MAKALAH EPIDEMIOLOGI DAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURVEI LAPANGAN KONDISI DAN PENYEBARAN PENYAKIT DI PEMUKIMAN MALIOBORO Dosen Pengampu: Azham Umar Abidin, S.K.M., M.P.H.
Disusun oleh: 1. Atika Nur Hidayati
(17513010)
2. Danisa
(17513043)
3. Andika Surya Saputra
(17513088)
4. As’ad Mubarak
(17513113)
5. Chaerisa Noor F.
(17513122)
6. F. Anisa Noor A
(17513159)
7. Alfarizi L. Gaol
(17513173)
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2018
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang, masih memiliki banyak masalah yang perlu segera diatasi. Salah satunya adalah kualitas sanitasi lingkungan yang rendah dibeberapa daerah tertentu khususnya daerah yang padat penduduk. Pemukiman Malioboro merupakan salah satu pemukiman dengan penduduk yang padat. Sebagai daerah dengan minat wisatawan yang tinggi baik lokal maupun mancanegara, daerah ini banyak di bangun hotel-hotel di sekitar pemukiman warga Malioboro yang berlokasi di Sosrowijayan. Dengan pembangunan tersebut tentu banyak menimbulkan efek bagi daerah terdampak. Hal tersebut disinggung dari aktivitas manusia terhadap lingkungan yang dapat menimbulkan penyebaran penyakit. Sosrowijayan dengan pemukiman yang padat berpotensi terkena dampak dari aktivitas manusia itu sendiri. Dari kondisi yang ada, kurangnya ruang terbuka hijau, kurang kepedulian terhadap sampah pada pemukiman non wisata, banyaknya hotel yang menggunakan AC yang menjadi sumber polusi panas, dan juga pemukiman masih menggunakan sumur sebagai sumber air yang dipakai warga yang dikhawatirkan telah tercemar oleh peletakan septict tank yang berdekatan dengan air tanah, yang sehingga menimbulkan penyebaran penyakit.
1.2. Tujuan 1. Untuk mengetahui kondisi pemukiman penduduk di sekitaran Malioboro 2. Untuk mengetahui potensi penyebaran penyakit di pemukiman penduduk di sekitaran Malioboro. 1.3. Tinjauan Pustaka Proses urbanisasi yang terjadi di negara-negara sedang berkembang bukan disebabkan oleh faktor revolusi industri seperti yang terjadi di negaranegara barat,
akan tetapi proses urbanisasi yang terjadi karena migrasi penduduk (Kleniewski 2006). Migrasi penduduk merupakan sebuah respon penduduk terhadap pembangunan yang tidak merata (Pacione, 2001). Ada dua faktor mengapa migrasi penduduk terjadi, yaitu faktor pendorong dan penarik (Drakakis-Smith, 2000). Faktor pendorong terjadi karena adanya tekanan yang memaksa penduduk untuk berpindah. Faktor penarik, yaitu dasar-dasar yang memberikan daya tarik tempat tujuan migrasi, contohnya, kehidupan perkotaan. Beberapa bukti menunjukkan bahwa migrasi penduduk ke kota banyak disebabkan oleh peluang penghasilan, pekerjaan, pendidikan dan kehidupan sosial yang lebih dinamis di perkotaan daripada di perdesaan yang cenderung statis. Jumlah penduduk yang terus bertambah dan lahan perkotaan yang dimanfaatkan semakin penuh sesak, sehingga kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi di kawasan perkotaan terbentuk tanpa dapat dihindari. Kota-kota di negara sedang berkembang cenderung membentuk ukuran kota yang semakin besar melebar dan proporsi penduduk terkonsentrasi pada satu kota utama (Kleniewski, 2006). Kondisi-kondisi tersebut pada akhirnya dapat memperburuk kualitas lingkungan internal pada skala unit neigbourhood kawasan perumahan perkotaan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi pasokan air bersih yang tidak memadai dan kurang memenuhi standar kesehatan (Pacione, 2001). Keberadaan polutan karena saluran air kotor, sampah dan drainase yang tidak mendapatkan perlakukan yang tepat. Kondisi tempat berkehidupan yang penuh sesak mengganggu sirkulasi dan kualitas udara serta kesehatan penduduk yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan dan keselamatan penduduk. Beberapa penyakit yang mudah menular dalam kondisi tersebut seperti Tubercolose (TBC), influenza, diare yang merupakan penyakit menular melalui ruang udara yang sempit, atau menular melalui air yang tidak mencukupi. Standar unit hunian sehat untuk satu keluarga yang dihuni oleh 4 orang mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI) selayaknya berukuran 36 m2 dengan ukuran kapling 60 m2. Akan tetapi, pada banyak kasus, seringkali penduduk
terpaksa harus tinggal dengan menempati ruang-ruang yang sempit. Satu unit rumah dihuni oleh lebih dari 5 orang anggota keluarga. Apabila kondisi tersebut tidak ditunjang oleh asupan makanan yang memadai berakibat pada daya tahan tubuh yang lemah dan rentan sakit (Pacione, 2001). Kondisi tersebut di atas dapat dilihat sebagai masalah yang kompleks, karena berbagai faktor saling terkait dan sulit teruraikan ”benang merahnya”, sehingga akhirnya penanganannya dinilai tidak tepat sasaran. Oleh sebab itu diperlukan proses identifikasi yang seksama dan klasifikasi atas beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kondisi kawasan perumahan, terutama pada kawasan perumahan yang memiliki kemudahan akses yang tinggi terhadap pusat kegiatan ekonomi, karena lokasi tersebut secara sosial seringkali menjadi tempat yang disukai sebagai tempat berkehidupan dan secara ekonomi sebagai tempat mencari nafkah keluarga.
BAB II ISI
2.1 Hasil dan Pembahasan A. Hasil Potensi bahaya atau penyakit dari masalah pada lingkungan pemukiman sekitar Malioboro : 1. Kurangnya ruang terbuka hijau Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, dengan ini menyatakan bahwa tujuan dari Ruang Terbuka Hjiau Kawasan Perkotaan adalah menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan; mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan; dan
meningkatkan kualitas lingkungan
perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman. Pembangunan ruang tebrbuka hijau, seminimalnya adalah 30% dari total luas kawasan itu sendiri. Sementara, pada kawasan pemukiman penduduk di sekitaran Malioboro, masih kurangnya keberadaan ruang terbuka hijau tentu akan berdampak pada permasalahan sosial dan kesehatan. Pemukiman disekitar Malioboro terlihat sangat padat oleh bangunan homestay, perhotelan, atau rumah warga itu sendiri.
dengan kurangnya kawasan ruang terbuka hijau akan menimbulkan permasalahan, baik permasalahan sosial, maupun permasalahan lingkungan, seperti: Kurangnya ketersediaan air tanah akibat kurangnya tanaman yang menyimpan air saat musim penghujan
Kurangnya oksigen yang tersedia, jumlah oksigen yang dihasilkan tidak sebanding dengan pencemaran udara yang terjadi
Tidak adanya penyerapan CO/CO2 oleh tumbuhan, sehingga dapat berdampak buruk bagi kesehatan, terutama kesehatan pernafasan warga sekitar.
Dampak pada psikis dan psikologis warga sekitar, dengan rutinitas yang padat akan menambah tingkat stres warga sekitar, ditambah pemukiman
yang padat tanpa adanya ruang terbuka hijau tentu semakin memperkeruh keadaan psikis warga sekitar.
Peningkatan suhu pada daerah yang kurang ruang terbuka hijau, dikarenakan kandungan CO2 yang banyak di udara dan tidak ada penyerapan dari tumbuhan
Dengan tidak adanya tumbuhan yang cukup dan buruknya sistem pengairan dan drainase akan menyebabkan banjir jika terjadi hujan yang lebat dan berlangsung secara lama
2. Kurangnya kepedulian tentang sampah pada pemukiman non wisata Sampah sebagai sarana penularan penyakit, tempat bersarangnya bermacam vector penularan penyakit seperti lalat, kecoa, nyamuk, dan tikus. Selain itu sampah juga dapat menjadi sarana penular penyakit infeksi saluran pencernaan, penyebab penyakit kulit dan jamur serta pencemaran lingkungan. Sampah dapat menyebabkan kematian beberapa organisme dan menyebabkan turunnya kualitas air. Sampah yang menumpuk juga dapat menghasilkan gas CO, CO2, H2S, CH4, dan NH3
3. Banyaknya hotel yang menggunakan AC, sumber polusi panas Air Conditioner atau biasa disingkat AC tentu banyak digunakan di kota-kota besar. Penggunaan AC ini dilakukan oleh masyarakat untuk mendapatkan kenyamanan di dalam ruangan agar tidak kepanasan dalam melakukan aktivitas di dalam ruangan. Namun dibalik kenyamanan yang di berikan oleh AC ataupun pendingin ruangan ini terdapat dampak negatif yang dihasilkan. Di Indonesia peraturan yang mengatur penempatan AC maupun komponennya terutama kondensor AC atau bagian yang ada di luar dan mengeluarkan energi panas ini belum ada. Padahal hal ini seharusnya dapat diatur di perundang-undangan agar dalam melaukan pemasangan AC tidak ada yang dirugikan. Karena masih banyak dari para pengguna AC yang memasang kondensor nya ini asal-asalan dan tidak memperhatikan dampak kedepannya.
Pada pengamatan kelompok kami di pemukiman padat penduduk di sekitar jalan Malioboro, Yogyakarta tepatnya di daerah Jlagran, kecamatan Gedong tengen ini kondisi dari penempatan kondensor AC sangat tidak tertata. Dapat dilihat dari gambar yang ada bahwa penempatan kondensor AC ini tidak tertata dan bahkan bisa mengganggu aktivitas di sekitarnya. Dampak yang dihasilkan dari penempatan AC yang tidak tertata ini yaitu meningkatnya suhu udara didaerah sekitarnya. Selain itu juga bahkan air yang menetes dari AC itu dapat menetesi pejalan kaki yang melewati gang tersebut. Dalam segi lingkungan dampak yang dihasilkan dari AC yaitu munculnya gas CFC ( Chloro, Fluoro, Carbon ) ini akan berpengaruh bagi lapisan ozon. Jika gas ini terakumulasi dengan banyak maka lapisan ozon di bumi ini akan rusak. Selain itu gas CFC juga berperan besar dalam gas efek rumah kaca. Baik kerusakan lapisan ozon ataupun gas rumah kaca merupakan faktor utama terjadinya pemanasan global di bumi ini yang mengancam kelangsungan kehidupan di bumi ini. Sementara itu, dari segi kesehatan pemasangan kondensor yag tidak ditata dengan baik ini menyebabkan peningkatan suhu di lokasi sekitarnya.
Untuk gas CFC sendiri juga berbahaya bagi tubuh manusia. Beberapa contoh permasalahan yang diakibatkan dari gas CFC adalah sebagai berikut : 1. Susah bernapas 2. Sakit tenggorokan akut 3. Gangguan penglihatan 4. Nyeri perut akut 5. Bengkaknya tenggorokan 6. Hidung, bibir, lidah, seperti terbakar 7. Mata seperti terbakar 8. Infeksi kerongkongan 9. Muntah darah 10. Darah dalam feses 11. Detak jantung tidak normal
4. Pemukiman padat dan banyaknya bangunan tinggi sehingga kurangnya intensitas sinar matahari Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menyangkut kelayakan dan taraf kesejahteraan hidup masyarakat. Rumah bukan hanya berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, lebih dari itu rumah juga mempunyai fungsi strategis dalam perannya sebagai pusat pendidikan keluarga, persesuaian budaya dan peningkatan kualitas generasi mendatang serta pengejawantahan jati diri. Dengan demikian pengembangan perumahan dan pemukiman tidak dilandasi hanya untuk pembangunan fisik saja melainkan harus dikaitkan dengan dimensi social, ekonomi dan budaya yang mendukung kehidupan masyarakat secara berkelanjutan. a. Dampak Permukiman Padat 1. Berkurangnya Ketersediaan Lahan
Peningkatan populasi manusia atau meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan tingkat kepadatan semakin tinggi. Pada sisi lain pula, luas tanah atau lahan itu sendiri tidak bertambah. Kepadatan penduduk dapat mengakibatkan lahan untuk ruamg terbuka semakin berkurang karena digunakan untuk pemukiman penduduk. 2. Kebutuhan Udara Bersih Setiap makluk hidup membutuhkan oksigen untuk pernapasan. Demikian pula manusia sebagai makluk hidup juga membutuhkan oksigen untuk kehidupanya.Manusia memperoleh oksigen yang dibutuhkan melalui udara bersih. Udara bersih berati udara yang tidak tercemar,sehingga kualitas udara terjaga dengan baik.Dengan udara yang bersih akan diperoleh pernapasan yang sehat. Udara bersih merupakan kebutuhan mutlak bagi kelangsungan hidup manusia. Udara bersih banyak mengandung oksigen. Semakin banyak jumlah penduduk berarti semakin banyak oksigen yang diperlukan. Bertambahnya pemukiman, alat transportasi, dan kawasan wisata yang menggunakan bahan bakar fosil (minyak bumi, bensin, solar, dan lain-lain) mengakibatkan kadar CO2 dan CO di udara semakin tinggi. Berbagai kegiatan industri juga menghasilkan gas-gas pencemar seperti oksida nitrogen (NOx) dan oksida belerang (SOx) di udara. Zat-zat sisa itu dihasilkan akibat dari pembakaran yang tidak sempurna. Jadi dapat dipahami bahwa semakin tinggi kepadatan penduduk, maka kebutuhan oksigen semakin banyak. Oleh karena itu pemerintah kota di setiap wilayah gencar mengkampanyekan penanaman pepohonan. Selain sebagai penyejuk dan keindahan, pepohonan berfungsi sebagai hutan kota untuk menurunkan tingkat pencemaran udara. 3. Kebutuhan Air Bersih
Air merupakan kebutuhan mutlak makhluk hidup. Akan tetapi, air yang dibutuhkan manusia sebagai makhluk hidup adalah air bersih. Air bersih digunakan untuk kebutuhan penduduk atau rumah tangga sehari-hari. Bersih merupakan air yang memenuhi syarat kualitas yang meliputi syarat fisika ,kimia ,dan biologi. Syarat kimia yaitu air yang tidak mengandung zat-zat kimia yang membahayakan kesehatan manusia. Syarat fisika yaitu air tetap jernih (tidak berubah warna), tidak ada rasa, dan tidak berbau. Syarat biologi yaitu air tidak mengandung mikrooganisme atau kuman-kuman penyakit. 4. Pencemaran Lingkungan Di daerah yang padat, karena terbatasnya tempat penampungan sampah, seringkali sampah dibuang di tempat yang tidak semestinya, misalnya di pinggiran gang. Akibatnya timbul pencemaran air dan tanah. Air dari sampah itu merembes masuk kedalam aliran tanah dan air. Kebutuhan transportasi juga bertambah sehingga jumlah kendaraan bermotor meningkat. Hal ini akan menimbulkan pencemaran udara dan suara. Jadi kepadatan penduduk yang tinggi dapat mengakibatkan timbulnya berbagai pencemaran lingkungan dan kerusakan ekosistem. b. Dampak Kurangnya Intensitas Cahaya pada Permukiman Padat a. Keadaan Lingkungan Dikarenakan bangunan yang tinggi tersebut membuat jalan di terutama gang-gang kecil menjadi gelap dikarenakan cahaya tidak sampai masuk ke sekitaran gang. Hal ini menyebabkan jalan gang menjadi lembab dan gelap b. Timbulnya Penyakit Hal ini disebabkan daerah tersebut basah,lembab,dan gelap yang menjadi sarang beberapa binatang seperti lalat,nyamuk,kecoa,tikus dan lain lain. Binatang tersebut dapat sebagai pembawa penyakit jika
binatang tersebut mencemari makanan-minuman yang dikonsumsi manusia sehingga dapat menimbulkan penyakit malaria jika terkena gigitan nyamuk, diare dan alergi jika terkena oleh lalat atau tikus, dll.
5. Kebersihan fasilitas umum Dilihat dari segi fisik, kota adalah suatu pemukiman mempunyai bangunan- bangunan perumahan yang berjarak relatif rapat dan yang
mempunyai sarana- sarana dan prasarana-prasarana serta fasilitas-fasilitas yang relatif memadai guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan penduduk. Dapat dilihat yang utama disini ialah gedung-gedung dan bangunan-bangunan yang letaknya berdekatan, dan memiliki sarana dan prasarana umum seperti jalanan, air dan penerangan, sarana ibadah, 5 pemerintahan, rekreasi dan olahraga, ekonomi, komunikasi, serta lembagalembaga yang mengatur kehidupan bersama penduduknya Keberadaan pengunjung di suatu tempat umum sangat berdampak pada tingkat kebersihannya. Pengunjung yang datang setiap harinya akan meninggalkan sisa- sisa sampah, terlebih lagi jumlah pengunjung yang datang di tiap harinya tentu berbeda. Misalnya pada akhir pekan, pengunjung di ruang publik kota lebih ramai dari hari biasanya, hal ini bisa terjadi mengingat masyarakat kota disibukkan oleh urusan masing-masing. Pada akhir pekan dengan jumlah pengunjung yang semakin ramai maka diharapkan pengunjung memiliki kesadaran akan pentingnya mejaga kebersihan ruang publik sebagai fasilitas kota
Fasilitas umum di wilayah pemukiman sekitar Malioboro dirasa masih perlu perhatian lebih, seperti toilet umum, sanitasi, serta fasilitas pengolahan makanan yang masih kurang dari kategori bersih dan sehat sehingga dapat menjadi sarana penular penyakit. Fasilitas umum yang kotor dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti penyakit cacingan, terjadi ketika fasilitas jamban yang kurang layak, tanah yang terkontaminasi telur cacing dapat terbawa oleh kaki atau alas kaki. Penyakit disentri, terjadi ketika buruknya fasilitas sanitasi dan fasilitas pengolahan makanan yaitu saat mengkonsumsi makanan atau air yang terkontaminasi tinja dan mengandung kista amoeba. Penyakit diare, disebabkan oleh penggunaan papan alas pemotong daging yang tidak bersih. Penyakit demam berdarah dengue (DBD), apabila terdapat kubangan air yang tidak pernah diganti airnya sehingga menjadi sarang nyamuk DBD.
6. Penggunaan air cuci piring berulang pada penjual kaki lima disekitar pemukiman Pemukiman Malioboro merupakan daerah dengan peminat wisatawan yang tinggi. Dengan wisatawan yang silih berganti tiap harinya, warga di
pemukiman Malioboro banyak memanfaatkannya sebagai peluang bisnis, penginapan, toko-toko, dan salah satunya adalah pedagang kaki lima. Ketika melewati pemukiman warga, banyak pedagang kaki lima yang menjual makanan cepat saji, gorengan, yang disajikan di sepanjang jalan. Dari pengamatan yang telah dilakukan, kesadaran warga akan sanitasi masih rendah, tidak sedikit pedagang yang menggunakan air cuci secara berulang yang tentu menyebabkan timbulnya penyebaran penyakit bagi pengunjung yang mengonsumsi makanan tersebut. Lokasi pedagang pun berdekatan dengan pembuangan sampah yang menyebabkan timbulnya lalat. Air cucian yang secara berulang memiliki potensi besar penyebaran penyakit, hal tersebut sangat dikhawatirkan apabila salah satu pengunjung yang membeli makanan merupakan salah satu pengidap penyakit menular seperti hepatitis yang bisa menular pada pengunjung lainnya yang mengonsumsi makanan dengan tempat yang sama akibat air cucian secara berulang.
B. Pembahasan Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008, dijelaskan bahwa ruang terbuka hijau adalah suatu area terbuka baik memanjang ataupun mengelompok yang menjadi tempat tumbuh dan hidupnya berbagai tanaman. Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan pada pemukiman diantara jalan pasar kembang, jalan sosrowijayan dan jalan dagen terjadi kekurangan ruang terbuka hijau. Kurangnya ruang terbuka hijau pada suatu wilayah akan menimbulkan permasalahan kesehatan di wilayah tersebut. Salah satu masalah yang terjadi adalah pencemaran udara yang meningkat karena tidak tercapainya keseimbangan lingkungan pada kota tersebut. Terutama pemukiman tersebut terletak di pusat kota yogyakara yang selalu pada akan kendaraan yang berlalu lalang. Beberapa contoh penyakit yang dapat menyerang manusia akibat banyaknya pencemar di udara:
a. penyakit asma terjadi akibat pencemaran udara. Penyakit yang menyerang secara tiba-tiba itu terjadi karena peradangan paru-paru yang diakibatkan oleh udara tercemar yang dihirup seseorang. b. Bronchopneumonia dan COPD, chronicle obstructive pumonary dieses (penyempitan saluran pernapasan). Bronchopneumonia biasanya dialami oleh anak-anak. Hal ini biasanya terjadi karena virus yang 'bersembunyi' dalam polusi udara yang masuk pada saluran pernapasan. c. Infeksi saluran pernapasan atas atau ispa menyebabkan seseorang tidak bisa bernapas dengan baik. Biasanya penyakit ini menyerang seseorang mulai dari hidung, tenggorokan dan paru-paru. d. Paru-paru basah atau pneumonia, terjadi karena adanya infeksi yang memicu inflamasi pada salah satu atau kedua kantong paru-paru. Biasanya penderita penyakit itu akan mengalami pembengkakan paru-paru yang berisi cairan. e. Jantung coroner. Polusi udara justru berpengaruh pada kesehatan jantung. Penyakit tersebut biasanya disebabkan karena jantung tidak mendapatkan asupan oksigen yang cukup. Gejalanya diawali dengan nyeri pada bagian dada. Masalah lingkungan lain yang terjadi akibat kurangnya ruang terbuka hijau pada suatu kota adalah menurunnya ketersediaan air tanah. Pada umumnya, air tanah akan tersedia jika ada area tanah terbuka, sehingga air hujan dapat menembus hingga lapisan tanah yang lebih dalam yang dapat menampung air. Ditambah lagi disekitar pemukiman tersebut dikelilingi oleh banyak hotel yang menggunakan air tanah sebagai sumber airnya, hal inimeresahkan warga sekitar yang menggunakan air sumur sebagai sumber air utama. Pendapat tersebut dikemukakan oleh salah seorang warga yang kami wawancarai yaitu pak Nonot (49) pemiliki sebuah penginapan. Pada pemukiman yang pada seperti pada wilayah yang diamati, hampir setiap rumah memiliki sumur sendiri. Dengan posisi rumah yang saling berdempetan, mengindikasikan posisi septic tank yang saling berdekatan pula. Hal ini dapat menyebabkan tercemarnya air sumur yang digunakan warga. Dalam kasus ini peyebaran penyakit dapat dicegah dengan adanya sumber air dari PDAM yang telah
terjamin baku mutunya, tetapi warga tetap memilih menggunakan air sumur karena lebih ekonomis karena sumber mata pencaharian warga sekitar adalah menyewakan kamar/rumah untuk keperluan wisata. Ruang terbuka hijau yang sedikit juga dapat mengganggu kesehatan masyarakat secara psikis atau psikologis. Kesehatan psikologis yang baik dapat tercapai jika kebutuhan sosial manusia terpenuhi. Salah satu kebutuhan sosial manusia adalah berinteraksi satu sama lain, dimana kebutuhan ini dapat tercapai jika terdapat ruang yang cukup untuk berinteraksi satu sama lain, salah satunya ruang terbuka hijau. Sehingga, jika ruang terbuka hijau yang ada sedikit, ruang untuk berinteraksinya pun akan terbatas sehingga tidak akan tercapai kebutuhan sosial manusia yang optimal, sehingga tidak tercapainya juga kesehatan psikologis yang baik pada lingkungan masyarakat tersebut. Salah satu gangguan kesehatan psikologis yang lain adalah timbulnya stres, pada umumnya stres dapat timbul, jika seseorang mengalami kepenatan atau kejenuhan terhadap hal tertentu, misalnya karena pekerjaan mereka yang membosankan ditambah keadaan kota yang terlalu padat seperti terjadinya kemacetan. Salah satu penyebab hal ini terjadi adalah kurangnya ruang terbuka hijau pada suatu kota atau wilayah. Hal itu dapat dijelaskan dari fungsi lain adanya ruang terbuka hijau di suatu kota, yaitu dapat menjadi tempat yang mudah diakses masyarakat karena jaraknya yang dekat untuk sekedar melepas kepenatan setelah bekerja terlalu lama. Karena, secara psikologis tanaman atau pohon yang berwarna hijau pada ruang terbuka hijau dapat memberikan efek tenang dan nyaman bagi seseorang yang melihatnya. Potensi penyakit diatas dapat diatasi dengan beberapa cara yaitu :
Promosi kesehatan yaitu dengan memberi pengarahan ke warga sekitar untuk membentuk ruang terbuka hijau dengan menggunakan pot bunga yang menggunkan ruang lebih kecil.
Perlindungan khusus yaitu dengan memberikan perlindungan terutama pada lansia dan anak-anak yang rentan terjangkit.
Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dan cepat merupakan langkah pertama ketika seseorang telah jatuh sakit. Tentu saja sasarannya adalah orang-orang yang telah jatuh sakit, agar sakit yang dideritanya dapat segera diidentifikasi dan secepatnya pula diberikan pengobatan yang tepat. Tindakan ini dapat mencegah orang yang sudah sakit, agar penyakinya tidak tambah parah.
Pembatasan Kecacatan, Kecacatan yang ditakutkan terjadi disebabkan pengobatan kepada penderita tidak sempurna. Adapun pembatasan kecacatan terkesan membiarkan penyakit menyerang dan membuat cacat si penderita, baru kemudian diambil tindakan.
Selanjutnya yang terakhir adalah tahapan rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan tahapan yang sifatnya pemulihan. Ditujukan pada kelompok masyarakat yang dalam masa penyembuhan sehingga diharapkan agar benar- benar pulih dari sakit sehingga dapat beraktifitas dengan normal kembali.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 1. Kondisi pemukiman penduduk di sekitar Malioboro yakni kawasan padat penduduk dimana terdapat banyaknya bangunan tinggi sehingga kurang intensitas sinar matahari. Masih kurangnya ruang terbuka hijau karena banyaknya bangunan homestay, perhotelan, atau rumah warga sekitar. Banyaknya AC yang digunakan oleh masyarakat terkhusus pada hotel-hotel sehingga meningkatkan suhu udara didaerah sekitarnya. Sampah serta fasilitas umum seperti toilet dan sanitasi juga masih kurang diperhatikan oleh warga sekitar, serta kurang pedulinya terhadap kesehatan oleh penjual-penjual di sekitar pemukiman Malioboro. 2. Potensi penyebaran penyakit di pemukiman penduduk di dekitar Malioboro yakni bisa berdampak pada psikis dan psikologis warga karena kurangnya ruang terbuka hijau. Penyakit infeksi saluran pencernaan penyebab penyakit kulit dikarenakan sampah yang kurang dipedulikan. Susah bernafas, sakit tenggorokan akut, gangguan penglihatan, nyeri perut akut, bengkaknya tenggorokan, hidung, bibir, lidah, seperti terbakar, mata seperti terbakar, infeksi kerongkongan, muntah darah, darah dalam feses, detak jantung tidak normal disebabkan dari gas CFC pada AC. Timbulnya penyakit DB karena dampak kurangnya intensitas cahaya pada permukiman padat seingga tempat menjadi lembab. Penyakit cacingan, penyakit disentri, penyakit diare yang bisa disebabkan oleh fasilitas umum yang tidak bersih. Serta penyakit diare, influenza, dan hepatitis yang disebabkan oleh penggunan air cuci piring berulang pada penjual kaki lima di sedkitar pemukiman daerah Malioboro.
DAFTAR PUSTAKA Drakakis-Smith. 2000. Third World Cities. London: Routledge, 11 New Fetter Lane Kleniewski, N. 2006. Cities, Change and Conflict: A Poltitical Economy of Urban Life. USA: 3rd Thomson Wadworth Belmont, CA. Pacione, M. 2001. Urban Geography a Global Perspective. London: Routledge.