KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Syukur Alhamdulillah kami dapat mengerjakan tugas makalah dari mata kuliah keperawatan gawat darurat 1 tentang Penanganan kegawat daruratan trauma musuloskletal. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada dosen matakuliah keperawatan gawat darurat 1 yang telah memberikan tugas ini.Denganini kami bias belajar memahami lebih dalam terkait judul yang ditugaskan untuk kelompok kami. Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan didalamnya. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah kami selanjutnya. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami umumnya dan khususnya kepada pembaca.
Gorontalo, Februari2019
Penyusunkelompok 3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Emergency atau gawat darurat merupakan suatu kondisi yang bersifat mengancam jiwa dan membutuhkan pertolongan dengan segera, serta dapat terjadi pada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja (Susilowati, 2015) (Meriam-Webster, 2016). Sistem musculoskeletal adalah suatu sistem yang terdiri dari tulang, otot kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian. Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh, kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur merupakan salah satu kondisi darurat yang membutuhkan pertolongan dengan segera guna menghilangkan ancamannya wakorban (Furwanti, 2014). Fraktur termasuk dalam cedera muskuloskeletal (Smith dan Stahel, 2014). Fraktur memerlukan perlakuan dengan segera dan tepat, karena penanganan yang kurang tepat atau salahaka nmengakibatkan komplikasi lebih lanjut, seperti infeksi, kerusakan saraf dan pembuluh darah, hingga kerusakan jaringan lunak yang lebih lanjut (Lukman dan Ningsih, 2013). Adapun komplikasi terparah yang dapat terjadi pada fraktur adalah kematian (World Health Organization (WHO) dalam Widyastuti, 2015). Kejadian fraktur dapat terjadi karena beberapa penyebab, namun menurut Igho, Isaac, & Eronimeh (2015), penyebab utama fraktur adalah kecelakaan lalulintas yakni sebanyak 125 (57,87%). Berdasarkan hasil studi retrospektif di Bangsal Ortope di Rumah Sakit Geral Roberto Santos (HGRS), Salvador, Bahia, Brazil terdapat sebanyak 81 pasien dengan fraktur terbuka yang mereka alami, terjadi akibat kecelakaan lalulintas dan sebagian besar pasien pada usia dewasa muda. Menurut Wong dkk (2015) kejadian cedera fraktur yang tidak segera dicegah akan menimbulkan beban yang cukup dan kecacatan di seluruh dunia. Kejadian tersebut berhubungan dengan penurunan angka kesehatan dan kualitas hidup seseorang. Masalah cedera tersebut ternyata memberikan kontribusi pada kematian yang dapat diproyeksikan meningkat dari 5,1 juta menjadi 8,4 juta atau
setara dengan 9,2% dari kematian secara keseluruhan dan diestimasikan menduduki peringkat ketiga disability adjusted life years (DALYs) padatahun 2020 (WHO, 2016). Menurut Kemenkes RI (2014) penyebab disabilitas di dunia mencapai 45 per 6.437 populasi ini dialami oleh semuausia. Beberapa masalah kesehatan lainnya yang berhubugan dengan trauma musculoskeletal adalah dislokasi sendi merupakan keadaan dimana tulang- tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis. Dislokasi ini dapat terjadi pada komponen tulangnya saja yang bergeser atau seluruh komponen tulang terlepas dari tempat yang seharusnya (Mansjoerdkk., 2000). Sendi bahu menjadi kasus dislokasi yang paling sering terjadi dengan angka 45 % dari seluruh kasus dislokasi, menyusul sendi panggul dan siku. Selain itu strain dan sprain. Kerusakan pada suatu bagian otot atau tendonya (termasuk titik-titik pertemuan antara otot dan tendon) disebut strain, sendangkan sprain adalah cedera pada sendi, dimana tejadi robekan (biasanya tidak komplet) dari ligament, keduanya disebabkan karena stress yang mendadak ataupun penggunaan yang berlebihan (Giam dan Teh, 1993: 193-195). Keseleo pergelangan kaki merupakan salah satu cedera akut yang sering dialami para atlet. Tidak seperti pada cedera yang lainnya yang disebabkan oleh tekanan tingkat rendah yang berulang-ulang dalam jangka waktu lama. Cedera akutini ditimbulkan oleh karena adanya penekanan melakukan gerakan membelok secara tiba-tiba. Keseleo tersebut dapat mempengaruhi tidakhanya pada bagian sisi pergelangan kaki tetapi biasanya dapat juga merusak bagian luar (lateral) ligament. Hal in terjadi pada saat kaki melakukan belokan (memutar) pada tungkai kaki, meregangkan pergelangan pada titik di mana akan dapat merobek atau retak tulang (ligament persendian pergelangan kaki bagian depan), (Paul dan Diana, 2002; 115).
Memar/kontusio adalah keadaan cedera yang terjadi pada jaringan ikat dibawah kulit. Memar biasanya diakibatkan oleh benturan atau pukulan pada kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan seluler merembes kejaringan sekitarnya.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan trauma muskuloskletal ? 2. Bagaimanakah mekanisme trauma trauma muskuloskletal? 3. Bagaimanakah penilaian awal trauma muskuloskeletal ? 4. Apasajakah
masalah-masalah
dalam
kegawatdaruratan
trauma
musculoskeletal ? 5. Bagaimankah
teknik
pembidaian
dalam
kegawatdaruratan
trauma
musculoskeletal (Fraktur)? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan trauma muskuloskletal. 2. Mengetahui mekanisme trauma trauma muskuloskletal. 3. Mengetahui penilaian awal trauma muskuloskeletal. 4. Mengetahui masalah-masalah
dalam
kegawatdaruratan
trauma
musculoskeletal. 5. Mengetahui
teknik
pembidaian
musculoskeletal (Fraktur).
dalam
kegawatdaruratan
trauma
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Definisi Kegawatdaruratan Trauma Muskuloskeletal 2.2.Masalah – Masalah Kegawatdaruratan Trauma Muskuloskeletal 2.2.1 Fraktur a. Definisi Fraktur adalah terputusnya kontinuitas korteks tulang menjadi dua bagian atau lebih sehingga menimbulkan gerakan yang abnormal disertai krepitasi dan nyeri. Apabila terjadi fraktur maka tulang harus diimobilisasi untuk mengurangi terjadinya cedera berkelanjutan dan untuk mengurangi rasa sakit pasien. Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang,
baik berupa
trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah-raga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering mengalami fraktur daripada lakilaki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada monopouse (Reeves, Roux, Lockhart, 2001). Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas seseorang akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan ketidak nyamanan secara verbal maupun non
verbal.
Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh
emosi, tingkat kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan pengertian nyeri. Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan (Engram, 1999) b. Etiologi a. Fraktur terjadi karena tekanan yang menimpa tulang kebih besar daripada daya tulang akibar trauma. b.
Fraktur
karena
penyakit
tulang
seperti
Tumor
Osteoporosis yang disebut Fraktur Patologis. c. Fraktur Stress/ Fatique (akibat dari penggunaan tulang yang berulang-ulang). c. Tanda dan Gejala Fraktur Gejala yang paling umum pada fraktur adalah rasa nyeri yang terlokalisir pada bagian fraktur.
Biasanya pasien
mengatakan ada yang menggigitnya atau merasakan ada tulang yang patah. Apa yang dikatakan pasien merupakan sumber informasi yang akurat. Pada pasien dengan multiple trauma, fraktur adalah trauma yang paling nyata dan dramatis juga hal yang paling serius. Oleh karena itu lakukan primary survey dan lakukan tindakan penanganan trauma dan lakukan stabilisasi jika memungkinkan. a. Swelling Terjadi karena kebocoran cairan ekstra seluler dan darah dari pembuluh darah yang telah rupture pada fraktur pangkal tulang. b. Deformitas Pada kaki dapat menandakan adanya trauma skeletal. c. Tenderness
Sampai palpitasi biasanya terlokalisir diatasbare trauma skeletal yang dapat dirasakan dengan penekanan secara halus di sepanjang tulang. d. Krepitasi Terjadi bila bagian tulang yang patah bergesekan dengan tulang yang lainnya. Hal ini dapat dikaji selama pemasangan splin. Jangan berusaha untuk mereposisi karena dapat menyebabkan nyeri trauma lebih lanjut. e. Disability Juga termasuk karakteristik dari kebanyakan trauma skeletal pasien dengan fraktur akan berusaha menahan lokasi trauma tetap pada posisi yang nyaman dan akan menolak menggerakannya. Bahkan pada pasien dengan dislokasi
akan
menolak
untuk
menggerakkan
ekstremitas yang mengalami dislokasi. f. Exposed bone ends Didiagnosa sebagai trauma terbuka atau compound fraktur. Periksa pulsasi, gerakan dan sensori di bagian distal
pada
setiap
pasien
dengan
trauma
musculoskeletal. d. Jenis Fraktur a. Fraktur Tertutup (Simple Fracture) Fraktur tertutup adalah keadaan patah tulang tanpa disertai hilangnya integritas kulit. Fraktur tertutup dapat menjadi salah satu pencetus kekompartemen
terjadinya perdarahan internal
jaringan
dan
dapat
menyebabkan
kehilangan darah sekitar 500 cc tiap fraktur. Setiap sisi patahan memiliki potensi untuk menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah besar akibat laserasi pembuluh darah di dekat sisi patahan.
Fraktur tertutup biasanya disertai dengan pembengkakan dan
hematom.
Strain
dan
sprain
mungkin
akan
memberikan gejala seperti fraktur tertutup. Dan karena diagnosis pasti terjadinya fraktur hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiologi, maka berilah penanganan strain dan sprain seperti penanganan tehadap fraktur tertutup. b. Fraktur Terbuka (Compound Fracture) Fraktur terbuka adalah keadaan patah tulang yang disertai gangguan integritas kulit. Hal ini biasanya disebabkan oleh ujung tulang yang menembus kulit atau akibat laserasi kulit yang terkena benda-benda dari luar pada saat cedera. Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur terbuka adalah perdarahan eksternal, kerusakan lebih lanjut pada otot-otot dan saraf serta terjadinya kontaminasi. Sangat penting untuk mengenal adanya luka didekat fraktur karena bisa menjadi pintu masuk dari kontaminasi kuman. Fraktur terbuka dapat ditemukan dengan mudah pada penderita trauma. Adanya luka terbuka didekat daerah yang diduga terjadi fraktur, harus dipertimbangkan sebagai fraktur terbuka dan harus diberikan penanganan seperti fraktur terbuka. Denyut nadi, pergerakan, sensasi dan warna kulit harus segera dinilai dan terus dilakukan penilaian ulang secara berkala.
e. Tipe Fraktur a. Fraktur Trasversal Garis frakturnya memotong melintang dari arah luar sampai menembus bagian tengah secara tegak lurus dari tulang biasanya disebabkan oleh kecelakaan langsung. b. Fraktur Greenstick Terjadi pada anak dimana tulang masih bisa dibengkokan seperti dahan yang masih muda dan garis frakturnya melintang lurus pada bagian luar dari tulang perpendicular sampai batas tengah tulang. c. Fraktur Spiral Biasanya terjadi karena kecelakaan memutar (terpelintir) dan garis frakturnya tidak rata d. Fraktur Oblique Garis fraktur melintang pada tulang tegak lurus dan oblik. e.
Fraktur Comminuted Dimana tulang terbagi menjadi lebih dari dua bagian.
f. Prinsip Penatalaksanaan Fraktur Kejadian fraktur jarang yang mengancam nyawa, meskipun demikian penanganan pada kejadian yang mengancam nyawa telah dilaksanakan sampai kondisi pasien stabil. Pertahankan jalan napas, control perdarahan, tutup luka terbuka pada dada dan lakukan resusitasi cairan. Jika telah selesai barulah identifikasi dan imobilisasi semua fraktur dan siapkan untuk transportasi a. Penatalaksanaan Fraktur
Stabilkan jalan napas.
Kontrol perdarahan.
Tutup sucking chest wound (luka terbuka pada dada).
Resusitasi cairan.
Jika ada fraktur terbuka, balut luka sebelum melakukan pembidaian dan jangan mendorong kembali tulang yang terlihat.
Jangan pernah berusaha untuk meluruskan fraktur termasuk sendi-sendi, meskipun ada beberapa tulang pada fraktur yang dapat diluruskan.
Tourniket tidak dianjurkan pada fraktur terbuka kecuali pada trauma amputasi atau anggota gerak yang sudah tidak dapat diselamatkan lagi.
Imobilisasi
ekstremitas
sebelum
memindahkan
pasien dan imobilisasi sendi bagian atas dan bawah dari tulang yang fraktur. b. Tujuan Imobilisasi
Untuk menjaga fraktur tertutup agar jangan menjadi fraktur terbuka. Hal ini mungkin terjadi jika ujung tulang yang fraktur masih dapat bergerak bebas ketika pasien dipindahkan.
Untuk
mencegah
kerusakan
sekitar
nervus,
pembuluh darah dan jaringan yang lain dari ujung tulang yang fraktur.
Untuk meminimalkan perdarahan dan bengkak.
Untuk mengurangi nyeri.
2.2.2 Dislokasi a. Definisi Dislokasi adalah keluarnya pangkal tulang dari permukaan articular, kadang-kadang disertai dengan robeknya ligament yang seharusnya menahan pangkal tulang agar tetap berada pada tempatnya. Persendian yang biasanya terkenal adalah bahu, siku, panggul dan pergelangan. b. Etiologi Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi, diantaranya :
Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
Trauma akibat kecelakaan
Trauma akibat pembedahan ortoped
Terjadi infeksi di sekitar sendi
c. Klasifikasi Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Dislokasi
congenital:
terjadi
sejak
lahir
akibat
kesalahan pertumbuhan. b. Dislokasi patologik: akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. Misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang. c. Dislokasi traumatic: kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi menjadi :
Dislokasi Akut Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
Dislokasi Berulang. Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung
tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan. d. Tanda dan gejala
Nyeri
Deformitas
Paralisis
Hilangnya pulsasi (jika tekan nervus dan pembuluh darah).
Pada kebanyakan kasus pada pasien dengan fraktur atau dislokasi selalu cek nadi, kekuatan otot dan sensasi (pulsasi, motorik dan sensorik) pada bagian distal daerah yang terluka. Hilangnya pulsasi berarti ekstremitas dalam keadaan yang membahayakan dan transportasi ke rumah sakit seharusnya tidak ditunda. Informasikan terlebih dahulu ke rumah sakit yang akan dituju agar petugas dan dokter bedah tulang telah siap ketika pasien tiba. e. Patofisiologi Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus
terdorong
kedepan
,merobek
kapsul
atau
menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi dan bawah karakoid). f. Komplikasi a. Komplikasi Dini
Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.
Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.\
Fraktur disloksi
b. Komplikasi lanjut.
Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
kekakuan sendi bahu, terutama
pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi.
Dislokasi
yang berulang:terjadi
kalau
labrum
glenoid robek atau
Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
Kelemahan otot
g. Penatalaksanaan Dislokasi Penatalaksanaan
pada
pasien
dengan
dislokasi
adalah
imobilisasi pasien pada posisinya saat pertama kali ditemukan. Jangan coba meluruskan atau mengurangi dislokasi kecuali jika ada seorang ahli. Lakukan imobilisasi pada bagian atas dan bawah sendi yang dislokasi untuk menjaga kestabilan waktu transport. Mungkin satu-satunya dislokasi yang paling berbahaya pada ektremitas bawah adalah dislokasi pada lutut, sedangkan dislokasi
pada
pergelangan,
siku,
bahu,
panggul
an
pergelangan kaki masih dapat ditoleransi 2 atau 3 jam tanpa adanya bahaya kerusakan permanen.
Bagaimanapun juga ketika menolong pasien dengan dislokasi lutut dan tidak ada pulsasi pada bagian distal. Maka harus dikoreksi dalam waktu 1 atau 2 jam setelah terjadi trauma. Dan seharusnya waktu sejak terjadinya kecelakaan hingga sampai ke rumah sakit tidak lebih dari 1 jam. 2.2.3 Sprain a. Definisi Sprain adalah injuri dimana sebagian ligament robek, biasanya disebabkan memutar secara mendadak dimana sendi bergerak melebihi batas normal. Organ yang sering terkena biasanya lutut, dan pergelangan kaki, cirri utamanya adalah nyeri, bengkak dan kebiruan pada daerah injuri.
Untuk membedakan fraktur dan dislokasi, sprain biasanya tidak disertai deformitas. Bagaimanapun juga lebih bail lakukan penanganan sprain seperti penanganan fraktur lalu imobilisasi. Biarkan sendi yang mengalami sprain pada posisi elevasi dan berikan kompres dingin jika mungkin. b. Etiologi
Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak sendi yang normal, seperti melingkar atau memutar pergelangan kaki.
Sprain dapat terjadi di saat persendian anda terpaksa bergeser dari posisi normalnya karena anda terjatuh, terpukul atau terkilir.
c. Manifestasi klinis
Nyeri
Inflamasi/peradangan
Ketidakmampuan menggerakkan tungkai.
d. Tanda Dan Gejala
Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah.
Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan.
e. Patofisiologi Kekoyakan ( avulsion ) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling sendi, yang disebabkan oleh daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau mendorong / mendesak pada saat berolah raga atau aktivitas kerja. Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki. Pada trauma olah raga (sepak bola) sering terjadi robekan ligament pada sendi lutut. Sendi-sendi lain juga dapat terkilir jika diterapkan daya tekanan atau tarikan yang tidak semestinya tanpa diselingi peredaan (Brunner & Suddart,2001: 2357) f. Pemeriksaan Diagnostik a. Riwayat: Tekanan Tarikan tanpa peredaan Daya yang tidak semestinya
b. Pemeriksaan Fisik :
Tanda-tanda pada kulit, sistem sirkulasi dan muskuloskeletal.
g. Penatalaksanaan a.
Pembedahan. Mungkin
diperlukan
sepenuhnya;
agar
sendi
dapat
pengurangan-pengurangan
berfungsi perbaikan
terbuka terhadap jaringan yang terkoyak. b. Kemotherapi Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan nyeri dan peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg peroral setiap 4 jam) untuk nyeri hebat. c. Elektromekanis.
Penerapan dingin dengan kantong es 24 0C
Pembalutan
/
wrapping
eksternal.
Dengan
pembalutan, cast atau pengendongan (sung)
Posisi ditinggikan. Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.
Latihan ROM. Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan. Latihan pelanpelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang sakit.
Penyangga beban. Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan kruk selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan yang sakit.
2.2.4 Strain a. Definisi Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlabihan, peregangan berlebihan, atay stres yang berlebihan. Strain adalah
robekan mikroskopis tidak komplet dengan perdarahan kedalam jaringan (Brunner & Suddart, 2001: 2355 ). Strain adalah trauma pada jaringan yang halus atau spasme otot di sekitar sendi dan nyeri pada waktu digerakkan, pada strain tidak ada deformitas atau bengkak. Strain lebih baik ditangani dengan menghilangkan beban pada daerah yang mengalami injuri. Jika tidak ada keraguan pada injuri diatas, imobilisasi ekstremitas dan evaluasi dilanjutkan di ruang gawat darurat.
b. Etiologi
Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara mendadak, seperti pada pelari atau pelompat.
Pada strain akut : Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak.
Pada strain kronis : Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan
yang
berlebihan/tekanan
berulang-
ulang,menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon). c. Manifestasi Klinis Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa:
Nyeri
Spasme otot
Kehilangan kekuatan
Keterbatasan lingkup gerak sendi.
Strain kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala oleh karena penggunaan berlebihan atau tekakan berulang-ulang.
d. Patofisiologi Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera kontusio dan membengkak (Chairudin Rasjad,1998). e. Klasifikasi Strain
Derajat I/Mild Strain (Ringan) Derajat i/mild strain (ringan) yaitu adanya cidera akibat penggunaan
yang
berlebihan
pada
penguluran
unit
muskulotendinous yang ringan berupa stretching/kerobekan ringan pada otot/ligament (Chairudin Rasjad,1998). a. Gejala yang timbul :
Nyeri local
Meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada otot
b. Tanda-tandanya :
Adanya spasme otot ringan
Bengkak
Gangguan kekuatan otot
Fungsi yang sangat ringan
Komplikasi
Strain dapat berulang
Tendonitis
Perioritis
c. Perubahan patologi Adanya inflamasi ringan dan mengganggu jaringan otot dan tendon namun tanda perdarahan yang besar. d. Terapi Biasanya sembuh dengan cepat dan pemberian istirahat,kompresi dan elevasi,terapi latihan yang dapat membantu mengembalikan kekuatan otot.
Derajat II/Medorate Strain (Ringan) Derajat ii/medorate strain (ringan) yaitu adanya cidera pada unit muskulotendinous akibat kontraksi/pengukur yang berlebihan. a. Gejala yang timbul
Nyeri local
Meningkat
apabila
bergerak/apabila
tekanan otot
Spasme otot sedang
Bengkak
Tenderness
Gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang
b. Komplikasi sama seperti pada derajat I :
d.
Strain dapat berulang
Tendonitis
Perioritis
Terapi :
Immobilisasi pada daerah cidera
Istirahat
Kompresi
Elevasi
Perubahan patologi : Adanya robekan serabut otot
ada
Derajat III/Strain Severe (Berat) Derajat III/Strain Severe (Berat) yaitu adanya tekanan/penguluran
mendadakyang
cukup
berat. Berupa robekan penuh pada otot dan ligament yang menghasilkan ketidakstabilan sendi. a. Gejala :
b.
Nyeri yang berat
Adanya stabilitas
Spasme
Kuat
Bengkak
Tenderness
Gangguan fungsi otot
Komplikasi : Distabilitas yang sama
c.
Perubahan patologi : Adanya
robekan/tendon
dengan
terpisahnya otot dengan tendon. d.
Terapi: Imobilisasi
dengan
kemungkinan
pembedahan
untuk
mengembalikanfungsinya. f. Manifestasi Klinis
Biasanya perdarahan dalam otot, bengkak, nyeri ketika kontraksi otot
Nyeri mendadak
Edema
Spasme otot
Haematoma
g. Komplikasi
Strain yang berulang
Tendonitis
h. Penatalaksanaan
Istirahat. Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat penyembuhan
Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan mengontrol pembengkakan.
Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau kering diberikan secara intermioten 20-48 jam pertama yang akan mengurangi perdarahan edema dan ketidaknyamanan.
Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 – 72 jam sedangkan mati rasa biasanya menghilang dalam 1 jam. Perdarahan biasanya berlangsung selama 30 menit atau lebih kecuali jika diterapkan tekanan atau dingin untuk menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang kram akan memperoleh kembali fungsinya secara penuh setelah diberikan perawatan konservatif.
2.2.5 Kontusio a. Definisi Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan tumpul,mis pukulan, tendangan atau jatuh (Brunner & Suddart,2001: 2355). Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau pukulan pada kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan seluler merembes ke jaringan sekitarnya (Morgan, 1993: 63) b. Etiologi Benturan benda keras :
Pukulan.
Tendangan/jatuh
c. Manifestasi Klinis
Perdarahan pada daerah injury (ecchymosis) karena rupture pembuluh darah kecil,
juga berhubungan
dengan fraktur.
Nyeri, bengkak dan perubahan warna.
Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan kehilangan darah yang banyak (Brunner & Suddart,2001: 2355).
d. Patofisiologi Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada kerusakan kulit. Kontusio dapat juga terjadi di mana pembuluh darah lebih rentan rusak dibanding orang lain. Saat pembuluh darah pecah maka darah akan keluar dari pembuluhnya ke jaringan, kemudian menggumpal, menjadi Kontusio atau biru. Kontusio memang dapat terjadi jika sedang stres, atau terlalu lelah. Faktor usia juga bisa membuat darah mudah menggumpal. Semakin tua, fungsi pembuluh darah ikut menurun (Hartono Satmoko, 1993: 192). Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalami fagositosis dan
didaur
ulang
oleh makrofag.
Warna biru atau unguyang terdapat pada kontusio merupakan hasil reaksi konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin. Lebih lanjut bilirubin akan dikonversi menjadi hemosiderin yang berwarna kecoklatan.
Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan dan tetap mengalir dalam sirkulasi darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pembuluh darah, jumlah dan kondisi sel darah trombosit, serta mekanisme pembekuan darah yang harus baik. Pada purpura simplex, penggumpalan darah atau pendarahan akan terjadi bila fungsi salah satu atau lebih dari ketiga hal tersebut terganggu (Hartono Satmoko, 1993: 192). e. Penatalaksanaan
Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman.
Tinggikan daerah injury.
Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit
setiap
pemberian)
untuk
vasokonstriksi,
menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman.
Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-30 menit) 4 kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi.
Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak.
Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi (Brunner & Suddart,2001: 2355).
Menurut Agung Nugroho (1995: 53) penatalaksanaan pada cedera kontusio adalah sebagai berikut:
Kompres
dengan
es
selama
12-24
jam
untuk
menghentikan pendarahan kapiler.
Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat pemulihan jaringan-jaringan lunak yang rusak.
Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun pertandingan berikutnya.
2.3 Penanganan kegawatdaruratan Trauma Muskuloskeletal (Fraktur)
Definisi Pembidaian Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yangkuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagiant ulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi), memberikan istirahat danmengur angi rasa sakit. Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ traumasistem muskuloskeletal untuk mengistirahatkan ( immobilisasi) bagian tubuh kitayang mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat. Pembidaian adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh yang mengalami cedera, dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai fixator/imobilisator. Hal-hal yang harus diperhatikan saat Pembidaian 1. Bebaskan area pembidaian dari benda-benda (baju, cincin, jam, gelang dll) 2. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembi daian dan perhatikan warna kulit ditalnya. 3. Pembidaian minimal meliputi
2
sendi (proksimal dan
distal
daerah
fraktur). Sendi yang masuk dalam pembidaian adalah sendi di bawah dan di atas patah tulang. Sebagai contoh, jika tungkai bawah mengalami fraktur, maka bidai harus bisa mengimobilisasi pergelangan kaki maupun lutut. 4. Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur maupun dislokasi secara perlahan dan berhati-hati
dan
jangan
sampai memaksakan gerakan. Jika terjadi kesulitan dalam meluruskan, maka pembidaian dilakukan apa adanya. Pada trauma sekitar sendi, pembidaian harus mencakup tulang di bagian proksimal dan distal. 5. Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantu dengan
traksi
atau
tarikan
ringan
ketika
pembidaian.
Jika saat dilakukan tarikan terdapat tahanan yang kuat, krepitasi, atau pasien
merasakan
peningkatan
rasa
nyeri,
jangan mencoba untuk melakukan traksi. Jika anda telah berhasil melakukan traksi, jangan melepaskan tarikan sebelum ekstremitas yang mengalami fraktur telah terfiksasi dengan baik, karena kedua ujung tulang yang terpisah dapat menyebabkan tambahan kerusakan jaringan dan beresiko untuk mencederai saraf atau pembuluh darah. 6. Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai terutama pada daerah tubuh yang keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll), yang sekaligus untuk mengisi sela antara ekstremitas dengan bidai. 7. Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat di bagianyang luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada bidai, yakni pada beberapa titik yang berada pada posisi : 1) Superior dari sendi pro!imal dari lokasi fraktur,diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan pertama, 2) inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur ,diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan ketiga (point c) 8. Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga mengganggu sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa pemasangan bidai telah mampu mencegah pergerakan atau peregangan pa da bagian yang cedera. 9. Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat.
Jika
mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai. 10. Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam tindakan pembidaian. Sebagai contoh, jika tidak ditemukan bahan yang sesuai untuk membidai, cedera pada tungkai bawah seringkali dapat dilindungi denganmerekatkan tungkai yang cedera pada tungkai yang tidak terluka. Demikian pula bisa diterapkan pada fraktur jari, dengan merekatkan pada jari disebelahnya sebagai perlindungan sementara.
Prinsip pembidaian 1. Pembidaian menggunakan pendekatan atau prinsip melalui dua sendi, sendi di sebelah proksimal dan distal fraktur. 2. Pakaian yang menutupi anggota gerak yang dicurigai cedera dilepas, periksa adanya luka terbuka atau tanda-tanda patah dan dislokasi. 3. Periksa dan catat ada tidaknya gangguan vaskuler dan neurologis (status vaskuler dan neurologis) pada bagian distal yang mengalami cedera sebelum dan sesudah pembidaian. 4. Tutup luka terbuka dengan kassa steril. 5. Pembidaian dilakukan pada bagian proximal dan distal daerah trauma (dicurigai patah atau dislokasi). 6. Jangan memindahkan penderita sebelum dilakukan pembidaian kecuali ada di tempat bahaya. 7. Beri bantalan yang lembut pada pemakaian bidai yang kaku. a.
Periksa hasil pembidaian supaya tidak terlalu longgar ataupun terlalu ketat sehingga menjamin pemakaian bidai yang baik
b.
Perhatikan respons fisik dan psikis pasien.
Contoh penggunaan bidai 1). Fraktur humerus (patah tulang lengan atas). Pertolongan : -
Letakkan lengan bawah di dada dengan telapak tangan menghadap ke dalam.
-
Pasang bidai dari siku sampai ke atas bahu.
-
Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.
-
Lengan bawah digendong.
-
Jika siku juga patah dan tangan tak dapat dilipat, pasang spalk ke lengan bawah dan biarkan tangan tergantung tidak usah digendong.
-
Bawa korban ke rumah sakit.
Gambar 10. Pemasangan bidai pada fraktur humerus, atas : hanya fraktur humerus, siku bisa dilipat, bawah : siku tidak bisa dilipat, juga fraktur antebrachii 2). Fraktur Antebrachii (patah tulang lengan bawah). Pertolongan: -
Letakkan tangan pada dada.
-
Pasang bidai dari siku sampai punggung tangan.
-
Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.
-
Lengan digendong.
-
Bawa korban ke rumah sakit.
Gambar 11. Pemasangan bidai pada fraktur antebrachii
Gambar 12. Pemasangan sling untuk menggendong lengan yang cedera
3) Fraktur clavicula (patah tulang selangka). a) Tanda-tanda patah tulang selangka : - Korban tidak dapat mengangkat tangan sampai ke atas bahu. - Nyeri tekan daerah yang patah.
b) Pertolongan : - Dipasang ransel verban. - Bagian yang patah diberi alas lebih dahulu. - Pembalut dipasang dari pundak kiri disilangkan melalui punggung ke ketiak kanan. - Dari ketiak kanan ke depan dan atas pundak kanan, dari pundak kanan disilangkan ke ketiak kiri, lalu ke pundak kanan,akhirnya diberi peniti/ diikat. - Bawa korban ke rumah sakit.
Gambar 13. Kanan atau kiri : Ransel perban 4)
Fraktur Femur (patah tulang paha). Pertolongan : - Pasang 2 bidai dari :
a.Ketiak sampai sedikit melewati mata kaki. b.Lipat paha sampai sedikit melewati mata kaki. - Beri bantalan kapas atau kain antara bidai dengan tungkai yang patah. - Bila perlu ikat kedua kaki di atas lutut dengan pembalut untuk mengurangi pergerakan. - Bawa korban ke rumah sakit.
Gambar 14. Pemasangan bidai pada fraktur femur
5) Fraktur Cruris(patah tulang tungkai bawah).
Pertolongan : -
Pasang 2 bidai sebelah dalam dan sebelah luar tungkai kaki yang patah.
-
Di antara bidai dan tungkai beri kapas atau kain sebagai alas.
-
Bidai dipasang di antara mata kaki sampai beberapa cm di atas lutut.
-
Bawa korban ke rumah sakit.
Gambar 15. Pemasangan bidai pada fraktur cruris
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Trauma muskuloskeletal biasanya menyababkan disfungsi struktur disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disanggannya. Gangguan yang paling sering terjadi akibat trauma muskuloskeletal adalah fraktur, dislokasi, sprain, strain, kontusio. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas korteks tulang menjadi dua bagian atau lebih sehingga menimbulkan gerakan yang abnormal disertai krepitasi dan nyeri. Dislokasi adalah keluarnya pangkal tulang dari permukaan articular, kadang-kadang disertai dengan robeknya ligament yang seharusnya menahan pangkal tulang agar tetap berada pada tempatnya. Sprain adalah injuri dimana sebagian ligament robek, biasanya disebabkan memutar secara mendadak dimana sendi bergerak melebihi batas normal. Strain adalah trauma pada jaringan yang halus atau spasme otot di sekitar sendi dan nyeri pada waktu digerakkan, pada strain tidak ada deformitas atau bengkak. Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau pukulan pada kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan seluler merembes ke jaringan sekitarnya. Ketika terjadi trauma muskuloskeletal harus segera ditangani karena jika tidak ditangani secara dini maka akan menyebabkan kerusakan yang lebih parah.
3.2 Saran Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan kita tentang konsep trauma musculoskeletal. Kami selaku penulis makalah ini sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurnah. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.