Makalah Osteoartritis Untuk memenuhi salahsatu tugas matakuliah Farmakoterapi
Penyusun : Nama : NIM : Kelas 1. 2. 3. 4. 5.
Asep Darda D : 2404114140 Mida Yulia EP: 2404114161 Putri Maya I : 2404114120 Sifa Faujiah S : 2404114173 Wina ---: 24041141--
:D :D :C :D :C
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GARUT 2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan tuntutan, rahmat dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai “Osteoartritis” yang merupakan salahsatu tugas mata kuliah Farmakoterapi. Makalah ini telah disusun sebaik mungkin, kami berharap dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Kami berterimakasih kepada berbagai pihak yang turut mendukung tersusunnya makalah ini dengan baik. Kami menyadari makalah ini masih terdapat kekurangan, maka mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar kami lebih baik pada penyusunan selanjutnya. Garut, 25 Mei 2018
Kelompok 12
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ............................................................................................................ 3
1.2
Rumusan Masalah ....................................................................................................... 3
1.3
Tujuan.......................................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pengertian Osteoartritis (OA)...................................................................................... 5
2.2
Prevalensi .................................................................................................................... 6
2.3
Klasifikasi Osteoartritis (OA) ..................................................................................... 7
2.4
Faktor Resiko .............................................................................................................. 9
2.5
Gejala ........................................................................................................................ 13
2.6
Patofisiologis ............................................................................................................. 14
2.7
Diagnosis ................................................................................................................... 15
2.8
Pengobatan Non Farmakologi ................................................................................... 16
2.9
Pengobatan Farmakologi ............................................................................................. 1
2.10 Guide Line Terapi ....................................................................................................... 3 BAB III STUDI KASUS ........................................................................................................... 1 BAB IV PENUTUP ................................................................................................................. 13 LAMPIRAN ............................................................................................................................... I
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Osteoartritis (OA) merupakan
bentuk artritis yang paling sering ditemukan di
masyarakat, bersifat kronis, yang berdampak besar dalam masalah kesehatan masyarakat. Saat ini terdapat banyak modalitas terapi baik farmakologi maupun non farmakologi untuk penatalaksanaan OA, karena itu diperlukan rekomendasi penatalaksanaan OA di Indonesia yang efektif, berdasarkan bukti-bukti ilmiah terkini. Pengobatan osteoartritis harus selektif karena terdapat berbagai macam obat yang dapat digunakan. Sebagai calon tenaga teknis kefarmasian yang bertanggung jawab memberikan obat beserta informasi obat yang baik, benar dan lengkap maka melalui matakuliah farmakoterapi kami mendalami mengenai penyakit osteoartritis beserta pengobatan secara farmakologi dan non farmakologi. Selain itu yang penting dipelajari adalah mengenai guide line terapi pengobatan osteoartritis serta kondisi – kondisi khusus yang mengharuskan suatu obat digunakan dan tidak boleh digunakan. 1.2
Rumusan Masalah 1. Apa yang dmaksud dengan Osteoartritis ? 2. Apakah Osteoartritis hanya terjadi pada salah satu sendi tulang ? 3. Apa saja golongan obat – obatan yang dapat digunakan untuk terapi farmakologi penyakit Osteoartritis ? 4. Bagaimana guide line terapi pengobatan penyakit Osteoartritis ?
3
1.3
Tujuan Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah mengetahui lebih dalam
mengenai penyakit osteoartritis serta bagian – bagian sendi yang dapat terkena. Selain itu untuk mengetahui dan memahami golongan obat – obatan yang dapat digunakan serta guide line terapi pada pengobatan secara farmakologi penyakit osteoartritis.
4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pengertian Osteoartritis (OA) Osteoartritis (OA) merupakan bentuk artritis yang paling sering ditemukan
di masyarakat, bersifat kronis, berdampak besar dalam masalah kesehatan masyarakat. Osteoartritis dapat terjadi dengan etiologi yang berbeda-beda, namun mengakibatkan kelainan bilologis, morfologis dan keluaran klinis yang sama. Proses penyakitnya tidak hanya mengenai rawan sendi namun juga mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial serta jaringan ikat periartikular. Pada stadium lanjut rawan sendi mengalami kerusakan yang ditandai dengan adanya fibrilasi, fissura dan ulserasi yang dalam pada permukaan sendi. Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga menyebabkan nyeri dan kekakuan pada sendi. Dalam Perhimpunan Reumatologi Indonesia, osteoartritis secara sederhana didefinisikan sebagai suatu penyakit sendi degeneratif yang terjadi karena proses inflamasi kronis pada sendi dan tulang yang ada disekitar sendi tersebut. Osteoartritis mendefinisikan sebagai kelainan sendi kronik yang disebabkan karena ketidakseimbangan sintesis dan degradasi pada sendi, matriks ekstraseluler, kondrosit serta tulang subkondral pada usia tua.
5
2.2
Prevalensi Berdasarkan
The
National
Arthritis
Data
Workgroup
(NADW)
memperkirakan penderita osteoartritis di Amerika pada tahun 2005 sebanyak 27 juta yang terjadi pada usia 18 tahun keatas. Data tahun 2007 hingga 2009 prevalensi naik sekitar 1 dari 5 atau 50 juta jiwa yang didiagnosis dokter menderita osteoartritis, di Australia estimasi insiden osteoartritis lebih besar pada wanita dibandingkan pada laki-laki dari semua kelompok usia yaitu 2,95 tiap 1000 populasi dibanding 1,71 tiap 1000 populasi. Di Asia, China dan India penderita osteoartritis menduduki peringkat 2 teratas sebagai negara dengan epidemiologi osteoartritis tertinggi yaitu berturut-turut 5.650 dan 8.145 jiwa yang menderita osteoartritis lutut. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 hasil dari wawancara pada usia ≥ 15 tahun rata-rata prevalensi penyakit sendi/rematik sebesar 24,7%. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi dengan prevalensi OA tertinggi yaitu sekitar 33,1% sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah adalah Riau yaitu sekitar 9%. Selain itu berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2013 sekitar 32,99% lansia di Indonesia mengeluhkan penyakit degeneratif seperti asam urat, rematik/radang sendi, darah tinggi, darah rendah, dan diabetes. Prevalensi Osteoartritis terhadap bagian yang diderita terjadi pada gejala OA lutut yang lebih tinggi terjadi pada wanita dibanding pada laki-laki yaitu 13% pada wanita dan 10% pada laki-laki. Resiko perkembangan OA lutut sekitar 40% pada laki-laki dan 47% pada wanita. Oliveria melaporkan rata-rata insiden OA panggul, lutut dan tangan sekitar 88, 240, 100/100.000 disetiap tahunnya. Insiden tersebut akan meningkat pada usia 50 tahun keatas dan menurun pada usia 70 tahun. Studi kohort di Framingham, 6,8% orang berusia 26 tahun ke atas memiliki gejala osteoartritis pada tangan dengan rata-rata laki-laki 3,8% dan wanita 9,2%. Johnston Country Osteoarthritis (JoCo OA) Project, sebuah studi tentang OA pada lutut dan panggul 43,3% pasien mengeluhkan rasa nyeri dan kekakuan pada sendi. Hal ini disebabkan penebalan pada kapsul sendi dan perubahan bentuk pada osteofit.
6
2.3
Klasifikasi Osteoartritis (OA)
Berdasarkan etiologi, osteoartritis dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : i) Osteoartritis primer Osteoartritis primer atau OA idiopatik belum diketahui penyebabnya dan tidak berhubungan dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi.7 Meski demikian, osteoartritis primer banyak dihubungkan pada penuaan. Pada orangtua, volume air dari tulang muda meningkat dan susunan protein tulang mengalami degenerasi. Akhirnya, kartilago mulai degenerasi dengan mengelupas atau membentuk tulang muda yang kecil. Pada kasus-kasus lanjut, ada kehilangan total dari bantal kartilago antara tulang-tulang dan sendi-sendi. Penggunaan berulang dari sendi-sendi yang terpakai dari tahun ke tahun dapat membuat bantalan tulang mengalami iritasi dan meradang, menyebabkan nyeri dan pembengkakan sendi. Kehilangan bantalan tulang ini menyebabkan gesekan antar tulang, menjurus pada nyeri dan keterbatasan mobilitas sendi. Peradangan dari kartilago dapat juga menstimulasi pertumbuhan-pertumbuhan tulang baru yang terbentuk di sekitar sendisendi. Osteoartritis primer ini dapat meliputi sendi-sendi perifer (baik satu maupun banyak sendi), sendi interphalang, sendi besar (panggul, lutut), sendi-sendi kecil (carpometacarpal, metacarpophalangeal), sendi apophyseal dan atau intervertebral pada tulang belakang, maupun variasi lainnya seperti OA inflamatorik erosif, OA generalisata, chondromalacia patella, atau Diffuse Idiopathic Skeletal Hyperostosis (DISH). ii) Osteoartritis sekunder Osteoartritis sekunder adalah OA yang disebabkan oleh penyakit atau kondisi lainnya,7,19 seperti pada post-traumatik, kelainan kongenital dan pertumbuhan (baik lokal maupun generalisata), kelainan tulang dan sendi, penyakit akibat deposit kalsium, kelainan endokrin, metabolik, inflamasi, imobilitas yang terlalu lama, serta faktor risiko lainnya seperti obesitas, operasi yang berulangkali pada struktur-struktur sendi, dan sebagainya.
7
8
2.4
Faktor Resiko Secara garis besar, faktor risiko timbulnya OA meliputi usia, jenis kelamin,
ras, genetik, nutrisi, obesitas, riwayat trauma lutut, aktivitas fisik, kebiasaan olah raga, dan jenis pekerjaan. a. Usia Usia adalah faktor risiko utama timbulnya OA, dengan prevalensi dan beratnya OA yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Lebih dari 80% individu berusia lebih dari 75 tahun terkena OA. Bukti radiografi menunjukkan insidensi OA jarang pada usia di bawah 40 tahun. OA hampir tidak pernah terjadi pada anak-anak dan sering pada usia di atas 60 tahun. Meskipun OA berkaitan dengan usia, penyakit ini bukan merupakan akibat proses penuaan yang tak dapat dihindari. Perubahan morfologi dan struktur pada kartilago berkaitan dengan usia termasuk penghalusan dan penipisan permukaan artikuler; penurunan ukuran dan agregasi matriks proteoglikan; serta kehilangan kekuatan peregangan dan kekakuan matriks. Perubahan-perubahan ini paling sering disebabkan oleh penurunan kemampuan kondrosit untuk mempertahankan dan memperbaiki jaringan, seperti kondrosit itu sendiri sehingga terjadi penurunan aktivitas sintesis dan mitosis, penurunan respon terhadap anabolic growth factor, dan sintesis proteoglikan yang lebih kecil dan tidak seragam.
9
b. Jenis kelamin Wanita berrisiko terkena OA dua kali lipat dibanding pria. Walaupun prevalensi OA sebelum usia 45 tahun kurang lebih sama pada pria dan wanita, tetapi di atas 50 tahun prevalensi OA lebih banyak pada wanita, terutama pada sendi lutut.7,8 Wanita memiliki lebih banyak sendi yang terlibat dan lebih menunjukkan gejala klinis seperti kekakuan di pagi hari, bengkak pada sendi, dan nyeri di malam hari. Meningkatnya kejadian OA pada wanita di atas 50 tahun diperkirakan karena turunnya kadar estrogen yang signifikan setelah menopause. Kondrosit memiliki reseptor estrogen fungsional, yang menunjukkan bahwa sel-sel ini dipengaruhi oleh estrogen. Penelitian yang dilakukan pada beberapa tikus menunjukkan bahwa estrogen menyebabkan peningkatan pengaturan reseptor estrogen pada kondrosit, dan peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan sintesis proteoglikan pada hewan percobaan. c. Genetik Faktor genetik juga berperan pada kejadian OA lutut. Hal tersebut berhubungan dengan abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan, seperti adanya mutasi pada gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk struktur-struktur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat, atau proteoglikan. Sebuah studi menunjukkan bahwa komponen yang diturunkan pada penderita OA sebesar 50% hingga 65%. Studi pada keluarga, saudara kembar, dan populasi menunjukkan perbedaan antar pengaruh genetik menentukan lokasi sendi yang terkena OA. Bukti lebih jauh yang mendukung faktor genetik sebagai predisposisi OA adalah adanya kesesuaian gen OA yang lebih tinggi pada kembar monozigot dibanding kembar dizigot.
10
d. Nutrisi Orang yang jarang mengkonsumsi makanan bervitamin D memiliki peningkatan risiko 3 kali lipat menderita OA lutut. Penelitian faktor nutrisi sebagai etiopatologi OA membuktikan adanya peningkatan risiko kejadian OA lutut pada individu dengan defisiensi vitamin C dan E. Pada orang Asia, penyakit KashinBeck, salah satu jenis OA, dapat disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi oleh jamur. Hipotiroidisme terjadi pada sebagian penderita OA karena defisiensi selenium. e. Obesitas Kegemukan (obesitas) adalah faktor risiko terkuat untuk terjadinya osteoartritis lutut. Efek obesitas terhadap perkembangan dan progresifitas OA terutama melalui peningkatan beban pada sendi-sendi penopang berat badan. Tiga hingga enam kali berat badan dibebankan pada sendi lutut pada saat tubuh bertumpu pada satu kaki. Peningkatan berat badan akan melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa makin besar Indeks Massa Tubuh (IMT), risiko menderita OA lutut akan semakin meningkat. Penderita OA dengan obesitas memiliki gejala OA yang lebih berat. Obesitas tidak hanya mengawali timbulnya penyakit OA, tetapi juga merupakan akibat lanjut dari inaktivitas para penderita OA. Selain melalui peningkatan tekanan mekanik pada tulang yang menyebabkan kerusakan kartilago, obesitas berhubungan dengan kejadian osteoartritis secara tidak langsung melalui faktorfaktor sistemik. f. Riwayat trauma lutut Trauma lutut akut, terutama kerusakan pada ligamentum cruciatum dan robekan meniskus pada lutut merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut, dan berhubungan dengan progresifitas penyakit. Perkembangan dan progresifitas OA pada individu yang pernah mengalami trauma lutut tidak dapat dicegah, bahkan setelah
kerusakan
ligamentum
cruciatum
anterior
diperbaiki.
Risiko
berkembangnya OA pada kasus ini sebesar 10 kali lipat.
11
g. Aktivitas fisik Aktivitas fisik yang berat / weight bearing seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat benda berat (10 kg –50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), mendorong objek yang berat (10 kg –50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setiap hari merupakan faktor risiko terjadinya OA lutut. Di sisi lain, seseorang dengan aktivitas minim sehari-hari juga berrisiko mengalami OA lutut. Kurangnya aktivitas sendi yang berlangsung lama akan menyebabkan disuse atrophy yang akan meningkatkan kerentanan terjadinya trauma pada kartilago. Pada penelitian terhadap hewan coba, kartilago sendi yang diimobilisasi menunjukkan sintesis aggrecan proteoglikan pada kartilago yang mempengaruhi biomekanisnya, berhubungan dengan peningkatan MMP yang dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah. h. Kebiasaan olah raga Olah raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko OA yang lebih tinggi. Beban benturan yang berulang juga dapat menjadi suatu faktor penentu lokasi pada individu yang mempunyai predisposisi OA dan dapat berkaitan dengan perkembangan dan beratnya OA. Atlet olah raga yang cenderung mengalami benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari maraton, dan kung fu meningkatkan risiko untuk menderita OA lutut. i.
Jenis pekerjaan Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus,
misalnya tukang pahat, pemetik kapas, berkaitan dengan peningkatan risiko OA tertentu. Terdapat hubungan signifikan antara pekerjaan yang menggunakan kekuatan lutut dan kejadian OA lutut. Osteoartritis lebih banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama yang sering menggunakan kekuatan yang bertumpu pada lutut, seperti penambang, petani, dan kuli pelabuhan.
12
2.5
Gejala Keluhan osteoartritis yang paling sering dirasakan yaitu nyeri sendi,
terutama saat sendi bergerak atau menanggung beban, dan akan berkurang saat istirahat. Seringkali penderita merasakan nyeri pada sendi asimetris yang meningkat secara bertahap selama beberapa tahun. Nyeri pada pergerakan dapat timbul akibat iritasi kapsul sendi, periostitis dan spasme otot periartikular.25 Pada tahap awal, nyeri hanya terlokalisasi pada bagian tertentu, tetapi bila berlanjut, nyeri akan dirasakan pada seluruh sendi yang terkena OA. Nyeri ini seringkali disertai bengkak, penurunan ruang gerak sendi, dan abnormalitas mekanis. Keterbatasan gerak biasanya berhubungan dengan pembentukan osteofit, permukaan sendi yang tidak rata akibat kehilangan rawan sendi yang berat atau spasme dan kontraktur otot periartikular. Kekakuan sendi juga dapat ditemukan pada penderita OA setelah sendi tidak digerakkan beberapa lama (gel phenomenon), tetapi kekakuan ini akan hilang setelah sendi digerakkan. Kekakuan yang terjadi pada pagi hari biasanya berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Selain itu, juga didapatkan pembesaran tulang di sekitar sendi, efusi sendi, dan krepitasi.17 Pada OA lutut, gejala spesifik yang dapat timbul adalah keluhan instabilitas pada waktu naik turun tangga. Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan. Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :
Nyeri sendi , gangguan range of motion akibat nyeri.
Kekakuan sendi pada pagi hari umumnya setelah imobilisasi yang cukup lama (biasanya < 30 menit).
Krepitasi dapat ditemukan pada sendi yang nyeri.
Deformitas sendi yang permanen.
Perubahan gaya berjalan dan gangguan fungsi sendi.
Pembengkakan sendi yang asimetris akibat adanya efusi dan osteofit.
Tanda inflamasi akut sendi : peningkatan suhu, nyeri tekan, gangguan gerak, kemerahan.
13
2.6
Patofisiologis Pada awal OA, kandungan air pada kartilago mningkat kemungkinan
sebagai akibat kerusakan jaringan kolagen yang tidak mampu untuk mendesak proteoglikan dan selanjutnya memperoleh air. Seiring perkembangan OA, kandungan proteoglikan kartilago menurun, kemungkinan melalui kerja metallopproteinase. Perubahan dalam komposisi glikosaminoglikan juga terjadi, dengan peningkatan keratin sulfat dan penurunan rasio kondroitin 4-sulfat terhadap kondroitin 6-sulfat. Perubahan ini dapat mengganggu interaksi kolagenproteoglikan pada kartilago. Kandungan kolagen tidak berubah sampai penyakit menjadi parah. Peningkatan dalam sintesis kolagen dan perubahan distribusi dan diameter serat dapat terlihat. Peningkatan aktivitas metablik yang ditandai dengan peningkatan sintesis matriks yang dikontrol oleh kondrosit, dianggap merupakan suatu respon peerbaikan terhadap kerusakan. Bagaimanapun jika berlanjut menjadi hilangnya proteoglikan, mereflesikan kehilangan netto sebagai proses degradasi yang lebih cepat daripada sintesisnya. Tulang subkondral yang berdekatan dengan kartilago artikular juga mengalami pergantian tulang yang lebih cepat dengan peningkatan aktivitas osteoklast dan osteoblast. Terdapat hubungan antara pelepasan peptida vasoaktid dan matrix metallopproteinase, neovaskularisasi, dan peningkatan permeabilitas kartilago yang berdekatan. Peristiwa ini selanjutnya mengakibatkan degradasi kartilago dan pada akhirnya hilangnya kartilago, berakibat pada rasa sakit dan deformitas sendi.Fibrilasi, robeknya kartilago yang tidak mengandung kalsium, mengekspos bagian dalam tulang sehingga dapat menyebabkan mikrofraktur pada tulang subkondral.
Selanjutnya,
kartilago
tererosi,
meninggalkan
tulang
subkondral yang gundul dan menjadi padat, dan halus. Mikrofraktur berakibat pada produksi callus dan osteoid. Tulang baru (osteofit) terbentuk pada tepi sendi, jauh dari area destruksi kartilago. Osteofit dapat merupakan suatu usaha untuk menstabilkan sendi daripada suatu aspek yang destruktif dari OA. Inflamasi, dicatat secara klinis sebagai sinovitis, terjadidan dapat diakibatkan dari pelepasan mediator inflamasi seperti prostaglandin dari kondrosit. 14
2.7
Diagnosis Diagnosis osteoartritis dilakukan dengan menggali riwayat pengobatan
pasien, pemeriksaan fisik dan temuan radiologi. Pada diagnosis perlu ditentukan apakah merupakan OA primer atau sekunder. Selain itu harus ditegaskan sendi mana yang kena, keparahannya dan respons terhadap terapi sebelumnya yang dapat menjadi dasar pengobatan selanjutnya. Bila terdapat beberapa sendi yang dikeluhkan atau ada simtom sistemik, harus dipertimbangkan kemungkinan suatu bentuk arhtritis ain atau penyakit jaringan penyambung. Nyeri karena bursitis, tendonitis atau nyeri otot akan membuat diagnosis lebih sulit. Berikut ini merupakan salah satu diagnosis penyakit osteoartritis yaitu osteoartritis lutut yang menggunakan kriteria klasifikasi dari American College of Rheumatology.
Klinis
Klinis dan
Klinis dan
Laboratorik
Radiografi
Nyeri lutut + minimal Nyeri lutut + minimal Nyeri lutut + minimal 3
dari
6
kriteria 5
berikut : o
Umur
dari
3
kriteria
dari 9 kriteria berikut berikut : >
50 :
tahun o
1 o
o
Umur
>
50
50 tahun
>
Kaku pagi < 30 tahun Kaku
Umur
o
menit
o
pagi
o Krepitus
30 menit
o Nyeri tekan
o Krepitus
o Pembesaran tulang
o Nyeri tekan
Kaku pagi < 30
< menit o Krepitus
+
Pembesaran OSTEOFIT o Tidak panas pada o tulang perabaan o
Tidak
panas
pada perabaan o LED < 40 mm / jam o RF < 1 : 40 o
Analisis
cairan
sendi normal
15
2.8
Pengobatan Non Farmakologi Terapi Non Farmakologi yang dapat dilakukan untuk pengobatan penyakit
Osteoartritis adalah sebagai berikut : a. Edukasi Pendidikan kesehatan mengenai hal yang menyangkut aktivitas yang menurunkan tekanan berulang pada sendi, upaya dalam penurunan berat badan. b. Terapi Fisik Osteoarthritis pada lutut akan menyebabkan kondisi disuse atrofi pada otot kuadriseps. Latihan kekuatan otot akan menurunkan kondisi disuse atrofi. Latihan fisik juga akan membantu dalam upaya penurunan berat badan dan meningkatkan daya tahan. c. Penurunan Berar Badan d. Pencegahan yang dapat dilakukan dengan berolahraga, menjaga berat badan, menghindari mengangkat barang yang berat dan melakukan diagnosis dini serta terapi e. Pembedahan Terapi pembedahan dapat dilakukan pada pasien dengan rasa sakit parah yang tidak memberikan respon terhadap terapi konservatif atau rasa sakit yang
menyebabkan
ketidakmampuan
fungsional
substansial
dan
mempengaruhi gaya hidup (Elin dkk, 2008). Beberapa sendi, terutama sendi pinggul dan lutut, dapat diganti dengan sendi buatan. Biasanya, dengan pembedahan dapat memperbaiki fungsi dan pergerakan sendi serta mengurangi nyeri. Terdapat beberapa jenis pembedahan yang dapat dilakukan. Antara pembedahan yang dapat dilakukan jika terapi pengobatan tidak dapat berespon dengan baik atau tidak efektif pada pasien adalah Arthroscopy, Osteotomy, Arthroplasty dan Fusion.
16
Selain itu terapi non farmakologi yang direkomendasikan oleh ACR 2012 dalam manajemen terapi non farmakologis, yaitu sebagai berikut. Rekomendasi Non
Direkomendasikan pada
Tidak
Farmakologis untuk
kondisi tertentu
direkomendasikan
Manajemen OA Lutut Sangat direkomendasikan -
Berpartisipasi
kardiovaskular
dalam -
dalam - Partisipasi dalam latihan
(aerobik) program manajemen diri
dan/atau latihan resistensi -
Berpartisipasi
Berpartisipasi
dengan dengan latihan penguatan
latihan yang diawasi
- Menurunkan berat badan -
Menerima
- Mengenakan sol lateral
intervensi terjepit
(untuk individu dengan psikososial berat badan berlebih)
baik
- Menerima terapi manual sendiri atau bersamaan
dalam dikombinasi
olahraga air
keseimbangan,
- Menerima terapi manual
- Menggunakan medially saja directed patellar taping
-
Memakai
penyangga
- Mengenakan medially lutut wedges insoles pada OA - Menggunakan laterally kompartemen lateral
directed patellar taping
- Mengenakan laterally wedges subtalar strapped insoles
pada
OA
kompartemen medial -
Diinstruksikan
penggunaan agen termal - Menerima alat bantu berjalan, sesuai kebutuhan * Modalitas ini bersifat kondisional, direkomendasikan hanya jika pasien memiliki
OA lutut dengan nyeri kronis sedang sampai berat dan merupakan indikasi untuk artroplasti total lutut tetapi tidak mau menjalani prosedur, memiliki komorbiditas medis lain, atau sedang mengonsumsi obat yang mengarah kepada kontraindikasi mutlak atau relatif untuk operasi atau dokter bedah tidak merekomendasikan prosedur.
17
2.9
Pengobatan Farmakologi Terapi obat pada osteoarthritis ditargetkan pada penghilangan rasa sakit. Karena
osteoarthritis sering terjadi pada individu lanjut usia yang memiliki kondisi medis lainnya, diperlukan suatu pendekatan konservatif terhadap pengobatan obat, antaranya: 1. Golongan Analgesik a. Golongan Analgesik Non Narkotik 1) Asetaminofen (Analgesik oral) Asetaminofen menghambat sintesis prostaglandin pada sistem saraf pusat (SSP). Asetaminofen diindikasikan pada pasien yang mengalami nyeri ringan ke sedang dan juga pada pasien yang demam. Obat yang sering digunakan sebagai lini pertama adalah parasetamol. 2) Kapsaisin (Analgesik topikal) Kapsaisin merupakan suatu estrak dari lada merah yang menyebabkan pelepasan dan pengosongan substansi P dari serabut syaraf. Obat ini juga bermanafaat dalam menghilangkan rasa sakit pada osteoarthritis jika digunakan secara topikal pada sendi yang berpengaruh. Kapsaisin dapat digunakan sendiri atau kombinasi dengan analgesic oral atau NSAID. Kapsaisin ini diberikan dalam bentuk topikal, yaitu dioleskan pada bagian nyeri sendi.
1
b. Analgesik Narkotika Analgesik narkotika dapat mengatasi rasa nyeri sedang sampai berat. Penggunaan dosis obat analgesik narkotika dapat berguna untuk pasien yang tidak toleransi terhadap pengobatan asetaminofen, NSAID, injeksi intra-artikular atau terapi secara topikal. Pemberian narkotika analgesik merupakan intervensi awal, dan sering diberikan secara kombinasi bersama asetaminofen. Pemberian narkotika ini harus diawasi karena dapat menyebabkan ketergantungan. c. Golongan NSAID Dalam dosis tunggal antiinflamasi nonsteriod (NSAID) mempunyai aktivitas analgesik yang setara dengan parasetamol, tetapi parasetamol lebih banyak dipakai terutamanya pada pasien lanjut usia. Dalam dosis penuh yang lazim NSAID dapat sekaligus memperlihatkan efek analgesik yang bertahan lama yang membuatnya sangat berguna pada pengobatan nyeri berlanjut atau nyeri berulang akibat radang. NSAID lebih tepat digunakan daripada parasetamol atau analgesik opioid dalam arthritis rematoid dan pada kasus osteoarthritis lanjut. d. Kortikosteroid Kortikosteroid berfungsi sebagai anti inflamasi dan digunakan dalam dosis yang beragam untuk berbagai penyakit dan beragam individu, agar dapat dijamin rasio manafaat dan risiko setinggitingginya. Kortikosteroid sering diberikan dalam bentuk injeksi intraartikular dibandingkan dengan penggunaan oral. e. Suplemen makanan Pemberian suplemen makanan yang mengandung glukosamin, kondroitin yang berdasarkan uji klinik dapat mengurangi gangguan sendi atau mengurangi simptom osteoarthritis (Priyanto, 2008). Suplemen makanan ini dapat digunakan sebagai obat tambahan pada penderita osteoarthritis terutamanya diberikan pada pasien lanjut usia.
2
f. Obat osteoarthritis yang lain 1) Injeksi Hialuronat Asam hialuronat membantu dalam rekonstitusi cairan sinovial, meningkatkan elastisitas, viskositas dan meningkatkan fungsi sendi. Obat ini diberikan dalam bentuk garamnya (sodium hialuronat) melalui injeksi intra-artrikular pada sendi lutut jika osteoarthritis tidak responsif dengan terapi yang lain (Priyanto, 2008). Dua agen intra-artrikular yang mengandung asam hialuronat tersedia untuk mengobati rasa sakit yang berkaitan dengan osteoarthritis lutut. Injeksi asam hialuronat diberikan pada pasien yang tidak lagi toleransi terhadap pemberian obat anti nyeri dan anti inflamasi yang lainnya (Hansen & Elliot, 2005). Injeksi asam hialuronat diberikan oleh tenaga medis yang mempunyai keahlian karena kesalahan dalam memberikan injeksi ini akan memperparah kondisi lutut pasien. 2.10 Guide Line Terapi 1. Rekomendasi farmakologis untuk awal manajemen OA tangan: a. Secara
kondisional
merekomendasikan
bahwa
profsional
kesehatan
harus
menggunakan satu atau lebih dari yang berikut: a) Capsaicin topical b) NSAID topical, termasuk trolamine salicylate c) OAINS oral, termasuk penghambat selektif COX-2 d) Tramadol b. Secara kondisional merekomendasikan bahwa para professional kesehatan tidak boleh menggunakan yang berikut: a) Terapi intraartikular b) Analgesic opioid c. Secara kondisional merekomendasikan bahwa orang-orang berusia 75 tahun harus menggunakan OAINS topical daripada oral.
3
2. Rekomendasi farmakologis untuk awal manajemen OA lutut a. Secara kondisonal merekomendasikan bahwa pasien dengan OA lutut harus menggunakan salah satu dari yang berikut: a) Acetaminophen b) OAINS oral c) NSAID topical d) Tramadol e) Injeksi kortikosteroid intraartikular b. Secara kondisional merekomendasikan bahwa pasien dengan OA lutut tidak boleh menggunakan: a) Kondroitin sulfat
d) Hyaluronat intraartikular
b) Glukosamin
e) Duloxetine
c) Capsaicin topical
f) Opioid analgesic
3. Rekomendasi farmakologis untuk awal manajemen OA panggul a. Secara kondisional merekomendasikan bahwa pasien dengan OA pinggul harus menggunakan salah satu dari yang berikut: a) Acetaminophen b) OAINS oral
d) Injeksi-kortikosteroid intraartikular
c) Tramadol b. Secara kondisonal merekomendasikan bahwa pasien dengan OA pinggul tidak boleh menggunakan: a) Kondroitin sulfat b) Glukosamin c) NSAID topical
d) Injeksi-hyaluronat intraartikular e) Duloxetine f) Analgesik opioid
4
3
BAB III
STUDI KASUS Data Pasien
Nama
: tn. PL
Umur/tanggal lahir
: 69 Tahun/14-01-1946
Agama
: Kristen protestan
Alamat
: jl. Aspol Tello Blok B, Makasar
Pekerjaan
: Pensiunan
Status Perkawinana
: Menikah
No. RM
: 703877
Hari/tgl masuk
: Senin, 09 Maret 2015
Anamnesis Ananmnesis dilakukan hari tanggal 10 maret 2015 pukul 17.30 WITA secara autoanamnesis. a. Keluhan Utama : Nyeri pada lutut b. Riwayat perjalanan penyakit : -
Pasien datang k RSWS dengan keluhan nyeri pada lutut yang dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
-
Nyeri dirasakan terus menerus dan lutut terasa hangat sehingga pasien sulit untuk berjalan.
-
Nyeri hanya dirasakan di kedua lutut, tidak menjalar.
-
Nyeri bertambah ketika menggerakan lutut dan berkurang dengan istirahat.
-
Kadang terdengar seperti bunyi gemeretak pada lutut pasien.
-
Kaku lutut ada ketika bangun pagi jira – kira 10 menit.
1
-
Awalnya pasien mulai merasakan nyeri pada lututnya setelah bepergian jauh selama sekitar 8 jam.
-
Tidak ada nyeri otot dan nyeri tulang.
-
Demam tidak ada, riwayat demam juga tidak ada.
-
Batuk tidak ada, lendir tidak ada, sesak ada.
-
Sesak dirasakan kadang – kadang, tidak dipengaruhi oleh aktivitas ataupun perubahan cuaca.
-
Mual da muntah tidak ada, nyeri dada tidak ada.
-
Buang air besar : konsistensi biasa, frekuensi normal.
-
Buang air kecil kesan cukup.
-
Riwayat pengobatan : pasien memberi obat anti nyeri sendi yang dijual umum diapotik, diminum dalam 10 harisebelum masukrumah sakit tetapi tidak ada perubahan.
c. Riwayat Penyakit dahulu : -
Riwayat hepatitis
: disangkal
-
Riwayat TBC
: disangkal
-
Riwayat Hipertensi
: ada dan mengkonsumsi obat teratur
-
Riwayat Penyakit Jantung : ada, beberapa tahun yang lalu
-
Riwayat DM
: disangkal
2
d. Riwayat penyakit keluarga : tidak ada e. Riwayat penyakit pribadi
: pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, pasien tidak minum minuman beralkohol.
f. Riwayat sosial ekonomi Pasien sebagai penisunan pegawai . jumlah anggota keluarga 4 orang terdiri dari pasien , istri dan dua orang anak. Istri bekerja sebagai PNS. Biyaya pengobatan ditanggung oleh BPJS. Kesan sosial ekonomi menengah. g. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 10 maret 2015
Keadaan umum
: sakit sedang , gizi cukup.
Kesadaran
: sadar
Vital Sign -
BP
: 130/90 mmHg
-
HR
: 88 x/menit
-
RR
: 20 x/menit
-
T
: 36,7 ‘C (axilla)
-
BB
: 71 kg
-
TB
: 165 cm
-
BMI
: 26,07 kg/m2 (kesan : gizi obese 1)
3
Status Internus :
Kepala : -
Rambut hitam lurus
-
Tidak mudah rontok
Mata : -
Konjungtiva anemis (-/-)
-
Sklera ikterik (-/-)
-
Pupil isokor refleks pupil (+/+)
Hidung : -
Bentuk normal
-
Cuping hidung (-)
-
Nyeri tekan (-)
-
Krepitasi (-)
-
Septum deviasi (-)
-
Konka: hiperremis (-)
-
Deformitas
Telinga : -
Bentuk normal
-
Nyeri tekan tugas (-)
-
Sermen (-)
-
Nyeri tekan mastoid (-)
Mulut : -
Sianosis (-) 4
-
Lidah kotor (-)
-
Farings tidak hiperemis
-
Tonsil tidak ada pembesaran
-
Karies gigi tidak ada
Leher : -
Pembesaran limfonodi (-)
-
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
-
JVP R+1 (dalam batas normal )
-
Kaku duduk (-)
-
Tumor (-)
Jantung :
Inpeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis tidak teraba
Peruksi
:
-
Batas atas
: ICS Iib iin.parasternal sinistra
-
Batas bawah kanan
: ICS V Iin. Stenalis dextra ;
-
Batas kiri bawah
: ICS V 1-2 cm lateral linea midclavicula sinistra
-
Pinggang jantung
: ICS III parasternal kiri
Auskultasi : Reguler -
Suara jantung murni: I, II
-
Suara jantung tambahan (-)
5
Abdomen :
Inpeksi
: simetris tidak ada masa yang terlihat
Auskultasi
: peristaltik kesan normal
Palpasi
:
-
Nyeri tekan (-)
-
Hepar tidak teraba
-
Lien tidak teraba
-
Ginjal / ballotement (-)
Perkusi -
: timpani seluruh regio abdomen Nyeri ketok ginjal (-)
Ekstremitas Superior
Inferior
Akral hangat
+/+
+/+
Oedem
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
Gerak
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Reflex fisiologis
+/+
+/+
Reflex fatologis
-/-
-/-
Genu dextra et sinistra : ROM terbatas, efusi ada, nyeri tekan ada, krepitasi ada.
6
Hasil Laboratorium No
Pemeriksaan
1.
Darah Rutin
2.
Hasil
Nilai Normal
Leukosit
7.600
4000 – 10.000/ mm3
Eritrosit
3,77 x 106
4-6 X 106 /ul
Hemoglobin
11,4
12,0 – 14,0 gr/dl
Hematrokit
34
37- 48 %
Trombosit
242.00
150 – 400 x 10 3 /mm
MCV
86
80 -97 fI
MCH
30
26,5 – 33,5 pg
MCHC
35
31,5 – 35,0
Koagulasi PT
10,1 c 10,3
3.
4.
APTT
27,5 c30,3
INR
1,00
Fungsi Hati SGOT
18
<38 /ul
SGPT
20
<41/ ul
Ureum
14
10- 50 mg/dl
Kreatinin
0,8
<1,1 mg/dl
Fungsi ginjal :
7
5.
Gula darah sewaktu
132
<140 mg/dl
6.
Albumin
3,2
3,5 -5,0 gr/dl
7.
Elektrolit : Natrium
139
136 – 145 mmol/ l
Klorida
104
97 – 111 mmol/ l
kalium
4,6
3,5-5,1 mmol/ l
Foto X- ray Genu dextra et sinistra AP/lateral : 1. Aligment sendi genu intak, tidak tampak diisolasi 2. Tidak tampak faktur maupun destruksi tulang 3. Tampak osteofit pada eminentia intercondylare dextra et sinistra disertai dengn penyempitan celah sendi genu sisi medial 4. Tampak osteofit pada aspek anterosuperior os patella sinistra 5. Mineralisasi tulang baik 6. Jaringan lunak sekitarnya kesan baik Pasien laki – laki, 69 tahun datang ke RSWS dengan keluhan nyeri pda lutut yang dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk Rumah sakit. Nyeri dirasakan terus menerus dan lutut terasa hangat sehingga pasien sulit untuk berjalan. Nyeri dirasakan hanya dikedua lutut, tidak menjalar.nyeri bertambah ketika digerakan lutut dan berkurang saat diistirahat. Krepitasi ada kaku pagi ada,kira – kira 10 menit awalnya, pasien mulai merasakan yeri pada lututnya setelah berpergian jauh sekitar 8 jam , todak ada nyeri otot dan nyeri tulang. Riwayat membeli obat nyeri sendi yang dijual umum di apotik, diminum selama 10 hari sebelum masuk rumah sakit tetapi tidak ada perubahan . Riwayat penyakit jantung sejak beberapa tahun yang lalu. Riwayat hpertensi sejak 20 tahun yang lalu dan berobat teratur. Riwayat diabetes tidak ada riwayat penyakit keluarga tidak ada.
8
Pemeriksaan Fisik : Keadaan Umum
: Sakit sedang/ gizi cukup/ Compos Mentis
Tanda – tanda vital
: Tekanan Darah : 130/90 mmHg. Nadi: 90 kali/ menit Pernapasan
: 20 kali/ menit. Suhu : 36,7°C
Kepala
: Anemis (-), ikterus (-)
Leher
: DVS R+1 cmH2O
Paru
: Bbunyi pernapasan : Vesikuler Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Jantung
: BJ I/II murni reguler, Murmur (-)
Abdomen
: Peristaltik (+) kesan normal , Hepar dan lien : tidak ada
Pembesaran Ektremitas
: teraba hangat, udem tidak ada. Genu dextra et sinistra :
ROM terbatas, efusi ada, nyeri tekanan ada, kreapitasi ada. Assesment 1. Osteoartitris Genu Bilateral 2. Hipertensi 3. Hipoalbumenia Penatalaksanaan 1. Meloxicam 15 mg/ 24 jam / oral 2. VIP Albumin 2 caps/ 8 jam /oral 3. Diet rendah garam
9
Planning Artocentesisdan analisa cairan sendi Prognosis
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad sanam
: dubia ad bonam
Quo ad fungsionam
: dubia ad bobam
Dari anamnesis, pasien laki- laki, 69 tahun datang ke RSWS dengan keluhan
Diskusi
nyeri pada lutut yabg dirasakan sejak 2 minggu sebeleum masuk Rumah sakit
Nyeri dirasakan terus menerus dan lutut terasa hangat sehingga pasien sulit untuk berjalan. Nyeri hanya di rasakan di kedua lutut, tidak menjalar. Nyeri bertambah ketika menggerakan lutut dan berkurang dengan istirahat. Krepitasi ada. Kaku pagi ada, kira – kira 10 menit. Awalnya pasien mulai merasakan nyeri otot dan nyeri tulang.
Hal ini sudah dapat diarahkan pada diagnosis osteoarthritis genu. Pada umumnya pasien OA mengatakan keluhan – keluhan ini sudah berlangsung sejak lama, dan berkembang secara perlahan.
Riwayat membeli obat anti nyeri sendi yang dijual umum di apotik, diminum selama 10 hari sebelum masuk rumah sakit tetapi tidak ada perubahan Riwayat penyakit jantung sejak beberapa tahun yng lalu. Riwayat hipertensi sejak 20 tahun yang lalu dan berobat teratur. Riwayat diabetes tidak ada. Riwayat penykit keluarga tidak ada.
10
Klasifikasi diagnosis Osteoartithis berdasarkan kriteria American Collage of Rheumatologi ( ACR ) Berdasarkan kriteria kilinis yaitu Nyeri sendi dan lutut. Paling sedikit 3 dari 6 kriteria di abawah ini : 1. Krepitus s aat gerakan aktif 2. Kaku sendi > 30 menit 3. Umur > 50 tahun 4. Pembesaran tulang sendi lutut 5. Nyeri tekan tepi tulang 6. Tidak teraba hangat pada sinovium sendi lutut. Pasien ini di diagnosis dengan osteoartritis genu bilateral berdasarkan temuan klinis dan gamabaran radiologi genu. Secara klinis pasien mengeluhkan (1) nyeri pada sendi kedua lutut yang merupakan keluhan utama yang membawa pasien ke dokter. Nyeri sendi bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan adanya istirahat. (2) hambatan gerakan sendi juga dikeluhkn oleh pasien ini. Sehingga mengekuhkan susah berjalan . (3) krepitasi ada, berupa suara gemeretak pada saat berjalan dan pada saat dilakukan pemerksaan terhadap genu pasien ini.pasien juga mengemukakan adanya kaku pagi kira – kira 10 menit, tetapi belum ada deformitas sendi dan adanya perubahan gaya jalan, yang jika ada maka akan semakin menguatkan diagnosis ke arah Oteoarthritis (OA). Pada pemeriksaan fisik ditemukn ROM terbatas, adanya akral hangat. Tidak bengkak, efusi ada, nyeri tekan ada, dan krepitasi ada. Sedangkan pada gambaran radiologis ditemukan alignement sendi genu intak. Tidak tampak diskolasi, tidak tampak fraktur maupun destruksi tulang, tampak osteofits pada eminentia intercondylare dextra et sinistra dan aspek antersuporior os patella sinistra yang menandakan adanya respon terhadap proses degenerasi tulang rawan sendi dan remodelling tulang subkrontal, termasuk pelepasan sitokin anabolik yang menstimulasi proliferasi dan pembentukan sel tulang dan matrik kartilagenueus. Tampak penyempitan celah sendi genu bilateral sisi medial. Mineralisasi tulang baik, jaringan lunak sekitarnyakesan baik. Berdasarkan temuan radiologi di atas,
dapat
disimpulkan bahwa pasien tersebut menderita Osteoarthritis Genu Bilateral.
11
Untuk mengatasi OA , diberikan meloxicam 15 g/ 24 jam / oral. Meloxicam termasuk dalam golongan OAINS, yang memiliki efek analgetik dan anti- inflamasu. Meloxicam beerja melauli penghambatan sintesis prostalgandindi jaringan tubuh dengan cara menghambat dua isoensim cyclo- oxygenease (COX) yaitu COX -1 dan Cox- 2. Kebanyakan pasien OA adalah usia lanjut, dimana pemeberian obat OAINS harus berhati – hati. Sehingga dipilihlah meloxicam, yang efek sampingnya minimal, carapemakainya sederhana dan pengawasan terhadap efek samping juga harus terus dilakukan.
12
4
BAB IV PENUTUP
4.1
Kesimpulan
4.2
Saran
13
LAMPIRAN 1. Guide Line Terapi
I