Makalah Ekenomi Energi Listrik.docx

  • Uploaded by: Nurhadits Carellaa
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Ekenomi Energi Listrik.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,692
  • Pages: 16
MAKALAH EKONOMI ENERGI LISTRIK DAMPAK ENERGI LISTRIK TERHADAP INFLASI

Disusun Oleh : Muhammad Rifai Risaldi Muh. Nasrul Wahyudi Syawal Nurhadits Carella Aryandani Nurhidayanti Marwa

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO TAHUN AKADEMIK 2018/2019

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi. Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Makassar, 16 Maret 2019

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar Daftar Isi BAB I Pendahuluan Latar Belakang…………………………………………………………………. Rumusan Masalah……………………………………………………………… Tujuan Penilitian……………………………………………………………….. BAB II Pembahasan Fungsi listrik bagi masyarakat…………………………………………………. Kenaikan tarif dasar listrik I. Pelanggan rumah tangga…………………………………………... II. Kelompok pelanggan kelas bisnis………………………………… III. Kelompok pelanggan industri……………………………………... Dampak-dampak kenaikan tarif dasar listrik………………………………….. Sikap pemerntah dalam mengatasi dampak kenaikan TDL…………………… BAB III Penutup Kesimpulan……………………………………………………………………. Saran…………………………………………………………………………… Daftar Pustaka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Memang serba susah menjadi pelanggan listrik PLN di negeri ini. Pasalnya, selain pelayanannya masih buruk dan kurang memuaskan masyarakat, ia seringkali ada pemadaman listrik (byar pet). Padahal listrik merupakan salah satu kebutuhan utama masyarakat Indonesia. Dengan adanya listrik proses produksi yang dilakukan oleh industriindustri di Indonesia menjadi lebih cepat, efektif dan efisien. Karena posisinya yang begitu sentral itu, maka apapun kondisi atau sesuatu yang timbul dari listrik akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat, termasuk tarifnya. Sehingga, kebijakan pemerintah menaikkan TDL sekitar 10% hingga 15%, seperti kebijakan yang akan berlaku mulai awal Juli ini menambah beban bagi sebagian besar rakyat yang sebenarnya sudah sangat berat. Hal ini terjadi sebagai akibat meningkatnya biaya produksi di dunia usaha dan pada akhirnya akan memicu inflasi dalam negeri. Walaupun kenaikan TDL tidak memberikan efek besar dalam inflasi, yaitu diperkirakan hanya 0,36-0,4%, namun dengan adanya kenaikan TDL tersebut, kebutuhan masyarakat akan berbagai jenis barang produksi, baik produksi makanan ataupun lainnya akan mengalami kenaikan harga akibat produsen menaikkan harga jual. Hal ini akan terus berlanjut karena pertengahan bulan Mei sebagian besar warga negara Indonesia yang mayoritas muslim akan menjalani bulan Ramadhan dan diikuti dengan hari raya Idul Fitri. Otomatis dengan berbagai kondisi tersebut, kebutuhan akan barang-barang pokok akan melambung tinggi dan inflasi-pun akan semakin tak terhindarkan.

Rumusan Masalah 1. Apa fungsi listrik bagi masyarakat? 2. Bagaimana kenaikan tarif dasar listrik? 3. Apa dampak-dampak kenaikan tarif dasar listrik? 4. Bagaimana sikap pemerintah dalam mengatasi dampak kenaikan TDL? Tujuan Penelitian 1. 2. 3. 4.

Untuk mengetahui fungsi listrik bagi masyarakat Untuk mengetahui bagaimana kenaikan tarif dasar listrik Untuk mengetahui dampak-dampak kenaikan tarif dasar Untuk mengetahui sikap pemerintah dalam mengatasi dampak kenaikan TDL

BAB II PEMBAHASAN

A. Fungsi Listrik Bagi Masyarakat Listrik, dapat dikategorikan dalam barang yang “menguasai hajat hidup orang banyak”, sebagaimana ketentuan pasal 33 UUD 1945. Di dalam ilmu ekonomi listrik bisa menjadi barang publik atau barang swasta, karena ia bisa diproduksi oleh Negara atau perusahaan. Di negara yang menjunjung tinggi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ini, menyebabkan listrik diproduksi oleh Negara. Di dalam sistem perekonomian sosialis, sebagian besar barang-barang swasta dihasilkan oleh pemerintah. Berbeda dengan sistem perekonomian liberal dimana sebagian besar barang-barang publik dihasilkan oleh sektor swasta. Sedangkan di dalam sistem ekonomi Indonesia yang mengedepankan keadailan sosial, pemerintah beserta aparatur negara harus menghitung dititik mana sumbersumber ekonomi yang ada dihasilkan seoptimalkan mungkin sehingga tujuan masyarakat adil dan makmur tercapai. Memang listrik bukanlah barang yang murni bersifat public goods, dalam arti tidak ada seorangpun yang mau membayar jika menggunakan barang tersebut. Jadi, jika sekian orang menggunakan listrik kemudian ada satu orang lagi yang menggunakan listrik maka tambahan satu orang ini tidak menambah biaya. Maka dari pengertian di atas, listrik bisa dimasukkan kedalam kategori quasi public goods yang artinya seseorang harus mengorbankan pendapatannya guna menikmatinya. Karena biaya yang ditanggung sektor kelistrikan ini begitu besar, maka timbullah sifat monopoli ilmiah dimana hanya perusahaan Negara yang mampu menyelenggarakannya. Listrik merupakan komoditi yang mempunyai kekhususan-kekhususan tertentu yang tidak semua orang atau perusahaan dapat melakukannya. Pertama, adalah vitalnya, sehingga merupakan jasa publik yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Kedua, adalah sifatnya, yang merupakan natural monopoly, karena distribusi dan transmisinya yang tidak dapat dilakukan oleh banyak perusahaan sekaligus di dalam persaingan.

Makanya, PLN (Perusahaan Listrik Negara) menjadi salah satu BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang bergerak dalam bidang kelistrikan dan bertujuan menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi. PLN adalah monopolis bidang kelistrikan yang diberikan hak oleh pemerintah untuk melakukan monopoli. Monopoli jenis ini adalah monopoli yang tidak diusahakan untuk mendapatkannya, melainkan adalah monopoli yang diberikan. Kebutuhan energi listrik dari waktu ke waktu makin bertambah, seiring dengan pertambahan penduduk, perkembangan industri, perluasan wilayah, serta perkembangan teknologi dan kemajuan peradaban manusia. Peningkatan kebutuhan energi tersebut tidak disertai dengan peningkatan daya yang diproduksi pihak perusahaan, sehingga mengakibatkan banyak daerah tidak mampu memenuhi kebutuhan energi sesuai dengan keperluannya. Hal ini kemudian menjadi sangat ironis ketika pemerintah justru menaikkan TDL.

B. Kenaikan Tarif Dasar Listrik Rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) sudah mulai terdengar sejak awal bulan April 2010 melalui pernyataan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jacobus Purwono. Beliau menyebutkan bahwa pemerintah berencana menaikkan tarif dasar listrik (TDL) bagi golongan daya 450-900 VA sebesar 10%, sementara bagi pelanggan di atas 900 VA atau menengah ke atas (konsumsi mulai dari 1.300 VA) akan terkena kenaikan dengan rerata 14%-18%. Kenaikan TDL yang rencananya diberlakukan mulai awal Juli 2010 tersebut tidak berlaku bagi pelanggan kecil (450-900 VA) yang konsumsi listriknya di bawah 30 kWh per bulan. Sedangkan bagi pelanggan menengah ke atas (di atas 900 VA) tanpa pengecualian konsumsi listriknya dikenakan kenaikan.

Berikut lebih jelasnya rincian kenaikan TDL baru yang bakal diterima pelanggan listrik per 1 Juli 2010 mendatang: I. Pelanggan Rumah Tangga (R) 1. Pelanggan R1 daya 1.300VA, rata-rata pemakaian listrik 200 kWh/bln, biaya pokok produksinya Rp1.163 per kWh, TDL sebelum naik rata-rata Rp672 per kWh, rata-rata kenaikan TDL ditetapkan sebesar 18%. Dengan demikian tarif baru yang mulai berlaku per 1 Juli mendatang rata-rata mencapai Rp793 per kwh. 2. Pelanggan Rumah Tangga R1, daya 2.200 VA, pemakaian listrik rata-rata 355 kwh per bulan, besaran biaya pokok produksi (BPP) Rp1.163 per kwh, TDL ratarata sebelum naik Rp675 per kwh. Rata-rata kenaikan 18%, sehingga tarif baru sesudah naik rata-rata jadi Rp797 per kwh. 3. Pelanggan Rumah Tangga R2, daya 3.500 VA sampai dengan 5.500VA, ratarata pemakaian listrik 636 kwh/bln, BPP mencapai Rp1.163/kwh, harga sebelum naik Rp755 per kwh, dengan kenaikan sebesar 18%, maka tarif baru menjadi Rp891/kwh. II. Kelompok Pelanggan Kelas Bisnis (B) 1. Untuk B1, daya 1.300 VA, rata-rata pemakaian 198kwh/bln, BPP Rp1.163/kwh, harga sebelum naik Rp685/kwh, naik sebesar 16%, sehingga harga tarif baru menjadi Rp795/kwh. 2. Untuk B2, daya 2.200 VA-5.500VA. Rata-rata pemakaian 307 kwh/bulan, BPP Rp1.163/kwh, harga sebelum naik Rp782/kwh, naik 16%, tarif sesudah naik menjadi Rp907/kwh. 3. Untuk B3, di atas 200 KVA, rata-rata pemakaian 212,249, BPP 839/kwh, harga sebelum Rp811/kwh, naik 12%, tarif sesudah naik menjadi Rp908/kwh. III. Kelompok Pelanggan Industri (I) 1. Pelanggan I1, daya 1.300 VA, rata-rata pemakaian 178kwh/bln, BPP 1.163/kwh, tarif sebelum Rp724/kwh, dengan kenaikan 6%, maka tarif baru menjadi Rp767/kwh. 2. Pelanggan I2, daya 2.200 VA, rata-rata pemakaian 273 kwh per bulan, BPP Rp1.163/kwh, tarif sebelum naik Rp746/kwh, kenaikan 6%, maka tarif sesudah naik menjadi Rp790/kwh.

3. Pelanggan I3, daya 2.200VA sampai dengan 14 KVA, rata-rata pemakaian 872/kwh/bln, BPP Rp1.163, tarif sebelum naik Rp872/kwh, kenaikan 9%, maka tarif baru menjadi Rp916/kwh. 4. Pelanggan 14 KVA sampai dengan 200 KVA, rata-rata pemakaian per bulan 11.342, BPP Rp839/kwh, tarif sebelum naik Rp805/kwh, kenaikan 9%, tarif baru Rp878/kwh. 5. Pelanggan di atas 200 KVA, rata-rata pemakaian per bulan 314.435, BPP Rp 839/kwh, TDL sebelum naik Rp641/kwh, kenaikan 15%, tariff baru menjadi Rp737/kwh. 6. Pelanggan di atas 30.000, rata-rata pemakaian 16.592.651, BPP Rp718/kwh, tarif sebelum naik 529/kwh, kenaikan 15%, tarif baru menjadi Rp608/kwh. Persetujuan kenaikan TDL dicapai dalam rapat kerja Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM Darwin Saleh yang dipimpin Ketua Komisi VII DPR Teuku Riefky Harsya di Jakarta hari Selasa tanggal 15/6/2010. Persetujuan Komisi VII DPR tersebut merupakan tindak lanjut UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang APBN Perubahan 2010. Sesuai Pasal 8 UU 2 Tahun 2010, alokasi anggaran subsidi listrik ditetapkan Rp55,1 triliun dengan asumsi TDL dinaikkan rata-rata 10 persen mulai 1 Juli 2010 untuk menutupi kekurangan subsidi Rp4,8 triliun. Dengan kenaikan 15 persen saja, pemerintah masih harus menambah subsidi listrik dari Rp 37,8 triliun dalam APBN 2010 menjadi Rp 54,5 triliun dalam RAPBN-P 2010. Namun jika TDL batal dinaikkan, maka subsidi akan bertambah Rp 7,3 triliun.

C. Dampak-Dampak Kenaikan Tarif Dasar Listrik Hal yang menarik untuk dikaji berkenaan dengan kenaikan TDL adalah dampak yang akan ditimbulkan terhadap kondisi ekonomi pelanggan kecil. Secara langsung, dampak kenaikan TDL tercermin dari meningkatnya angka inflasi. Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya hargaharga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar. Ia dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat atau adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10% - 30% setahun; inflasi berat antara 30% - 100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun. Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan dan desakan biaya produksi. 1. Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment.

2. Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input) sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik. Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu; kenaikan harga, misalnya bahan baku; dan kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.

P

S

P

S1 S

P1 Pe

P1 Pe D D1 Q qo q1

Q q1 qo

Kenaikan harga dari harga keseimbangan seperti terlihat pada gambar diatas akan menyebabkan inflasi, inflasi dapat terjadi karena demand pull inflation akibat kenaikan konsumsi, dan investasi. Selain itu, inflasi dapat terjadi karena cost push inflation seperti kenaikan faktor faktor produksi seperti modal,tenaga kerja, bahamn bakar, dan lain-lain.Inflasi yang diakibatkan oleh demand pull inflation memperlihatkan karakteristik bergesernya kurva penawaran dari D ke D1 sehingga harga lebih tinggi dari harga keseimbangan Pe. Inflasi ini berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi meningkatnya kegiatan produksi dari qo menjadi q1. Sebaliknya, inflasi karena cost push inflation menunjukkan kurva penawaran yang bergeser dari S ke S1 sehingga harga naik ke P1. Inflasi ini mempengaruhi turunnya kegiatan produksi dari qo menjadi q1. Analisis diatas berguna untuk melihat seberapa besar dampak kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang diakibatkan oleh demand pull inflation dan cost push inflation. Disamping itu, kerangka kerangka konseptual diatas dapat mengestimasi dampak kenaikan TDL terhadap kegiatan produksi baik oleh rumah tangga maupun industri dan jasa.

D. Sikap Pemerintah Dalam Mengatasi Dampak Kenaikan TDL Kebijakan deregulasi dan debirokratisasi perlu lebih ditajamkan hingga menyentuh pada persoalan mendesak. Disamping itu, percepatan restrukturisasi sektor perbankan mutlak dilakukan guna mendukung bergeraknya sektor riil. Dengan demikian, dampak negatif kenaikan TDL pada perekonomian dapat direduksi dengan jalan penciptaan iklim usaha yang lebih favourable. Hal yang perlu mendapat perhatian juga adalah perlunya PLN melakukan sosialisasi sebelum kenaikan TDL diberlakukan kepada seluruh sektor, khususnya kepada sektor industri tekstil yang paling banyak menggunakan tenaga listrik dan tenaga kerja. Sosialisasi tersebut sangat penting untuk menghadapi masalahmasalah yang terjadi. Selama ini kenaikan TDL lebih cenderung dilakukan secara mendadak bahkan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu. Beberapa pengusaha mengeluh karena mereka tidak bisa melakukan antisipasi sebelumnya. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah terlebih dahulu melakukan sosialisasi kenaikan TDL tersebut dengan mengadakan seminar/diskusi dengan dunia usaha sehingga perusahaan bisa melakukan tindakan antisipasi untuk produk berikutnya. Seharusnya, masalah krisis listrik bukan diatasi dengan menaikan tarif, tetapi secara bijak mencari energi alternatif. Walaupun jalan yang harus ditempuh pada akhirnya adalah dengan menaikkan tarif listrik, catatan penting bagi PLN selaku pemegang otoritas bidang kelistrikan adalah pelayanan yang lebih baik dan tidak adanya byar pet yang akan menghambat jalannya produksi dalam negeri, merugikan perusahaan khususnya dan masyarakat pada umumnya, Dampak dari kenaikan TDL tersebut akan semakin menghimpit masyarakat kecil karena akan memicu kenaikkan harga barang-barang. Sedangkan upah buruh maupun pegawai tidak mengalami kenaikan untuk menyesuaikan dampak kenaikan tersebut. Melihat fenomena tersebut di atas, semestinya pemerintah berperan dalam mengatur kegiatan perekonomian sehingga ia dapat melakukan kegiatannya dengan lebih stabil dan selalu menuju ke tingkat kesempatan kerja penuh. Seperti diketahui

berdasarkan

teori

Keynes,

tanpa

campur

tangan

pemerintah

perekonomian suatu negara tidak akan mencapai tingkat kesempatan kerja penuh

dan kestabilan kegiatan ekonomi tidak dapat terwujud. Akan terjadi fluktuasi kegiatan ekonomi yang lebar dari satu periode ke periode lainnya. Ini akan menimbulkan implikasi yang serius kepada kesempatan kerja dan pengangguran dan tingkat harga. Untuk menghindari masalah itu, Keynes menekankan perlunya campur tangan pemerintah. Apabila kita flashback dan mencermati UU tentang ketenagalistrikan No. 20 Tahun 2002, sebenarnya UU tersebut tidak hanya akan membuat tarif listrik mahal tetapi juga melemahkan peran negara dalam mengatur urusan rakyat, sebab UU ini hanya mengizinkan pemerintah sebagai regulator. UU ini melanggengkan penjarahan atas kekayaan negeri ini. Ujung semua ini adalah pengalihan aset negara ke pihak asing. Pemerintah telah mentransaksikan nasib rakyat dengan kepentingan kelompok. Kiranya mereka lupa bahwa BUMN itu dibangun dengan uang rakyat sudah seharusnya berfungsi untuk menjamin pemenuhan kebutuhan hak dasar rakyat. Sekali lagi, pemerintah perlu berhitung lebih cermat tiap kali akan menaikkan TDL. Kebijakan menaikkan TDL perlu dibarengi dengan pelayanan yang lebih baik, tidak ada pemadaman bergilir (byar pet), dan perbaikan usaha penyediaan lapangan kerja yang diharapkan berdampak pada peningkatan pendapatan terutama pada masyarakat paling bawah. Tanpa usaha tersebut kenaikan TDL akan berdampak negatif karena akan menurunkan pendapatan riil masyarakat. Kenaikan TDL bukan satu-satunya solusi untuk mengurangi subsidi, tapi harus diikuti dengan langkah-langkah terobosan berupa peningkatan efisiensi dari produk listrik, baik efisiensi dalam overhead cost yang masih harus ditekan maupun direct cost.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Dari sedikit pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dengan dalih apapun, tetap saja tidak memihak rakyat terutama golongan menengah ke bawah. Dampak kenaikan tersebut secara langsung akan menggerus pendapatan masyarakat kecil dan juga akan memicu inflasi di Indonesia walaupun tidak begitu besar. Inflasi akan terjadi akibat dari kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok dan barang-barang substitusi yang disebabkan kenaikan TDL yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2010. Pemerintah hendaknya mempertimbangkan dampak tidak langsung dari “kebijakan” menaikkan TDL, bukan hanya dampak langsung yang hanya diperhitungkan. Karena justru dampak tidak langsung inilah yang cukup menyengsarakan rakyat kecil dan itu akan berlangsung lebih lama. B. Saran Di harapkan bagi para pembaca sekalian bila menambahkan atau menyarankan sesuatu dapat di sampaikan kepada penulis langsung agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Rasyidi, Suherman, Pengantar Teori Ekonomi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Sukirno, Sadono, Makro Ekonomi Modern; Perkembangan Pemikiran Dari Klasik Hingga Keynesian Baru, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005. ................, “Kenaikan TDL Pasti Akan Menambah Beban Rakyat Kecil”, dalam http://bataviase.co.id/node/235859. (16 Maret 2019). ………, “Daftar Kenaikan Tarif Listrik per 1 Juli 2010”, dalam, http://oxana.blogdetik.com/2010/06/16/daftar-kenaikan-tarif-listrik-per-1-juli2010/. (16 Maret 2019) Djoko Purwanto, “Mewaspadai Dampak Kenaikan Harga BBM dan TDL”, dalam http://dipisolo.tripod.com/content/artikel/bbm_dan_tdl.htm. (16 Maret 2019). Sofjan Wanandi, “Tolak Kenaikan Tarif Listrik”, dalam http://www.sasak.net/nasional/ekonomi/42627-sofjan-wanandi-tolak-kenaikantarif-listrik.html. (16 Maret 2019). Hatta Radjasa, “Dampak Kenaikan TDL ke Industri Tidak Terlalu Besar”, dalam http://www.vibizdaily.com/detail/Bisnis/2010/06/22/hatta_dampak_kenaikan_tdl_ ke_industri_tidak_terlalu_. (16 Maret 2019). Muhammad Ma’ruf, Analisis Kecil-Kecilan Terhadap Kenaikan TDL, dalam http://ngedobos.blogspot.com/2010/03/analisis-kecil-kecilan-kenaikan-raif.html. (16 Maret 2019). UU No. 20 Tahun 2010 tentang “Ketenagalistrikan”, http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/uu/2002/20-02.pdf . (16 Maret 2019).

dalam,

Related Documents


More Documents from "Miranda Dwi Cendani"