MAKALAH KEJANG DEMAM PADA ANAK
DOSEN PEMBIMBING Zakiyah Yasin, S.Kep.,Ns.M.Kep
Kelompok 12 Nurul Hidayati
717.6.2.0915
Angga Farodan Ach. Rifqiyanto
FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS WIRARAJA TAHUN PELAJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala karunia nikmatnya sehingga makalah yang berjudul “KEJANG DEMAM PADA ANAK” ini dapat diselesaikan dengan maksimal, tanpa ada halangan yang berarti. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak. Makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Untuk itu kami ucapkan terima kasih. Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi EYD, kosa kata, tata bahasa, etika maupun isi. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian untuk kami jadikan sebagai bahan evaluasi. Demikian semoga makalah ini dapat diterima sebagai ide/ gagasan yang menambah kekayaan intelektual bangsa.
Sumenep, 22 Maret 2019
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... 3 BAB I ...................................................................................................................................................... 5 PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 5 1.1
Latar Belakang ...................................................................................................................... 5
1.2
Rumusan Masalah ................................................................................................................ 5
1.3
Tujuan .................................................................................................................................... 6
1.4
Manfaat .................................................................................................................................. 6
BAB II..................................................................................................................................................... 7 KERANGKA TEORI ............................................................................................................................. 7 2.1
Definisi ................................................................................................................................... 7
2.2
Etiologi ................................................................................................................................... 7
2.3
Patofisiologi ........................................................................................................................... 9
2.4
Manifestasi Klinis................................................................................................................ 11
2.5
Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................................... 11
2.6
Penatalaksanaan ................................................................................................................. 12
2.7
Konsep Askep ......................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB IV ................................................................................................................................................. 22 WOC ................................................................................................................................................. 22 BAB V .................................................................................................................................................. 22 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM..................... 23 BAB VI ................................................................................................................................................. 23 PENUTUP ............................................................................................................................................ 34 4.1
Kesimpulan .......................................................................................................................... 34
4.2
Saran .................................................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 35
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam. Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganannya
1.2 Rumusan Masalah 1) Apakah definisi kejang demam? 2) Apakah etiologi kejang demam? 3) Bagaimanakah patofisiologi kejang demam? 4) Bagaimanakah manifestasi klinis kejang demam pada anak?
5) Bagaimanakah pathway kejang demam? 6) Apa sajakah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui penyakit kejang demam? 7) Bagaimanakah penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak? 1.3 Tujuan 1) Untuk mengetahui definisi kejang demam pada anak 2) Untuk mengetahui etiologi kejang demam pada anak 3) Untuk mengetahui patofisiologi dan WOC kejang demam pada anak 4) Untuk mengetahui gambaran klinis kejang demam pada anak 5) Untuk mengetahui pemeriksaan dan penunjang kejang demam pada anak 6) Untuk mengetahui penatalaksanaan kejang demam pada anak 7) Untuk mengetahui konsep ASKEP kejang demam pada anak
1.4 Manfaat Penulis berharap dari adanya penulisan makalah ini dapat memberikan manfaat kepada banyak pihak diantaranya , sbb :
Bagi penulis : memberikan gambaran mengenai meningitis pada anak secara umum dan terperinci.
Bagi mahasiswa : dapat dimanfaatkan dan digunakan oleh teman teman sebagai bahan referensi terkait masalah meningitis pada anak dan penerapannya pada bidang ilmu kesehatan, selain itu juga dapat bermanfaat sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut.
Pihak umum : sebagai bahan bacaan, sumber informasi dan referensi terkait masalah meningitis pada anak
BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Definisi Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses step. Kejang demam biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan hingga 5 tahun. Setelah kejang demam pertama, ada kemungkinan terulang kembali. Kejang demam dikenal juga sebagai stuip atau stip. Kejang demam berbeda dengan epilepsi (ayan). Meski pada epilepsi juga terjadi kejang – kejang, namun kejang pada epilepsi tidak didahului demam. Banyak orang tua sulit membedakan antara kejang demam dengan kejang akibat infeksi otak. Kejang akibat demam ini melibatkan seluruh tubuh, berlangsung sekejap, dan setelah kejang anak kembali sadar. Sedangkan, kejang akibat infeksi otak berlangsung lama, berulang – ulang, leher terasa kaku, dan sesudah kejang anak tidak sadarkan diri. Tentu saja penanganan medis untuk keduanya berbeda. Serangan kejang demam berlangsung hanya beberapa menit, setelah itu berhenti. Kesadaran anak pun akan pulih secara perlahan. Pada serangan kejang yang tidak berhenti setelah 15 menit, dapat menyebabkan anak hilang kesadaran beberapa saat atau mengantuk. Bahkan, dapat disertai kelumpuhan sekitar 2 hari. Setelah itu, anak akan kembali pulih. Kejang demam pada anak dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut. 1. Kejang demam sederhana, yaitu kejang demam yang terjadi dalam waktu singkat dan tidak berulang. 2. Kejang demam kompleks, yaitu kejang pada anak dengan tanda – tanda sebagai berikut.
Terjadi pada bagian tubuh tertentu, misalnya tangan kiri saja atau kaki kiri saja (fokal).
Kejang berlangsung dalam waktu yang lama (lebih dari 15 menit).
Kejang berulang.
2.2 Etiologi Etiologi kejang tidak dapat ditentukan, hal yg dapat menyebabkan kejang pada anak yaitu, demam tinggi, vaksinasi, cedera kepala, infeksi virus, hidrosefalus, displasikortikal dan defek waktu lahir.
1) Kejang demam 2) Infeksi: meningitis, ensefalitis 3) Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia, hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal, gagal hati, gangguan metabolik bawaan 4) Trauma kepala 5) Keracunan: alkohol, teofilin 6) Penghentian obat anti epilepsi 7) Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial, idiopatik. Etiologi dari kejang bervariasi dan diklasifikasikan sebagai idiopatik (defek genetik, perkembangan) dan didapat. Penyebab kejang didapat adalah hipoksemia pada beberapa kasus yang mencakup insufisiensi vaskular, demam (pada masa kanak-kanak), cedera kepala, hipertensi, infeki sistem saraf pusat, kondisi metabolisme dan toksik (seperti gagal ginjal, hiponatremia, hipokalsemia, hipoglikemia), tumor otak, kesalahan penggunaan obat, dan alergi. Stroke dan kanker metastasis ke serebral menunjukkan adanya kasus kejang lansia. Adapun juga penyebab kejang secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu intrakranial dan ekstrakranial. 1. Intrakranial Penyebab intrakranial dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Penyebab intrakranial primer disebut juga idiopatik. Sedangkan sekunder dapat disebabkan karena neoplasma intrakranial, kelainan kongenital seperti hidrosefalus, infeksi seperti meningitis dan ensefalitis, dan trauma kepala. 2. Ekstrakranial Penyebab ekstrakranial biasa disebabkan karena gangguan metabolisme seperti hipoglikemia, hipokalsemia, hepatik ensefalopati, uremia, hiperproteinemia, hiperlipidemia, hipotiroid, dan hipoksia. Penyebab ekstrakranial dapat juga disebabkan oleh metastasis keganasan ke otak. Menurut Lumbantobing, 2001 Faktor yang berperan dalam menyebabkan kejang demam:
1) Demam itu sendiri 2) Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak) 3) Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi 4) Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit 5) Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau ensekalopati toksik sepintas
2.3 Patofisiologi Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya dengan baik sususan saraf pusat (korteks serebri). Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidat dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatntya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh adanya : 1) Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler. 2) Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya. 3) Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% - 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut dengan neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC. Pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah. Dalam penanggulangan kejang perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita mengalami kejang. Beberapa hepotesa dikemukakan mengenai patofisiologi sebenarnya dari kejang demam, yaitu :
Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu tertentu
Cepatnya kenaikan suhu
Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan
Metabolisme meningkat, kebutuhan otak akan O2 meningkat sehingga sirkulasi darah bertambah dan terjadi ketidak seimbangan.
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai dengan apnea dan meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot rangka. Hal ini menyebabkan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis laktat karena metabolisme anaerobik. Aktivitas otot yang meningkat dapat menyebabkan denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh semakin tinggi. Gangguan peredaran darah yang terjadi mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan menimbulkan edema otak. Semua hal ini menyebabkan metabolisme otak meningkat dan berlanjut menjadi kerusakan neuron otak.
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapatkan serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi risiko adanya serangan epilepsi yang spontan dikemudian hari. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat meyebabkan kelainan anatomis diotak sehingga terjadi epilepsi. 2.4 Manifestasi Klinis Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Adapun tanda- tanda kejang demam meliputi : 1) Demam yang biasanya di atas (38,9 º C) 2) Kejang (menyentak atau kaku otot) 3) Gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau ke atas) 4) Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang 5) Penurunan kesadaran 6) Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan usus 7) Muntah 8) Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang dalam waktu yang singkat (Lyons, 2012)
2.5 Pemeriksaan Penunjang Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi kejang demam, diantaranya sebagai berikut : a. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit, gula darah dan urinalisis (Saharso et al., 2009). Selain itu, glukosa darah harus diukur jika kejang lebih lama dari 15 menit dalam durasi atau yang sedang berlangsung ketika pasien dinilai (Farrell dan Goldman, 2011). b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan
cairan
serebrospinal
dengan
pungsi
lumbal
dilakukan
untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasein kejang demam pertama. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk bayi kurang dari 12 bulan, bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan untuk dilakukan dan bayi > 18 bulan tidak rutin dilakukan pungsi lumbal. Pada kasus kejang demam hasil pemeriksaan ini tidak berhasil (Pusponegoro dkk, 2006). c. Elektroensefalografi (EEG) Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang demam sederhana namun mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien kejang yang kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi. EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris dan kadang-kadang unilateral (Jonston, 2007). d. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan dan dilakukan jika ada indikasi seperti kelainan neurologis fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastisitas), terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI, edema papil) (Saharso et al., 2009).
2.6 Penatalaksanaan
a. Terapi farmakologi Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 12 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal sebanyak 20 mg. Obat yang dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosisnya sebanyak 0,5-0,75 mg/kg atau 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang daripada 10 kg dan 10 mg untuk anak yang mempunyai berat badan lebih dari 10 kg. Selain itu, diazepam rektal dengan dosis 5 mg dapat diberikan untuk anak yang dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Apabila kejangnya belum berhenti, pemberian diapezem rektal dapat diulangi lagi dengan cara dan dosis yang
sama dengan interval waktu 5 menit. Anak seharusnya dibawa ke rumah sakit jika masih lagi berlangsungnya kejang, setelah 2 kali pemberian diazepam rektal. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,30,5 mg/kg (UUK Neurologi IDAI, 2006). Jika kejang tetap belum berhenti, dapat diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/ kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/ kg/ menit atau kurang dari 50 mg/menit. Sekiranya kejang sudah berhenti, dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/ kg/ hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika kejang belum berhenti dengan pemberian fenitoin maka pasien harus dirawat di ruang intensif. Setelah kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya (UUK Neurologi IDAI, 2006). Seterusnya, terapi antipiretik tidak mencegah kejang kekambuhan. Kedua parasetamol dan NSAID tidak mempunyai manfaatnya untuk mengurangi kejadian kejang demam. Meskipun mereka tidak mengurangi risiko kejang demam, antipiretik sering digunakan untuk mengurangi demam dan memperbaiki kondisi umum pasien. Dalam prakteknya, kita menggunakan metamizole (dipirone), 10 sampai 25 mg/ kg/ dosis sampai empat dosis harian (100 mg/ kg/ hari), parasetamol 10 sampai 15 mg/ kg/ dosis, juga sampai empat dosis harian (sampai 2,6 g/hari) dan pada anak-anak di atas usia enam bulan, diberikan ibuprofen sebanyak 5 sampai 10 mg/ kg/ dosis dalam tiga atau empat dosis terbagi (sampai 40 mg/ kg/ hari pada anak-anak dengan berat kurang dari 30 kg dan 1200 mg) (Siqueira, 2010). Pengobatan jangka panjang atau rumatan hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan ciri-ciri berikut seperti kejang berlangsung lebih dari 15 menit, kelainan neurologi yang nyata sebelum atau selapas kejadian kejang misalnya hemiparesis, paresis Todd, palsi serebal, retardasi mental dan hidrosefalus, dan kejadian kejang fokal. Pengobatan rumat dipertimbangkan jika kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan dan kejang demam berlangsung lebih dari 4 kali per tahun. Obat untuk pengobatan jangka panjang adalah fenobarbital (dosis 3-4 mg/ kgBB/ hari dibagi 1-2 dosis) atau asam valproat (dosis 15-40 mg/ kgBB/ hari dibagi 2-3 dosis). Dengan pemberian obat ini, risiko berulangnya kejang dapat diturunkan dan pengobatan ini diberikan selama 1
tahun bebas kejang, kemudian secara bertahap selama 1-2 bulan (Saharso et al., 2009). b. Terapi Non - Farmakologi Tindakan pertolongan di rumah pada kejang demam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Meletakkan benda keras untuk melindungi lidah agar tidak tergigit. Benda yang dapat digunakan, misalnya karet, kayu, sendok, dan lain sebagainya. 2. Berikan kompres air dingin/es/alkohol untuk membantu menurunkan panas tubuh anak. 3. Buka semua baju anak 4. Berikan obat – obatan pereda panas. 5. Berikan anak banyak minum untuk mencegah dehidrasi.
BAB III ASKEP TEORI
Pengkajian Berdasarkan tanda dan gejala penyakit kejang demam, maka asuhan keperawatan yang prioritas ditegakkan adalah pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, perencanaan pemulang yaitu :
Riwayat Keperawatan
Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam hari, terjadinya kejang dan penurunan kesadaran. a.
Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal MRS, diagnose medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.
b.
Riwayat kesehatan sekarang Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien, sehingga dapat
ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul. c. Riwayat kesehatan dahulu Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama. d. Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien. e. Riwayat psikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
f. Pola Fungsi kesehatan 1) Pola nutrisi dan metabolisme : Pola nutrisi klien perlu dikaji untuk menentukan terjadinya gangguan nutrisi atau tidak pada klien 2) Pola istirahat dan tidur Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien merasakan demam terutama pada malam hari g. Pemeriksaan Fisik 1) Kesadaran dan keadaan umum pasien Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar (composmentis-coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip (inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena peningkatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan (Wijaya,2013).
Diagnosa keperawatan a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis b. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu
tubuh
c. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mucus d. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat (Doengoes, 2007) 1. Perencanaan Perencanaan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam sederhana adalah sebagai berikut : Rencana Tindakan keperawatan NO 1.
Perencanaan Intervensi 1. Pantau suhu
Diagnosa Keperawatan Peningkatan suhu
Tujuan Tupan:
tubuh
Setelah
pasien (derajat
menunjukkan proses
berhubungan
dilakukan
dan pola):
penyakit infeksius
dengan proses
tindakan
perhatikan
akut.
patologis
keperawatan
menggigil?diafore
selama 4 x 24
si.
suhu tubuh
2. Pantau suhu
Rasional 1. Suhu 38,9-41,1 0C
2. Suhu ruangan,
normal.
lingkungan,
jumlah selimut harus
Tupen:
batasi/tambahkan
dirubah untuk
Setelah
linen tempat tidur
mempertahankan
dilakukan
sesuai indikasi.
suhu mendekati
tindakan perawatan
normal
selama 3 x 24
3. Berikan kompres
3. Dapat membantu
jam proses
hangat: hindari
mengurangi demam,
patologis teratasi
penggunaan
penggunaan air
dengan kriteria:
kompres alkohol.
es/alkohol mungkin
TTV stabil
menyebabkan
Suhu tubuh
kedinginan
dalam batas normal
4. Berikan selimut pendingin
4. Digunakan untu kengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5-40 0C pada waktu terjadi gangguan pada otak.
Kolaborasi: 5. Berikan antipiretik 5. Digunakan untuk sesuai indikasi
mengurangi demam dengan aksi sentral
2
Resiko tinggi
Tupan: setelah
1. Ukur/catat
kekurangan
dilakukan
volume cairan
tindakan
akan menyebabkan
berhubungan
perawatan
hipovolemia.
dengan
selama 3 x 24
peningkatan suhu
jam kekurangan
darah dan denyut
sirkulasi volume
tubuh
volume cairan
jantung
cairan dapat
haluaran urin.
2. Pantau tekanan
tidak terjadi
1. Penurunan haluaran urin dan berat jenis
2. Pengurangan dalam
mengurangi tekanan darah/CVP,
Tupen: setelah
mekanisme
dilakukan
kompensasi awal
tindakan
dari takikardia
perawatan
untuk meningkatkan
selama 2 x 24
curah jantung dan
jam peningkatan
meningkatkan
suhu tubuh
3. Palpasi denyut
tekanan darah
teratasi, dengan
perifer.
kriteria: Tidak ada tanda-
sistemik. 3. Denyut yang lemah,
4. Kaji membran
mudah hilang dapat
tanda dehidrasi
mukosa kering,
menyebabkan
Menunjukan
turgor kulit yang
hipovolemia.
adanya
tidak elastis
4. Hipovolemia/cairan
keseimbangan
ruang ketiga akan
cairan seperti
memperkuat tanda-
output urin adekuat Turgor kulit baik Membran mukosa mulut lembab
Kolaborasi:
tanda dehidrasi.
5. Berikan cairan intravena, misalnya kristaloid dan koloid
5. Sejumlah besar cairan mungkin dibutuhkan untuk mengatasi hipovolemia relatif (vasodilasi perifer),
6. Pantau nilai laboratorium
menggantikan kehilangan dengan meningkatkan permeabilitas kapiler. 6. Mengevaluasi perubahan didalam hidrasi/viskositas darah.
3.
Tidak efektifnya
Tupan: setelah
1. Anjurkan pasien
1. Menurunkan risiko
bersihan jalan
dilakukan
untuk
aspirasi atau
nafas b.d
tindakan
mengosongkan
masuknya sesuatu
peningkatan
perawatan
mulut dari
benda asing ke
sekresi mucus
selama 4 x 24
benda/zat tertentu.
faring.
jam jalan nafas
2. Letakkan pasien
kembali efektif
pada posisi
2. Meningkatkan aliran
miring,
(drainase) sekret,
Tupen: setelah
permukaan datar,
mencegah lidah
dilakukan
miringkan kepala
jatuh dan
tindakan
selama serangan
menyumbat jalan
perawatan
kejang.
nafas.
selama 2 x 24
3. Tanggalkan
jam peningkatan
pakaian pada
sekresi mukus
daerah leher/dada
usaha
teratasi, dengan
dan abdomen.
bernafas/ekspansi
kriteria:
4. Masukan spatel
3. Untuk memfasilitasi
dada.
Suara nafas
lidah/jalan nafas
vesikuler
buatan atau
awal untuk
gulungan benda
membuka rahang,
lunak sesuai
alat ini dapat
dengan indikasi.
mencegah
Respirasi rate dalam batas normal
4. Jika masuknya di
tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan penghisapan lendiratau memberi sokongan terhadap pernafasan jika di 5. Lakukan
perlukan.
penghisapan sesuai indikasi Kolaborasi :
5. Menurunkan risiko aspirasi atau asfiksia.
6. Berikan tambahan oksigen/ventilasi manual sesuai kebutuhan pada
6. Dapat menurunkan
fase posiktal.
hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurunkan atau oksigen sekunder terhadap spasme vaskuler selama serangan kejang.
4
Resiko perubahan Tupan: setelah
1. Buat tujuan berat
1. Malnutrisi adalah
nutrisi kurang
dilakukan
badan minimum
kondisi gangguan
dari kebutuhan
tindakan
dan kebutuhan
minat yang
tubuh b.d intake
perawatan
nutrisi harian.
menyebabkan
yang tidak
selama 5 x 24
depresi, agitasi dan
adekuat
jam perubahan
mempengaruhi
nutrisi kurang
fungsi
dari kebutuhan
kognitif/pengambila
tidak terjadi
2. Gunakan pendekatan
n keputusan. 2. Pasien mendeteksi
Tupen: setelah
konsisten, duduk
pentingnya dan
dilakukan
dengan pasien saat
dapat beraksi
tindakan
makan, sediakan
terhadap tekanan,
perawatan
dan buang
komentar apapun
selama 3 x 24
makanan tanpa
yang dapat terlihat
jam intake
persuasi
sebagai paksaan
nutrisi adekuat,
dan/komentar.
memberikan fokus
3. Berikan makan
padad makanan.
Makan klien
sedikit dan
3. Dilatasi gaster dapat
habis
makanan kecil
terjadi bila
BB klien normal
tambahan, yang
pemberian makan
tepat.
terlalu cepat setelah
dengan kriteria:
4. Buat pilihan menu yang ada dan izinkan pasien
periode puasa. 4. Pasien yang meningkat
untuk mengontrol
kepercayaan dirinya
pilihan sebanyak
dan merasa
mungkin.
mengontrol lingkungan lebih suka menyediakan makanan untuk makan.
5. Pertahankan
5. Memberikan catatan
jadwal bimbingan
lanjut penurunan
berat badan
dan/atau
teratur.
peningkatan berat badan yang akurat.
2. Implementasi Menurut Iyer et al (1996) yang dikutip oleh Nursalam (2008).Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukkan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. 3. Evaluasi Fase terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan masalah klien sehingga dapat diketahui tingkatan-tingkatan keberhasilan intervensi. Evaluasi hasil perencanaan keperawatan dari masing-masing diagnosa keperawatan dapat dilihat pada kriteria hasil intervensi keperawatan.
BAB IV WOC KEJANG DEMAM
KEJANG DEMAM
KENAIKAN METABOLISME BASAL
KEBUTUHAN OKSIGEN MENINGKAT
TERJADI PERUBAHAN KESEIMBANGAN DARI MEMBRAN SEL NEURON
TERJADI LEPAS MUATAN LISTRIK YANG BESAR
KEJANG
BAB V ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM
TINJAUAN KASUS An G (17 bulan) dibawa ke IGD RS Cempaka dengan keluhan badan panas dan kejang – kejang, ibu Wati merasa sangat panik, pada saat dilakukan pemeriksaan suhu 40oC dan tapak pasien lemas dan pucat, keluarga mengatakan An G sudah demam 4 hari yang lalu disertai batuk. I.
II.
IDENTITAS PASIEN Nama
: An.G
Umur
: 17 bulan
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tanggal Lahir
: 20 Mei 2011
Agama
: Islam
Nama Ayah
: Tn. T
Pekerjaan Ayah
: Wiraswasta
Nama Ibu
: Ny. W
Pekerjaan Ibu
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Karangdowo Klaten
Tanggal masuk
: 6 Oktober 2012
No. CM
: 01153910
ANAMNESIS Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien. A. Keluhan Utama Kejang
B. Riwayat Penyakit Sekarang Kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien panas, panas mendadak tinggi. Panas disertai batuk, tidak ada pilek, tidak disertai muntah dan sesak napas. Kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien kejang, kejang terjadi seluruh tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik ke atas. Kejang berlangsung 1 kali selama 4 menit. Setelah kejang berhenti, pasien menangis. Kemudian oleh keluarga, pasien dibawa ke RS Cempaka. Di IGD pasien tidak kejang tetapi masih panas. Buang air besar 1 kali/hari, lembek, berwarna kuning. Buang air kecil warna kuning jernih terakhir 4 jam SMRS. C. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat kejang sebelumnya karena panas
: disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat kejang karena panas pada keluarga
: (+) ayah
Riwayat epilepsi
: (-)
E. Riwayat Kesehatan Keluarga Ayah
: sehat
Ibu
: sehat
F. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal Pemeriksaan di
: Bidan
Frekuensi
: Trimester I
: 1x/ 1 bulan
Trimester II
: 2x/ 1 bulan
Trimester III
: 2x/ 1 minggu
Keluhan selama kehamilan: tidak ada Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet penambah darah.
G. Riwayat Kelahiran : Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 3500 gram dan panjang 47 cm, lahir spontan, langsung menangis kuat segera setelah lahir, usia kehamilan 38 minggu. H. Riwayat Postnatal Rutin ke puskesmas setiap bulan untuk menimbang badan dan mendapat imunisasi. I.
Imunisasi Jenis
I
II
III
IV
1. BCG
1 bulan
-
-
-
2. DPT
2 bulan
3 bulan
4 bulan
-
3. Polio
2 hari
2 bulan
3 bulan
4 bulan
4. Campak
9 bulan
-
-
-
5. Hepatitis B
Lahir
2 bulan
3 bulan
-
J. Riwayat Petumbuhan dan Perkembangan Motorik Kasar Mengangkat kepala
: 3 bulan
Tengkurap kepala tegak
: 4 bulan
Duduk sendiri
: 6 bulan
Berdiri sendiri
: 11 bulan
Berjalan
: 13 bulan
Bahasa Bersuara “aah/ooh”
: 2,5 bulan
Berkata (tidak spesifik)
: 8,5 bulan
Motorik halus Memegang benda
: 3,5 bulan
Personal sosial Tersenyum
: 2 bulan
Mulai makan
: 6 bulan
Tepuk tangan
: 9 bulan
Kesan
: pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia
L. Riwayat Makan Minum Anak 1. Usia 0-6 bulan : ASI diselingi dengan ASB, frekuensi minum ASI dan ASB tiap kali bayi menangis dan tampak kehausan, sehari biasanya lebih dari 8 kali dan lama menyusui 10 menit, bergantian kiri kanan. 2. Usia 6-8 bulan : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil, dengan diselingi dengan ASI jika bayi lapar. Buah pisang/pepaya sekali sehari satu potong (siang hari). 3. Usia 8-12 bulan : nasi tim 3 kali sehari satu mangkok kecil dengan sayur hijau/wortel, lauk ikan /tempe, dengan diselingi dengan ASI jika bayi masih lapar. Buah pepaya/pisang sehari 2 potong. 4. Usia 1 tahun - sekarang : diperkenalkan dengan makanan dewasa dengan sayur bervariasi dan lauk ikan, ayam /tempe, porsi menyesuaikan, 3 kali sehari. ASI masih
tapi
hanya
kadang-kadang.
Buah
pepaya/pisang/jeruk
jumlah
menyesuaikan. Kesan : kualitas dan kuantitas cukup M. Riwayat Keluarga Berencana : Ibu penderita tidak mengikuti program KB. N. Pohon Keluarga Pasien merupakan anak pertama. Ayah dan ibu menikah satu kali. Riwayat keluarga dengan riwayat kejang demam (+) pada ayah pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Keadaan umum
: sedang
Derajat kesadaran
: kompos mentis
Status gizi
: kesan gizi baik
Tanda vital BB
: 10 kg
TB
: 76 cm
Nadi
: 120 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
Pernafasan
: 32x/menit, tipe thorakoabdominal
Suhu
: 38,2º C (per axiler)
Kulit
: Warna sawo matang, kelembaban cukup, ujud kelainan kulit (-)
Kepala
: Bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut, distribusi merata, UUB sudah menutup, LK= 49 cm (-2 SD < LK < 0 SD)
Mata
: Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-), pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung
: Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Mulut
: Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)
Telinga
: Bentuk normal, sekret(-).
Tenggorok
: Uvula ditengah, tonsil hiperemis (-), T1-T1 , faring hiperemis (+)
Leher
: Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar
Lymphonodi
: Retroaurikuler Submandibuler
: tidak membesar : tidak membesar
Thorax
: normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Cor Inspeksi
: Iktus kordis tidak tampak
Palpasi
: Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi
: Batas jantung kesan tidak membesar Kanan atas : SIC II LPSD Kanan bawah: SIC IV LPSD Kiri bawah : SIC IV LMCS
Auskultasi
: BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo Inspeksi
: Pengembangan dada kanan =kiri
Palpasi
: Fremitus raba kanan =kiri
Perkusi
: Sonor / Sonor di semua lapang paru Batas paru-hepar
: SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Auskultasi
Redup relatif di
: SIC V kanan
Redup absolut
: SIC VI kanan (hepar)
: SD vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-)
Abdomen Inspeksi
: dinding dada setinggi dinding perut
Auskultasi
: peristaltik (+) meningkat
Perkusi
: tympani
Palpasi
: nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kembali cepat.
Urogenital
: dalam batas normal
Ekstremitas
:
Akral dingin
-
Sianosis
-
Oedem
-
-
-
-
Wasting -
-
ADP teraba kuat CRT <2”
Pemeriksaan Neurologis Motorik
: Koordinasi baik, kekuatan
Sensorik
: Belum dapat dinilai
Reflek Fisiologis :
Reflek Patologis :
R. Biseps
: (+2/+2)
R. Triseps
: (+2/+2)
R. Patella
: (+2/+2)
R. Archilles
: (+2/+2)
R. Babinsky
:(-/-)
R. Chaddock
:(-/-)
R. Oppeinheim : ( - / - ) Meningeal Sign :
Kaku kuduk
:(-)
+4 +4 +4 +4
Brudzinsky I
:(-)
Brudzinsky II
:(-)
Kernig sign
:(-)
Perhitungan Status Gizi (secara antropometris) BB : 10 kg TB : 76 cm Status gizi : BB/U
: 10/10,7 x 100 % = 93,45 % (-2 < BB/U < 0
TB/U : 76/81 x 100 % = 93,82 % (TB/U=-2SD) BB/TB : 10/9,5 x 100 % = 105,2 % (0SD< BB/TB <1SD) Kesan : Gizi baik secara antropometri (WHO, 2010) IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 6 Oktober 2012 Hematologi Rutin Hb
: 11,1 g/dL
Indeks Eritrosit
Hitung Jenis
MCV
: 79,0 /um
Eosinofil
: 1,00 %
MCH
: 26,0 Pg
Basofil
: 0,10%
MCHC
: 32,9 g/dl
Netrofil
: 64.80 %
RDW
: 11,7 %
Limfosit
: 28,10 %
Monosit
: 6,00 %
Hct : 34 % 6
AE
: 4,27.10 /μL
AL
: 10,2.103 /μL
MPV
: 7,1 Fl
AT
: 300.103 /μL
PDW
: 16 %
Golongan Darah : O GDS : 172 mg/dl N
: 136 mmol/L
K
: 4,0 mmol/L
Cl
: 102 mmol/L
V. RESUME Kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien panas, panas mendadak tinggi. Panas disertai batuk, tidak ada pilek, dan tidak disertai muntah. Kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien kejang, kejang terjadi seluruh tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik ke atas. Kejang berlangsung 1 kali selama 4 menit. Setelah kejang berhenti, pasien menangis. Kemudian, oleh keluarga, pasien dibawa ke rumah sakit Cempaka. Riwayat imunisasi dasar lengkap sesuai umur dan sesuai Depkes. Riwayat perkembangan dan pertumbuhan baik. Riwayat pemeliharaan prenatal baik. Riwayat kelahiran, lahir spontan dengan usia kehamilan 38 minggu, pemeliharaan postnatal baik. Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum sedang, komposmentis dan gizi kesan baik. Pemeriksaan
tenggorok didapat faring hiperemis. Tanda vital: N:
120x/menit, RR: 32x/menit, t= 38,2 oC, pemeriksaan neurologi dalam batas normal. Status gizi secara antropometris (WHO, 2000) : gizi baik. Pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Oktober 2012 didapatkan, Hb: 11,1 g/dL, Hct: 34 %, AE: 4,27.106/μL, AL: 10,2.103/μL, AT: 300.102/μL, GDS: 172 mg/dl, Na: 136 mmol/L, K: 4,0 mmol/L, Cl: 102 mmol/L. VI. DAFTAR MASALAH 1. Demam 2. Kejang (1 kali, kejang 4 menit, setelah kejang, pasien menangis) 3. Faring hiperemis
VII.DIAGNOSIS BANDING 1. Kejang Demam Sederhana dd : Infeksi Intrakranial Gangguan Elektrolit
2. Faringitis Akut
VIII. DIAGNOSIS KERJA 1.) Kejang Demam Sederhana 2.) Faringitis Akut
IX. PENATALAKSANAAN Terapi 1. O2 nasal 2 lpm 2. IVFD D1/4S 10 tpm 3. Inj. Diazepam 4 mg IV / jika kejang 4. Paracetamol 100 mg per oral jika demam
Monitoring 1. KU dan VS per 4 jam 2. Balance cairan per 8 jam 3. Awasi timbulnya kejang
Planning 1. Pemeriksaan urine feses rutin 2. Cek Kalsium 3. Lumbal Pungsi Pemeriksaan LCS
Edukasi Kompres hangat jika panas dan menerangkan kondisi pasien terhadap orang tua pasien
X. PROGNOSIS Ad vitam
: dubia
Ad sanam
: dubia
Ad fungsionam
: dubia
BAB VI PENUTUP 4.1 Kesimpulan Kejang demam adalah suatu keadaan dimana bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh (suhu rectal > 380 C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang sering dijumpai pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit. Oleh karena itu, sangat penting bagi para orang tua untuk melakukan pemeriksaan sedini mungkin pada anaknya agar hal-hal yang tidak di inginkan dapat diketahui secara dini sehingga kejang demam dapat dicegah sedini mungkin
4.2 Saran 1. Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan tentang manajemen demam pada anak untuk mencegah kejang demam. 2. Anjurkan orang tua untuk melakukan manajemen anak demam untuk mencegah terjadinya kejang demam
DAFTAR PUSTAKA Anies, dr. 1997. Mengatasi Gangguan Kesehatan pada Anak – Anak. Jilid 1 dan jilid 2. Jakarta: PT Elex Media Komputerindo Gramedia. Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2013, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Graha Ilmu, Yogyakarta Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC Suprajitno.2004.Asuhan Keperawatan Keluarga:Aplikasi DalamPraktik.Jakarta:EGC Wong. (2009), Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik Edisi Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.