambil riba), Yang dimaksud dengan ٌظة ancaman yang mengingatkan dan mengancam mereka dalam ayat Al-Qur’an serta mengancam orang yang memakan riba dengan. Allah Ta’ala berfirman: Siapa yang telah datang peringatan padanya, maka dia harus berhenti memakan riba dan dilarang melakukannya, ف َ “ فَلَهُ َماmaka baginya apa yang telah diambilnya َ َسل dahulu (sebelum datang larangan)” yaitu apa yang dia makan dan ambil sebelum datangnya peringatan dan pengharaman dari Tuhannya. ِ“ َوأ َ ْم ُرهُ ِإلَى ّللاDan urusannya terserah kepada Allah” yaitu Allah Ta’ala memerintahkan pemakan riba setelah datangnya peringatan dan pengharaman dari Tuhannya dan setelah selesai dia memakan riba untuk kembali pada Allah Ta’ala dalam pemeliharaan dan taufiq-Nya. Jika Allah Ta’ala mau, Dia akan memeliharanya dari memakan riba dan memantapkannya untuk berhenti dari melakukannya, dan jika Allah Ta’ala mau Dia akan membiarkannya melakukan riba. َ“ َو َم ْن َعادorang yang kembali (mengambil riba)” Allah Ta’ala berfirman: Siapa yang kembali memakan riba setelah diharamkan dan mengatakan apa yang pernah dia katakan sebelum datangnya peringatan dari Allah dan pengharaman kata-kata: “Jual beli itu seperti riba” َار ُه ْم فِي َها خَا ِلد ُون ْ َ “ فَأ ُ ْولَـئِكَ أMaka orang itu adalah penghuni-penghuni ِ َّص َحابُ الن neraka, mereka kekal di dalamnya” yaitu: orang yang melakukan dan mengatakan demikian adalah penghuni neraka, yaitu neraka Jahannam di mana mereka kekal di dalamny selama-lamanya, tidak mati dan tidak dikeluarkan dari sana.6 Mengapa sampai demikian dia? Sampai sebagai orang dirasuk syaithan? Sehingga wajahnyapun kelihatan bengis, matanya melotot penuh benci? Tetapi mulutnya manis membujuk-bujuk orang supaya suka berhutang kepadanya? Sebelum orang itu jatuh ke dalam perangkapnya yang payah melepaskan
6
Ibid, h. 732-733.
7
diri? Menjadi demikian karena sesungguhnya mereka berkata: Tidak lain perdagangan itu hanyalah seperti riba juga. “Artinya karena dia hendak membela pendiriannya menternakan uang, dia mengatakan bahwa pekerjaan orang berniaga itupun serupa juga dengan pekerjaannnya makan riba, yaitu sama-sama mencari keuntungan atau sama-sama cari makan, keadaannya jauh berbeda. Berdagang, ialah saudagar menyediakan barang, kadang-kadang didatangkannya dari tempat lain, si pembeli ada uang pembeli barang itu. Harganya sepuluh rupiah, dijualnya sebelas rupiah. Yang menjual mendapat untung yang membelinya mendapat untung pula. Karena yang diperlukannya telah didapatnya. Keduanya sama-sama dilepaskan keperluannya. Itu sebabnya dia dihalalkan Tuhan. Bagaimana dia akan cari keuntungan secara riba? Padahal dengan riba yang berhutang dianiaya, dihisap kekayaannya, dan yang berpiutang hidup senang-senang, goyang kaki dari hasil ternak uang? “Lantaran itu maka barangsiapa yang telah kedatangan pengajaran dari Tuhannya, lalu dia berhenti,” dari makan riba yang sangat jahat dan kejam itu, “maka baginya apa yang telah berlalu.” Artinya yang sudah –sudah itu sudahlah! Kalau dia selama ini menangguk keuntungan dari riba tidaklah perlu dikembalikannya lagi kepada orang-orang yang telah dianiayanya itu, sama saja dengan dosa menyembah berhala di zaman musyrik, menjadi habis tidak ada tuntutan lagi kalau telah Islam. “Dan perkaranya terserahlah kepada Allah”, sehinggga manusia tidak berhak buat membongkar-bongkar kembali, sebab yang demikian memang salah satu dari rangkaian kehidupan jahiliyah, yang tidak senonoh itu. “Akan tetapi barangsiapa yang kembali (lagi), “padahal keterangan yang jelas ini sudah diterimanya, “maka mereka itu menjadi ahli neraka, mereka akan kekal di dalamnya.” (ujung ayat 275).7 Ayat 276, “ يَ ْم َح ُق ّللاُ ْال ِربَاAllah memusnahkan” menguranginya dan melenyapkan berkahnyaت ِ صدَقَا َّ “ َوي ُْر ِبي الdan menyuburkan sedekah” menambahnya, mengembangkannya dan melipatgandakan pahalanya. ار ٍ َّ“ َوّللاُ الَ ي ُِحبُّ ُك َّل َكفDan Allah tidak menyukai setiap orang yang mempertahankan kekafiran” dengan
7
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 2001), h. 68-69.
8
menghalalkan riba “ أَثِيمdan suka berbuat dosa” melanggar peraturan dengan memakan (mengambil) riba, maksudnya Allah akan menghukumnya.8 Abu Ja’far berkata:
“Maksud firman Allah: ” يَ ْم َح ُق ّللاُ ْال ِربَاAllah
memusnahkan riba” Allah Ta’ala mengurangi riba dan akan menghilangkannya. Al Qasim menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Husain menceritakan kepada kami, ia berkata: Hajjaj menceritakan kepadaku, dari Ibnu Abbas berkata: “ َي ْم َح ُق ّللاُ ْال ِربَاAllah memusnahkan riba” artinya mengurangi. Ini sama seperti hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibnu Mas’ud dari Nabi Saw beliau bersabda: الربَى َواِ ْن َكث ُ َر فَ ِا َل قُ ْل ِ “Riba itu sekalipun banyak akan menjadi sedikit”. Adapun firman Allah ت ِ صدَ َقا َّ “ َوي ُْر ِبي الDan menyuburkan sedekah” maksudnya Allah akan melipat gandakan pahala dan menubuhkannya untuk orang yang bersedekah. Jika ada yang bertanya kepada kami bagaimana Allah Ta’ala melipat gandakan sedekah?” Jawabannya: “Dia melipat gandakan pahala bagi orang yang ْ س ِبي ِل ّللاِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة أَن َبت bersedekah sebagaiman firmanNya: َت َس ْب َع َ َّمث َ ُل الَّذِينَ يُن ِفقُونَ أَ ْم َوالَ ُه ْم فِي ف ِل َمن يَشَا ُء َوّللاُ َوا ِس ٌع َع ِلي ٌم ُ سنَا ِب َل فِي ُك ِل ُ ضا ِع َ ُسنبُ َل ٍة ِمئَةُ َحبَّ ٍة َوّللاُ ي َ Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: ُ س 261). ط َو ِإ َل ْي ِه ْ َ ضا ِعفَهُ لَهُ أ ُ ض َويَ ْب ُ يرة ً َوّللاُ يَ ْق ِب ُ َّمن ذَا الَّذِي يُ ْق ِر َ ُسنا ً فَي َ ض ّللاَ قَ ْرضا ً َح َ ِض َعافا ً َكث َ ت ُ ْر َجعُونSiapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan
dan
melapangkan
(rezki)
dan
kepada-Nya-lah
kamu
dikembalikan.(Al-Baqarah: 245).9
8 Al-Imam Jalaluddin Muhammad Al-Mahali, Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman AsSuyuthi, Op.cit, h. 202 9
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Syaikh Mahmud Muhammad Syakir, h. 734-735.
9
Abu Ja’far berkata: Adapun firman Allah Ta’ala: ار أَثِ ٍيم ٍ َّ“ َوّللاُ الَ ي ُِحبُّ ُك َّل َكفDan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa” maksudnya adalah : Allah tidak menyukai setiap orang yang melakukan kekafiran pada TuhanNya, menentangNya, memakan riba, dan memberi makan dengan harta riba, terus melakukan kejahatan yaitu memakan riba, memakan yang haram dan melakukan maksiat lain yang dilarang Allah Ta’ala. Dia tidak menahan diri dari itu, tidak menyesal, serta tidak mengambil pelajaran dari nasehat Tuhannya dalam kitab suci dan ayat-ayatNya.10 “Allah membasmi riba dan Dia menyuburkan sedekah-sedekah.” (pangkal ayat 276). Riba mesti dikikis habis, sebab itu terpangkal dari kejahatan musyrik, kejahatan hidup dan nafsi-nafsi, asal diri beruntung, biar orang lain melarat. Dengan ini ditegaskan bahwa berkat daripada riba itu tidak ada. Itulah kekayaan yang membawa sial, membawa dendam dan kebencian. Tetapi Allah menyuburkan sedekah-sedekah, sebab Dia mempertautkan kasih sayang diantara hati si pemberi dengan si penerima, yang bersedekah dan yang menerima sedekah. Masyarakatnya jadi lain, yaitu masyarakat yang bantu membantu, sokong menyokong, doa mendoakan. Maka jika disebut kalimat “orang kaya”, orang teringat akan kedermawanan, kesuburan dan doa, moga-moga ditambah Tuhan rezekinya. “Allah tidaklah, suka kepada orang-orang yang sangat ingkar, lagi pembuat dosa.” (ujung ayat 276). َّ ْصالَة َ َوآت َُوا Ayat 277, الزكَاة َ لَ ُه ْم أَجْ ُر ُه ْم ِعندَ َر ِب ِه ْم ِ صا ِل َحا َّ ت َوأَقَا ُمواْ ال َّ ِإ َّن الَّذِينَ آ َمنُواْ َو َع ِملُواْ ال َف َع َل ْي ِه ْم َوالَ ُه ْم َيحْ زَ نُون ٌ والَ خ َْو, َ Abu Ja’far berkata: “Ini adalah berita dari Allah Ta’ala bahwa orang-orang yang beriman yaitu orang-orang yang mempercayai Allah dan Rasul-Nya dan apa yang datang dari Tuhan-Nya berupa pengharaman riba sekaligus memakannya dan semua syari’at lainnya. Mereka melakukan amal shalih yang diperintahkan Allah Ta’ala dan juga amal sunnah yang dianjurkan Allah Ta’ala. Mereka mengerjakan shalat fardhu dengan rukun-rukunnya, juga menunaikan sunnah-sunnahnya, mereka menunaikan zakat wajib dari harta mereka.
10
Ibid, h. 738.
10
Sebelumnya diantara mereka ada yang memakan harta riba sebelum datang nasehat dari Allah Ta’ala, mereka mendapat pahala yaitu pahala dari amal, iman dan sedekah mereka dari Tuhan mereka pada hari akhir saat mereka memerlukannya. Pada hari itu tidak ada rasa takut pada mereka terhadap siksa Allah Ta’ala atas apa yang pernah mereka lakukan di masa jahiliyah dan masa kafir sebelum datang nasehat dari Allah Ta’ala pada mereka untuk segera bertaubat karena pernah memakan riba. Taubat mereka pada Allah Ta’ala saat datang nasehat dariNya, pembenaran mereka terhadap janji dan ancamanNya, ََوال َ“ ُه ْم يَحْ زَ نُونDan tidak (pula) mereka bersedih hati” terhadap apa yang mereka tinggalkan di dunia yakni memakan riba dan melakukannya. Jika mereka melihat sendiri besarnya pahala dari Allah Ta’ala dan mereka meninggalkan semua yang dilarang itu di dunia karena mengharap ridhaNya di akhirat, maka mereka sampai pada apa yang telah dijanjikan pada mereka.11 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Ayat 277). Pada ayat di atas tadi Tuhan telah menerangkan bahwa dalam masyarakat beriman yang telah ditegakkan Tuhan, yang sangat dianjurkan ialah bersedekah, bukan makan riba. Di ayat ini kembali lagi diberi penjelasan bahwa masayarakat yang beriman dan beramal shalih, tidak mungkin menimbulkan riba. Sebab baik dia kaya atau miskin, mereka keduanya bergabung dalam satu kepercayaan dan satu ukhuwah (persaudaraan) dan tergabung dalam satu jamaah. Kalau kita baca ayat ini dengan saksama, yang diakhiri dengan jaminan Tuhan bahwa mereka tidak akan ditimpa oleh rasa takut dan duka cita dapatlah kita fahamkan betapa besar pengaruh ayat ini di dalam membasmi riba. Kalau masyarakat kamu itu telah masyarakat beriman dan beramal shalih, kamu tidak usah merasa takut akan miskin. Dan kamu tidak usah berdukacita bahwa tidak ada orang yang membela kamu.
11
Hamka,Op.cit, h. 69.
11
Di dalam masyarakat yang telah didirikan oleh Rasulullah Saw. Di Madinah itu, dan ayat-ayat inipun diturunkan di Madinah, terdapat orang-orang yang kaya-raaya Abdurrahman bin Auf dan terdapat pula yang miskin sebagai Abud-Dardak, Abu Zar,dan lain-lain. Dalam masyarakat yang demikian tidak ada riba, yang kaya membantu yang miskin, dan yang miskin kalau tidak perlu betul tidak akan meminta bantu kepada yang kaya. Mereka berpegang kepada salah satu sabda Rasulullah Saw. Bahwa pergi mencari kayu api dengan membawa seutas tali pengebat dan sebuah kapak penebang, lebih baik dari pada menadahkan kedua tangan meminta bantu kepada orang lain.12 Ayat 278, ْ“ يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ اتَّقُواْ ّللاَ َوذَ ُرواHai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah” biarkanlah الر َبا ِإن ُكنت ُم ِ َي ِمن َ َما َب ِق َ“ ُّمؤْ ِمنِينapa yang tersisa dari riba jika kamu adalah orang-orang beriman” yang sungguh-sungguh dalam keimananmu. Karena perilaku orang yang beriman adalah melaksanakan perintah Allah. Ayat ini turun ketika sebagian sahabat setelah adanya larangan mengambil riba, menuntut pembayaran riba miliknya yang terjadi sebelumnya.13 Ayat 278, َالر َبا ِإن ُكنتُم ُّمؤْ ِمنِين ِ َي ِمن َ َيا أ َ ُّي َها الَّذِينَ آ َمنُواْ اتَّقُواْ ّللاَ َوذَ ُرواْ َما َب ِق, Abu Ja’far berkata: Maksud Allah Ta’ala dengan ayat tersebut: Wahai orang-orang yang beriman, percayalah pada Allah dan RasulNya. Bertakwalah kalian pada Allah. Allah Ta’ala berfirman: Takutlah kalian pada Allah atas diri kalian. Bertakwalah dengan mentaati perintahNya dan menjauhi laranganNya dan tinggalkan sisa-sisa riba. Dia berfirman: Tinggalkan meminta sisa riba kalian dari kelebihan pokok harta kalian yang sebelumnya menjadi milik kalian sebelum diribakan, jika kalian beriman. Ia berkata: jika kalian merealisasikan iman kalian secara lisan dan membenarkannya dengan perbuatn kalian”. Abu Ja’far berkata: “Disebutkan bahwa ayat ini diturunkan pada kaum yang telah masuk Islam. Mereka memiliki harta yang mereka ribakan pada kaum lainnya. Sebagian mereka menerima sebagian hartanya dari mereka dan tinggal
12
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Syaikh Mahmud Muhammad Syakir, Op.cit, h. 739.
13
Hamka, Op.cit, h. 70-71.
12
sebagian lagi. Maka Allah Ta’ala memaafkan orang-orang yang menerima riba sebelum ayat ini turun dan mengharamkan menagih sisanya”.14 Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba itu jika kamu orang-orang yang beriman. (Ayat 278). Menurut riwayat yang dirawikan oleh Ibnu Jarir dan Ibnul Mundzir dan Ibnu Abi Hatim daripada as-Suddi, ayat ini diturunkan berkenaan dengan diri paman Nabi Saw. Sendiri yaitu Abbas bin Abdul Muthalib. Beliau di zaman jahiliyah mendirikan satu perkongsian dengan seorang dari Bani al-Mughirah, yang mata usaha mereka adalah menternakan uang (makan riba). Mereka pernah meminjamkan uang kepada seorang dari Bani Tsaqif di Thaif. Kemudian Abbas masuk Islam. (Beliau hijrah ke Madinah, dan di tengah jalan berselobok dengan tentara Rasulullah Saw. Yang akan menaklukan Makkah di bawah pimpinan Rasulullah sendiri, di waktu itulah beliau dengan resmi menyatakan diri telah Islam – Penulis Tafsir). Setelah datang zaman Islam, datanglah peraturan ini. Yaitu bahwa sisa-sisa riba jahiliyah ditinggalkan sama sekali. Artinya orang yang berhutang di Thaif itu tidak perlulagi memberikan bunga riba itu, cukup diberikan seberapa banyak yang dihutangnya dahulu itu saja. Kalau kamu telah mengaku termasuk orang beriman, tinggalkan pekerjaan itu sama sekali. Itulah tanda beriman, sebab cinta kepada harta telah kamu ganti dengan cinta kepada Allah.15 Ayat 279, ْ“ َفإِن لَّ ْم ت َ ْف َعلُواjika kamu tidak melaksanakan” apa yang diperintahkan kepadamuْ" فَأْذَنُواketahuilah” keyakinan سو ِل ِه ُ ب ِمنَ ّللاِ َو َر ٍ “ ِب َح ْرbahwa Allah dan Rasul-Nya menyatakan perang” kepadamu. Ini adalah ancaman yang keras kepada mereka. Tatkala ayat ini turun, mereka berkata: “Kita tidak berdaya untuk berperang melawanNya.” “ َوإِن تُ ْبت ُ ْمDan jika kamu bertaubat” meninggalkan riba ُوس ُ “ فَ َل ُك ْم ُرؤmaka kamu berhak mengambil kepala” pokok َأَ ْم َوا ِل ُك ْم ال
14 Al-Imam Jalaluddin Muhammad Al-Mahali, Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman AsSuyuthi, Op.cit, h. 738. 15
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Syaikh Mahmud Muhammad Syakir, Op.cit, h. 738-
740.
13
َ“ت َْظ ِل ُمونhartamu. Kamu tidak menzhalimi” dengan meminta tambahan ْ ُ “ تdan tidak pula dizhalimi” dengan pengurangan hartamu.16 َظلَ ُمون
ََوال
Abu Ja’far berkata: “Maksud Allah Ta’ala dengan firmanNya فَإِن لَّ ْم ْ“ ت َ ْف َعلُواMaka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba)” jika kalian tidak meninggalkan sisa riba . Para ahli qiraat berbeda pendapat tentang membaca سو ِل ِه ُ ب ِمنَ ّللاِ َو َر ٍ “ فَأْذَنُواْ ِب َح ْرMaka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu” mayoritas ahli qiraat Madinah membaca ْ“ فَأْذَنُواMaka ketahuiah” dengan memendekkan alif dan memfathahkan huruf dzal, maknanya mereka tahu dan mendapat izin. Ahli qiraat lainnya, yaitu mayoritas qiraat Kufah membaca ْ فَآ ِذنُواdengan mmemanjangkan alif dan mengkasrahkan huruf dzal, maknanya menjadi “maka izinkanlah orang-orang selain kalian, beritahu dan kabari mereka bahwa kalian harus memerangi mereka”. Abu Ja’far berkata: “Bacaan yang paling benar adalah ْ فَأْذَنُواdengan memendekkan alif dan memfathahkan dzal, yang maknanya: Ketahuilah itu dan yakinlah dan kalian diizinkan oleh Allah Ta’ala untuk itu. Kami memilih bacaan ini karena Allah Ta’ala memerintahkan Nabi Saw untuk mengusir orang yang tetap menyekutukan Allah yang tidak menyatakan kemusyrikannya dan membunuh oarang yang murtad kecuali mereka kembali masuk Islam, baik orangorang musyrik itu mengizinkan Nabi Saw berperang atau tidak mengizinkan, karena orang yang diperintah dengan itu tidak terlepas dari dua perkara, bisa jadi dia orang musyrik yang melakukan kemusyrikan yang tidak menyatakan kemusyrikannya, atau orang islam yang murtad dan diizinkan untuk diperangi. Apapun keadaannya, Nabi Saw diperintahkan untuk memeranginya, bukan perintah untuk meminta izin dari mereka jika dia ingin melakukannya karena perintah ini jika ditujukan padanya dan dia menetapkan pemakan riba menempati posisinya dan orang-orang Islam tidak diizinkan untuk berperang dan memeranginya dan tidak diwajibkan bagi orang Islam, itu bukanlah hukum Allah
16
Hamka, Opcit, h. 72-73.
14
pada satu dari dua keadaan ini. Telah diketahui bahwa orang yang diizinkan untuk diperangi bukanlah orang yang mengizinkannya.17 ُوس أَ ْم َوا ِل ُك ْم ُ َوإِن ت ُ ْبت ُ ْم فَلَ ُك ْم ُرؤ, Abu Ja’far berkata: “Maksud Allah Ta’ala: jika kalian bertaubat dan meninggalkan riba dan kembali pada Allah Ta’ala, maka kalian berhak atas pokok harta kalian dalam piutang kalian, selain tambahan yang menjadi riba.18 ْ ُ الَ ت َْظ ِل ُمونَ َوالَ ت, Abu Ja’far berkata: “Maksud Allah dengan َظلَ ُمون firmanNya َ“ “ الَ ت َْظ ِل ُمونKamu tidak menganiaya” dengan kalian mengambil pokok harta kalian yang kalian memiliki sebelum diribakan pada orang-orang yang berhutang pada kalian tanpa mengambil keuntungannya yang kalian tambahkan sebagai riba dari mereka sehingga kalian mengambil dari mereka apa yang bukan ْ ُ “ َوالَ تDan tidak hak kalian, atau yang sebelumnya bukan menjadi hak kalian. َظ َل ُمون (pula) dianiaya” Allah Ta’ala berfirman: Juga orang yang berhutang pada kalian beri bukan riba tapi karena penambahan tempo sehingga mengurangi hak kalian atasnya, lalu kalian menahannya, karena tambahan modal kalian, bukan menjadi hak kalian, maka kalau dia tidak membayarnya pada kalian, berarti dia telah berbuat zhalim pada kalian.19 “Tetapi jika tidak kamu kerjakan begitu.” (pangkal ayat 279). Artinya kamu telah mengaku beriman, padahal makan riba masih diteruskan juga, “maka terimalah pernyataan perang dari Allah dan RasulNya.” Inilah satu peringatan yang amat keras, yang dalam bahasa kita zaman sekarang boleh disebut Ultimatum dari Allah. Menurut penyelidikan kita tidak terdapat dosa lain yang mendapat peringatan sekeras ancaman terhadap meneruskan riba ini. 20 Jadi, hukum riba adalah haram. Riba tidak sama dengan jual beli, Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Bagi yang mengatakan jual beli 17
Al-Imam Jalaluddin Muhammad Al-Mahali, Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman AsSuyuthi, Op.cit, 203.. 18
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Syaikh Mahmud Muhammad Syakir, Op.cit, h.
19
Ibid, 746, 747.
20
Ibid, h. 748-749.
743-744
15
itu sama dengan riba, maka kebangkitannya pada hari kiamat dari kubur sama seperti bangkitnya orang yang kesurupan. Apabila telah datang peringatatan Allah tentang haramnya riba, maka harus berhenti memakan riba dan dilarang melakukannya. Mengenai riba yang dilakukan sebelum datangnya peringatan Allah tentang haramnya riba, maka urusan tersebut terserah Allah Swt. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dengan melipatgandakan pahalanya. Allah tidak menyukai terhadap orang yang mempertahankan kekafirannya setelah datangnya petunjuk dari Allah. Orang-orang yang beriman adalalah mereka yang melakukan amal shalih yang diperintahkan Allah Ta’ala dan juga amal sunnah yang dianjurkan Allah Ta’ala. Mereka mengerjakan shalat fardhu dengan rukun-rukunnya, juga menunaikan sunnah-sunnahnya,
mereka
menunaikan
zakat
wajib
dari
harta
mereka. masayarakat yang beriman dan beramal shalih, tidak mungkin menimbulkan riba. Allah menyuruh untuk meninggalkan sisa-sisa riba setelah datangnya petunjuk Allah tentang larangan melakukan riba.
B. QS. Ali Imran Ayat 130-131 1. Lafal dan Terjemah.
ضا َعفَةً َواتَّقُواْ ّللاَ لَعَلَّ ُك ْم ْ َ الربَا أ َ ضعَافا ً ُّم ِ ْيَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ الَ تَأ ْ ُكلُوا (١٣٠) َت ُ ْف ِل ُحون Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. 2. Asbabun Nuzul Pada waktu itu terdapat orang yang melakukan aqad jual beli dengan jangka waktu (kredit). Apabila waktu pembayaran telah tiba, mereka ingkar, tidak mau membayar, sehingga dengan demikian bertambah besarlah bunganya. Dengan menambah bunga berarti mereka bertambah pula jangka waktu untuk membayar. Sehubungan dengan kebiasaan seperti ini Allah SWT menurunkan
16
ayat ke-130 yang pada pokoknya memberi peringatan dan larangan atas praktik jual beli yang demikian itu. Dengan bentuk dan jenis seperti apa saja riba tetap diharamkan. . (HR. Faryabi dari Mujahid). Di zaman jahiliyah Tsaqif berhutang kepada Bani Nadir. Pada waktu yang telah dijanjikan untuk membayar hutang itu Tsaqif berkata: “Kami akan membayar
bunganya
dan
kami
meminta
agar
waktu
pembayarannya
ditangguhkan”. Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat 130-131 sebagai peringatan, larangan dan ancaman bagi mereka yang membiasakan berbuat riba. (HR. Faryabi dari Atha).21 3. Penjelasan Al-Biqa’i berpendapat bahwa sebab utama dari malapetaka yang terjadi dalam perang uhud adalah langkah para pemanah meninggalkan posisi mereka di atas bukit untuk turun mengambil harta rampasan perang, padahal Nabi Saw sebelumnya telah melarang mereka. Harta yang mereka ambil itu adalah serupa dengan riba, dari sisi bahwa keduanya adalah sesuatu yang merupakan bagian yang lebih dari hiasan dunia. Kesamaannya dalam hal sesuatu yang terlarang, atau sesuatu yang lebih dari yang wajar, itulah yang mengundang ayat ini mengajak orang-orang beriman agar tidak memakan riba sebagaimana yang sering terjadi dalam masyarakat jahiliyah ketika itu, yakni yang berlipat ganda. Mereka diajak untuk menghindari siksa Allah di dunia dan di akhirat dengan perintahNya bertawakalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan di dunia dan di akhirat. Dan periharalah dirimu dari api neraka, kalau kamu tidak dapat memeliharanya atas dorongan cinta, syukur kepada Allah. Neraka yang di sediakan untuk orang-orang yang kafir, antara lain mereka yang menghalalkan riba, demikian juga untuk orang-orang durhaka yang mengkufuri nikmat Allah SWT. Al-Biqa’i menguatkan pendapatnya ini dengan mengutip beberapa riwayat, antara lain dari Abu Hurairah yang berkesimpulannya adalah bahwa seseorang‘Amr Ibn Uqaisy atau Ushairim Ibn’ Abdil Asyhal- melakukan transaksi riba, dan
21
Opcit, Asbabun Nuzul, h. 193.
17
dia enggan masuk Islam sebelum memungut riba itu . Namun, ketika perang Uhud terjadi, dia menanyakan tentang anak-anak pamannya, atau anak saudaranya dan beberapa temannya. Setelah disampaikan bahwa mereka berada di Uhud, dia segera menunggang kudanya dan pergi menemui mereka. Ketika kaum muslimin melihatnya, mereka menyuruhnya pulang, tetapi dia menyatakan dirinya telah beriman. Dia ikut aktif terlibat dalam peperangan itu dan mengalami luka berat. Di rumahnya, dia ditanya tentang sebab keterlibatannya dalam peperangan apakah karena ingin membela keluarga atau karena Allah. Dia menjawab: “Karena Allah dan Rasul-Nya. “Tidak lama kemudian, dia gugur karena lukanya. Rasul SAW, Menyatakan bahwa dia adalah penghuni surga, padahal tidak sekalipun dia shalat. Peristiwa ini dijadikan oleh sementara ulama sebagai sebab turunya ayat, dan seperti terlihat ia masih berkaitan dengan perang Uhud, yang menjadi uraian ayat-ayat yang lalu. Berdasarkan hal tersebut, ayat di atas dapat juga bermakna “Wahai orang-orang yang berkeinginan untuk beriman, janganlah kamu berbuat seperti ‘Amr Ibn Uqaisy atau Ushairim Ibn ‘Abdil Asyhal yang nenunda keislamannya karena ingin memungut riba yang kamu kenal berlaku dalam masyarakat, tetapi bersegeralah beriman dan bertakwa kepada Allah agar kalian tidak celaka, tetapi memperoleh keuntungan. Atau, wahai orang-orang yang menyatakan dirinya sebagai orang yang beriman, lakukanlah seperti apa yang dilakukan Asyram. Dengan kesungguhan imannya, dia berperang, dan meninggalkan riba sehingga memperoleh keberuntungan. Ayat 130 , ًضا َعفَة ْ َ الر َبا أ َ ض َعافا ً ُّم ِ ْ“ َيا أ َ ُّي َها الَّذِينَ آ َمنُواْ الَ تَأ ْ ُكلُواHai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.” Yakni dengan seribu atau kurang. Yaitu dengan meminta tambahan harta pada saat jatuh tempo dan menunda penagihan. َ“ َواتَّقُواْ ّللاDan bertakwalah kamu kepada Allah” dengan meninggalkan praktik riba َ“ لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِلحُونAgar kamu beruntung” memperoleh kemenangan.22
22
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentara Hati, 2002), h. 257-258.
18
Firman Allah SWT, Ayat 130, ًضا َعفَة ْ َالربَا أ َ ضعَافا ً ُّم ِ ْيَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ الَ تَأ ْ ُكلُوا. Larangan makan riba ini adalah selingan di tengah-tengah kisah Uhud. Ibnu ‘Athiyyah berkata, Tidak ada satupun riwayat yang aku hafal tentang hal ini.” Aku (Al Qurthubi) katakan: Mujahid berkata, “Mereka biasa menjual barang dagangan sampai jatuh tempo tertentu. Apabila jatuh tempo itu (dan harga barang belum dilunasi-penerj.) maka mereka menambah harga barang dagangan tersebut atas imbalan mereka memberikan tempo lagi. Maka Allah Swt. Menurunkan ayat, ًضا َعفَة ْ َ الربَا أ َ ضعَافا ً ُّم ِ ْ“ يَا أ َ ُّي َها ا َّلذِينَ آ َمنُواْ الَ ت َأ ْ ُكلُواHai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.” Aku (Al Qurthubi) katakan: Sesungguhnya disebutkan riba secara khusus diantara berbagai bentuk kemaksiatan lainnya karena terhadap riba, Allah SWT menyatakan perang atasnya. Allah SWT berfirman, َب ِمن ٍ فَإِن لَّ ْم تَ ْفعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِ َح ْر سو ِل ِه ُ “ ّللاِ َو َرMaka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu.” Kata perang mengisyaratkan pembunuhan. Maka, seakan-akan Allah SWT berfirman, Jika kalian tidak menjauhi riba niscaya kalian pasti kalah dan terbunuh. Allah SWT memerintahkan kepada mereka untuk meninggalkan riba, karena riba dipraktikkan dalam masyarakat mereka. Wallahua’lam. Firman
Allah
SWT, ً ضعَافا ْ َ أadalah
nashab
karena
pada
posisi hal
(menunjukkan keadaan) dan firman Allah SWT, ًضا َعفَة َ ُّمadalah na’atnya. Ada yang membaca mudha’afah, yaitu dengan huruf ‘ain bertasydid. Maknanya, riba dalam bentuk menggandakan hutang yang biasa dilakukan orang arab. Biasanya penagih hutang berkata, ‘Apakah kamu akan melunasi hutang atau hutangmu akan dikembangkan (maksudnya nilai pelunasannya ditambah tinggi)?’, Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surah Al-Baqarah. Firman
Allah
SWT, ًضا َعفَة َ ُّمmenunjukkan
adanya
pengulangan
penggandaan tahun pertahun, sebagaimana yang mereka praktekkan. Ungkapan
19
ini menegaskan betapa buruk dan jeleknya perbuatan mereka. Oleh karena itu, penggandaan ini disebutkan secara khusus.23 “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba berlipat
ganda.
Dan
takwalah
kepada
Allah,
supaya
kamu
beroleh
kemenangan.” (ayat 130). Menurut keterangan ahli-ahli tafsir, inilah ayat mengharamkan riba yang mula-mula turun. Adapun ayat yang ada dalam surat Al-Baqarah yang telah terlebih dahulu kita tafsirkan itu adalah termasuk ayat yang terakhir turunnya kepada Nabi. Menurut keterangan Sayyidina Umar bin Khatab sebelum Rasulullah Saw. Menerangkan riba yang berbahaya itu secara terperinci, beliaupun wafat. Tetapi pokoknya sudah nyata dan jelas dalam ayat yang mula-mula turun tentang riba, yang sedang kita perkatakan ini. Riba adalah suatu pemerasan hebat dari yang berpiutang kepada yang berhutang, yaitu Adh’afan Mudha’afatan. Adh’afatan artinya berlipat-lipat, mudha’afatan artinya berlipat lagi, berlipat-lipat, bergandaganda.24 Abu Ja’far berkata: Allah SWT menjelaskan, Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, janganlah kalian makan barang riba setelah kalian masuk Islam, seperti yang biasa kalian lakukan pada masa jahiliyah.” Salah satu kebiasaan mereka pada zaman jahiliyah melipatgandakan riba. Ketika seseorang memberikan pinjaman dalam tempo tertentu, dan ketika waktunya telah tiba, ia menagihnya, lalu orang yang berutang berkata kepada yang berpiutang, “Tangguhkan utang ini, maka aku akan menambahnya. “Itulah yang dimaksud dengan “riba berlipat ganda.” Allah SWT melarang mereka melakukan hal itu setelah mereka masuk Islam.25
23 Al-Imam Jalaluddin Muhammad Al-Mahali, Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman AsSuyuthi, Op.cit, h. 277. 24 Ta’liq: M. Ibrahim Al-Hifnawi, Takhrij: Mahmud Hamid, Tafsir Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 499-500. 25
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Syaikh Mahmud Muhammad Syakir, Op.cit, h. 860.
20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Apabila telah datang peringatatan Allah tentang haramnya riba, maka harus berhenti memakan riba dan dilarang melakukannya. Mengenai riba yang dilakukan sebelum datangnya peringatan Allah tentang haramnya riba, maka urusan tersebut terserah Allah Swt. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dengan melipatgandakan pahalanya. Allah tidak menyukai terhadap orang yang mempertahankan kekafirannya setelah datangnya petunjuk dari Allah.Orang-orang yang beriman adalalah mereka yang melakukan amal shalih yang diperintahkan Allah Ta’ala dan juga amal sunnah yang dianjurkan Allah Ta’ala. Mereka mengerjakan shalat fardhu dengan rukun-rukunnya, juga menunaikan sunnah-sunnahnya, mereka menunaikan zakat wajib dari harta mereka. masayarakat yang beriman dan beramal shalih, tidak mungkin menimbulkan riba. Allah menyuruh untuk meninggalkan sisa-sisa riba setelah datangnya petunjuk Allah tentang larangan melakukan riba. Allah SWT. memerintahkan untuk bertaqwa kepada-Nya dengan cara meninggalkan riba. Bagi siapa yang menghalalkan riba termasuk orang-orang kafir. Pinjaman yang manusia inginkan agar terus bertambah sehingga peminjaman itu berbunga pada harta orang maka hal itu tidak akan bertambah di sisi Allah.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mudzab Mahali, Asbabun Nuzul, (Jakarta: Rajawali), 1989. Al-Imam Jalaluddin Muhammad Al-Mahali, Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi, Tafsir Jalalain, (Surabaya: Pustaka Elba), 2010. Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Syaikh Mahmud Muhammad Syakir, Tafsir Ath-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam), 2008. Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas), 2001. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentara Hati), 2002. Ta’liq: M. Ibrahim Al-Hifnawi, Takhrij: Mahmud Hamid, Tafsir Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam), 2008. Aidh Al-Qarni, Tafsir Muyassar, (Jakarta: Qisty Press), 2008. Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang, CV. Toha Puteta), 1992.
22