Makalah Harga Transfer.docx

  • Uploaded by: Aprianthi Sasmita Husen
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Harga Transfer.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,962
  • Pages: 19
MAKALAH PENENTUAN HARGA TRANSFER

KELOMPOK 2 1. AYU SAMSUDIN 2. HARTATI YUSUF 3. DJIHAN SAFIRA 4. APRIANTI SASMITA 5. MARETA AYU

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolonganNya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti. Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kelompok kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari Mata Kuliah Konsentrasi Perencanaan Pajak yang berjudul “ PENENTUAN HARGA TRANSFER”

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ………………………………………………. KATA PENGANTAR ……………………………………………… DAFTAR ISI …………………………………………………………. BAB I PENDAHULUAN …………………………………….. A. Latar Belakang ………………………………………….. B. Rumusan Masalah ……………………………………… C. Tujuan Penulisan ……………………………………….. BAB II PEMBAHASAN ………………………………………. 2.1 Defenisi Transfer…………………………………….. 2.2 Hubungan Istimewa……………………………….. 2.3 Transfer Pricing………………………………………. 2.4 Harga Transfer Berganda………………………. 2.5 Isu-Isu Internasional…………………………….. 2.6 Perlakuan Harga di Indonesia………………… 2.7 Penangkal Harga Teransfer…………………… 2.8 Advanced Pricing Agreement………………… BAB III PENUTUP ……………………………………………… Simpulan …………………………………………………… Saran ………………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perusahaan yang melakukan pengembangan bisnisnya secara pesat, selalu melakukan diversivikasi usahanya untuk memasuki berbagai pasar.Diversivikasi merupakan sutu usaha manajemen puncak untuk menghadapi ketidakpastiaan yang semakkin tinggi dalam lingkungan bisnis yang semakin kompleks. Semakin luas proses diversivikasi yang dilakukan oleh manajemen puncak, semakin diperlukan metode-metode untuk mengintegrasi unit-unit organisasi yang telah dibentuk. Harga transfer merupakan salah satu alat untuk menciptakan mekanisme integrasi dalam perusahaan yang mendiversisifikasi. Masalah penentuan Harga Transfer dijumpai dalam perusahaan yang organisasinya disusun menurut pusat – pusat laba, dan antara pusat laba yang dibentuk terjadi transfer barang atau jasa. Latar belakang timbulnya masalah harga transfer dapat dihubungkan dengan proses diferensiasi bisnis dan perluna integrasi dalam organisasi yang telah melakukan diferensiasi bisnis. 1.2 Rumusan Masalah 1. Masalah penentuan Harga Transfer dalam perusahaan. 2. Harga transfer dapat dihubungkan dengan proses diferensiasi bisnis dan perlunya integrasi dalam organisasi yang telah melakukan diferensiasi bisnis.

1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui penentuan harga transfer dalam perusahaan 2. Untuk mengetahui apakah harga transfer dapat dihubungkan dengan proses diferensiasi bisnis.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Transfer Pricing Ada beberapa pengertian tentang Transfer Pricing yang di kemukakan oleh para ahli, diantaranya: 1. Gunadi Transfer pricing merupakan jumlah harga atas penyerahan barang atau imbalan atas penyerahan jasa yang telah di sepakati oleh kedua belah pihak dalam transaksi bisnis finansial maupun transaksi lainnya. 2. Darussalam dan Danny Septriadi Transfer pricing merupakan bagian dari suatu kegiatan usaha dan perpajakan yang bertujuan untuk memastikan apakah harga yang diterapkan dalam transaksi antara perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa telah didasarkan atas prinsip harga pasar wajar (arm’s length price principle) 3. Mohammad Zain Harga transfer merupakan harga yang diperhitungkan untuk mengendalian manajemen atas transfer barang dan jasa antar-pusat pertanggungjawaban laba atau biaya, termasuk determinasi harga untuk barang, imbalan atas jasa, tingkat bunga pinjaman, beban atas persewaan dan metode pembayaran serta pengiriman uang. Dari ketiga definisi tentang transfer pricing di atas, dapat kita ambil persamaannya bahwa transfer pricing merupakan harga yang ditimbulkan atas penyerahan barang, jasa atau harta tak berwujud lainnya dari satu perusahaan ke perusahaan lain yang masih terikat dalam hubungan kepemilikan. Transfer pricing dapat terjadi dalam satu grup perusahaan dan antar perusahaan yang terikat dalam hubungan istimewa. Dalam suatu grup perusahaan, transfer pricing sering disebut dengan istilah intracompany pricing, intercorporate pricing, interdivisional pricing, dan internal pricing.Istilah tersebut menunjukkan bahwa pengaturan harga tersebut tidak sebatas kepada pengaturan harga antarperusahaan dalam satu grup perusahaan saja, tetapi dapat pula terjadi pengaturan harga antaradivisi pada satu perusahaan. Pengertian transfer pricing sebagai harga yang ditimbulkan akibat penyerahan barang, jasa dan harta tak berwujud, seperti yang telah disebutkan di atas merupakan pengertian yang netral. Akan tetapi, istilah transfer pricing sering dikonotasikan sebagai sesuatu yang tidak baik (abuse of transfer pricing), yaitu pengalihan atas penghasilan kena pajak (taxation income) dari suatu perusahaan multi-nasional ke negara-negara yang tarif pajaknya rendah dalam rangka untuk mengurangi total beban pajak dari grup perusahaan nasional tersebut.Adapun pengertian transfer pricing manipulation sendiri diartikan sebagai suatu kegiatan untuk memperbesar biaya atau merendahkan tagihan yang bertujuan untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang. Dengan demikian, manipulasi transfer pricing dapat dilakukan dengan cara memperbesar biaya atau memperkecil penjualan melalui mekanisme harga transfer dengan tujuan untuk

mengurangi pembayaran pajak. Sehingga, manipulasi transfer pricing terjadi dengan cara menetapkan harga transfer menjadi “terlalu besar atau terlalu kecil” dengan maksud untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang.8 Karena dengan memperkecil jumlah pajak yang terutang, keuntungan yang diterima oleh perusahaan multi-nasional akan semakin besar Dampak dari praktek transfer pricing adalah harga yang menjadi terlalu tinggi (overpricing) atau harga yang menjadi terlalu rendah (underpricing). Hal ini mendorong pemerintah untuk menetapkan regulasi tertentu terhadap harga transfer, termasuk perhitungan kembali laba usaha. Dengan maksud mencegah erosi basis pajak dan netralitas pemajakan. Di Indonesia regulasi tersebut tertuang dalam pasal 18 ayat (2) undang-undang pajak penghasilan (UU PPh). Ayat (2) (2) Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri tersebut paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau b. Secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor Contoh: PT A dan PT B masing-masing memiliki saham sebesar 40% dan 20% pada X Ltd yang bertempat kedudukan di negara Q. Saham X Ltd tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek. Pada tahun 2009, X Ltd memperoleh laba setelah pajak sejumlah Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dalam hal demikian, Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen dan dasar penghitungannya. 2.2 Perusahaan Multinasional Perusahaan Multinasional (Multinational Corporation/MNC) adalah perusahaan yang beroperasi melewati lintas batas antarnegara, yang terikat hubungan istimewa, baik karena penyertaan modal saham, pengendalian manajemen atau penggunaan teknologi; dapat berupa anak perusahaan, cabang perusahaan, agen, dan sebagainya dengan berbagai motif. Ada tiga motif utama berdirinya MNC :  Bermotif memperluas usahanya dalam rangka mencari bahan baku (raw material seeker) dan menjual produknya ke luar negeri. Bahkan, pemerintah tidak tahu berapa banyak dan apa saja yang dihasilkan oleh perusahaan asing tersebut (seperti PT Freeport (timah dan emas) di Irian Jaya, PT Caltex (minyak) di Riau, dan PT Port Newman (minyak) di Batu Binjai NTB).  Bermotif mencari pasar (market seeker). Setelah terpenuhinya pasar dalam negara tersebut, perusahaan multinasional ini berusaha mencari pasar-pasar baru untuk memasarkan produknya. Hal ini dapat memperluas jangkauan pemasaran barang tersebut.  Bermotif menimumkan biaya (cost minimazer), seperti keringanan pajak, tenaga kerja murah, harga tanah murah, biaya pengolahan limbah dengan syarat ringan, menghindari adanya batasan kuota di negaranya, dan pelayanan purnajual cepat.

2.3 Hubungan Istimewa Terdapat hubungan istimewa antara induk perusahaan dengan anak perusahaannya atau cabang-cabangnya atau perwakilannya yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri, di Indonesia diatur dalam Pasal 18 ayat (3), (3a), dan (4) UU PPh, yang menyatakan sebagai berikut: (3) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya. (3a) Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar pihakpihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir. (4) Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)sampai dengan ayat (3d), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila: a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir; b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau c. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat. 2.4 Transfer Pricing Pengertian harga Transfer Harga transfer sering disebut intracompany pricing, intercorporate pricing, interdivisional pricing, atau internal pricing. Pengertian harga transfer bisa dibagi menjadi dua, yaitu pengertian yang bersifat netral dan pengertian yang bersifat peyoratif. a. Pengertian Netral Dengan asumsi bahwa transfer pricing merupakan murni strategi dan taktik bisnis tanpa motif pengurangan beban pajak. Menurut Dr. Gunandi, M.Sc., Ak., harga transfer adalah penentuan harga atau imbalan sehubungan dengan penyerahan barang, jasa, atau pengalihan teknologi antarperusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. b. Pengertian Peyoratif Dengan asumsi bahwa transfer pricing sebagai upaya untuk menghemat beban pajak dengan taktik, antara lain menggeser laba ke negara yang tarif pajaknya rendah. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitrro, S.H., transfer pricing adalah suatu perbuatan pemberian harga faktur (invoice) pada barang-barang (juga jasa-jasa) yang diserahkan antarbagian/ cabang suatu perusahaan multinasional. Tujuan Harga Transfer

Transfer pricing multinasional berhubungan dengan transaksi antardivisi dalam satu unit hukum (entitas) atau antarentitas dalam satu kesatuan ekonomi yang meliputi berbagai wilayah kedaulatan negara. Tujuan yang ingin dicapai dalam harga transfer antara lain sebagai berikut: 1. Memaksimalkan penghasilan global 2. Mengamankan posisi kompetitif anak/ cabang perusahaan dan penetrasi pasar 3. Evaluasi kinerja anak/ cabang perusahaan mancanegara 4. Menghindarkan pengendalian devisa 5. Mengatrol kreditabel asosiasi 6. Mengurang resiko moneter 7. Mengatur cash flow anak/ cabang yang memadai 8. Membina hubungan baik dengan administrasi setempat 9. Mengurangi beban pengenaan pajak dan bea masuk 10.Mengurangi resiko pengambilalihan oleh pemerintah Metode Harga Transfer Beberapa metode harga transfer yang sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional dan divisionalisasi/ departementasi dalam melakukan aktifitas keuangannya adalah: 1. Harga Transfer Dasar Biaya (Cost-Based Transfer Pricing) Perusahaan yang menggunakan metode transfer atas dasar biaya menetapkan harga transfer atas biaya variabel dan tetap yang bisa dibagi dalam tiga pemilihan bentuk, yaitu biaya penuh (full cost), biaya penuh ditambah mark-up (full cost plus markup), dan gabungan antara biaya variabel dan tetap (variable cost plus fixed fee). 2. Harga Transfer atas Dasar Harga Pasar (Market Basis Transfer Pricing) Apabila ada suatu pasar yang sempurna, metode transfer pricing atas dasar harga pasar inilah merupakan ukuran yang paling memadai karena sifatnya yang independen. Namun keterbatasan informasi pasar terkadang menjadi kendala dalam mengunakan transfer pricing yang berdasarkan harga pasar. 3. Harga Transfer Negosiasi (Negotiated Transfer Prices) Dalam ketiadaan harga, beberapa perusahaan memperkenankan divisi-divisi dalam perusahaan yang berkepentingan dengan transfer pricing untuk menegosiasikan harga transfer yang diinginkan. Harga transfer negosiasian mencerminkan prespektif kontrolabilitas yang inheren dalam pusat-pusat pertanggungjawaban karena setiap divisi yang berkepentingan tersebut pada akhirnya yang akan bertanggung jawab atas harga transfer yang dinegosiasikan. 4. Penentuan Harga Berdasarkan Arbitrase Pendekatan ini menekankan pada harga transfer berdasarkan interaksi kedua divisi dan pada tingkat yang dianggap terbaik bagi kepentingan perusahaan tanpa adanya pemaksaan oleh salah satu divisi mengenai keputusan akhir. Pendekatan ini mengesampingkan tujuan konsep pusat pertanggungjawaban laba.

Berikut ini akan diberikan sebuah ilustrasi untuk memperjelas praktek transfer pricing yang biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Perusahaan induk (parent

company) yang terletak di Belgia memproduksi suatu produk dengan harga pokok Rp 100. Tarif pajak yang berlaku di negara tersebut adalah 42%. Untuk menghindari pengenaan pajak dengan tarif yang tinggi, perusahaan induk memutuskan untuk menjual produk tersebut ke anak perusahaan yang ada di Puerto Rico dengan harga transfer yang sama dengan harga pokok yaitu Rp 100, sehingga pajak yang terutang atas transaksi penjualan antara perusahaan induk dan anak perusahaan adalah Rp 0. Hal ini disebabkan karena harga transfer yang digunakan sama dengan harga pokok produk, sehingga atas transaksi ini tidak menimbulkan laba yang akan dikenakan pajak. Rekayasa atas harga transfer ini dibuat untuk menghindari pajak dengan tarif yang tinggi yang berlaku di negara tempat perusahaan induk berada. Kemudian barang yang sudah dibeli, dijual oleh anak perusahaan di Puerto Rico ke anak perusahaan lain yang ada di Amerika dengan harga transfer Rp 200. Tarif pajak yang berlaku di negara Puerto Rico adalah 0%. Transaksi penjualan ini menimbulkan laba sebesar Rp 100. Atas laba yang timbul, seharusnya terutang pajak. Akan tetapi, karena tarif pajak yang berlaku di negara tersebut 0%, maka pajak yang terutang atas laba yang dihasilkan adalah sebesar Rp 0. Kemudian barang yang sudah dibeli oleh anak perusahaan yang ada di Amerika dijual kembali ke perusahaan yang tidak mempunyai hubungan istimewa di negara yang sama, dengan harga jual Rp 200. Kebijaksanaan menetapkan harga jual ini dimaksudkan untuk menghindari pajak dengan tarif yang tinggi yang berlaku di negara yang bersangkutan. Asumsi tarif pajak yang berlaku di negara Amerika 35%. Selanjutnya dapat dihitung bahwa pajak terutang atas transaksi penjualan ini adalah sebesar Rp 0. Hal ini disebabkan karena harga jual atas produk tersebut sama dengan harga pokok pembelian barang, sehingga laba yang timbul atas transaksi ini adalah Rp 0. Kesimpulan yang dapat ditarik dari transaksi-transaksi di atas adalah betapa pentingnya mengetahui tarif pajak yang berlaku di suatu negara sebelum mengambil keputusan untuk melakukan transaksi penjualan dan pembelian barang. Tabel di bawah ini akan memperjelas ilustrasi di atas.

Penjualan

Tabel Praktik Transfer Pricing pada Perusahaan Multinasional Perusahaan Induk Anak Perusahaan di Anak Perusahaan di Belgia Puerto Rico di Amerika $ 100 $ 200 $ 200

Harga Pokok Penjualan

$ 100

$ 100

$ 200

Laba

$

$

$

Tarif Pajak Pajak Terutang

0

42% $

0

100 0%

$

0

35% 0

$

0

Masalah transfer pricing ini perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut dari pemerintah setempat, karena terkadang anak perusahaan yang didirikan dalam suatu negara hanya bersifat sebagai transit place atau tempat persinggahan semata. Suatu survey yang dilakukan oleh Ernst & Young LLp, 1999 menemukan bahwa masalah transfer pricing merupakan masalah utama dalam bidang perpajakan selama kurun waktu dua tahun terakhir yang terjadi pada perusahaan-

perusahaan multinasional di seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak kantor akuntan publik melakukan audit compliance, untuk melakukan pemeriksaan atas masalah transfer pricing ini yang memang berpengaruh terhadap jumlah pajak yang harus dibayarkan. Biasanya cegah tangkal yang dilakukan oleh negara-negara dengan adanya transfer pricing adalah membuat suatu kewenangan, di mana pemerintah diberikan wewenang untuk menentukan kembali dengan cara me-realokasikan kembali jumlah laba dan biaya-biaya yang timbul di perusahaan multinasional yang notabene punya beberapa divisi, sehingga laba dan biayabiaya yang timbul sebagai hasil transaksi antardivisi tersebut yang ditengarai sebagai suatu praktek transfer pricing yang bisa meminimalkan pajak terutang dapat dicegah. U.S.- Based multinationals are subject to Internal Revenue Code Section 482 on the pricing of intercompany transactions. This section gives the IRS the authority to reaalocate income and deductions among divisions if it believes that such reallocation will reduce potentiak tax evasion (Hansen and Mowen, 1996:543). Lebih lanjut ditegaskan bahwa dalam IRS, apabila terjadi transaksi antardivisi dalam perusahaan multinasional atau terjadi transaksi dalam perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa, maka harga yang berlaku adalah harga yang timbul apabila transaksi tersebut dilakukan dengan pihak-pihak di luar perusahaan, atau dengan kata lain, transaksi dilakukan dengan pihak-pihak yang tidak punya hubungan istimewa. That is, the transfer pricing set should match the price that would be set if the transfer were being made by unrelated parties, adjusted for diffrences that have a measurable effect on the price (Hansen and Mowen, 1996:543). Indonesia yang terkait dengan praktik transfer pricing masih tersimpan dalam ingatan kita. PT Adaro dituduh menjual batu bara jauh di bawah harga pasar kepada perusahaan afiliasinya di Singapura, yakni Coaltrade Services International Pte, Ltd. Harga jual yang ditetapkan yakni sebesar $25 pada tahun 2005 dan $29 pada tahun 2006, padahal pada akhir 2007 harga batu bara menembus harga $95 per ton. Coaltrade merupakan semacam perusahaan boneka, karena struktur kepemilikannya pun sama dengan Adaro. Setelah membeli dengan harga murah, kemudian Coaltrade menjual batu bara tersebut dengan harga pasar, dan mendulang untung besar. Sehingga, dengan transfer pricing tersebut grup mereka diuntungkan, karena Coaltrade hanya terkena pajak penghasilan Singapura sebesar 10%, jauh lebih kecil dibandingkan dengan Indonesia yakni 45%. Praktik-praktik seperti inilah yang diperkirakan juga marak terjadi pada perusahaan multinasional lainnya, yakni melakukan transfer pricing demi menghindari pajak dengan memanfaatkan tax heaven countries. (Pada tahun 2005, Adaro menjual batu bara ke perusahaan Coaltrade dari Singapura sebesar US$26 per ton, sementara harga pasar US$48 per ton. Sedangkan pada 2006, Adaro menjual batu bara ke Coaltrade US$29 per ton, sementara harga internasional mencapai US$40 per ton. Dengan volume penjualan 2005 mencapai 26 juta ton lebih dan 2006 mencapai 34 juta ton, terdapat selisih antara harga jual ke Coaltrade dan harga jual internasional masing-masing US$589,9 juta (Rp5,8 triliun dengan kurs rata-rata 2005 sebesar Rp9.800/US$) tahun 2005 dan US$363,1 juta (Rp3,3 triliun dengan kurs rata-rata 2006 Rp9.096/US$) tahun 2006. Jika dihitung berdasarkan harga pasar, total pendapatan pada 2005 mestinya berjumlah US$ 1,287 miliar dan 2006 US$ 1,371 miliar. Berarti, ada selisih penjualan Adaro dengan penjualan berdasarkan harga pasar. Jika dirupiahkan mencapai Rp 9,121 triliun. Belum lagi kerugian negara dari potensi royalti 13,5% yang nilai berkisar Rp 1,231 triliun. Akibat transfer pricing yang terjadi pada tahun 2005-2006 lalu diperkirakan ada Rp 9 triliun dari hasil penjualan yang disembunyikan. Sehingga kerugian negara terkait pajak dan royalti

diperkirakan mencapai Rp 4-5 triliun. Royalti adalah nilai yang harus dibayar sesuai harga jual. Adanya dugaan transfer pricing yang memperkecil nilai jual mengakibatkan royalti yang harus dibayarkan juga turun. Jika di lihat dari sisi hukum, penggelapan pajak karena transfer pricing itu telah menyimpang dari ketentuan perpajakan yang berlaku, karena secara substansi negara seharusnya dapat mempajaki perusahaan multinasional tersebut dalam jumlah yang lebih besar. Sehingga dengan demikian perusahaan yang melakukan hal tersebut akan dikenai sanksi pidana perpajakan, untuk Indonesia sesuai dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 diatur dalam Pasal 39, bahwa perbuatan kriminal pajak akan dikenai sanksi pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Perbedaan antara penghindaran pajak dengan penggelapan pajak sangat tipis dan dari sisi etika bisnis praktik transfer pricing dapat menimbulkan moral hazard, karena bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Selain tu, pengadilan perpajakan dinilai menjadi solusi komprehensif dalam menyelesaikan kasus-kasus perpajakan, termasuk dugaan adanya transfer pricing-manipulasi pajak yang dilakukan sejumlah perusahaan, juga kelompok usaha Asian Agri. Sebab masalah transfer pricing belum pernah diadili secara pidana, karena sebenarnya tujuan pajak itu bukan menghukum orang, melainkan agar uang atau hak negara tidak dimanipulasi. Di dalam Undang-Undang Perpajakan pasal 18 ayat 3 juga ditegaskan masalah perpajakan bukan masuk dalam ranah pidana. Di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 berisi panduan bagi aparat pajak untuk menangani transaksi transfer pricing atau yang mengandung indikasi adanya transfer pricing dan bagaimana perlakuan perpajakannya. Surat edaran ini memuat berbagai bentuk kekurangwajaran harga, biaya atau imbalan lain yang direalisasikan dalam suatu transaksi usaha, seperti dalam penentuan: a) b) c) d)

Harga penjualan Harga pembelian Alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost) Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham (share holder loan) e) Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan atas jasa lainnya f) Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar g) Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang/ tidak mempunyai substansi usaha (misalnya dummy company, letter box company atau reinvoicing center) Selain kasus transfer pricing, Adaro pun terlilit gugatan pengalihan saham yang dijaminkan ke Deustche Bank untuk mendapatkan pinjaman US$ 100 juta. Berkaitan dengan itu, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral meminta direksi Adaro tidak melakukan pengalihan saham sampai gugatan tersebut selesai. Sebelumnya, kuasa hukum Beckkett Pte Ltd menuntut Bapepam-LK membatalkan penawaran umum saham perdana (IPO) PT Adaro Energy Tbk, holding PT Adaro Indonesia. Tim kuasa hukum Beckett berargumen, proses itu tidak layak karena kepemilikan saham PT Adaro

Indonesia masih dipersengketakan. Karena itu, pantaslah jika Bapepam mengerem langkah Adaro untuk menjual sahamnya di lantai bursa. Sebab, jika dugaan itu terbukti dan Adaro harus membayar, para investorlah yang akan dirugikan. 2.5 Harga Transfer Berganda Untuk memenuhi disparitas pertanggungjawaban dari dua divisi, dikenal juga harga transfer ganda. Misalnya, divisi penerima dapat mempertimbangkan penerapan harga transfer berdasarkan biaya diferensial. Sebaliknya, divisi yang melakukan transfer dapat mempertimbangkan unsur laba dalam penentuan harga transfer dan memungkinkan kinerja divisi. Prosedur aplikasi pendekatan ini dapat berupa: 1. Pemakaian harga transfer berdasarkan harga pasar, negosiasi, atau arbitrase oleh divisi yang melakukan transfer dalam menghitung penghasilan dari penyerahan antar perusahaan. 2. Biaya variabel divisi yang melakukan transfer plus margin kontribusi atas beban tetap, ditransfer kepada divisi penerima. 3. Total laba per divisi akan lebih besar daripada laba perusahaan, dan laba divisi produksi akan dieliminasi dalam penysunan laporan keuangan. 2.6 Isu-isu Internasional Penelitian akhir-akhir ini telah menemukan bahwa lebih dari 80% perusahaan-perusahaan multinasional (MNC) melihat transfer pricing sebagai suatu isu pajak internasional utama, dan lebih dari setengah dari perusahaan ini mengatakan bahwa isu ini adalah isu yang paling penting. Sebagian besar negara sekarang menerima perjanjian modal Organization of Economic Cooperation and Development (OECD), yang menyatakan bahwa harga-harga transfer sebaiknya disesuaikan dengan menggunakan standar arm’s-length, artinya pada suatu harga yang akan dicapai oleh pihak-pihak yang independen. Sementara perjanjian model tersebut diterima secara luas, terdapat perbedaan-perbedaan dalam cara negara-negara menerapkannya. Meskipun demikian, terdapat dukungan yang kuat di seluruh dunia terhadap suatu pendekatan untuk membatasi usaha-usaha oleh MNC untuk mengurangi kewajiban pajak dengan menetapkan hargaharga transfer yang berbeda dengan arm’s-length standard tersebut. (Edward J. Blocher, Kun H. Chen, dan Thomas W. Lin., 1999) Arm’s-length Standard Menurut Arm’s-length standard, harga-harga transfer seharusnya ditetapkan supaya dapat mencerminkan harga yang akan disusun oleh pihak-pihak yang tidak terkait yang bertindak secara bebas. Arm’s-length standard diterapkan dalam banyak cara, tetapi metode yang paling banyak digunakan adalah sebagai berikut: 1. Comparable uncontrolled pricing method Metode ini mengevaluasi kewajaran harga transfer dengan mengacu kepada tingkat harga yang terjadi antara unit yang independen atau antara perusahaan multinasional dengan unit yang independen. Secara teoritis metode ini termasuk yang paling baik, namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kendala, misalnya perbedaan kuantitas, kualitas, kondisi, waktu penjualan, merek dagang, pangsa pasar, dan geografis pasar. 2. Resale pricing method

Metode ini ditetapkan untuk produk yang ditransfer ke anggota group lainnya untuk dijual kembali. Kewajaran harga transfer didekati dengan pengurangan harga penjualan kepada pihak independen dengan suatu mark up yang wajar (sebanyak laba dan biaya si penjual). 3. Cost plus pricing method Metode ini mendekati kewajaran harga transfer dengan menambahkan markup yang wajar pada harga pokok pihak yang mentransfer. Pendekatan ini umumnya dipakai dalam hal penyerahan barang setengah jadi (semifinished product) atau salah satu anggota group sebagai subkontaktor dari yang lainnya. 4. Other method Dalam keadaan tertentu, kombinasi ketiga metode diatas perlu diterapkan atau mungkin menggunakan metode lain, misalnya alokasi laba yang diperoleh grup perusahaan dalam transaksi tertentu, kalkulasi tingkat keuntungan yang pantas pada investasi wajib pajak (Frederick D. S. Choi dan Genhard G. Mueller, 1985). PERUSAHAAN MULTINASIONAL DAN ASPEK PAJAKNYA Perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia dalam arti perusahaan-perusahaan multinasional Indonesia yang mempunyai unit (anak perusahaan/ cabang/ perwakilan) di luar negeri maupun perusahaan-perusahaan multinasional di luar negeri yang mempunyai unit (anak perusahaan/ cabang/ perwakilan) di Indonesia pada umumnya akan senantiasa berusaha dengan instrumen harga transfer, mencapai salah satu tujuannya memaksimalkan keuntungan dengan berupaya meminimalkan beban pajaknya, terutama pajak penghasilan badan (corporation income tax). Upaya yang dilakukan dengan pergeseran harga dari negara yang beban pajaknya tinggi ke negara yang beban pajaknya rendah atau nihil. Selain itu, diadakan pula perjanjian bilateral di bidang perpajakan, dengan maksud antara lain untuk menghindarkan pengenaan pajak berganda, sehingga beban pajak dapat ditekan. Gambar

Penentuan Harga Transfer Domestik dan Internasional

Sebagai contoh, pembebanan harga transfer yang rendah untuk anak perusahaan asing mungkin akan mengurangi pembayaran bea cukai sebagai akibat dari batas-batas internasional, atau mungkin membantu anak perusahaan untuk bersaing dalam pasar asing dengan mempertahankan biaya anak perusahaan yang rendah. Di sisi lain, membebankan suatu harga transfer yang tinggi mungkin membantu MNC mengurangi laba pada negeri yang telah memperketat kendali pengiriman uang asing, atau mungkin memberikan kemudahan bagi MNC memindahkan pendapatan dari suatu negara yang memiliki tingkat pajak pendapatan yang tinggi ke suatu negara dengan tingkat pajak rendah (tax haven country). 2.7 Perlakuan Harga di Indonesia Harga transfer dapat terjadi baik antarwajib pajak dalam negeri maupun antara wajib pajak dalam negeri dengan pihak luar negeri. Terhadap transaksi antara wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa, undang-undang perpajakan Indonesia menganut asas material (substance over form rule). Hubungan istimewa tersebut dapat mengakibatkan kekurangwajaran harga, biaya, atau imbalan lain yang direalisasikan dalam suatu transaksi usaha. Kekurangwajaran tersebut dapat terjadi pada: • harga penjualan • harga pembelian • alokasi biaya administrasi dan umum (biaya overhead) • pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham • pembayaran komisi, lisensi, waralaba, sewa, royalti, imbalan jasa manajemen, imbalan jasa teknik, dan imbalan jasa lainnya

Selain itu, ada pula indikator dari manipulasi harga transfer, yaitu antara lain: • SPT Tahunan PPh Badan melaporkan rugi dalam beberapa tahun berturut-turut • Peredaran usaha tinggi tapi laba yang diperoleh kecil • Transaksi hubungan istimewa yang cukup besar • Rugi yang tidak dapat dijelaskan Untuk meminimalkan atau mengurangi praktik penghindaran pajak, Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan peraturan baru yang dituangkan dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-32/PJ/2011 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa sebagai perubahan atas PER-43/PJ/2010. Rrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr 2.8 Penangkal Harga Transfer Ada beberapa prosedur yang dapat ditempuh untuk menanggulangi manuver pajak melalui harga transfer sebagai berikut. • Menyingkap praktik bisnis antarperusahaan secara lengkap sehingga dapat dievaluasi keinginan harga transfer. • Harmonisasi pemajakan internasional untuk meniadakan disparitas beban pajak. • Kerja sama internasional. • Advanced Pricing Agreement (APA)

2.9 Advanced Pricing Agreement Advanced Pricing Agreement (APA) adalah persetujuan di antara Internal Revenue Service (IRS) dan perusahaan dengan menggunakan harga-harga transfer, untuk menetapkan harga transfer yang disepakati. APA biasanya diperoleh sebelum perusahaan terikat dalam transfer. Maksud dari program APA adalah memecahkan masalah perselisihan harga transfer dengan cara tepat dan menghindari proses pengadilan yang menghabiskan banyak biaya. Kesepakatan yang dibuat dalam APA terjadi antara wajib pajak dengan otoritas pajak, bisa terjadi dengan satu otoritas pajak dan juga dengan dua otoritas pajak dari negara yang berbeda. Apabila APA dilakukan antara wajib pajak dengan otoritas pajak dalam satu negara maka disebut unilateral APA, sedangkan apabila APA dibuat oleh wajib pajak dengan dua atau lebih otoritas pajak dari negara yang berbeda maka disebut multilateral APA. Manfaat APA Beberapa manfaat dari diselenggarankannya APA adalah sebagai berikut : • Memberikan kepastian kepada wajib pajak atas semua penghitungan mengenai harga transaksi dengan menggunakan metode yang disetujui. • Memberikan kepastian terhadap kegiatan wajib pajak termasuk kepastian mengenai kewajiban pajak yang berkaitan dengan harga transfer. • Mengurangi biaya dan waktu pada saat diaudit, karena selama periode APA berlaku harga transaksi yang telah disepakati oleh wajib pajak dan otoritas pajak. • Dapat mencegah praktik harga transfer yang tidak benar dan semata-mata hanya untuk menghindari pajak.

Masalah dalam Penyelenggaraan APA Hal yang harus dipertimbangkan dalam penyelenggaraan APA yaitu kemungkinan adanya potensi kerugian, yaitu: • Pengorbanan waktu dan biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan APA. • Wajib pajak harus mengungkapkan informasi yang mungkin merupakan rahasia perusahaan kepada otoritas pajak. Yang perlu diperhatikan, bahwa APA tidak menjamin wajib pajak untuk tidak diaudit olehotoritas pajak. Masalah-masalah yang tidak tercakup dalam APA masih dapat diaudit dalam kriteria audit yang biasa dilakukan. APA tidak berlaku retroaktif sehingga masalah hargatransfer yang ada sebelum APA disepakati tidak dapat diselesaikan dengan APA.

BAB III KESIMPULAN 3.1

Kesimpulan Globalisasi telah membawa dampak semakin meningkatnya transaksitransnasional atau cross border transaction. Arus barang, jasa, modal, dan tenagakerja juga semakin mudah dan lancar antar negara. Belum lagi dengan kehadiran WTO (World Trade Organization) yang memfasilitasi perdagangan transnasional tersebut. Transfer Pricing Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) mendefinisikan transfer pricing sebagai harga yang ditentukan dalam transaksi antar anggota grup dalam sebuah perusahaan multinasional dimana harga transfer yang ditentutkan tersebut dapat menyimpang dari harga pasar wajar sepanjang cocok bagi grupnya. Mereka dapat menyimpang dari harga pasar wajar karena posisi mereka yang berada dalam keadaan bebas untuk mengadopsi prinsip apapun yang tepat bagi korporasinya Tujuan transfer pricing yang ingin dicapai perusahaan multinasional adalah : a. Performance evaluation Salah satu alat yang dipakai oleh banyak perusahaan dalam menilai kinerjanyaadalah menghitung tingkat Return On Investment.Terkadang tingkat ROIuntuk satu divisi berbeda dengan divisi lainnya. Yeni Mangonting,op. cit., hal.71. Misalnya, divisi penjual menginginkan harga transfer yang tinggi yang akan meningkatkanincome yang secara otomatis akan meningkatkan ROI-nya tetapi di sisi lain, divisi pembeli menuntut harga transfer yang rendah yangnantinya akan berakibat pada peningkatan income yang berarti juga penigkatandalam ROI. Hal semacam inilah yang terkadang membuattransfer pricing berada di posisi terjepit. Oleh karena itu, induk perusahaan akan sangat berkepentingan dalam penetuan harga transfer. b. Optimal Determination of Taxes Tarif pajak antara satu negara dengan negara lainnya berbeda-beda. Perbedaanini disebabkan oleh linkungan ekonomi, soisal, politik, dan budaya yang berlaku dalam negara tersebut. Dengan penentuan harga transfer ini,diharapkan pajak dapat dimanage sedemikian rupa sehingga pengenaan pajak tidak akan terlalu tinggi. Hal inilah yang pada akhirnya menimbulkanmanipulasi dan praktek curang dalamtransfer pricing. OECD melaporkan,factor pajak dapat menjadi pemicu dilakukannya transfer pricing terutama jikatujuan mereka lebih terfokus pada jumlah total laba setelah pajak daripada bentuk darimana mereka mendapatkan laba tersebut apakah berbentuk royalty, biaya, imbalan jasa, keuntungan penjualan antardivisi atau dividendari afiliasinya,dll. ‘ Transfer pricing ini memberikan dampak terhadap divisi-divisi yangterlibat dalam transfer pricing, antara lain : 1. Dampak Terhadap Ukuran Kinerja Divisi Harga yang dikenakan untuk barang yang ditransfer memengaruhi biaya divisi pembeli dan pendapatan divisi penjual. Artinya, laba kedua divisi tersebut sebagaimana juga evaluasi dan kompensasi para menejer mereka, diperngaruhi oleh harga transfer. 2. Dampak Terhadap Keuntungan Perusahaan

Meskipun harga transfer actual tidak memengaruhi perusahaan sebagai satu kesatuan, penetapan harga transfer ternyata mampu memengaruhi tingkatlaba yang dihasilkan oleh perusahaan. Jika ia memengaruhi perilaku divisi dania memengaruhi pajak penghasilan, divisi-divisi yang bertindak secarain dependent mungkin menetapkan harga transfer yang memaksimalkan laba devisi, tetapi menimbulkan pengaruh sebaliknya bagi laba perusahaan secarakeseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA

Suandy, Erly. (2011). Perencanaan Pajak (Edisi 5). Jakarta: Salemba Empat http://mychandis.blogspot.co.id/2013/11/tugas-makalah-transfer-pricing.html

muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/05/17/transfer-pricing-dalam-praktek-perpajakaninternasional/ pajak.go.id/dmdocuments/UU-36-2008.pdf/ politik.kompasiana.com/2010/04/01/lika-liku-transfer-pricing-mengendus-penghindaran-pajakmelalui-manipulasi-transfer-pricing-107419.html/ rosaryoma.blogspot.com/2009/12/kasus-transfer-pricing.html/

Related Documents


More Documents from "Habieb"