Makalah Maternitas Kekerasan Pada Perempuan.docx

  • Uploaded by: febi sagitaria
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Maternitas Kekerasan Pada Perempuan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,574
  • Pages: 17
MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS I KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Dosen Pengampu : Ns. Dwi Novrianda, S.Kep., M.Kep.

Oleh Kelompok 1 : Adzkia Pinta Dano

1711312013

Febi Sagitaria

1611315001

Dheana Mutia

1711313025

Olga Citra Novera

1711311015

ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2017/2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, hidayah serta inayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang

“Kekerasan

Terhadap Perempuan” dengan baik. Selawat dan salam semoga tetap tercurah kepada unjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi guru terbaik dan menjadi suri tauladan bagi umat islam seluruh dunia. Makalah ini penulis susun untuk memenuhi syarat penilaian pada mata kuliah Keperawatan Maternitas I dan penulis harap makalah ini dapat bermanfaat bagi pribadi maupun sipembaca. Dalam menyusun makalah ini, penulis berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan sumber-sumber dan informasi,baik dari buku-buku yang telah direkomendasikan oleh dosen. Untuk itu saran dan kritik penulis harapkan berkenan dengan pembuatan makalah ini,demi kesempurnaannya.Atas perhatiannya,penulis ucapkan terima kasih. Padang, 21 September 2018

Penulis

i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ......................................................................................................i DAFTAR ISI .....................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1 1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................... 1.2 Rumusan masalah ......................................................................................................... 1.3 Tujuan ........................................................................................................................... BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 3.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 3.2 Saran ............................................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………...

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan pembedaan berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman terjadinya perbuatan tersebut, pemaksaan atau perampasan kebebasan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi diruang publik maupun di dalam kehidupan pribadi. Kekerasan terhadap perempuan dan anak telah menjadi perhatian hampir di seluruh Negara karena kasus tersebut memang tidak hanya terjadi di Negara berkembang tetapi juga di Negara maju. Beberapa badan dunia serta sejumlah lembaga non-pemerintah yang berkepentingan dengan masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak terus menyuarakan untuk mengakhiri terjadinya kekerasan tersebut. Berbagai program dan kebijakan terkait perlindungan terhadap perempuan dan anak terus didorong untuk dilaksanakan di seluruh Negara. Bahkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) secara khusus memasukan aspek mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi target yang harus dicapai pada 2030. Kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah utama bagi setiap negara-negara di dunia termasuk negara-negara maju yang disebut sangat menghargai dan peduli terhadap Hak Asasi Manusia. Sudah seharusnya dalam suatu Negara dibutuhkan adanya perlindungan bagi para wanita yang menjadi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia yang salah satunya adalah hak-hak perempuan terutama korban kekerasan seksual. Permasalahan kekerasan terhadap perempuan ternyata tidak hanya terjadi di Negara-negara berkembang, tetapi juga di Negara-negara maju. Pada tahun 2010, data WHO menunjukkan bahwa secara umum 1 dari 3 perempuan di dunia mengalami kekerasan. Jika dilihat menurut wilayah, terlihat bahwa prevalensi kekerasan terhadap perempuan di Negara-negara berkembang cenderung lebih tinggi dibandingkan Negara-negara maju. Meskipun demikian, ternyata prevalensi kekerasan terhadap perempuan di Negara maju cukup tinggi yakni sekitar 25 persen. Artinya, 1 dari 4 perempuan di Negara berpendapatan tinggi mengalami kekerasan. Di Negara-negara Afrika dan Asia, prevalensi kekerasan terhadap perempuan tercatat sekitar 37 persen. untuk prevalensi kekerasan dalam 12 bulan terakhir. Di wilayah Asia, Jepang mencatat angka prevalensi kekerasan terendah (4 persen), sementara Timor Leste mencatat angka prevalensi kekerasan tertinggi (46 persen). Di wilayah Pasifik, angka prevelensi kekerasan fisik dan/atau seksual dalam 12 bulan terakhir yang terendah tercatat di Cook Island (9 persen), sementara prevalensi tertinggi tercatat di Vanuatu (44 persen). Di Indonesia perempuan usia 15-64 tahun, baik yang belum kawin maupun yang pernah/sedang memiliki pasangan, yang mengalami kekerasan fisik atau seksual semasa hidup dilakukan oleh pasangan dan bukan pasangan. Perempuan yang mengalami

3

kekerasan fisik sebesar 18,1 persen, sementara prevalensi kekerasan seksual tercatat sebesar 24,2 persenn. 1.2 Rumusan Masalah Dalam makalah ini membahas tentang “Kekerasan pada perempuan” yang akan dijelaskan bersamaan dengan hal yang berhungan. 1.3 Tujuan 1. Agar pembaca mengetahui definisi kekerasan pada perempuan 2. Agar pembaca mengetahui prevalensi kekerasan pada perempuan diIndonesia 3. Agar pembaca mengetahui penyebab dan dampak kekerasan yang terjadi pada perempuan BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep Dan Definsi Kekerasan Terhadap Perempuan Kekerasan (Violence) berkaitan erat dengan gabungan kata Latin yang berarti daya, kekuatan dan “latus” yang berasal dari ferre “vis” (membawa) yang kemudian berarti membawa kekuatan. Kekerasan (Violence) pada dasarnya merupakan konsep yang makna dan isinya sangat bergantung kepada masyarakat sendiri, Menurut Johan Galtung, kekerasan te rjadi bila manusia dipengaruhi sedemikian rupa, sehingga realisasi jasmani dan mental aktualnya berada di bawah realisasi potensialnya. Dengan kata lain bila yang potensial lebih tinggi dari yang aktual, maka ada kekerasan. Kekerasan disini diartikan sebag ai perbedaan dari yang potensial dengan yang aktual. Maksudnya adalah jika seorang individu mengalami tindak kekerasan, maka realitas jasmani dan mental psikologis daya aktualitasnya tidak mampu merespons lingkungan. Kekerasan terhadap perempuan adalah s etiap tindakan kekerasan berbasis gender yang mengakibatkan kerugian fisik, seksual atau psikologis atau penderitaan terhadap perempuan, termasuk tindakan yang berupa ancaman, pemaksaan atau perampasan kebebasan, apakah itu terjadi di publik ataupun dalam kehidupan pribadi Kekerasan terhadap perempuan terjadi akibat adanya relasi yang tidak seimbang antara lakilaki dan perempuan. Hal ini terjadi karena masyarakat beranggapan bahwa lakilaki memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan kedudukan pere mpuan, sehingga lakilaki merasa lebih berkuasa atas perempuan. Ini disebut juga dengan budaya patriarkhi,

4

yang menempatkan lakilaki sebagai warga kelas satu, dominan, superior dan lebih tinggi dari pada perempuan. Hal ini diperkuat dengan pemahaman agama yang menitik beratkan pada tekstual semata dan kurang mempertimbangkan konteks realitas masyarakat. Kekerasan terhadap perempuan dapat berupa pelanggaranpelanggaran sebagai berikut; hak atas kehidupan, hak atas persamaan, hak atas kemerdekaan dan keamana n pribadi, hak atas perlindungan yang sama di muka umum, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan fisik maupun mental yang sebaikbaiknya, hak atas pekerjaan yang laya dan kondisi kerja yang baik, hak untuk pendidikan lanjut, hak untuk tidak mengalami penganiayaan atau bentuk kekejaman lain, perlakuan atau penyiksaan secara tidak manusiawi dan sewenang-wenang. 2.1 Prevalensi Kekerasan Pada Perempuan Permasalahan kekerasan terhadap perempuan ternyata tidak hanya terjadi di Negara-negara berkembang, tetapi juga di Negara-negara maju. Pada tahun 2010, data WHO menunjukkan bahwa secara umum 1 dari 3 perempuan di dunia mengalami kekerasan. Jika dilihat menurut wilayah, terlihat bahwa prevalensi kekerasan terhadap perempuan di Negara-negara berkembang cenderung lebih tinggi dibandingkan Negara-negara maju. Meskipun demikian, ternyata prevalensi kekerasan terhadap perempuan di Negara maju cukup tinggi yakni sekitar 25 persen. Artinya, 1 dari 4 perempuan di Negara berpendapatan tinggi mengalami kekerasan. Di Negara-negara Afrika dan Asia, prevalensi kekerasan terhadap perempuan tercatat sekitar 37 persen.

Selanjutnya European Commission (2010) dalam laporannya tentang kekerasan terhadap perempuan dalam rumahtangga mencatat bahwa kekerasan dalam rumahtangga masih sangat umum terjadi. Di seluruh Eropa, 1 dari 4 responden mengetahui salah seorang di antara teman-temannya atau di lingkungan keluarganya

5

yang menjadi korban kekerasan. Bahkan persentasenya meningkat di tahun 2010 dibandingkan hasil survei sebelumnya dari 19 persen menjadi 24 persen. Kekerasan seksual dan fisik dipandang sebagai bentuk kekerasan yang paling serius yang diderita oleh perempuan. Sekitar 85 persen responden menilai kedua jenis kekerasan tersebut sebagai “sangat serius”. Data terbaru di wilayah Asia-Pasifik memperlihatkan bahwa prevalensi perempuan yang mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual semasa hidup oleh pasangan sangat tinggi. Secara umum tingkat kekerasan di wilayah Pasifik angkanya lebih tinggi dibandingkan wilayah Asia. Di wilayah Asia, prevalensi kekerasan berkisar antara 15 persen yang tercatat di Jepang dan Laos sampai dengan 59 persen di Timor Leste. Sementara itu di wilayah Pasifik, prevalensi kekerasan fisik dan/atau seksual berkisar antara 33 persen di Cook Island sampai dengan 68 persen di Papua Nugini dan Kiribati. Pola yang hampir sama juga terlihat untuk prevalensi kekerasan dalam 12 bulan terakhir. Di wilayah Asia, Jepang mencatat angka prevalensi kekerasan terendah (4 persen), sementara Timor Leste mencatat angka prevalensi kekerasan tertinggi (46 persen). Di wilayah Pasifik, angka prevelensi kekerasan fisik dan/atau seksual dalam 12 bulan terakhir yang terendah tercatat di Cook Island (9 persen), sementara prevalensi tertinggi tercatat di Vanuatu (44 persen). Dari hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) tahun 2016, perempuan berusia 15-64 tahun pernah/sedang menikah dan belum menikah, baik kekerasan yang dalam periode 12 bulan terakhir maupun semasa hidup. Sebanyak 33,4 persen dari perempuan usia 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual selama hidup baik dilakukan oleh pasangan maupun bukan pasangan. Perempuan yang mengalami kekerasan fisik sebesar 18,1 persen, sementara prevalensi kekerasan seksual tercatat sebesar 24,2 persen.

6

Pada data CATAHU (Catatan Tahunan) 2018 yang dikompilasi Komnas Perempuan bersumber dari data kasus/perkara yang ditangani oleh PA. Dari total 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dikompilasi Komnas Perempuan pada tahun 2017, sebanyak 335.062 kasus atau 96% adalah data PA dan 13.384 kasus atau 3% adalah data dari 237 lembaga mitra pengada layanan yang mengisi dan mengembalikan formulir pendataan Komnas Perempuan. Dari data berdasarkan kuesioner tersebut tampak kekerasan terhadap Perempuan di tahun 2017 dalam Catahu 2018 mengalami peningkatan yaitu sebesar 348.446 kasus naik sekitar 25% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2016) yaitu sebesar 259.150. 2.3 Bentuk Kekerasan Pada Perempuan Kekerasan perempuan dapat terjadi dalam bentuk a. Tindakan kekerasan fisik ; Adalah tindakan yang bertujuan melukai, menyiksa atau menganiaya orang la in. Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan anggota tubuh pelaku (tangan, kaki) atau dengan alat. Bentuk kekerasan fisik yang dialami perempuan, antara lain: tamparan, pemukulan, penjambakan, mendorong secara kasar, penginjakan, penendangan, pencekikan, pelemparan benda keras, penyiksaan menggunakan benda tajam, seperti : pisau, gunting, setrika serta pembakaran. Tindakan tersebut mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit dan luka berat. b. Tindakan kekerasan non fisikal Adalah tindakan yang bertujuan merendahkan citra atau kepercayaan diri seorang perempuan, baik melalui katakata maupun melalui perbuatan yang tidak justdisukai/dikehendaki korbannya. bentuk nonfisik dari tindakan kekerasan yaitu, penghinaan, komntar-komentar yang dimaksudkan merendahkan dan melukai harga diri dari pihak istri, melarang istri bergaul, ancaman-ancaman berupa akan

7

mengembalikan istri ke orang tua, akan menceraikan dan memisahkan istri dari anakanaknya. c. Kekerasan Seksual Yaitu kekerasan yang bernuansa seksual, termasuk berbagai perilaku yang tak diinginkan dan mempunyai makna seksual yang disebut pelecehan seksual, maupun berbagai bentuk pemaksaan hubungan seksual yang disebut sebagai perkosaan. Tindakan kekerasan ini bisa diklasifikasikan dalam bentuk kekerasan fisik maupun psikologis. Tindak kekerasan seksual meliputi perkosaan, pelecehan seksual. d. Penelantaran Rumah Tangga Yaitu dalam bentuk penelantaran ekonomi dimana tidak diberi nafkah secara rutin atau dalarn jumlah yang cukup, membatasi atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban di bawah kendati orang tersebut. 2.4 Kekerasan Dalam Rumah Tangga Salah satu jenis kekerasan ter hadap perempuan adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dalam UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Bab I, pasal 1, ayat 1 dikatakan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah, setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup r umah tangga. Undan Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) melarang tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dengan cara kekerasan fisik, psikis, seksual atau penelantaran dalam rumah tangga.terhadap orangorang dal am lingkup rumah tangga. Dalam pasal 2 UU No.23 tahun 2004 disebutkan, orang yang termasuk dalam lingkup rumah tangga antara lain, suami, istri, anak, serta orangorang yang mempunyai hubungan keluarga karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuh an, perwalian, menetap dalam rumah tangga serta orang yang bekerja membantu dan menetap dalam rumah tangga tersebut Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah kekerasan yang terjadi dalam lingkungan rumah tangga. Pada umumnya, pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangg a adalah suami, dan korbannya adalah istri dan/atau anakanaknya. Kekerasan Dalam Rumah Tangga dapat terjadi dalam bentuk kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi. Bentuk kekerasan secara fisik meliputi; menampar, mem ukul, menjambak rambut, menendang, menyundut dengan rokok, melukai dengan senjata, dan sebagainya yang mengakibatkan luka pada fisik atau yang mengakibatkan rasa sakit. Kekerasan secara seksual meliputi, kekerasan yang terjadi dalam bentuk pemaksaan dan pe nuntutan hubungan seksual, dan yang tergolong kekerasan secara

8

psikologis antara lain, penghinaan terhadap perempuan, komentarkomentar yang merendahkan, melarang istri mengunjungi saudara maupun temantemannya, mengancam akan dikembalikan ke rumah orang t uanya, dan segala bentuk perbuatan yang menjadikan perempuan tertekan secara mental. Kekerasan secara ekonomi dapat terjadi jika tidak memberi nafkah pada istri, perawatan atau pemeliharaan yang sesuai dengan hukum melarang istri bekerja atau mengeksploita si istri yaitu membiarkan istri bekerja dengan tujuan untuk kepentingan pribadi. Selain itu membatasi dan atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau diluar rumah sehingga korban dibawah kendali orang tersebut atau pasangannya. Berdasarkan penelit ian yang dilakukan oleh Nirupama Parakash Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah salah satu kejahatan terhadap perempuan, yang berkaitan dengan posisi mereka yang tidak menguntungkan di masyarakat. Centre of Diseases Control (CDC) A tlanta dan Komite Nasional Pencegahan Trauma AS menggolongkan kasus kekerasan dalam rumah tangga dalam kekerasan oleh mitra dekat. Kekerasan oleh mitra dekat adalah ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap mitra dekat yang mengakibatkan atau berpotensi m engakibatkan kematian, trauma dan halhal yang berbahaya. Menurut CDC kekerasan terjadi karena beberapa faktor antara lain faktor masyarakat, faktor keluarga dan faktor individu. Kekerasan terhadap perempuan yang dipenga ruhi oleh masyarakat antara lain; kemiskian, urbanisasi yang terjadi disertai kesenjangan pendapatan di antara penduduk kota, masyarakat kelompok ketergantungan obat, dan lingkungan dengan frekuensi kekerasan dan kriminalitas yang tinggi. Kekerasan dapat j uga terjadi karena faktor keluarga antara lain; ada anggota keluarga yang sakit dan butuh bantuan terus menerus, kehidupan keluarga yang kacau, tidak saling mencintai dan tidak menghargai peranperempuan, kurang adanya keakraban dan hubungan jaringan sosia l pada keluarga. Kekerasan yang terjadi akibat faktor individu antara lain; ketergantuangan obat atau alkohol atau memiliki riwayat ketergantungan kedua zat tersebut, sedang hamil, dan mempunyai partner yang cemburu berlebihan. 2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Kekerasan Pada Perempuan Adapun faktor-faktor yang penyebab tindakan kekerasan terhadap perempuan menurut Mufidah 2004:150 ( Eni Purwaningsih, 2008:30-31) yaitu sebagai berikut: 1. Faktor Budaya Masyarakat Budaya yang mendudukan laki-laki sebagai makhluk superior dan perempuan sebagai makhluk inferior (lemah). Selain itu pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama sehingga menganggap laki-laki boleh menguasai perempuan. Kekerasan juga dapat terjadi karena peniruan anak laki-laki yang hidup bersama ayah yang suka memukul, biasanya akan meniru perilaku ayahnya (Mufidah 2004:150 dalam Eni Purwaningsih, 2008:30-31). Kekerasan pada perempuan tak

9

lepas dari konsep feminin dan maskulin yang merupakan indikator gender yang ada pada sebagian besar masyarakat di dunia. Konsep feminin memberi identitas pada perempuan sebagai makhluk yang emosional, lemah, memiliki kemampuan terbatas, dan figur yang harus dibantu dan dilindungi karena keterbatasannya. Sementara konsep maskulin memberi identitas pada laki-laki sebagai figur yang rasional, dominan, dan kuat secara fisik sehingga mampu mengambil keputusan dan bahkan memiliki hak mengontrol femininity. 2. Faktor Lingkungan Sosial Kondisi tempat tinggal dan lingkungan pergaulan kadangkala membawa warna tersendiri dalam kehidupan seseorang. Lingkungan merupakan kondisi yang mempengaruhi karakter/tindakan seseorang. Lingkungan sosial lebih erat hubungannya dengan analisis sosiologi, sebab timbulnya kejahatan ditentukan oleh pengaruh lingkungan sosial, lingkungan fisik dan keturunan sebagai ruang studi sosiologi. Pengaruh lingkungan sosial ini kemudian dapat melahirkan perspektif interaksionis dan sosiologi kriminalitas yang tidak hanya memandang kepada pelaku tindakan kriminalitas sebagai titik sentralnya, tetapi juga hukum dan pelembagaannya. Untuk intu dalam mencari sebab tidak cukup hanya menitikberatkan pada pelaku kejahatannya (Suwarno dan Pairul Syah, 2013: 25). 3. Faktor Ekonomi Semakin mahalnya kebutuhan sehari-hari dapat memicu keretakan dalam rumah tangga. Gaji suami yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan. Uang yang dapat memicu timbulnya perselisihan dan permasalahan. Seorang kepala rumah tangga merasa tertekan dengan 31 kesulitan untuk mencukupi kebutuhan, mungkin akan melakukan kekerasan kepada anggota rumah tangganya. Seperti pada kasus yang terjadi di Surabaya, seorang ayah yang lama tidak bererja dan tidak memberi nafkah untuk keluarganya. Dia memukul kepala anaknya hingga bersimbah darah, karena ayahnya tidak terima mendengar pernyataan anak perempuannya (Tribunnews.com, 2015). 4. Faktor Cemburu dan Selingkuh Kecemburuan merupakan salah satu timbulnya kesalahpahaman, perselisihan bahkan kekerasan. 5. Faktor Ketidakpatuhan Istri Terhadap Suami Perempuan yang tidak menuruti kemauan suami ternyata rentan menjadi obyek sasaran kekerasan. Survei menunjukkan kekerasan yang dialami akibat ketidakpatuhan ini dapat berupa kekerasan fisik, psikis, pemerkosaan, kekerasan seks lainya, penelantaran, dan lain-lain. Dari seluruh kekerasan psikis misalnya, sekitar

10

10,7 persen akibat perempuan dianggap tidak patuh. Sedang dari seluruh tindak kekerasan fisik, sekitar 30 21 persen di antaranya terjadi akibat perempuan dianggap tidak patuh. Wawancara dalam studi lanjutan juga menemukan seorang perempuan pernah dipukul suaminya karena tidak mematuhi aturan yang mensyaratkan agar ia meminta izin dulu jika pergi ke rumah orang tuanya (Badan Pusat Statistik dan Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan RI, 2007:40-41). 2.6 DAMPAK KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Kekerasan terhadap perempuan dapat berakibat pada kesehatan dan kesejahteraan hidup perempuan baik alam jangka pendek maupun jangka panjang (Johnson dkk 2008). Johnson dkk (2008) juga menyatakan bahwa selain dampak langsung secara fisik dan emosional dari kekerasan, kualitas hidup perempuan secara keseluruhan juga dapat dirasakan selama hidupnya. Hal ini pada gilirannya akan berpengaruh pada partisipasi dan keterlibatan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat. WHO (2012) secara spesifik menyoroti dampak kekerasan terhadap perempuan oleh pasangan (intimate partner violence). Kekerasan terhadap perempuan oleh pasangan berdampak secara langsung seperti cidera dan dampak tidak langsung seperti masalah kesehatan yang bersifat kronis akibat stress berkepanjangan. Dari literatur yang ada (misal UNICEF 2000; WHO 2012; Johnson dkk 2008), secara umum dampak kekerasan terhadap perempuan dapat dilihat dari berbagai aspek seperti kesehatan mental, perilaku, kesehatan fisik, ekonomi dan sosial. Terkait dengan kesehatan mental, perempuan yang mengalami kekerasan mungkin dapat mengalami berbagai gangguan mental seperti depresi, kehilangan rasa percaya diri, malu, trauma, stress, merasa terasing, suka marah, kesepian, dan merasa tak berguna atau tanpa harapan dalam hidupnya. Terkait tingkah laku, kekerasan terhadap perempuan dapat memengaruhi perilaku perempuan seperti berfikir atau melakukan tindakan untuk mengakhiri hidupnya, penyalahgunan alkohol dan obat-obatan terlarang, dan makan yang tidak teratur. Permasalahan kesehatan fisik yang umumnya terjadi akibat kekerasan terhadap perempuan antara lain mencakup cedera fisik berupa luka, patah tulang, atau lebam, sakit punggung, sakit kronis, sulit tidur, tekanan darah tinggi, keguguran kandungan dan sebagainya. Dari sisi ekonomi, kekerasan terhadap perempuan dapat berakibat pada kesulitan ekonomi seperti kehilangan pendapatan karena kehilangan pekerjaan, biaya perawatan kesehatan, dan biaya-biaya lain yang mungkin harus dikeluarkan. Sementara itu, dampak sosial dari kekerasan terhadap perempuan yang mungkin langsung dirasakan oleh perempuan dalam berbagai aspek. Stigmatisasi dan diskriminasi mungkin bisa terjadi pada perempuan yang mengalami kekerasan. Selain itu, perempuan korban kekerasan juga mungkin bisa merasa asing atau khawatir dalam berhubungan dengan teman atau keluarga, atau bahkan terisolasi dari keluarga dan teman-temannya. Kekerasan dalam rumahtangga khususnya oleh pasangan terhadap perempuan juga bisa berdampak terhadap anak (UNICEF 2000). Anakanak yang menyaksikan kekerasan dalam rumahtangga bisa mengalami masalah kesehatan

11

dan perilaku termasuk pola makan dan pola tidur mereka. Mereka mungkin juga mengalami kesulitan di sekolah dan sulit bergaul dengan teman. 2.7 Trend Dan Isu Kekerasan Pada Perempuan a. Kekerasan terhadap perempuan semakin beragam dan lintas ruang, sementara sistem pencegahan dan penanganan bergerak lamban b. Memburuknya situasi KDRT yang ditandai dengan terungkapnya kasus pembunuhan isteri (femicida) masih tingginya gugat cerai oleh isteri, membutuhkan upaya penyelesaian yang menyeluruh dan menyentuh akar persoalan. Semakin terbukanya poligami dan lenturnya perkawinan anak ditengarai turut memperparah KDRT. Di sisi lain, negara cenderung mendorong harmoni keluarga melalui upaya mediasi. Termasuk publik yang semakin mempromosikan keutuhan institusi perkawinan melalui isu over kriminalisasi perzinahan, penutupan lokalisasi, tanpa melihat akar masalah kekerasan terhadap perempuan c. Kekerasan terhadap perempuan berbasis cyber adalah kekerasan yang muncul ke permukaan dengan massif namun minim pelaporan dan penanganan. Padahal kejahatan terhadap perempuan ini bisa berdampak panjang, dimana viktimisasi pada korban potensial seumur hidup dan pelaku punya ruang lebih luas untuk impun karena belum mumpuninya hukum untuk mencegah dan menanganinya. d. Kejahatan seksual menampakkan peningkatan maupun perluasan bentuk, termasuk kasus incess dengan pelaku ayah kandung atau pelaku pelecehan seksual anak dibawah 5 tahun adalah PR terbesar negara dan bangsa Indonesia untuk merespon situasi extrim ini. Walaupun sudah ada penghukuman yang ditujukan untuk menjerakan publik melalui perpu kebiri, tapi tidak banyak merubah darurat kekerasan seksual yang ada. Ini menunjukkan ada diskoneksi analisa negara terhadap penyebab kekerasan seksual dengan penanganannya. e. Budaya menyalahkan korban dan menempatkan perempuan sebagai pihak yang bertanggungjawab atas kekerasan seksual yang dialaminya, masih terus berlangsung hingga sekarang. Perempuan menjadi sasaran yang disalahkan, dibully termasuk dalam konteks perselingkuhan, poligami dan kejahatan perkawinan lainnya. Sementara pelaku utama justeru lolos dari penghakiman sosial.

12

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan pembedaan berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman terjadinya perbuatan tersebut, pemaksaan atau perampasan kebebasan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi diruang publik maupun di dalam kehidupan pribadi. Penyebab terjadinya kekerasan ini karena dari factor lingkungan social budaya ekonomi dan lainnya. Kejadian kekerasan pada perempuan di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya yang menyebakan banyak perempuan Indonesia merasakan dampak fisik maupun psikologi. Trend dan isu kekerasan perempuan juga semakin banyak macam ragamnya sehingga seluruh lapisan masyarakat benar-benar harus peduli terhadap masalah ini. 3.2 Saran

13

Tingginya persentase perempuan yang mengalami kekerasan fisik dan/ atau seksual selama hidup menunjukkan bahwa betapa rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menghormati hak asasi orang lain khususnya kaum perempuan. Ini merupakan ancaman serius bagi kaum hawa dan perlu mendapat perhatian dan penanganan yang serius tidak hanya oleh pemerintah, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat. Ini mengingat, kaum perempuan merupakan empu yang menjadi penentu bagi terciptanya generasi-generasi mendatang. Dengan melindungi perempuan secara tidak langsung telah melakukan perlindungan dan penyelamatan terhadap keberlanjutan generasi mendatang.

14

DAFTAR PUSTAKA Fery Efendi & Makfud li. diunduh tanggal : 20 Mei 2012 Keperawatan Kesehatan Komunitas dalam Teori dan Praktik dalam Keperawatan . Jakarta: Salemba Medika (2009:193) Sulaeman, M. Munandar dan Siti Homzah. (1992: 64) Kekerasan terhadap perempuan, Tinjauan dalam berbagai disiplin ilmu dan kasus kekerasan 18 Violence against women(2010: 28) Saeno Fitrianigsih. 2016. Faktor-Faktor Penyebab Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga. (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung). KOMNASHAM. 2018. Catatan Tahunan Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan. Jakarta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak. 2017. Mengakhiri Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Indonesia. Jakarta

15

16

Related Documents


More Documents from "Maulana Rahman"

Summary Kti Hipertensi.docx
December 2019 23
Bab 1.docx
December 2019 17
Siemens S7-300 Cpu.pdf
June 2020 22
Budaya Organisasi
August 2019 41
Bukti Penyerahan Tugas.doc
December 2019 22