BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah populasi terbesar kedua di dunia
dan dikenal sebagai negara kepulauan yang terletak didaerah tropis memiliki potensi ekonomi yang besar untuk masa yang akan datang. Jumlah penduduk yang semakin besar seiring dengan percepatan pembangunan di setiap daerah mendorong Indonesia menjadi negara dengan tingkat konsumsi energi yang tinggi didunia. Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementrian ESDM berbasiskan pada Ditjen Migas, total cadangan minyak bumi Indonesia saat ini tercatat hingga Agustus 2018 sebanyak 7534,92 Million Stock Tank Barrels (MMSTB) dengan rincian cadangan terbukti sebanyak 3170,89 MMSTB dan cadangan potensial sebanyak 4364,03 MMSTB. Sedangkan tingkat produksi minyak bumi di Indonesia di tahun 2015 adalah sebesar 824,8 ribu barrel per hari, tahun 2014 sebesar 852,3 ribu barrel per hari, tahun 2013 882, 2 ribu barrel per hari dan pada tahun 2010 mencapai 1 juta barrel per harinya, maka dapat dilihat bahwa produksi minyak Indonesia mengalami penurunan sehingga untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri harus dipenuhi dari produk impor. Apabila kondisi seperti ini terus berlangsung dalam jangka waktu yang lama Indonesia akan menjadi negara yang selalu bergantung dari pasokan energi dari luar sehingga dapat menghambat pembangunan negara ini sendiri. Hal ini terjadi karena Indonesia tidak memiliki cukup sumber daya minyak untuk memenuhi kebutuhan domestiknya sedangkan tingkat permintaan BBM dalam negeri terus meningkat. Semakin menipisnya cadangan minyak bumi di Indonesia memicu percepatan pemberdayaan energi alternatif yaitu energi baru terbarukan.salah satu energi baru terbarukan yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah sumber energi yang berasal dari makhluk hidup atau sering disebut dengan biomass. Biomass sebagai basis utama energi alternatif memiliki keunikan tersendiri. Hal ini tidak lepas dari komoditas setiap negara dalam menghasilkan energi berbasis biomass berbeda-beda tergantung pada komoditas yang banyak
1
tersebar di negara tersebut sehingga pemanfaatan energinya dapat disesuaikan dengan keunggulan masing-masing daerahnya. Mengingat pentingnya peran ET untuk mewujudkan teknologi energi bersih, maka dirancanglah proyek Biomassa Gasifikasi untuk elektrifikasi pedesaan, atas kerjasama Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi (IIEE), USAID Indonesia Clean Energy Development (ICED), INSIGHT, dan Bank Negara Indonesia (BNI). Selain untuk menyediakan akses listrik bagi masyarakat di daerah terpencil melalui pemanfaatan ET, proyek yang merupakan pertama di Indonesia ini diharapkan dapat menjadi contoh untuk pengelolaan dan pengembangan teknologi gasifikasi biomassa di tempat lainnya demi memenuhi komitmen Indonesia untuk Energi Terbarukan.
1.2
Rumusan Masalah 1.2.1 Apa pengertian gasifikasi? 1.2.2 Bagaimana tahapan proses gasifikasi? 1.2.3 Apa faktor-faktor yang mempengaruhi gasifikasi? 1.2.4 Jenis-jenis reaktor apa yang digunakan dalam proses gasifikasi? 1.2.5 Bagaimana pengembangan proyek PLTBm di Desa Munduk, Bali? 1.2.6 Bagaimanan kinerja PLTBm tempurung kelapa dan tongkol jagung di Gorontalo.
1.3
Tujuan Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu: 1.3.1 Mengetahui pengertian gasifikasi. 1.3.2 Mengetahui tahapan proses gasifikasi. 1.3.3 Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi gasifikasi. 1.3.4 Mengetahui jenis-jenis reaktor yang digunakan dalam proses gasifikasi. 1.3.5 Megetahui perkembangan proyek PLTBm di Desa Munduk, Bali. 1.3.6 Mengetahui kinerja PLTBm tempurung kelapa dan tongkol jagung di Gorontalo.
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1
Pengertian Gasifikasi Gasifikasi adalah suatu proses konversi bahan bakar padat menjadi gas
mampu bakar (syngas) (CO, CH4, dan H2) melalui proses pembakaran dengan suplai udara terbatas (20% - 40% udara stoikiometri) (Guswendar, 2012). Proses gasifikasi merupakan suatu proses kimia untuk mengubah material yang mengandung karbon menjadi gas mampu bakar. Berdasarkan definisi tersebut, maka bahan bakar yang digunakan untuk proses gasifikasi menggunakan material yang mengandung hidrokarbom seperti batubara, petcoke (petroleum coke), dan biomassa. Bahan baku untuk proses gasifikasi dapat berupa limbah biomassa, yaitu potongan kayu, tempurung kelapa, sekam padi maupun limbah pertanian lainnya. Gas hasil gasifikasi ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan sebagai sumber bahan bakar, seperti untuk menjalankan mesin pembakaran, digunakan untuk memasak sebagai bahan bakar kompor, ataupun digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik sederhana. Melalui gasifikasi, kita dapat mengkonversi hampir semua bahan organik kering menjadi bahan bakar, sehingga dapat menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber bahan bakar. Banyak parameter yang mempengaruhi efisiensi gasifikasi dan sangat tergantung dari jenis bahan bakar dan tipe gasifier yang dipakai. Pemanasan awal udara gasifikasi merupakan parameter penting yang berpengaruh terhadap efisiensi gasifikasi. Pemanasan tersebut dapat membantu mengurangi kandungan moisture bahan bakar. Semakin kecil prosentase moisture dalam bahan bakar padat, nilai kalor syngas semakin besar. Namun, pemanasan awal udara gasifikasi harus dicari nilai optimumnya sehingga tidak menimbulkan permasalahan lagi yaitu terbentuknya tar (Anis,dkk, 2010).
2.2
Tahapan Proses Gasifikasi Proses gasifikasi pada gasifier terdiri beberapa tahapan. Menurut Mathieu
dan Dubuisson (2002), proses gasifikasi berlangsung dengan empat tahapan dasar yaitu pyrolysis, combustion, boudouard reaction, dan gasification processes. 3
Secara umum gasifikasi terdiri dari tahapan terpisah yang terdiri dari proses pengeringan, pirolisis, oksidasi/pembakaran, dan reduksi. Dalam gasifikasi, keempat tahapan ini terjadi secara alamiah dalam suatu proses pembakaran. Dlam gasifikasi, keempat tahapan ini dilalui secara terpisah sedemikian hingga dapat menginterupsi api dan mempertahankan syngas tersebut dalam bentuk gas dan mengalirkannya ketempat lain. Proses zonafikasi tersebut terjadi padarentang temperature yang berbeda dan menjadi karakteristik dari masing-masing daerah tersebut. Proses pengeringan terjadi pada temperature kurang dari 150oC, proses pirolisis terjadi pada temperature antara 150oC sampai 300oC, daerah reduksi terjadi pada temperature antara 500oC sampai dengan 1000oC, sedangkan daerah oksidasi terjadi pada temperature 700oC sampai dengan 1500oC. Proses pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat menyerap panas (endotermik) sedangkan proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik).
Gambar 1. Skema Tahapan Proses Gasifikasi Menurut Sadaka (2006), selama gasifikasi biomassa bahan dipanaskan sampai suhu tinggi yang menyebabkan serangkaian perubahan fisik dan kimia menghasilkan produk yang mudah menguap dan residu padat karbon. Jumlah volatil yang dihasilkan dan komposisinya tergantung pada suhu reaktor, jenis, dan karakteristik bahan bakar. Hal ini berlaku bahwa tahap gasifikasi char adalah tingkat membatasi dalam gasifikasi biomassa karena tahap devolatilization sangat cepat. Komposisi gas produk akhir juga tergantung pada tingkat keseimbangan dicapai dengan berbagai reaksi fase gas, khususnya reaksi udara-gas. Dengan tidak adanya katalis, gasifikasi char dengan gas reaktif seperti O2 , H2O dan CO2 terjadi pada suhu tinggi (700 oC sampai 1000 oC) menurut reaksi berikut ini : 4
Char + Limited Oxygen
Gas + Tar + Ashes
Ketika char gasifikasi di uapkan, gas yang dihasilkan adalah terdiri dari CO2, CO, H2, dan CH4. Uap dapat ditambahkan dari sumber eksternal atau dari reaksi dehidrasi sisa tanaman. Dalam reaktor yang beroperasi pada suhu rendah, tingkat pemanasan yang rendah dan sangat tekanan tinggi, reaksi sekunder sangat penting karena waktu tinggal yang lama (dari produk-produk volatil dalam zona reaksi). Di sisi lain, pada tekanan rendah, suhu tinggi, dan tingkat pemanasan yang tinggi, sebagian besar produk yang mudah menguap, sehingga mengurangi kemungkinan interaksi char gas -padat. 2.2.1
Proses Pengeringan Reaksi ini terletak pada bagian atas reaktor dan merupakan zona dengan
temperatur paling rendah di dalam reaktor yaitu di bawah 150 oC. Proses pengeringan ini sangat penting dilakukan agar pengapian pada burner dapat terjadi lebih cepat dan lebih stabil. Pada reaksi ini, bahan bakar yang mengandung air akan dihilangkan dengan cara diuapkan dan dibutuhkan energi sekitar 2260 kJ untuk melakukan proses tersebut sehingga cukup menyita waktu operasi. Menurut Kurniawan (2012), penelitian yang telah dilakukannya menunjukan bahwa pengeringan manual oleh sinar matahari berperan penting dalam mempercepat proses pengeringan didalam reaktor oleh panas reaksi pembakaran (oksidasi). Penjemuran dengan sinar matahari pada suhu diatas 32 0C selama dua jam dapat mempercepat waktu pengeringan di dalam reaktor hingga 30% atau kurang dari 25 menit. Jika dibandingkan dengan penjemuran pada suhu 30 0C yang mencapai 25-40 menit untuk proses pengeringan saja. 2.2.2
Proses Pirolisis Pada pirolisis, pemisahan volatile matters (uap air, cairan organik, dan gas
yang tidak terkondensasi) dari padatan karbon bahan bakar menggunakan panas yang diserap dari proses oksidasi sehingga pirolisis (devolatilisasi) disebut juga gasifikasi parsial. Suatu rangkaian proses fisik dan kimia terjadi selama proses pirolisis. Komposisi produk yang tersusun merupakan fungsi dari temperatur, tekanan, dan komposisi gas selama proses pirolisi berlangsung. Produk cair yang menguap akibat dari fenomena penguapan komponen yang tidak stabil secara 5
termal mengandung tar dan polyaromatic hydrocarbon. Produk pirolisis terdiri atas gas ringan, tar, dan arang. Pirolisis adalah proses pemecahan struktur bahan bakar dengan menggunakan sedikit oksigen melalui pemanasan menjadi gas. Proses pirolisis pada bahan bakar terbentuk pada temperatur antara 150oC sampai 700oC di dalam reaktor. 2.2.3
Reduksi Reduksi melibatkan suatu rangkaian reaksi endotermik yang disokong oleh
panas yang diproduksi dari reaksi pembakaran. Reaksi reduksi terjadi antara temperatur 500oC sampai 1000oC. Pada reaksi ini, arang yang dihasilkan melalui reaksi pirolisis tidak sepenuhnya karbon tetapi juga mengandung hidrokarbon yang terdiri dari hidrogen dan oksigen. Untuk itu, agar dihasilkan gas mampu bakar seperti CO, H2 dan CH4 maka arang tersebut harus direaksikan dengan air dan karbon dioksida. Pada proses ini terjadi beberapa reaksi kimia, diantaranya adalah Bourdouar reaction, steam-carbon reaction, water-gas shift reaction, dan CO methanation.
Water-gas reaction. Water-gas reaction merupakan reaksi oksidasi parsial karbon oleh kukus yang dapat berasal dari bahan bakar padat itu sendiri (hasil pirolisis) maupun dari sumber yang berbeda, seperti uap air yang dicampur dengan udara dan uap yang diproduksi dari penguapan air. Reaksi yang terjadi pada water-gas reaction: C + H2 O
H2 + CO
+131.38 kJ/kg mol karbon
Boudouard reaction Boudouard reaction merupakan reaksi antara karbondioksida yang terdapat di dalam gasifier dengan arang untuk menghasilkan CO. Reaksi yang terjadi pada Boudouard reaction adalah: CO2 + C
2CO
+172.58 kJ/mol karbon
Shift conversion Shift conversion merupakan reaksi reduksi karbonmonoksida oleh kukus untuk memproduksi hidrogen. Reaksi ini dikenal sebagai water-gas shift 6
yang
menghasilkan
peningkatan
perbandingan
hidrogen
terhadap
karbonmonoksida pada gas produser. Reaksi ini digunakan pada pembuatan gas sintetik. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: CO + H2O
CO2 + H2 +41.98 kJ/mol
Methanation Methanation merupakan reaksi pembentukan gas metan. Reaksi yang terjadi pada methanation adalah: C + 2H2
CH4 + 74.90 kJ/mol karbon
Pembentukan metan dipilih terutama ketika produk gasifikasi akan digunakan sebagai bahan baku indsutri kimia. (Higman, 2003). Untuk mekanisme operasi langsung terbagi lagi menjadi 2 tipe utama berdasarkan posisi zona reaksi dan posisi masuk umpan udara di dalam reaktor, yaitu updraft dan downdraft. Sedangkan berdasarkan mekanisme kontak antara bahan bakar biomassa dengan medium penggasifikasi, gasifier terbagi menjadi 3 kategori besar yaitu fixed bed, fluidized bed , dan entrained bed. Penelitian ini sendiri dilakukan dalam reaktor gasifikasi tipe fixed bed dengan sistem inverted down draft dan operasi secara langsung. Prinsip utama sistem inverted downdraft gasifier sama dengan downdraft gasifier, hanya saja gas hasil gasifikasi bergerak keatas. Pengamatan suhu proses gasifikasi untuk berbagai kecepatan aliran udara lalu dilakukan tiap interval 5 menit dengan 3 variasi ketinggian tumpukan bahan dalam reaktor. 2.2.4
Oksidasi Oksidasi atau pembakaran arang merupakan reaksi terpenting yang
terjadi di dalam gasifier. Proses ini menyediakan seluruh energi panas yang dibutuhkan pada reaksi endotermik. Oksigen yang dipasok ke dalam gasifier bereaksi dengan substansi yang mudah terbakar. Hasil reaksi tersebut adalah CO2 dan H2O yang secara berurutan direduksi ketika kontak dengan arang yang diproduksi pada pirolisis. Ada tiga elemen penting untuk melakukan reaksi pembakaran ini, yaitu panas (heat), bahan bakar (fuel), dan udara (oxygen). Reaksi pembakaran hanya 7
akan terjadi jika ketiga elemen tersebut tersedia. Di dalam udara tidak hanya terkandung oksigen (O2) saja, tapi juga terdapat nitrogen (N2) dengan berbandingan 21% dan 79%. Nitrogen ini jika terikat dengan O2 akan menjadi polutan yaitu NO2 yang bisa menjadi racun dan mencemari udara. Disamping menjadi polutan, N2 juga dapat menyerap panas pada proses pembakaran sehingga bisa menurunkan efisiensi pembakaran. Dalam perhitungan neraca massa dan energi jumlah nitrogen yang masuk sama dengan yang keluar dan sedikit membentuk NO2 atau dengan kata lain gas ini hanya lewat dalam proses dan mengurangi efisiensi pembakaran.
2.3
Faktor yang Mempengaruhi Proses Gasifikasi Beberapa variabel tampaknya mempengaruhi komposisi proses gasifikasi,
produk, dan distribusi, termasuk suhu bed, tekanan tidur, tinggi tempat bed, kecepatan fluidisasi, gasifikasi menengah, rasio kesetaraan, kandungan air bahan, ukuran partikel, rasio udara uap, dan adanya katalis. Parameter-parameter ini cukup saling terkait dan masing-masing mempengaruhi tingkat gasifikasi, efisiensi proses, nilai kalor gas produk dan distribusi produk.uraian parameter dalah sebagai berikut (Sadaka,2006) : 1. Suhu Bed Tingkat gasifikasi serta kinerja keseluruhan gasifier adalahtergantung suhu. Semua reaksi gasifikasi biasanya reversibel dan titik ekuilibrium dari setiap reaksi dapat digeser dengan mengubah suhu. 2. Tekanan Bed Tekanan Bed telah dilaporkan memiliki efek yang signifikan pada proses gasifikasi. Nandi dan Onischak (1985) menemukan penurunan berat badan selama devolatilization residu tanaman di N2 suasana di 815oC, menurun dengan peningkatan tekanan. Namun pada suhu konstan, konstanta laju orde pertama (k) untuk gasifikasi arang meningkat karena tekanan meningkat. 3. Tinggi Bed Pada suhu reaktor tertentu, waktu tinggal yang lebih lama (karena ketinggian bed yang lebih tinggi) meningkat berjumlah hasil gas. Sadaka et al. (1998) menunjukkan bahwa ketinggian bed yang lebih tinggi menghasilkan lebih 8
efisiensi konversi serta suhu bed lebih rendah karena efek fly-wheel bed material. Efek fly-wheel berkurang secara signifikan ketika jumlah bahan bed berkurang sehingga menghasilkan suhu bed yang lebih tinggi. 4. Kecepatan Fluidisasi Kecepatan fluidisasi memainkan peran penting dalam pencampuran partikel dalam fluidized bed. Dalam sistem gasifikasi udara, semakin tinggi kecepatan fluidisasi semakin tinggi suhu bed dan semakin rendah menghasilkan nilai kalor gas akibat peningkatan jumlah oksigen dan nitrogen dalam gas inlet ke sistem. 5. Rasio Kesetaraan Rasio kesetaraan memiliki pengaruh kuat pada kinerja gasifier karena itu mempengaruhi suhu bed, kualitas gas, dan efisiensi thermal. Peningkatan rasio kesetaraan mengakibatkan tekanan rendah baik di bed padat dan daerah freeboard ketika gasifier dioperasikan pada kecepatan fluidisasi yang berbeda dan ketinggian bed. 6. Kadar air dari bahan Kadar air dari bahan pakan mempengaruhi suhu reaksi karena energi diperlukan untuk menguapkan air dalam bahan bakar. Oleh karena itu, proses gasifikasi berlangsung pada suhu rendah . 7. Ukuran partikel Ukuran partikel secara signifikan mempengaruhi hasil gasifikasi. Ukuran partikel kasar akan menghasilkan lebih banyak char dan kurang tar yang mereka hasilkan. Tingkat difusi termal dalam partikel menurun dengan peningkatan ukuran partikel, sehingga mengakibatkan tingkat pemanasan yang lebih rendah. Untuk diberikan suhu, hasil gas yang dihasilkan dan komposisi meningkat dengan penurunan ukuran partikel. 8. Rasio udara dan uap Meningkatkan rasio udara dan uap akan meningkatkan nilai kalor gas sampai memuncak. Tomeczek et al. (1987) menggunakan campuran udara-uap dalam proses gasifikasi batubara dalam fluidized bed reaktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh rasio uap dan udara pada arang terutama pada rasio yang lebih rendah karena fakta bahwa uap digunakan pada tahap 9
devolatilisasi memberikan kontribusi terhadap proses gasifikasi bahkan dalam kasus ketika uap tidak ditambahkan. Ketika rasio uap air meningkat, nilai kalor meningkat, mencapai puncaknya pada 0,25 kg / kg. 9. Ada Tidaknya Katalis Katalis komersial dan non-komersial diuji dalam berbagai proses gasifikasi. Salah satu masalah utama dalam steam katalitik tar adalah endapan karbon pada katalis dari karakter aromatik karbon yang tinggi. Berbagai katalis yang digunakan untuk meningkatkan kualitas produksi gas dan mengurangi tingkat produksi tar.
2.4
Jenis-Jenis Reaktor Gasifikasi Proses
gasifikasi
menggunakan
beberapa
reaktor,
yang
dapat
diklasifikasikan sesuai dengan gerakan relatif bahan bakar dan media gasifikasi baik sebagai bed tetap (updraft, downdraft dan crossdraft) atau bed fluidized (menggelegak, beredar, menyemburkan dan berputar-putar). Berikut ini adalah macam – macam reaktor menurut Sadaka (2006) : 2.4.1
Reaktor Gasifikasi Tipe Downdraft Pada gasifier tipe downdraft terdapat empat zona seperti tampak dalam
gambar 2 diurut dari bagian atas gasifier hingga bawah yaitu pengeringan, pyrolisis, oksidasi, dan reduksi. Pada tipe ini bahan bakar (biomass) dan udara dimasukkan dari bagian atas gasifier melalui laluan hopper dan mengalir turun ke grate yang merupakan tempat abu. Keuntungan reaktor tipe ini adalah reaktor ini dapat digunakan untuk operasi gasifikasi yang berkesinambungan dengan menambahkan bahan bakar melalui bagian atas reaktor. Namun untuk operasi yang berkesinambungan dibutuhkan sistem pengeluaran abu yang baik, agar bahan bakar bisa terus ditambahkan ke dalam reaktor.
10
Gambar 2. Gasifier tipe downdraft
2.4.2
Reaktor Gasifikasi Tipe Inverted Downdraft Prinsip kerja reaktor gasifikasi tipe ini sama dengan prinsip kerja reaktor
gasifikasi downdraft gasifiers. Dalam Gambar 4. tampak bahwa perbedaan antara reaktor gasifikasi downdraft gasifiers dengan reaktor gasifikasi inverted downdraft gasifiers terletak pada arah aliran udara dan zona pembakaran yang dibalik sehingga bahan bakar pada bagian bawah reaktor dengan zona pembakaran diatasnya. Aliran udara mengalir dari bagian bawah ke bagian atas reaktor.
Gambar 3. Gasifier tipe Inverted downdraft 2.4.3
Reaktor Gasifikasi Tipe Updraft Pada reaktor gasifikasi tipe ini, zona pembakaran (sumber panas) terletak
di bawah bahan bakar dan bergerak ke atas seperti tampak dalam Gambar Dalam gambar ini tampak bahwa gas panas yang dihasilkan mengalir ke atas melewati bahan bakar yang belum terbakar sementara bahan bakar akan terus jatuh ke bawah. Melalui pengujian menggunakan sekam padi, reaktor gasifikasi ini dapat bekerja dengan baik. 11
Gambar 4. Gasifier tipe updraft
2.5
PLTBm di Desa Munduk, Buleleng, Bali.
2.5.1
Lokasi Desa Munduk adalah sebuah desa di Bali utara yang dikelilingi oleh
kawasan pertanian, jaraknya sekitar 75 km di utara Denpasar. Selain potensi sumber energi yang melimpah (biomassa dan tenaga air), desa ini juga memiliki pemandangan yang sangat indah sehingga banyak mengundang wisatawan lokal maupun asing untuk berwisata di desa ini. Gambar 5 menunjukan lokasi Desa Munduk.
Gambar 5. Peta lokasi (a) Provinsi Bali, (b) Desa Munduk 2.5.2
Potensi Biomassa Sekam padi merupakan kulit yang terpisah dari beras saat proses
penggilingan, yang bila dibiarkan menjadi limbah yang tidak terpakai. Sekam padi memiliki potensi yang besar untuk digunakan sebagai bahan baku biomassa, dengan nilai kalori 3300 kcal/kg [3]. Selain pembuatan briket arang dari sekam padi yang telah banyak dilakukan, panas yang ditimbulkan dari pembakaran sekam padi dapat dijadikan sumber listrik. Proses penggilingan padi menghasilkan 12
20-30% limbah sekam padi. Menurut data BPS tahun 2013 [4], Provinsi Bali memproduksi 881 ribu ton padi per tahun, maka dapat dipastikan bahwa sekitar 176-264 juta ton sekam padi di Bali setiap tahunnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan. Desa Munduk dan sekitarnya adalah daerah pertanian padi yang khas di Bali, Indonesia. Dalam industri penggilingan padi, sejumlah besar sekam padi umumnya dibuang dengan dibakar sedangkan jerami dibuang di lahan sawah. Hasil survey awal ketersediaan bahan baku dan kesesuaian lokasi menunjukkan terdapatnya 6 (enam) lokasi penggilangan padi di sekitar Munduk dengan total produksi limbah sekam padi dan jerami sebagai berikut: Tabel 1. Ketersediaan Sekam Padi dan Jerami Tahunan di Sekitar Munduk (Ton) Lokasi Sekam Padi yang Jerami yang Total Tersedia Tersedia Sanda 60 240 300 Banyuatis 100 400 500 Ideran 100 400 500 Ringdikit 140 560 700 Seririt A 200 800 1000 Seririt B 200 800 1000 Total 800 3200 4000 Secara khsusus hasil feasibility study yang dilakukan di Munduk menunjukkan beberapa alternative sumber bahan baku biomassa seperti table di bawah ini. Tabel 2. Alternatif Bahan Baku Biomassa Sumber Kopi
Cokelat Cengkeh
Sesajen Sumber biomassa lainyya
Potensi Biomassa Kopi dipanen pada bulan Juni dan Juli dengan produk berupa limbah ranting dan daun. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana limbah pertanian dihasilkan. Kakao dipanen sepanjang tahun dengan produk limbah berupa polong. Cengkeh dipanen pada bulan Agustus, September dan Oktober. Limbah dari pohon-pohon cengkeh adalah daun dan ranting. Sesajen ini tersedia sepanjang tahun dan ditemukan di kuil-kuil dan rumah tangga. Pisang, manggis, nanas, durian dan salak
13
2.5.3 Integrasi Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa Sistem utama dari pembangkit listrik energi biomassa yang digunakan dalam proyek gasifikasi biomassa di Munduk adalah dengan menggunakan teknologi Top Feed – Throatless Down Draft produksi Trilion International yang terdiri dari gasifier dan generator listrik mesin gas, seperti terlihat dalam gambar.
Gambar 6. Pembangkit listrik energi biomassa teknologi Top Feed – Throatless Down Draft
Gasifier atau Reaktor Mesin gasifier “Trillion Gasifier Model 70” (TG70) dipilih karena sesuai
dengan parameter operasi kondusif untuk lingkungan Indonesia. Keunggulan lain yaitu kualifikasi mesin dapat dipesan sesuai dengan jenis feedstock yang akan dipakai, sehingga diharapkan dapat mudah beradaptasi dengan lingkungan di Indonesia. Selain itu. peralatan ini diproduksi di Jakarta sehingga diharapkan mudah untuk mendapatkan akses ke suku cadang serta panduan teknisi ahli. TG70 memiliki potensi pembangkitan energi sebesar 45 kW, yang menjadi 24 kW apabila dikombinasikan dengan mesin generator Prakash. Teknologi ini sederhana, bersih, dan aman. Untuk meminimalkan jumlah tar dan char yang terkandung dalam gas sintetis, mesin gasifier dilengkapi dengan filter aktif dan pasif, sehingga ketika masuk ke generator, gas sintetis sudah bersih dari kandungan tar dan char. Tipe reaktor TG70 merupakan tipe reactor downdraft, yang dilengkapi dengan sensor temperatur, filter tar atau siklon pemisah, alat pendingin/cooler, filter gas (pemisah gas dari debu dan
14
tar), dan katup pengaman yang dipasang pada keluaran gas untuk mencegah keluarnya gas bila temperatur gas atau tekanannya terlalu tinggi.
Generator/Genset Mesin generator Prakash Producer Gas Engine Set (PNG 30-BM)
digunakan untuk proyek ini karena sangat kompatibel dan dapat menggunakan gas hasil TG70 untuk menghasilkan tenaga listrik. PNG 30-BM dirancang untuk beroperasi dengan baik menggunakan bahan bakar non-konvensional seperti gas sintetis, dan menghsilkan emisi lebih sedikit. Oleh sebab itu teknologi ini cocok digunakan di area dimana keselamatan ekologi merupakan suatu hal yang penting, seperti di desa Munduk.
Gambar 7. Instalasi mesin (a) Gasifier untuk pembakaran sekam padi, (b) Generator untuk mengubah gas sistestis hasil proses gasifikasi menjadi listrik 2.5.4
Sistem Gasifikasi dan Sistem Pendingin Pembangkit Listrik Untuk menjaga agar perangkat gasifikasi bekerja pada suhu optimal
diperlukan kolam untuk menampung air pendinging berukuran 5 x 5 x 1.5 meter yang ditempatkan di tanah. Kedalam tanki ini dialirkan 70 liter per menit air dengan bantuan pipa air berdiameter 8 cm untuk mensirkulasikan keluar masuk air agar suhu dalam reaktor tetap stabil. Bersamaan dengan keluarnya air ke dalam kolam adalah abu sisa pembakaran. Sebuah sumber mata air berlokasi 1 (satu) kilometer dari instalasi pembangkit menjadi sumber air pendingin tersebut. Sisa abu pembakaran proses gasifikasi juga ditampung dalam kolam ini.
15
2.5.4
Sistem Pengeringan Biomassa Gudang Pengering Bangunan gudang pengering terletak berdekatan dengan struktur gasifier
dan generator. Kelebihan panas dari generator disalurkan ke gudang pengering untuk mengurangi kadar air feedstock biomassa.
Gudang Penyimpanan Biomassa Kering Tempat ini digunakan untuk penyimpan biomassa agar tetap kering
dengan kapasitas 1 bulan kebutuhan feedstock sekaligus sebagai upaya agar biomassa selalu tersedia. Tempat penyimpanan ini berdekatan dengan perangkat gasifikasi.
Lahan Terbuka Mengeringkan Bahan Baku Biomassa Disediakan juga lahan padat terbuka seluas 8 x 8 meter di area proyek
yang dimanfaatkan untuk mengeringkan bahan selama musim kemarau serta untuk mengoptimalkan wilayah proyek serta menambah jumlah stok.
2.5.5
Operasional dan Pemeliharaan Ketersediaan Bahan Baku Selama survei ketersediaan dan kesesuaian lokasi, diidentifikasi ada 6
(enam) lokasi penggilangan padi yang terletak dekat dengan Munduk, dengan jarak tempuh masing-masing sekitar 1 jam. Alat transportasi logistrik berupa kendaraan beroda empat yang mampu menampung hingga 1,600 kg dalam satu kali perjalanan angkut dengan kebutuhan bensin sekitar 1.5 L. Mesin gasifikasi dioperasikan selama 6 jam setiap harinya dan untuk memenuhi kebutuhan per jam diperlukan 30 kg sekam padi sehingga kebutuhan dalam sebulan (30 hari) diperkirakan dapat mencapai 5,400 kg. Untuk memenuhi hal tersebut, pengangkutan sekam padi dari lokasi penggilingan padi dilakukan setiap 4 bulan sekali.
Operasional Mesin Tahap operasional mesin terdiri dari beberapa tahapan yaitu tahap
persiapan, tahap pengoperasian unit gasifikasi, tahap pengoperasian mesin generator, tahap mematikan mesin generator. Tahap persiapan ditujukan 16
terutama untuk kontrol kesiapan, kelayakan dan kemanan unir gasifikasi dari resiko kerusakan atau ledakan. Tindakan pengecekan dilakukan pada posisi katup pengaman, ketinggian air kolam reservoir (pipa pembuangan dari unit gasifikasi tercelup/berada di bawah permukaan air, memastikan filter tar tetap tercelup, pemeriksaan filter gas yang berada pada unit gasifikasi dan genset, sambungan pipa, pengosongan alat pendingin kandungan air sekam, motor penggerak, kondisi genset (tinggi oli dan air radiator), dan pompa di dalam kolar reservoir tidak tersumbat. Dalam tahap pengoperasian mesin generator faktor penting yang perlu dicek adalah pengujian kualitas gas sedangkan salah satu faktor penting dalam mematikan mesin adalah memastikan rekctor dalam keadaan kosong dan bebas dari abu atupun sekam padi.
Pemeliharaan Mesin Tindakan pemeliharaan Trillion Gasifier Model 70” (TG70) dilakukan
dalam 4 (empat) tahapan, yaitu: Setiap 200-250 jam: mengganti filter tar primer dengan kantung filter sekunder dan mengganti kantung filter sekunder dengan kantung filter yang baru. Setiap 250 jam: melepas filter tar untuk memeriksa dan membersihkan saluran keluar reaktor. membersihkan abu dari antara batu gasifier. Jjika berlebihan dibersihkan/dicuci dengan pistol air bertekanan serta membersihkan nozel air jiga reactor tersedak. Reaktor tersedak umumbya disebabkan adanya sekam yang masih mengandung padi. Setiap 1000 jam: Mengganti filter gas Setiap 2000 jam: Membersihkan batu gasifier dengan sikat kawat atau air panas, atau dengan pistol air bertekanan. Jika kantung filter tar dan filter gas sangat basah, harus segara diganti karena dapat mengganggu reaktor mencapai efisiensi maksimummnya. 2.5.6
Kelembagaan dan Penerima Manfaat Kelembagaan Pembentukan organisasi manajemen usaha gasifikasi biomassa dibantu
oleh Yayasan Wisnu. Organisasi tersebut diberi nama “Sinar Utama” yang bertanggung jawab untuk mengelola pembangkit listrik. Struktur organisasi 17
disepakati terdiri dari Pembina yakni Kepala Desa Munduk dan Kelian Desa Adat Munduk, Pengawas yakni Kelian Adat Banjar Beji, Kelian dinas Banjar Beji. Adapun struktur kepengurusan organisasi terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara. Selain itu, mengingat kegiatan tersebut berkaitan dengan urusan teknis maka dalam organisasi tersebut juga dibentuk seksi teknis dan seksi pengadaan bahan baku.
Penerima Manfaat Tercatat sebanyak 85 rumah tangga, 1 sekolah dasar dan 1 rumah ibadah
(pura) telah menikmati listrik dari gasifikasi biomassa, masing-masing dengan kapasitas 200 watt per hari. Mengenai manfaat yang diterima ini, masyarakat sepakat untuk memberikan iuran sebesar Rp 50,000/bulan. Pengelolaan iuran dilakukan oleh “Sinar Utama” dan iuran yang diterima dialokasikan juga untuk menggaji para pengurus dan teknisi.
2.5.7
Struktur Finansial dan Cost of Electricity Pembiayaan energi terbarukan Pembiayaan pengembangan energi terbarukan di Indonesia untuk skala
kecil biasanya bersumber dari anggaran pemerintah, dana hibah dan pinjaman seperti kredit perbankan. Pemerintah dan lembaga donor asing telah merancang dan memiliki program-program terkait pengembangan energi terbarukan di Indonesia serta menetapkan skema pembiayaan energi terbarukan. Terkait pembiayaan pinjaman untuk energi terbarukan biasanya pinjamannya berupa pinjaman lunak. Lembaga keuangan yang diketahui terlibat sebagai Bank Pelaksana untuk menyalurkan pinjaman lunak untuk energi terbarukan terdiri dari bank-bank pemerintah seperti Bank Mandiri, BRI, BNI dan bank-bank swasta seperti Bank Bukopin, Bank Muamalat. Terkait penyaluran pinjaman untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga gasifikasi biomassa kepada usaha kecil menengah (UKM), informasi yang tersedia terbatas dan saat ini tidak dapat disimpulkan apakah sudah ada bank yang menyalurkan pinjaman ke UKM untuk implementasi jenis pembangkit seperti itu. 18
Pendanaan Proyek Proyek Gasifikasi Biomassa Munduk merupakan kolaborasi proyek antara
Insitut Indonesia untuk Ekonomi Energi (IIEE), USAID-Indonesian Clean Energy Development (USAID ICED) dan Bank BNI dengan komposisi cost sharing USAID ICED sebesar 57% dari total anggaran, BNI 36% dan IIEE sebesar 7%.
Partisipasi masyarakat setempat Penekanan utama dari proyek ini keterlibatan dan pengembangan
masyarakat Munduk sehingga untuk alasan ini bagi masyarakat yang langsung mendapatkan
manfaat
dari
elektrifikasi
dimita
kesediaannya
untuk
berkontribusi sebagai buruh. Partisipasi ini mengurangi biaya konstruksi sipil. Keterlibatan tersebut secara tidak langsung juga akan menumbuhkan sense of belonging warga setempat terhadap instalasi gasifikasi biomassa sehingga diharapkan dapat mendorong keberlanjutan proyek.
Biaya pembangkitan (cost of electricity) Komponen biaya pembangkitan listrik seperti pada umumnya terdiri dari
capital cost, fuel cost serta biaya operasioanal dan pemeliharaan (O&M). Capital cost yang dihitung dalam proyek ini terdiri dari biaya sistem teknik, feasibility study dan biaya konstruksi dengan menggunakan faktor discount rate 10%, umur hidup mesin 15 tahun, efisiensi mesin 37% dan capacity factor 21%. Biaya feedstock sekam padi adalah Rp 4,000 per karung (30 kg), sedangkan biaya operasional yang dikeluarkan adalah biaya upah tenaga kerja pengurus serta 2 orang teknisi, biaya pengangkutan sekam dari 6 penggilingan padi serta bahan bakar kendaraan angkut. Total biaya yang terhitung yang dibutuhkan untuk pembangkitan listrik Gasifikasi Biomassa di Munduk adalah sebesar USD 0.25/kWh (sesuai kurs USD di tahun 2014).
19
2.6
PLTBm Tempurung Kelapa
2.6.1
Tempurun Kelapa Tempurung kelapa merupakan bagian dari buah kelapa yang fungsinya
secara biologis adalah pelindung inti buah dan terletak di bagian sebelah dalam sabut dengan ketebalan berkisar antara 2-6 mm. Tempurung kelapa dikategorikan sebagai kayu keras dengan kadar air sekitar 6-9 % (dihitung berdasarkan berat kering). Pemanfaatan buah kelapa selama ini baru sebatas daging buahnya untuk dijadikan santan, kopra dan minyak. Untuk tempurung kelapa hanya sebatas dibakar untuk menghasilkan arang aktif sehingga perlu dilakukan pemanfaatan agar tidak mencemari lingkungan serta diharapkan dapat menjadi sumber energi alternatif bagi masyarakat maupun industri. Berikut data komposisi kimia tempurung kelapa dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Tempurung Kelapa Komponen Selulosa Hemiselulosa Lignin Abu Komponen Ekstraktif Uronat Anhidrat Nitrogen Air Sumber: Najib, et al, 2012
Persentase (%) 26,6 27,7 29,4 0,6 4,2 3,5 0,1 8,0
Tabel 4. Hasil Pengujian Ultimate, Proximate, dan Lower Heat Value (LHV) Tempurung Kelapa Analisa Ultimate Carbon (C) (weight %) Hydrogen (H) (weight %) Oxygen (O) (weight %) Nitrogen (N) (weight %) Sulphur (S) (weight %) Analisa Proximate Volatile Matter (weight %) Moisture (weight %) Ash (weight %) Fixed Carbon (weight %)
26,6 27,7 29,4 0,6 4,2 68,82 6,51 717,11,56
20
Nilai Kalor Tempurung Kelapa Low Heating Value (Kj/kg) 20890 Sumber: Hasil pengujian pada laboratorium studi energi dan rekayasa LPPM ITSS
2.6.2
Pengaruh Variasi Perbandingan AFR dan Ukuran Biomassa
Pengaruh Rasio Udara-bahan bakar Terhadap Komposisi Syn-gas Dari gambar 8 terlihat bahwa kosentrasi kandungan synthetis gas pada gas
mudah terbakar (combustible gas) cenderung mengalami penurunan dengan meningkatnya rasio udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio). Hal ini dikarenakan peningkatan laju alir massa udara yang masuk melalui pengaturan dimmer pada blower yang akan meningkatkan rasio udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio), akan tetapi kenaikan laju alir udara yang besar tidak sebanding dengan laju alir biomassa yang lebih kecil menyebabkan udara yang masuk kedalam reaktor gasifikasi ini berlebih, maka akan terbentuk banyak gas O2, N2, CO2 dan combustible gas berkurang (gas CO, H2, CH 4).
Gambar 8. Komposisi synthetis gas = f{air fuel ratio pada ukuran tempurung kelapa (0,8-12,6) cm²}
Pengaruh Rasio Udara-bahan bakar Terhadap LHV Syn-gas Dari gambar 8 menunjukkan bahwa, terjadi penurunan nilai LHV synthetis
gas seiring dengan peningkatan nilai rasio udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio). Hal ini disebabkan oleh peningkatan suplai laju alir massa udara yang masuk 21
ke dalam reaktor gasifikasi yang secara langsung akan meningkatkan nilai rasio udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio), sehingga mempengaruhi proses reaksi kimia pembentukan kandungan gas terbakar (combustible gas), dimana proses gasifikasi ini, membutuhkan suplai udara terbatas, maka kandungan gas terbakar gas (CO, H2, CH4) akan cenderung menurun, jika suplai laju alir massa udara meningkat. Sebaliknya (gas CO2, N2, O2), meningkat seiring dengan peningkatan suplai laju alir massa udara. Sedangkan untuk trendline nilai kandungan energi LHV synthetis gas ditinjau dari ukuran, ukuran tempurung kelapa (0,8-12,6) cm², mempunyai LHV sedikit lebih besar daripada LHV ukuran tempurung kelapa (12,7-50,3) cm², hal ini dikarenakan variabel ukuran tempurung kelapa berperan penting pada proses gasifikasi, dimana jarak ukuran tempurung kelapa semakin kecil akan memberikan ruang yang sedikit untuk udara dan jarak partikel tempurung kelapa yang satu dengan yang lain lebih rapat, maka akan mempengaruhi proses reaksi kimia pembentukan kandungan gas terbakar (combustible gas), dimana proses gasifikasi membutuhkan suplai udara yang terbatas, sehingga kandungan gas terbakar (combustible gas) akan cenderung meningkat, jika suplai laju alir massa udara terbatas yang dibutuhkan tepat.
Gambar 9. Visualisasi pada ukuran tempurung kelapa (0,8-12,6) cm2 dengan AFR = 0,88
22
Pengaruh Rasio Udara-bahan bakar Terhadap Nyala Api Semakin besar rasio udara-bahan bakar (AFR), komposisi flammable gas
yang dihasilkan akan semakin turun. Hal ini tentu akan berakibat terhadap kualitas nyala api. Semakin sedikit flammable gas yang dihasilkan, akan semakin sulit menghasilkan nyala api dan apabila sudah menyala, warnanya akan kuning kemerahan. Pada variasi AFR 0,88 diperoleh nilai LHV syn-gas yang tertinggi dibanding variasi AFR (1,04 ;1,17 ;1,26) untuk ukuran tempurung kelapa (0,8-12,6) cm². Dengan tingginya nilai LHV tersebut tentunya merepresentasikan cukup besarnya kandungan flammable gas (CO, H2, CH4) yang terkandung didalamnya. Semakin kaya kandungan flammable gas yang dimiliki oleh syn-gas akan menyebabkan profil api yang berwarna biru bercampur sedikit kemerahan. Akan tetapi pada nilai AFR 0,88 memiliki laju aliran syn-gas yang terendah sehingga nyala dari api yang berwarna biru tapi pancarannya tidak seberapa kuat seperti terlihat pada gambar 8.
Gambar 10. Nilai efisiensi gasifikasi pada variasi ukuran tempurung kelapa dengan variasi rasio udara bahan bakar
Pengaruh Rasio Udara-bahan bakar Terhadap Efisiensi Gasifikasi Pada gambar 10 terlihat bahwa semakin tinggi AFR, effisiensi semakin
tinggi sampai titik tertentu yang kemudian akan terus menurun. Hal ini dikarenakan gasifikasi merupakan proses konversi energi yang membutuhkan 23
udara dalam jumlah yang terbatas. Titik tertinggi dalam grafik diatas merupakan efisiensi tertinggi dengan AFR yang tepat. Efisiensi itu sendiri dipengaruhi oleh energi syn-gas, energi biomassa dan energi udara. Semakin besar suplai udara yang masuk, semakin besar pula laju alir massa biomassa sehingga syn-gas yang diproduksi semakin besar sampai mendapatkan AFR. Efisiensi gasifikasi terbaik untuk ukuran tempurung kelapa (12,7-50,3) cm² diperoleh pada saat AFR 1,22 hal ini mengindikasikan bahwa untuk ukuran tempurung kelapa yang lebih besar maka dibutuhkan suplai udara yang lebih terbatas. Sedangkan untuk ukuran tempurung kelapa (0,8-12,6) cm², efisiensi terbaik diperoleh pada saat AFR 1,17.
Gambar 11. Nilai kandungan synthetis gas pada variasi ukuran tempurung kelapa dengan variasi rasio udara-bahan bakar
2.7
PLTBm Tongkol Jagung di Kabupaten Gorontalo
2.7.1
Tongkol Jagung Tongkol jagung merupakan salah satu limbah kegiatan industri pertanian
yang merupakan sumber bahan berlignoselulosa. Tongkol jagung mengandung xylan 31.1%, selulosa 34.3%, lignin 17.7%, dan abu 16.9%.
24
Tabel 5. Data Analisis Proximate dan Ultimate pada Tongkol Jagung Tongkol Jagung Analisis Proximate (%w dry basis) Komponen volatil Karbon tetap Abu Analisis Ultimate (%w dry basis) Karbon Hidrogen Nitrogen Oksigen Sulfur Kalori Residu 2.7.2
80.10 18.54 1.36 46.58 5.87 0.47 45.46 Tongkol Jagung 0.01 0.21 1.40
Lokasi PLTBm Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) yang telah beroperasi
sejak tahun 2014. PLTBm berlokasi di Desa Helemuhemu Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo.
Gambar 12. PLTBm di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo 2.7.3
Tahapan Analisis Effisiensi Gasifikasi PLTBm Tahapan pertama dimulai dengan pengumpulan data awal berupa data teknis peralatan PLTBm.
Tahapan kedua yaitu proses on gasifikasi, pada tahapan ini data yang diambil yaitu temperatur pada termocouple, data kalori gas, laju tekanan udara, dan kalori biomassa yang digunakan. Pada tahap ini dilakukan analisis distribusi tahapan gasifikasi berdasarkan distribusi temperatur pada termocouple.
25
Pada tahapan selanjutnya
yaitu pengaturan variasi AFR, untuk
menentukan nilai AFR pada biomasa tongkol jangung.
Perhitungan nilai kalor Biomassa ditinjau dari LHV dan HHV Syngas. Analisis nilai kalor ditinjau dari LHV synthethic gas.
2.7.4
Analisis Rasio Massa Udara terhadap Massa Biomassa Diketahui volume massa udara tiap m3 yaitu sebesar 1.2 Kg/m3 dan massa
jenis tongkol jagung yaitu sebesar 188 Kg/m3[15]. Jumlah bahan bakar setiap pembakaran sebesar 4m3 sehingga diperoleh massa bahan bakar sebesar 752Kg/m3. Sedangkan massa jenis udara (density) dengan bahan bakar yang digunakan diperoleh hasil sebesar 4.8 Kg/m3. Data dasar tersebut maka dihitung rasio udara bahan bakar.
Gambar 13. Rasio Massa Udara-Massa Biomassa Dari trendline gambar diatas menunjukkan prosentase massa udara dalam kondisi biomassa kering semakin meningkat seiring naiknya rasio antara massa udara dan massa bahan bakar.
2.7.5
Analisis Nilai Kalor Ditinjau Dari LHV dan HHV Synthethic Gas Dari data awal nilai kalor gas sintetik yang terendah (LHV syngas) pada
Biomassa tongkol jagung yaitu sebesar 2826.23 KJ/Nm3 dan nilai kalor gas sintetik yang tertinggi (HHV syngas) yaitu sebesar 10851 KJ/Nm3.
26
Gambar 14. Nilai Kalor Biomassa ditinjau dari LHV dan HHV terhadap variasi AFR 2.7.6
Analisis Effisiensi Gasifikasi Berdasarkan Variasi AFR Dari grafik terlihat efisiensi gasifikasi terhadap variasi AFR menunjukkan
peningkatan seiring naiknya Variasi AFR, namun proses gasifikasi dengan AFR yang tinggi ≥1 akan menyebabkan proses pembakaran murni dimana pada proses ini tidak akan menghasilkan gas sintetik. Pada grafik diatas menunjukkan proses gasifikasi membutuhkan suplai udara yang cukup dalam jumlah yang terbatas. Oleh karena itu nilai AFR sangat mempengaruhi tingkat efisiensi gasifikasi PLTBm. AFR terbaik pada penelitian ini menunjukkan AFR pada nilai 0.702 dimana pada proses ini masuk dalam kategori efisiensi tertinggi sebesar 99,17%.
Gambar 15. Prosentase Efisiensi Gasifikasi Terhadap Variasi AFR
27
BAB III PENUTUP 3.1
Kesimpulan Dari hasil pembahasan mengenai Gasifikasi Biomassa Tempurung Kelapa
(endokarp) Sistem Downdraft Kontinyu, maka dapat diambil kesimpulan : 1. Gasifikasi adalah suatu proses konversi bahan bakar padat menjadi gas mampu bakar (syngas) (CO, CH4, dan H2) melalui proses pembakaran dengan suplai udara terbatas (20% - 40% udara stoikiometri). 2. Proses gasifikasi pada gasifier terdiri beberapa tahapan. Menurut Mathieu dan Dubuisson (2002), proses gasifikasi berlangsung dengan empat tahapan dasar yaitu pyrolysis, combustion, boudouard reaction, dan gasification processes. Secara umum gasifikasi terdiri dari terpisah
yang
terdiri
dari
proses
pengeringan,
tahapan pirolisis,
oksidasi/pembakaran, dan reduksi. 3. Beberapa variabel mempengaruhi komposisi proses gasifikasi, produk, dan distribusi, termasuk suhu bed, tekanan tidur, tinggi tempat bed, kecepatan fluidisasi, gasifikasi menengah, rasio kesetaraan, kandungan air bahan, ukuran partikel, rasio udara uap, dan adanya katalis. 4. Proses
gasifikasi
menggunakan
beberapa
reaktor,
yang
dapat
diklasifikasikan sesuai dengan gerakan relatif bahan bakar dan media gasifikasi baik sebagai bed tetap (updraft, downdraft dan crossdraft) atau bed fluidized (menggelegak, beredar, menyemburkan dan berputar-putar). 5. Kemudahan dalam pengoperasian merupakan salah satu faktor kunci untuk keberlanjutan operasi mesin gasifikasi biomassa. Untuk mengatasi masalah pengisi ulangan sekam padi setiap 2 jam sekali, di sarankan ada modifikasi sistem yaitu berupa sistem pengisian feedstock secara otomatis dan berkala. 6. Pemilihan lokasi proyek gasifikasi biomassa merupakan salah satu faktor kunci keberlanjutan operasi gasifikasi biomassa. Adanya sumber energi lain yang lebih mudah dalam mengoperasikan misalnya tenaga air atau masuknya jaringan PLN menyebabkan masyarakat memilih sumbersumber energi yang lebih mudah tersebut. Oleh karena itu, disarankan 28
bahwa pemilihan lokasi proyek gasifikasi biomassa sebaiknya adalah lokasi yang tidak mempunyai sumber energi lain dan tidak terjangkau oleh jaringan PLN. 7. Proses gasifikasi memiliki beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses dan kandungan syngas yang dihasilkannya. Faktor–faktor tersebut berkaitan dengan karakteristik biomassa, media gasifikasi (gasifying agent), desain gasifier, dan Rasio massa udara dan massa bahan bakar biomassa (air-fuel ratio;AFR).
3.2
Saran Penulis memahami masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah
ini, oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk kebaikan penulis kedepannya. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat kepada pembaca secara umum terlebih bagi penulis sendiri.
29
DAFTAR PUSTAKA Arisanty, Y.R., Kusumastuti Y.,dkk. 2009. Gasifikasi Limbah Biji Kopi dalam Reaktor Fixed Bed dengan Sistem Inverted Downdraft Gasiier: Distribusi Suhu. Jurusan Teknik Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Arizandy, Richard Liberto Pratama. 2014. Prototype Gasifikasi Biomassa (tempurung kelapa) Sistem Updraft Single Gas Outlet (Pengaruh Laju Alir Udara Terhadap Produk Syngas). Politeknik Negeri Sriwijaya, Palembang. Burhantora, Jokor. 2016. Pengaruh Distribusi Udara pada Tungku Gasifikasi Updraft. Program Studi Teknik Mesin, Universitas Muhammadiyah, Surakarta. Databook Kata Data. 2015. Produksi Minyak Bumi di Indonesia. Fatimah, Adilla Mutia, dkk. Gasifikasi Biomassa: Studi Kasus Proyek di Desa Munduk, Buleleng, Bali. Indonesia Institute for Energy Economics. Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral. 2018. Cadangan Minyak Bumi Indonesia. Najib, L., Darsopuspito S. 2012. Karakterisasi Proses Gasifikasi Biomassa Tempurung Kelapa Sistem Downdraft Kontinyu dengan Variasi Perbandingan Udara-Bahan Bakar (AFR) dan Ukuran Biomassa. Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya. Rinovianto, Guswendar. 2012. Karakteristik Gasifikasi pada Updraft Double Gas Outlet Gasifier Menggunakan Bahan Bakar Kayu Karet. Fakultas Teknik,Universitas Indonesia, Depok. Suliono, Sudarmanta B., dkk. 2017. Studi Karakteristik Reaktor Gasifikasi Type Downdraft Serbuk Kayu dengan Variasi Equivalensi Ratio. Jurnal Teknologi Terapan, vol.3, ISSN 2477-3506. Suranta, Prof. Dr. Herri. Biomass Gasification. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Witoyo, Jatmiko Eko. 2014. Gasifikasi Biomassa Sekam Padi. Jurusan Keteknikan Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Zainuddin, Muammar, dkk. 2017. “Analisis Efisiensi Gasifikasi pada Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBM) Tongkol Jagung Kapasitas 500 KW di Kabupaten Gorontalo”. Jurnal Sains, Teknologi dan Industri. Vol. 14, No. 2, Juni 2017. 30