Makalah Hukum Dagang.docx

  • Uploaded by: Abdur Rahman
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Hukum Dagang.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,209
  • Pages: 29
MAKALAH HUKUM DAGANG (Wetboek van Koophandel) Tinjauan Perkembangan KUHD Di Indoinesia Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dosen : Siti Misnar AJ, S.H.,M.H.

Di Susun Oleh :

NAMA

: ABDUR RAHMAN

STAMBUK

: 216 601 005

FAKULTAS

: HUKUM

UNIVERSITAS LAKIDENDE UNAAHA 2017

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayahNya, sehingga penulisan makalah Hukum Dagang dapat terselesaikan dengan waktu yang telah ditentukan. Tujuan dalam pembuatan makalah ini untuk membahas mengenai Tinjaun Perkembangan KUHD Di Indonesia. Dalam penyusun makalah ini diharapakan dapat membantu pembaca untuk lebih memahami

tentang Hukum Dagang, dalam kehidupan sehari-hari di

lingkungan sekitar kususnya mengenai masalah Tinjaun Perkembangan KUHD Di Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan dan pemilihan kata yang kurang tepat. Penulis mengharapkan diberikan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun, agar memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan dan berusaha menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak orang, karena sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Wabilahi Taufik Wal Hidayah, Wassalamu Alaiikum WR.WB. Konawe, 09 November 2017

Unaaha ii

DAFTAR ISI Halaman Judul ..........................................................................................................i Kata Pengantar ........................................................................................................ii Daftar Isi.................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.........................................................................................1 B. Rumusan Masalah....................................................................................3 C. Tujuan Penulisan.....................................................................................3 BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Tinjuan Perkembangan KUHD Di Indonesia..........................................5 1. Perkembangan Hukum Dagang Di Dunia........................................5 2. Perkembangan Hukum Dagang Di Indonesia..................................6 3. Permasalahan Perubahan Dalam KUHD.........................................7 B. Upaya Pemerintahan Dalam Melakukan Pembahuruan KUHD............10 1. Wacana Pemerintah Dalam menyusun RUU Kodifikasi Tentang Kitab Hukum Dagang...................................................10 2. Perubahan Yang Sudah Dilakukan Dalam KUHD Yang Sudah Tidak Sesuai Dengan Keadaan Sekarang......................................12 C. Pembaruan Hukum Dagang...................................................................15

iii

BAB III METODE PENELITIAN 1. Jenis penelitian......................................................................................17 2. Pendekatan Penelitian............................................................................18 3. Jenis dan Sumber Data..........................................................................18 4. Tehnik Pengumpulan Bahan Hukum.....................................................18 5. Teknik Analisis Data.............................................................................19 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan................................................................................................20 B. Saran...........................................................................................................21 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23

iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Setelah Indonesia menyatakan dirinya sebagai Negara Merdeka, pada tanggal 17 Agustus 1945, terdapat usaha-usaha pembaharuan terhadap hukum yang didasarkan pada alasan politik, sosiologis maupun praktis. Alasan politik dilandasi oleh pemikiran bahwa suatu negara merdeka harus mempunyai hukum sendiri yang bersifat nasional demi kebanggaan nasional. Alasan sosiologis menghendaki adanya hukum yang mencerminkan nilai- nilai kebudayaan dari suatu bangsa. Sedangkan alasan praktisnya adalah bersumber pada kenyataan, bahwa biasanya bekas negara jajahan mewarisi hukum dari negara yang menjajahnya dengan bahasa aslinya yang kemudian banyak tidak dipahami oleh generasi muda dari negara yang baru merdeka tersebut.1 Negara indonesia tentunnya tidak bisa melakukan Pembaharuan Kitab Hukum Dagang Indonesia dalam waktu singkat setelah kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Aggustus 1945, tetapi Penulis mengkutif “Berdasarkan Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945, Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini.2 1 Agus Budianto, “Pembaharuan Kitab Hukum Dagang Indonesia: Antara Kodifikasi, Kompilasi Dan Konsolidasi,” Jurnaln Ilmu Syari’ah dan Hukum, No 2 ( Desember, 2013), h. 704 1

2

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Aturan Peralihan, pasal 1.

Usaha-usaha keras Pemerintah untuk melakukan pembaharuan hukum produk kolonial menjadi produk nasional yang mengadopsi nilai-nilai hukum yang hidup serta dapat mengadopsi perkembangan hukum dalam masyarakat, mulai terlihat dengan telah adanya perubahan beberapa pasal dari Buku I KUHD tentang pedagang pada umumnya, sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan dalam dunia perdagangan. Hal ini berkaitan pencabutan

Pasal

2

s/d

Pasal

5

perihal

pedagang

dan

dengan perbuatan

perniagaan.3 Sementara itu, terhadap Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel) masih menjadi rancangan untuk dirubah ke seluruhan pasal dan disesuaikan berdasarkan kaidah, ide, nilai yang hidup dalam masyarakat sebagai sebuah Undang-Undang Karya Bangsa. Dengan alasan-alasan yang dikemukakan di atas maka penulis melakukan kajian secara mendalam tentang Pembaharuan Hukum Dagang Di Indonesia dalam bentuk makalah dengang mengankat judul Tinjaun Pembaharuan Hukum Dagang Di Indonesia, yang akan Penulis bahas dalam Bab berikutnya dalam makalah ini. 2 3

Selain Buku I (khusus Pasal 2 s/d Pasal 5), Buku III KUHD juga sudah dicabut dan

digantikan oleh undang-undang khusus, yakni UU No. 37 Tahun 2004, tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Sebelum UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU diberlakukan, terdapat sejumlah UU Kepailitan yang pernah berlaku, yakni Failissement Verordening (UU Kepailitan) Stb.1905/217 jo Stb. 1906/348; Kemudian Perpu No.1 Tahun 1998, tentang Perubahan Undang-undangKepailitan; selanjutnya Perpu ini pun ditetapkan menjadi UU No.4 Tahun 1998.

B. Rumusan Masalah. Dari uraian yang dikemukakan dalam latar belakang masalah di atas, maka Penulis dapat rumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Perkembangan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel) Peningalan Belanda saat ini Di Indonesia. 2. Apa saja upaya pemerintah dalam melakukan perubahan di dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel) saat ini yang sudah mengalami perkembangang jaman yang moderen hingga saat ini. C. Tujuan Penulisan. Tujuan dari penulisan Makalah ini terbagi menjadi dua tujuan yakni tujuan khusus dan tujuan umum. a. Tujuan Umum (Het Doel Van Hot Onderzoek). Secara umum Penulisan Makalah atas kedua masalah yang dikemukakan diatas adalah bertujuan untuk menambah kasanah pengetahuan dibidang ilmu hukum khususnya Hukum Dagang yang berkaitan dengan Tinjuan Perkembangan KUHD Di Indonesia. b. Tujuan Khusus (Net Doel In Net Onderzoek). Mengenai tujuan khusus penyusunan Makalah ini beranjak dari permasalahan yang dikaji adalah : 1. Untuk mengetahui perkembangan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel) Peningalan Belanda saat ini Di Indonesia. 3

2. Untuk mengetahui Apa saja upaya pemerintah dalam melakukan perubahan di dalam Kitab

Undang-Undang

Hukum

Dagang (Wetboek van

Koophandel) saat ini yang sudah mengalami perkembangang jaman yang moderen hingga saat ini.

4

BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Tinjuan Perkembangan KUHD Di Indonesia. 1.

Perkembangan Hukum Dagang Di Dunia.

Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa, Tetapi pada saat itu hukum Romawi (Corpus Lurus Civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan, maka dibuatlah hukum baru di samping hukum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17. Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hukum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (16131715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673.4 Pada tahun 1807 di Perancis di buat hukum dagang tersendiri dari hukum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari Ordonnance Du Commerce (1673) dan Ordonnance Du La Marine (1838). Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hukum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda, dan pada tahun 1819 direncanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus.5 5

Alfiandi,“PerkembanganHukumDagang,”File:///C:/Users/Rahman/Downloads/Docume nts/Materi Tugas Hukum Dagang/Intelegensia Perkembangan Hukum Dagang.Htm (Akses 7 November 2017) 4

5

Ibid.

2. Perkembangan Hukum Dagang Di Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang diberlakukan di Hindia Belanda (Indonesia) berdasarkan asas konkordansi. Asas Konkordansi menyatakan bahwa hukum yang berlaku di Belanda, berlaku juga di Hindia Belanda atas dasar asas unifikasi. Wetbook van Koophandel disahkan oleh Pemerintah Belanda dan mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 1838. Berdasarkan asas konkordansi, diberlakukan di Hindia Belanda berdasarkan Staatblaad 1847 No. 23 yang mulai berlaku pada tanggal 1 mei 1848.6 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 1 aturan peralihan UUD 1945 yang pada pokoknya mengatur bahwa peraturan yang ada masih tetap berlaku sampai pemerintah Indonesia memberlakukan aturan penggantinya. Di negeri Belanda sendiri Wetbook van Koophandel telah mengalami perubahan, namun di Indonesia Kitab UndangUndang Hukum Dagang tidak mengalami perubahan yang komprehensif sebagai suatu kodifikasi hukum. Namun demikian kondisi ini tidak berarti bahwa sejak Indonesia merdeka, tidak ada pengembangan peraturan terhadap permasalahan perniagaan. Perubahan pengaturan terjadi, namun tidak tersistematisasi dalam kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

6

6

Mfauzi

Miftah,

“Hukum

File:///C:/Users/Rahman/Downloads/Documents/Materi

Dagang Tugas

Hukum Dagang Di Indonesia.Htm ( Akses 7 November 2017)

Di Hukum

Indonesia,“

Dagang/Semangat!!!

Strategi perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di Indonesia dilakukan secara parsial (terhadap substansi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) dan membuat peraturan baru terhadap substansi yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.7

3. Permasalahan Perubahan Dalam KUHD. Agus Budianto (2013:704) Mengatakan “Usaha pembaharuan hukumhukum produk kolonial Belanda, tidak terlepas dari landasan sekaligus tujuan nasional yang ingin dicapai seperti dirumuskan dalam Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, khususnya alinea empat.” Namun, justru permasalahannya terletak pada hubungan khusus antara KUHD dengan KUHPerdata itu sendiri. Muchtar Kusumaatmadja, mengatakan: “Kesulitan lain dalam mengambangkan hukum perdagangan di Indonesia adalah belum adanya undang-undang atau hukum tertulis yang mengatur hal ikhwal hukum perdata dan hukum dagang sebagai soal yang mendasar seperti misalnya hukum yang mengatur perikatan atau kontrak ataupun bentuk usaha lain selain perseroan terbatas”.8 Dapat juga dikatakan, “bahwa hukum perdata dan dagang yang tadinya berlaku bagi golongan7

7 8

Ibid.

Hukum

Perdagangan

Indonesia:

Quo

www.slideshare.net/jjoehasan/hukum-perdagangan-indonesia.

Vadis?,

diakses

pada

Eropa, melalui proses (hukum) resepsi sudah menjadi bagian dari hukum Indonesia sebagai hukum yang nyata diterima (hukum yang hidup)”. Apa yang disampaikan oleh Muchtar Kusumatmadja ada benarnya, bahwa usaha pembaharuan dan unifikasi hukum tidak boleh tidak, harus disesuaikan dengan unsur pembentukan hukum itu sendiri, yaitu struktur hukum (legal structure); substansi hukum (legal substance); dan budaya hukum (legal culture).9 Dapat dikatakan, bahwa semangat untuk melakukan pembaharuan hukum dagang di Indonesia adalah membangun hukum nasional untuk mengusahakan kesatuan apabila mungkin, membolehkan keanekaragaman bila keadaan menghendakinya, tetapi bagaimanapun juga mengutamakan kepastian. Melihat pada cerminan konsep negara hukum dalam Pembukaan UUD 1945, maka asas legalitas selalu dikedepankan, artinya, segala bentuk pembaharuan hukum selalu dibuat dalam bentuk tertulis untuk menjaga asas kepastian hukum. Letak atau posisi KUHD dalam sistem hukum di Indonesia tidak mempunyai kedudukan mengikat yang jelas. Meskipun telah tertulis, produk hukum berupa “Kitab Undang-Undang Hukum Dagang” hanya sebagai kumpulan peraturan-peraturan tertulis

saja,

sehingga

ketika

terdapat

ketentuan

dibawahnya

yang

bertentang/menyimpang, maka tidak ada kekuatan mengikat secara hukum untuk dibatalkan.10 8

9

Lawrence Friedmann, American Law, (London: W.W Norton & Company, 1984), hlm.. 6.

10

Agus Budianto, Loc. Cit., h. 707.

Pembaharuan hukum dagang tidak terlepas dari substansi pengaturan dalam hukum dagang itu sendiri. Banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap pertimbangan-pertimbangan

pembaharuan

hukum

dagang tersebut untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Setelah beberapa substansi dalam hukum dagang dikeluarkan dari KUHD, dipisahkan secara parsial, dibuat dalam bentuk undang-undang sendiri. Akibatnya, banyak ketentuan-ketentuan tersebut, satu sama lainnya saling bertentangan pengaturan, saling tumpang tindih pengaturan, dan terdapat pen-double-an pengaturan.11 Menjadi perdebatan untuk melakukan pembaharuan hukum dagang di Indonesia. Setelah melihat banyaknya peraturan yang saling tumpang tindih tersebut, muncul pertanyaan, perlukan kodifikasi hukum dagang masih diteruskan ? Setidaknya, perlu sebuah peraturan yang dapat dijadikan sebagai payung (umbrella act) yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.12

9 11

Ibid. h. 715.

12

Ibid. h. 718.

B. Upaya Pemerintah Dalam Melakukan Pembahuruan KUHD. 1. Wacana Pemerintah Dalam Menyusun RUU Kodifikasi Tentang Kitab Hukum Dagang. Hukum dagang adalah serangkaian norma yang timbul khusus dalam dunia usaha atau kegiatan perusahaan. Norma tersebut dapat bersumber dari aturan hukum yang sudah dikodifikasikan, yaitu dalam KUHPer dan KUHD maupun dari luar kodifikasi. Upaya penyusunan hukum dagang terkendala antara lain oleh perkembangan hukum yang sangat dinamis baik dari segi praktik maupun pengaturannya, serta ruang lingkup sangat luas.13 Banyaknya

peraturan

perundang-undangan

terkait

bidang hukum

dagang secara terpisah-pisah, di antaranya: 

UU Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.



UU Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.



UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang PT.



UU Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.



UU 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.



UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.



UU Nomor 12 Tahun 1971 tentang Larangan Penarikan Cek Kosong.



UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.



UU 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. 10

13

Yogyakarta

Ridwan Khairandy,

2013,

Pokok-Pokok

Hukum

Dagang,

FH

UII

Press,



UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Kewajiban Pembayaran Utang. Beberapa

peraturan perundang-undangan yang mengatur hal yang

sebenarnya belum pernah diatur oleh KUHD, seperti masalah : 

Perlindungan konsumen (UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen).



Persaingan usaha yang sehat (UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak

sehat)

ataupun

perlindungan HKI (UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. 

UU Nomor 14 Tahun 2001 tetnang Paten.



UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.



UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Keberadaan peraturan perundang-undangan tersebut menunjukan bahwa

aturan hukum dagang yang saat ini sedang berjalan, bersifat parsial. Kodifikasi parsial hukum dagang yang berjalan saat ini sebenarnya banyak mengandung risiko. Salah satunya adalah tumpang tindih di antara peraturan

perundang-undangan.

ketidakpastian

Konsekuensi

yuridisnya

adalah

hukum dalam penegakannya. Oleh karena itu, muncul wacana

yang ingin menyempurnakan substansi dari KUHD agar terjadi keharmonisan di antara peraturan perundang-undangan di bidang hukum dagang.14 11 14

Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Ham RI, Naskah

Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Hukum Dagang, (Jakarta, 2013)

Wacana inilah yang rupanya ditangkap oleh Pemerintah untuk memasukan RUU tentang Kitab Hukum Dagang dalam daftar Prolegnas 2010-2014.

Dengan

dimasukannya RUU

KUHD dalam Prolegnas ini

sebenarnya secara tidak langsung telah mendikotomikan politik hukum di bidang hukum dagang, di satu sisi Prolegnas juga memasukan RUU yang merupakan bidang hukum dagang secara parsial (sebagaimana disebutkan di atas) namun di sisi lain, Prolegnas juga memerintahkan adanya kodifikasi general dengan memasukkan RUU KUHD dalam Prolegnas. Hal ini sebenarnya menimbulkan ketidak jelasan arah pengaturan bidang hukum dagang bagi Indonesia.15 Penulis mengkutif dari Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Ham RI ( 2013: 10) mengatakan, Pada pertengahan dekade 1980an, upaya kodifikasi KUHD sendiri sudah pernah dilakukan sebanyak dua kali. Namun, hingga saat ini belum ada tindak lanjut dari kedua rekomendasi tersebut. 2. Perubahan Yang Sudah Dilakukan Dalam KUHD Yang Sudah Tidak Sesuai Dengan Keadaan Sekarang. Saat ini, beberapa pasal dari Buku I KUHD tentang pedagang pada umumnya, sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan dalam dunia perdagangan. Hal ini berkaitan dengan pencabutan Pasal 2 s/d Pasal 5 perihal pedagang dan perbuatan perniagaan.16 12

15

Ibid.

16

Selain Buku I (khusus Pasal 2 s/d Pasal 5), Op. Cit

Menurut Pasal 2 KHUD (lama), pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan perniagaan sebagai pekerjaan sehari-hari. Perbuatan perniagaan itu selanjutnya diperjelas oleh Pasal 3 KUHD (lama), yaitu perbuatan pembelian barang-barang untuk dijual kembali. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 KUHD (lama) tersebut, HMN. Purwosutjipto mencatat bahwa: 17

a. Perbuatan perniagaan hanya perbuatan pembelian saja, sedangkan perbuatan penjualan tidak termasuk didalamnya, karena penjualan adalah tujuan pembelian; dan

b. Pengertian barang di sini berarti barang bergerak. Tidak termasuk di dalamnya barang tetap.

Pasal 4 KUHD (lama) kemudian memerinci lagi beberapa kegiatan yang termasuk dalam kategori perbuatan perniagaan, yang salah satunya adalah perbuatan jual-beli perlengkapan kapal dan keperluan kapal. Dengan demikian, bila mengacu pada pendapat Purwosutjipto di atas mengenai ketentuan Pasal 3 KUHD (lama), kelihatan bertentangan dengan Pasal 4 KUHD (lama) yang menyebut jual-beli sebagai perbuatan perniagaan. Sedangkan Pasal 5 KUHD (lama) hanya menambahkan kegiatan-kegiatan yang termasuk perbuatan perniagaan khususnya perbuatan-perbuatan perniagaan 12

17

H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang

Indonesia 1:

Pengetahuan Dasar Hukum Dagang, (Jakarta: Penerbit Djambatan, 1995), Cetakan 11, hal. 10

di laut, seperti perbuatan yang timbul dari kewajiban–kewajiban menjalankan kapal untuk melayari laut, kewajiban-kewajiban mengenai tubrukan kapal, tolong-menolong dan menyimpan barang di laut, dan lain-lain. Berdasarkan atas kelemahan-kelemahan dalam prinsip Hukum Dagang seperti di atas, maka akhirnya Pasal 2 s/d Pasal 5 dicabut dengan Stb.1938/276, yang mulai berlaku. Sejak tanggal 17 Juli 1938. Selanjutnya istilah perbuatan perdagangan atau perniagaan diganti menjadi istilah “Perusahaan”. Ada beberapa keberatan yang dapat dicatat berkaitan dengan prinsip Hukum Dagang yang pada pokoknya diperuntukkan bagi kaum pedagang (koopmanrecht): 18 a) Perkataan “barang” dalam Pasal 3 KUHD (lama) berarti barang bergerak. Padahal dalam lalu lintas perniagaan sekarang, barang tetap juga merupakan obyek perniagaan. b) Perbuatan “menjual” dalam Pasal 3 KUHD (lama), tidak termasuk dalam pengertian perbuatan

perniagaan,

tetapi

bertolak

belakang

dengan ketentuan Pasal 4 KUHD (lama), yang menyebutkan perbuatan menjual adalah termasuk dalam pengertian perbuatan perniagaan. Jadi, ada pertentangan antara Pasal 3 dan Pasal 4 KUHD (lama). c) Bila terjadi perselisihan antara pedagang dengan non-pedagang, muncul beberapa pendapat mengenai pemberlakuan hukum dagang:

13

18

Ibid., h. 13.

1) Menurut H.R, hukum dagang baru berlaku bila bagi tergugat perbuatan yang dipertentangkan adalah perbuatan perniagaan. Ini artinya bila tergugat adalah pedagang, dan penggugat bukan pedagang, maka disini akan berlaku hukum dagang. Akhirnya hukum dagang juga diberlakukan bagi non-pedang. Pendapat H.R

ini

telah

melanggar

prinsip

hukum

dagang

bagi

pedagang. (pendapat ini bertitik tolak pada subjek hukum di pihak tergugat). 2) Pendapat kedua, menyatakan bahwa hukum dagang berlaku kalau perbuatan yang disengketakan itu bagi kedua belah pihak merupakan perbuatan perniagaan. (pendapat ini bertitik tolak pada obyek sengketa) Dari pendapat di atas terlihat dengan jelas bahwa prinsip Hukum Dagang Bagi Pedagang (koopmanrecht) tidak bisa dipertahankan lagi dalam situasi saat ini. Karena pedagang

berpeluang melakukan sengketa dengan

siapapun

termasuk yang bukan pedagang. Oleh karena itu, sejak tanggal 17 Juli 1938, hukum dagang (KUHD) mulai diberlakukan bagi semua orang, baik pedagang maupun bukan pedagang.

14

C.

Pembaruan Hukum Dagang

Berdasarkan

landasan

filosofis,

sosiologis

dan

yuridis

keberadaan KUHD sebagai Kitab Undang-Undang Zaman Kolonial, mengalami keusangan

di atas, sudah

untuk menjawab kebutuhan praktik dan pengaturan

bidang hukum dagang saat ini maupun di masa yang akan datang. Dinamika dan kompleksitas kegiatan perdagangan dan bisnis menyebabkan KUHD mengalami kegagapan. Dan, yang tidak kalah pentingnya, Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat membutuhkan Undang- Undang Hukum Dagang yang digali dari Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar falsafah dan konstitusi negara, serta tata nilai yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat dan mencerminkan kepribadian bangsa. Dengan demikian, legislasi Undang-Undang Hukum Dagang menjadi tidak terelakkan.19

Namun,

Emmy

Pangaribuan

pernah

mengindikasikan

mengatakan dengan singkat apakah yang dimaksud dengan

kesulitan

pembaharuan,

terutama kalau kita berbicara mengenai peraturan. Membaharui satu peraturan saja sudah sulit. Apalagi membaharui seperangkat peraturan yang mencakup bidang atau materi hukum dagang. Pembentukan suatu peraturan harus didasari suatu pemikiran yang mendalam setidak-tidaknya menyangkut dasar filsafat, sosiologi dan yuridis. Demikian juga mengenai pembaharuannya.

15 19

Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Ham RI, Loc., Cit. h. 63

Kalau suatu peraturan dianggap perlu diperbaharui, hal itu karena pandangan filosofis, sosiologis dan yuridis yang menjadi dasar pembentukan peraturan itu dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan. Peraturan tersebut tidak bisa lagi menampung kebutuhan praktek. 20 Pembaruan Hukum Dagang pernah dirintis oleh BPHN dalam rangka pembinaan hukum nasional pada tahun 1985-1986, yaitu dengan melakukan penyusunan Kodifikasi Hukum Dagang. Dalam rangka kegiatan tersebut telah diadakannya “Simposium Pembaharuan

Hukum Dagang Nasional” pada

tahun 1985 dan “Lokakarya Bab-Bab Kodifikasi Hukum Dagang Nasional” pada tahun 1986. Namun sayangnya pembaruan hukum dagang ini belum sempat disusun menjadi RUU. Saat ini RUU Hukum Dagang masuk dalam daftar Prolegnas 2010-2014 atas usulan Pemerintah,

dan

dalam

hal

ini

menjadi bagian dari tugas Kementearian Hukum dan HAM.21

16

20

Emmy Pangaribuan, 1984, BPHN

21

Ibid.

BAB III METODE PENELITIAN 1. Jenis penelitian Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian normatif. Penelitian hukum jenis ini hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law of books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas (Amiruddin dan Zainal Asikin, 2008: 18). 2. Pendekatan Penelitian Penelitian hukum normatif ini dengan menggunakan pendekatan undangundang (Statute Approach). Hal tersebut karena penelitian hukum normatif dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 93). Dalam penelitian ini penulis memusatkan perhatiannya kepada Tinjaun Perkembengan KUHD Di Indonesia. 3. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, yaitu:

17

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundangundangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan-pembuatan perundang-undangan

dan

putusan-putusan

hakim

(Peter

Mahmud

Marzuki, 2006: 141). b. Bahan hukum sekunder, yang terutama adalah buku-buku hukum, termasuk skripsi, tesis, disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum, disamping itu juga, kamus-kamus hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 155). c. Bahan hukum tersier, bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus (hukum), eksiklopedia (Amiruddin dan Zainal Asikin, 2008: 32). 4. Tehnik Pengumpulan Bahan Hukum Tehnik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan di studi kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan bahan-bahan hukum terkait untuk memperoleh informasi yang obyektif dan akurat, baik dari buku-buku maupun internet. Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan mengiventarisir, menyusun

berdasarkan

subyek

selanjutnya

dikaji/dipelajari

kemudian

diklasifikasikan sesuai dengan pokok yang dibahas.22 18 Agus Krisna Permadi, “Sistem Pemerintahan Propinsi Dalam Penyelengaraan Pemerintahan Kabupaten Dan Kecamatan,” (Skripsi Sarjana, Fakultas Hukum Univeristas Udayana, Propinsi Bali, 2011). 22

5. Teknik Analisis Data Analisis

data

adalah

tahapan

yang

dilakukan

peneliti

dalam

mengklarifikasikan, menguraikan data yang diperoleh kemudian melaluui proses pengolahan nantinya data yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Penulis menggunakan metode deduksi untuk analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini. Sedangkan yang dimaksud dengan metode deduksi adalah metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor, kemudian dari kedua premis tersebut ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 47).

19

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Setelah Indonesia menyatakan dirinya sebagai Negara Merdeka, Indonesia berusaha melakukan pembaharuan terhadap hukum yang didasarkan pada alasan politik, sosiologis maupun praktis. Tetapi, untuk melakukan pembahuruan untuk satu peraturan saja sudah sulit. Apalagi membaharui seperangkat peraturan yang mencakup bidang atau materi hukum dagang. Pembentukan suatu peraturan harus didasari suatu pemikiran yang mendalam setidak-tidaknya menyangkut dasar filsafat, sosiologi dan yuridis. Demikian juga mengenai pembaharuannya. Penulis mengkutif “Berdasarkan Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945, Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang peningalan jajahan belanda meskipun tidak sesuai dengan jiwa Bangsa Indonesia harus di berlakukan, karena suatu Negara Tidak bisa ada kekosongan hukum. Dan apabila ada pasal dalam KUHD Belanda yang tidak sesuai dengan keadaan jaman yang selalu dinamis maka tidak akan di berlakukan lagi. Karena dalam Kitab Undang-Undang KUHD saat ini sudah ada beberapa pasal yang di cabut dengan Stb.1938/276, yang mulai berlaku. Sejak tanggal 17 Juli 1938.

20

2. Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang hingga saat ini belum mengalami perubahan secara keseluruhan pasal dalam KUHD yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan sekaran. Pemerintah juga berusaha untuk mengatur persoalan hukum dagang dalam peraturan perundang-undangan terkait d i bidang hukum dagang dan ada peraturan yang belum sama sekali diatur oleh Kitab Undang-Undang hukum dagang

tetapi diatur

dalam peraturan perundang-undangan. Penulis mengkutif dari Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Ham RI ( 2013: 10) mengatakan, Pada pertengahan dekade 1980-an, upaya kodifikasi KUHD sendiri

sudah

pernah dilakukan sebanyak dua kali. Namun, hingga saat ini belum ada tindak lanjut dari kedua rekomendasi tersebut. Meskipun belum ada tindak lanjut dari pemerintah (Legislatif) BPHN RI sudah berusaha untuk melakukan perbaikan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

B. Saran 1. Guna mewujudkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi, Indonesia layak memiliki tata hukum dagang nasional yang dibangun berlandaskan Pancasila serta Pasal 33 Ayat (1) dan Pasal 33 Ayat (4) UUD 1945 yang menyelaraskan antara kepentingan individu, masyarakat dan negara.

21

Keberadaan

Hukum

Dagang

ini

ditujukan

untuk

menjawab

perkembangan praktik perdagangan dan kebutuhan masyarakat, karena KUHD terdahulu sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan terkini. Dengan demikian, Pembaruan KUHD menjadi sesuatu yang tidak terelakkan.23 2. Untuk itu, alternatif kodifikasi yang diusulkan adalah Kodifikasi Terbuka yang dipadukan dengan pengaturan parsial. Kodifikasi ini menjadi jalan tengah antara kodifikasi menyeluruh dan kodifikasi parsial. Prinsip kodifikasi terbuka adalah Undang-Undang Hukum Dagang bersifat organik dan terbuka, sehingga pembaruan hukum dagang terus mengalami pertumbuhan sesuai dengan perkembangan praktik dan kebutuhan masyarakat. Pelaksanaan kodifikasi terbuka adalah pembaruan hukum dagang diarahkan untuk mengatur hal-hal yang sifatnya umum dan prinsip saja, sedangkan sedangkan hal-hal yang sifatnya khusus melekat

pada

bagian

materitertentu saja, yang diatur lebih lanjut

dengan peraturan tersendiri di luar aturan induk yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan praktik.24

22

23

Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Ham RI, Loc., Cit. h. 80

24

Ibid.

Daftar Pustaka Buku-Buku Amiruddin dan Zainal Asikin. 2008. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Friedmann Lawrence , American Law, (London: W.W Norton & Company, 1984) H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 1: Pengetahuan Dasar Hukum Dagang, (Jakarta: Penerbit Djambatan, 1995), Cetakan 11, hal. 10 Khairandy, Ridwan, 2013, Pokok-Pokok Hukum Dagang, FH UII Press, Yogyakarta Pangaribuan, Emmy, 1984, Pembaruan Hukum Dagang Dalam Rangka Pembinaan Hukum Nasional” dalam Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Republik Indonesia, Simposium Pembaruan Hukum Dagang Nasional. Bina Cipta, Bandung, 1984 Peter Mahmud Marzuki. 2006. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Jurnal/Skripsi

Agus, Krisna Permadi, “Sistem Pemerintahan Propinsi Dalam Penyelengaraan Pemerintahan Kabupaten Dan Kecamatan,” (Skripsi Sarjana, Fakultas Hukum Univeristas Udayana, Propinsi Bali, 2011).

Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Ham RI, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Hukum Dagang, (Jakarta, 2013) 23

Budianto Agus, “Pembaharuan Kitab Hukum Dagang Indonesia: Antara Kodifikasi, Kompilasi Dan Konsolidasi,” Jurnaln Ilmu Syari’ah dan Hukum, No 2 ( Desember, 2013), h. 704

Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Artikel Internet

Alfiandi.“Perkembangan Hukum Dagang,” Tersedia: File:///C:/Users/Rahman/Downloads/Documents/Materi Tugas Hukum Dagang/Intelegensia Perkembangan Hukum Dagang.Htm (Akses 7 November 2017)

Hukum Perdagangan Indonesia: Quo Vadis?”, diakses www.slideshare.net/jjoehasan/hukum-perdagangan-indonesia. n.d. Miftah

pada

Mfauzi, (2016) “Hukum Dagang Di Indonesia ,“ Tersedia : File:///C:/Users/Rahman/Downloads/Documents/Materi Tugas Hukum Dagang/Semangat!!! Hukum Dagang Di Indonesia.Htm ( Akses 7 November 2017)

24

Related Documents

Makalah Hukum
June 2020 30
Makalah Hukum Dan Ham
October 2019 51
Makalah Hukum Dagang.docx
December 2019 28
Makalah Hukum Pajak.docx
November 2019 31

More Documents from "nira cahya"

Surah Yunus
June 2020 10
Islam And Science
June 2020 11
Makalah Hukum Dagang.docx
December 2019 28
Surah Sajda
June 2020 11
Surah Al Imran
June 2020 14