ENERGI DAN LINGKUNGAN & KAITAN ENERGI DAN LINGKUNGAN TERHADAP PEMANASAN GLOBAL
DISUSUN OLEH: KELOMPOK 1 NAMA : RIZKI ARIA PUTRI VALENCIA TARA SITUMORANG
(061740411849) (061740411852)
KELAS : 4EGD DOSEN : IDA FEBRIANA , S.Si, M.T
JURUSAN TEKNIK KIMIA PROGRAM STUDI TEKNIK ENERGI POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 2018/2019
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Energi dan Lingkungan Hidup adalah dua hal yang saling berkaitan. Dimana keterkaitan ini menjadi suatu kunci untuk kelangsungan hidup manusia di muka bumi ini. Bagaimana energi yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan hidup serta bagaimana lingkungan hidup dapat menghasilkan energi yang baik yang nantinya dapat berguna untuk kehidupan kita sehari-hari. Energi merupakan suatu kekuatan atau tenaga yang dihasilkan untuk mempermudah kinerja bukan waktu yang mana energi selalu dibutuhkan oleh setiap makhluk hidup untuk membantu kinerjanya untuk melakukan sesuatu. Sedangkan Lingkungan Hidup merupakan suatu lingkup lingkungan yang didalamnya terdapat makhluk hidup maupun makhluk tidak hidup yang berasal dari alam. Lingkungan hidup menjadi tempat berkembangnya para makhluk hidup dan manusia sebagai makhluk hidup yang paling unggul memnafaatkan lingkungan hidup sebagai tempat mencari berbagai kebutuhan manusia sendiri.
2. Rumusan Masalah 1) Apa yang dimaksud dengan energi dan lingkungan? 2) Apa saja kaitan energi dan lingkungan terhadap pemanasan global?
3. Tujuan Penulisan 1) Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan energi dan lingkungan 2) Mengetahui kaitan energi dan lingkungan terhadap pemanasan global
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Energi Dan Lingkungan Ketika kita menghubungkan antara energi dan lingkungan hidup maka kita dapat memanfaatkan dua hal tersebut untuk membantu kita mendapatkan manfaat dari lingkungan dan energi yang ada. Sebagai contoh kita sebagai makhluk hidup yang konsumtif dan ketergantungan dengan yang namanya energi dan lingkungan memanfaatkan mata air untuk minum. Energi yang disebutkan diatas adalah energi yang berasal dari alam. Jika kita menggunakannya dengan benar dan bijaksana maka kelangsungan lingkungan hidup di sekitar kita juga dapat terjaga dengan baik. Untuk itu antara energi dan lingkungan hidup tidak bisa dipisahkan untuk kepentingan masing-masing. Dua hal ini harus saling keterkaitan dan kita sebagai manusia, harus menjaga kedua keterkaitan tersebut agar ekosistem di bumi ini dapat terjaga dengan baik.
1. Energi Energi sangat dibutuhkan untuk melakukan berbagai kegiatan. Menurut goldemberg dan lucon (2010), “energy may be defined as then capacity to produce work.work,in turn, is the result of the action of a force on the displacement of a body”. Berdasarkan kutipan ini dapat kita ketahui bahwa energi didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan usaha. Oleh karena itu, energi setara dengan usaha,satuannya pun sama dengan usaha. Dalam sistem satuan internasional,satuan energi adalah joule (J). Satuan energi lainnya adalah erg,kalori, dan kWh (kilowatt hours). Satuan kWh adalah satuan yang lebih besar biasanya digunakan untuk menyatakan besar energi listrik,sedangkan satuan kalori biasanya digunakan untuk energi kimia. Macam- Macam Energi : 1.
Energi Konvensional
Sumber energi konvensional merupakan sumber energi yang belum ditersentuh oleh teknologi yang ada atau belum diubah menjadi energi yang praktis, energi ini merupakan energi dalam bumi yang jumlahnya terbatas dan tidak dapat di perbaruhi lagi. Sumber energi ini cepat atau lambat akan habis dan berbahaya bagi lingkungan. Disebutkan bahwa energi ini tidak dapat diperbaruhi maksudnya adalah energi ini tidak dapat di regenerasi dalam waktu yang singkat. Lalu berbahaya bagi
lingkungan karena menimbulkan polusi udara,air dan tanah yang berdampak pada kelangsungan makluk hidup. Indonesia sendiri memiliki sumber energi konvensional berupa, dalam bentuk cairan (minyak), gas (gas alam) dan padat (batubara dan uranium). Saat ini ketersedian sumber energi konvesional berupa minyak sudah terbatas, gas alam yang cukup dan batubara yang masih sangat melimpah. 2.
Energi Non-Konvensional
Sumber energi non konvensional jelas sekali berbeda dengan energi konvensional, energi nonkonvensional sendiri merupakan energi yang dapat diperbarui dalam waktu singkat atau secara umum dikenal sebagai sumber energi yang dapat dengan cepat diperbaruhi secara alami. Selain waktu regenerasinya juga pada energi konvensional tidak tersentuh oleh teknologi sedangkan pada energi non konvensional melalui teknologi contohnya pembuatan aki, baterai, solar cell dan sejenisnya. Memang pada dasarnya energi non-konvensional merupakan energi yang berasal dari alam, hanya saja energi ini diolah kembali sehingga menjadi energi yang lebih praktis dan siap digunakan. Beberapa alternatif pengembangan sumber energi non-konvensional yang tujuannya digunakan untuk mengganti sumber energi konvensional. 1.
Energi matahari
Cahaya matahari dapat diubah menjadi energi listrik dengan cara menangkap cahaya matahari dengan beribu-ribu fotosel 2.
Energi Panas Bumi
Panas bumi yang pada daerah pegunungan merupakan panas yang bersumber dari magma. Bila didekat magma akan terdapat cadangan air, maka air itu akan panas dan menjadi sumber air panas 3.
Energi Angin
Energi ini dapat menjadi energi listrik dengan menggunakan kincir angin yang dihubungkan ke generator listrik Konvensional berdampak buruk bagi udara, air dan tanah sedangkan energi non-konvensional dibuat agar ramah terhadap lingkungan. a). Tenaga Listrik Salah satu bentuk energi sebagai sumber cahaya ialah energi listrik. Energi listrik adalah energi utama yang dibutuhkan oleh peralatan listrik,di mana energi ini tersimpan dalam arus listrik satuan amper (A), dan tegangan listrik dengan satuan volt (v) dengan ketentuan kebutuhan konsumsi daya listrik satuan Watt (w). Energi listrik banyak digunakan untuk lampu penerangan,memanaskan dan menghangatkan makanan. Selain itu energi listrik juga digunakan untuk
menggerakkan peralatan mekanik untuk menghasilkan bentuk energi yang lain. Energi listrik yang di hasilkan bisa dari berbagai sumber seperti batu bara, minyak, matahari, panas bumi, angin, gelombang dan nuklir. Berikut adalah penjelasan mengenai sumber energi listik yang biasa kita manfaatkan sehari-hari: 1. Minyak Diesel menggunakan minyak sebagai bahan bakar untuk menghasilkan tenaga listrik. Minyak dapat dengan mudah ditemukan di Indonesia karena kaya akan dengan sumber daya. Generator diesel atau genset banyak digunakan di Indonesia yang masih kekurangan akan pasokan listrik, terutama di daerah-daerah. Minyak adalah salah satu sumber daya yang tidak dapat diperbaharui mengingat butuh jutaan tahun untuk memprosesnya, alternative lainnya adalah mencari alternative energi lain. 2. Angin Angin adalah salah satu sumber energi listrik yang didapatkan secara gratis, namun dalam perakteknya kita memerlukan pembangkit listrik/ turbin yang cukup besar untuk dapat energi dari angin tersebut. Pembangkit ini memerlukan tempat yang lapang dan memiliki kualitas angin yang kencang. Energi angin banyak di manfaatkan didaerah pegununggan. 3. Matahari Energi matahari adalah energi terbaharukan yang sangat di manfaatkan sebagai pengganti energi minyak. Energi matahari menggunakan panel surya sebagai media. Energi matahari sangat tidak terbatas, namun butuh biaya yang cukup besar untuk membangun reaktornya. Energi ini tidak bias digunakan ketika cuaca sedang mendung= atau berawan. 4. Gelombang Energi ini memanfaatkan gelombang laut atau ombak yang ada di laut untuk menghasilkan energy listrik. Energy ini sangat baik untuk lingkungan karena tidak menimbulkan polusi. Hal yang dibutuhkan untuk mengambil energi ini adalah sebuah reactor. Energi yang di hasilkan tergantung kekuatan ombak, energi ini hampir sama dengan energi angin. 5. Nuklir Nuklir merupakan salah satu sumber energi yang maha dasyat. Selain sebagai pembangkit listrik nuklir juga digunakan pada senjata-senjara modern saat ini. Hal baik pada energy nuklir adalah dengan menggunakan sedikit bahan dapat dapat menghasilkan energy yang cukup besar. Kelemahan nuklir adalah tidak boleh terjadi kesalahan atau kecelakaan kerja karena bias menjad bencana yang cukup besar. Nuklir harus ditangani oleh orang-orang yang sudah mempunyai kualifikasi
dibidangnya. Perlu perhatian lebih jika suatu Negara ingin menggunakan energi tersebut. 6. Batu Bara Batu baru sangat mudah di temukan, banyak sekali Negara penghasil batu bara yang akhirnya memanfaatkannya sebagai energy listrik. Batu bara sebenarnya sangat tidak ramah lingkungan, mengingat asap yang dihasilkan pada saat proses ini sangat berbahaya bagi kesehataan ozon dan lingkungan disekitarnya. pembangkit energi listrik ini mengkonsumsi energi primer untuk selanjutnya ditransformasikan menjadi energi final (listrik) yang antara lain dikonsumsi oleh sektor industri dan rumah tangga serta komersial. Diversifikasi energi di sektor ini cukup baik. BBM berkontribusi sebesar 26,2% dari pasokan energi primer; batubara mendominasi dengan 40,4%, sedangkan sisanya disumbang oleh tenaga air (13,3%), gas alam (11,2%), panas bumi (8,9%), dan biomassa (0,02%) [Ariati, 2008]. Maksimalisasi gas alam, tenaga panas bumi, dan biomassa (BBN dan limbah/sampah organik) akan semakin menurunkan peran BBM dalam pembangkitan listrik; yang berdampak pula pada penurunan emisi GRK. Peningkatan efisiensi pada pembangkit listrik bisa dilakukan, salah satunya melalui penerapan siklus kombinasi (combined cycle) antara PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) dan PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas). Pemanfaatan gas buang dari PLTG yang masih memiliki temperatur tinggi untuk menguapkan air di siklus PLTU akan menghasilkan efisiensi siklus gabungan yang sangat tinggi. Opsi lain untuk maksimalisasi energi PLTG adalah melaui kombinasi dengan siklus refrigerasi absorbsi. Teknik semacam ini telah diterapkan di Shinjuku Jepang; dari satu sumber energi (gas alam) dihasilkanlah listrik, air panas, dan air dingin untuk refrigerasi (pendingin dan pengkondisian udara). b). Energi Transportasi Minyak Bumi merupakan sumber energi fosil yang dimanfaatkan sebagai bahan baku kilang di dalam negeri dan untuk diekspor sebagai sumber devisa. Hasil kilang adalah BBM yang antara lain terdiri atas premium, minyak tanah, minyak solar (ADO), minyak diesel, dan minyak bakar yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan energi pada sektor pembangkit listrik, transportasi, industri, dan rumah tangga. Untuk Bahan Bakar Minyak pada sektor transportasi, pemakaian jenis BBM yang terbesar adalah Minyak Diesel. sehingga program diversifikasi energi pada sektor transportasi diharapkan dapat dioptimalkan untuk mengurangi beban energy dan ketersediaan Minyak Diesel melalui pemanfaatan biodiesel. Pemanfaatan biodiesel tersebut akan lebih diutamakan untuk sektor transportasi, walaupun pemakaian biodiesel untuk sektor pembangkit listrik dan industri juga tidak diabaikan. Sejak tahun 2000 biodiesel dari kelapa sawit sudah dipergunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor seperti kendaraan dinas dan traktor di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan dan terbukti tidak mempunyai masalah baik pada mesin maupun pada
kinerjanya. Secara teknis pilihan biodiesel dari kelapa sawit sebagai bahan bakar untuk sektor transportasi tidak mengalami kendala mengingat biodiesel mempunyai karakteristik yang sama dengan diesel, sehingga pemanfaatan biodiesel juga dapat sebagai bahan bakar penunjang diesel di sektor pembangkit listrik asalkan secara ekonomi bisa bersaing dengan diesel. Dari segi dampak lingkungan, biodiesel juga diketahui relatif bersih dari emisi bahan pencemar. Pemanfaatan biodiesel diharapkan bukan saja dapat mengurangi besarnya kebutuhan diesel yang dapat berdampak terhadap berkurangnya beban pemerintah atas subsidi, tetapi juga dapat mendukung program pemanfaatan energi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Peluang pemanfaatan biodiesel sebagai sumber energi di masa datang akan dianalisis berdasarkan proyeksi kebutuhan energi dan memproyeksikan kebutuhan biodiesel termasuk biaya pokok dari biodiesel di Indonesia di masa datang. Berdasarkan hasil tersebut dapat dianalisis kebutuhan luas perkebunan kelapa sawit serta produksi minyak sawit atau crude palm oil (CPO) sebagai bahan baku biodiesel di masa datang. Crude Palm Oil (CPO) yang diolah menjadi biodiesel dirasakan belum cukup memadai untuk memenuhi permintaan energy. Olehnya itu dalam memenuhi permintaan energi tersebut, pemerintah mencoba mengoptimalkan pohon jarak pagar (Jatropha curcas) sebagai program nasional yang dapat diolah menjadi biodiesel. Tanaman jarak pagar ini akan diproduksi oleh petani di pedesaan tidak hanya untuk memenhui persediaan energy tapi diharapkan juga mampu menampung pengangguran dan mengurangi kemiskinan dan menjadi energy yang bebas polutan. c). Energi Sebagai Komoditas energi juga merupakan komoditas yang dapat diperdagangan atau diekspor,sehingga dapat berperan pula sebagai sumber devisa dan penerimaan negara yang penting. Dengan kata lain,potensial energi sebagai komoditas berperan dalam menambah devisa nasional.
Pembangunan energi sebagai komoditas telah banyak dikembangkan. Salah satunya yang terlihat pada gambar diatas. Pembangunan energi didukung dengan sumber energi yang potensial,baik sumber energi konvensional maupun yang non konvensional. Namun dalam pengembangannya tetap berpegang pada prinsip menguntungkan secara ekonomis,layak secara teknis, diterima secara sosial budaya,
dan tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup serta terjangkau oleh daya beli masyarakat luas.
2. Lingkungan Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah,air,energi surya,mineral,serta flora dan fauna yang tumbuh yang diatas tanah maupun di dalam lautan,dan hubungannya dengan manusia. Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah,udara,air,iklim,kelembaban,cahaya,bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan,hewan,manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri). Ilmu yang mempelajari lingkungan adalah ilmu lingkungan atau ekologi. Ilmu lingkungan adalah cabang dari ilmu biologi. a). Pengolahan Limbah Industri limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Bila ditinjau secara kimiawi,limbag terdiri dari senyawa organik dan senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu,kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia,sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Limbah banyak terdapat didaerah pemukiman penduduk.
Pengolahan limbah berkaitan dengan sistem pabrik. Pabrik yang telah mempergunakan peralatan dengan kadar buangan rendah menghasilkan limbah yang tidak perlu diolah lagi. Sebagai contoh sebuah pabrik di Cheshire, Ohio seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas . Selain itu, buangan pabrik berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan ini menyangkut perbedaan bahan baku dan perbedaan proses. Meskipun pabrik sama sama mengeluarkan limbah air namun terdapat senyawa kimia yang berbeda. Dengan banyaknya variasi pencemar antara satu pabrik dengan pabrik lain maka banyak pula sistem pengolahan dengan berbagai tingkatan proses juga. Limbah memerlukan
penanganan awal hingga pengolahan berikutnya. Pengolahan pendahuluan akan menentukan pengolahan berikutnya. Pengolahan pendahuluan akan menentukan pengolahan kedua,ketiga,dan seterusnya. Kekeliruan penetapan pengolahan pendahuluan akan mempengaruhi pengolahan berikutnya. Di dalam penetapan pilihan metode keadaan limbah seharusnya sudah diketahui sebelumnya. Parameter limbah yang mempunyai peluang untuk mencemarkan lingkungan juga harus ditetapkan. Sebagai contoh, terdapat senyawa fenol dalam air sebesar 2mg/liter, phosphat 30mg/liter dan seterusnya. Dengan mengetahui jenis-jenis parameter didalam maka dapat ditetapkan metode pengolahan dan pilihan jenis peralatan. Jika telah ditetapkan metode pengolahan dan jenis peralatan maka langkah berikutnya adalah menentukan samapi tingkat mana penghilangan atau pengurangan senyawa pencemarnya. Penetapan efisiensi peralatan,dan standar buangan yang diinginkan akan mempengaruhi ketelitian alat,volume air limbah,sistem pemipaan,pemasangan pipa, pilihan bahan kimia dan lain-lain. Dalam mendesain peralatn,variabel tersebut harus dapat dihitung secara tepat. Belum ada suatu jaminan bahwa satu unit peralatan dapat mengendalikan limbah sesuai dengan yang dikehendaki, sebab didalam satu unit peralatan terdiri dari berbagai macam kegiatan mulai dari kegiatan pendahuluan sampai kegiatan akhir. Di bawah ditunjukkan skema limbah dimana industri akan menghasilkan limbah sebagai bahan buangan. Kemudian limbah yang beracun dan berbahaya harus diolah terlebih dahulu. Pengolahan ini dapat berupa daur ulang sehingga mengasilkan produk lain. Bila sudah cukup aman,limbah baru dikeluarkan (pembuangan). Pengolahan limbah industri:
B. Keterkaitan Energi dan Lingkungan Terhadap Pemanasan Global 1. Konsumsi Energi Secara Global Seiring perkembangan teknologi di dunia, kebutuhan energi juga semakin meningkat. Kenaikan kebutuhan energi tersebut juga dipenga ruhi kenaikan angka pertumbuhan penduduk di dunia. Sebagian besar energi yang dikonsumsi merupakan energi fosil yang tidak dapat diper barui (irenewable resources). Ketersediaan energi fosil sebagai sumber energi utama sangat terbatas dan terus mengalami ancaman kelangkaan.
karena penggunaan energi tersebut dalam skala besar dan secara terus menerus. Saat ini diperkirakan oleh energi information administration bahwa penggunaan sumber utama energi terdiri dari minyak bumi34,0%, batu bara 23,0%, gas alam 21,0% seperti yang ditunjukkan Gambar 1.11 di bawah ini. Sedangkan sumber energi non-fosil seperti tenaga air, nuklir, panas bumi, surya, gelombang, angin, dan biomassa hanya sebesar 22%. Padahal energi nonfosil ini jika dikelola dengan benar akan memberikan kontribusi besar pada konsumsi energi dunia yang tumbuh sekitar 2,3% per tahun.
2. Emisi Karbon secara Global
Emisi merupakan zat buangan (sisa) dapat berupa padatan, cairan atau gas. Emisi mengandung zat-zat kimia berbahaya terutama bagi kes ehatan. Contohnya emisi hasil pem bakaran bahan bakar fosil (CO2). Hal ini disebabkan oleh kemajuan tek nologi dan tingginya permintaan pa sar terhadap produk industri. Pabrik pabrik berusaha meningkatkan hasil Gambar 1.12. Pabrik mengeluarkan emisi berupa gas CO2 ke udara Sumber: Pulliam (2011) produksinya. Kemudian membuang emisi CO2 ke udara seperti yang ditunjukkan Gambar 1.12. Dengan demikian jumlah emisi CO2 yang dihasilkan pun bertambah besar. Untuk memahami tingkat emisi CO2 menurut jenis bahan bakar fosil yang digunakan, perhatikan Gambar 1.13. Untuk diketahui bahwa angka yang tertera adalah jumlah emisi, bukan jumlah konsumsi energi. Ber dasarkan Gambar 1.13 batu bara adalah bahan bakar fosil yang paling intensif emisinya, disusul oleh minyak, kemudian gas. Batu bara menge luarkan sekitar dua kali lipat jumlah CO2 per satuan energi daripada gas, tergantung pada kualitas bahan bakar yang digunakan dan teknologi pembakaran. Selain itu juga terlihat bahwa emisi dari setiap tipe bahan bakar fosil meningkat seiring waktu. Namun emisi dari pembakaran gas dan batu bara tumbuh lebih cepat.
Sejak tahun 2004, Indonesia termasuk 25 emiter CO2 terbesar, atau posisi ke 16 dengan melihat Uni Eropa sebagai satu negara. Banyak nega ra dalam kelompok ini hanya memiliki perbedaan sedikit dengan Indo nesia, sehingga membuat posisi Indonesia sensitif terhadap perubahan kecil. Namun jika emisi CO2termasuk deforestasi dan perubahan lahan, posisi Indonesia akan meningkat menjadi salah satu emitter terbesar. Akurasi data emisi dari deforestasi dan perubahan lahan dibedakan oleh metode estimasi. Estimasi deforestasi dilakukan oleh pemerintah Indonesia beberapa waktu terakhir mengindikasikan penurunan yang substansial pada deforestasi. Di masa depan ada kecenderungan emisi deforestasi yang lebih lambat karena menurunnya lahan hutan yang ter sedia. Sementara itu, penggunaan energi dan emisi bahan bakar akan te rus meningkat sejalan dengan pertumbuhan PDB kecuali tindakan miti gasi diambil. Dalam jangka panjang, emisi CO2 semakin membahayakan.
3. Konsumsi Listrik sebagai Global Berbeda dengan yang di atas, pembangkit energi mengkonsumsi energi primer untuk selanjutnya ditransformasikan menjadi energi final (listrik) yang antara lain dikonsumsi oleh sektor industri dan rumah tangga serta komersial. Diversifikasi energi di sektor ini cukup baik. BBM berkontribusi sebesar 26,2% dari pasokan energi primer; batubara mendominasi dengan 40,4%, sedangkan sisanya disumbang oleh tenaga air (13,3%), gas alam (11,2%), panas bumi (8,9%), dan biomassa (0,02%) [Ariati, 2008]. Maksimalisasi gas alam, tenaga panas bumi, dan biomassa (BBN dan limbah/sampah organik) akan semakin menurunkan peran BBM dalam pembangkitan listrik; yang berdampak pula pada penurunan emisi GRK. Peningkatan efisiensi pada pembangkit listrik bisa dilakukan, salah satunya melalui penerapan siklus kombinasi (combined cycle) antara PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) dan PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas). Pemanfaatan gas buang dari PLTG yang masih memiliki temperatur tinggi untuk menguapkan air di siklus PLTU akan menghasilkan efisiensi siklus gabungan yang sangat tinggi. Opsi lain untuk maksimalisasi energi PLTG adalah melaui kombinasi dengan siklus refrigerasi absorbsi. Teknik semacam ini telah diterapkan di Shinjuku Jepang; dari satu sumber energi (gas alam) dihasilkanlah listrik, air panas, dan air dingin untuk refrigerasi (pendingin dan pengkondisian udara).
4. konsumsi energi pengguna akhir di Amerika Serikat a. Sektor Industri Konsumsi energi final di sektor ini adalah yang tertinggi (dibandingkan dengan sektor transportasi, rumah tangga dan komersial). Kontribusi minyak bumi pada komposisi energi final sektor industri adalah sebesar 35,7%; lainnya disumbang oleh gas alam, batubara, LPG (Liquefied Petroleum Gas), dan listrik [Ariati, 2008]. Diversifikasi yang sudah berjalan di sektor industri ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan; antara lain dengan meningkatkan penggunaan BBN (Bahan Bakar Nabati) guna lebih jauh menurunkan konsumsi minyak bumi. Selain diversifikasi energi, hal yang tidak kalah penting dilakukan di sektor industri adalah penghematan energi. Data dari Departemen Perindustrian menyatakan bahwa potensi penghematan energi di sektor ini rata-rata adalah sebesar 22% - suatu angka yang signifikan apabila bisa diwujudkan. b. Sektor Prumahan dan Komersial Dominasi BBM pada komposisi energi final di sektor ini cukup tinggi, yakni sebesar 60,2%. Sisanya disumbang oleh LPG 5,1% dan listrik 34,1% (sebagian kecil menggunakan batubara sebesar 0,5% dan gas alam 0,1%) [Ariati, 2008]. Seperti halnya di sektor yang lain, strategi pengamanan pasokan energi dan mitigasi terhadap perubahan iklim di sektor ini meliputi diversifikasi energi dan penghematan energi. Selain diversifikasi menggunakan gas alam, sumber energi non-fosil yang cocok untuk
pemenuhan energi sektor rumah tangga dan komersial adalah sumber energi biomassa (biogas, waste to energy, dsb.). Sektor rumah tangga dan komersial bisa berperan besar dalam penghematan energi melalui penggunaan alat-alat hemat energi dan internalisasi budaya hemat energi sejak kanak-kanak. c. Sektor Transportasi Sektor transportasi merupakan salah satu sarana vital yang memiliki multiplyer effect ke berbagai sektor lain. Celakanya, sumber energi di sektor ini hampir belum terdiversifikasi sama sekali. 99,96% sumber energi yang digunakan di sektor transportasi adalah Bahan Bakar Minyak (BBM) [Ariati, 2008]. Praktis, sektor inilah yang biasanya paling terpukul manakala terjadi krisis minyak dunia; dan hal ini bukan sekali ini saja terjadi. Cita-cita luhur Pemerintah untuk meningkatkan penggunaan BBN (Bahan Bakar Nabati) sebagai pengganti BBM masih terseok-seok. Kenyataannya, capaian produksi BBN (biodiesel dan bioethanol) kurang dari 10% dibandingkan dengan target tahunan Tim Nasional BBN. Salah satu kendala seriusnya, pemerintah tidak melakukan intervensi terhadap BBN sebagaimana intervensi yang diberikan kepada BBM. Padahal ditinjau dari segi lingkungan hidup, berbagai hasil riset menyatakan bahwa secara keseluruhan BBN lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan BBM (meski ada pihak-pihak yang masih mempersoalkan “kehijauan” BBN). Dan yang jelas, BBN bisa berperan dalam mengurangi ketergantungan impor energi. Dari data neraca energi nasional, gas alam merupakan sumber energi yang paling siap menggantikan posisi BBM di sektor transportasi. Ditilik dari isu pemanasan global, penggunaan gas alam lebih bersahabat dengan atmosfer karena memiliki tingkat emisi CO2 yang lebih rendah dibandingkan BBM. Apalagi mengingat cadangan minyak Indonesia tidaklah besar; terbatas sampai tahun 2022 (versi Blue Print Pengelolaan Energi Nasional) dan 2017 (versi British Petroleum). Pembangunan SPBBG (Stasiun Pengisian Bahan Bajar Gas) di berbagai wilayah dan kerjasama dengan produsen kendaraan bermotor perlu segera dilakukan guna memuluskan penggunan BBG pada kendaraan bermotor. Bila memungkinkan, re-negosiasi kontrak-kontrak gas dengan asing perlu dilakukan guna mencukupi pasokan energi jangka pendek. Dalam jangka panjang, perlu kebijakan untuk mengalokasikan produksi gas baru guna mencukupi kebutuhan dalam negeri. Lebih penting dari itu, pembangunan transportasi massal yang baik adalah hal yang tidak bisa ditawar dan ditunda lagi; baik bagi kota yang sudah terlanjur metropolis, maupun yang sedang beranjak besar. Penggunaan transportasi massal akan berdampak pada penurunan emisi GRK dari sektor transportasi secara signifikan. Cukuplah Jakarta yang menjadi pelajaran berharga bagi seluruh kota di tanah air; jangan tunggu menjadi serumit Jakarta untuk membangun transportasi massal yang baik. Jakarta sudah tak punya pilihan lain; data perkembangan jumlah kendaraan dan jalan menunjukkan
bahwa tahun 2014 kemacetan total bisa terjadi di seluruh pelosok Jakarta bila tidak dilakukan pembatasan-pembatasan.
5. Pasokan Energi Global a. Cadangan Batubara Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsurunsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara adalah suatu batuan sedimen tersusun atas unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. Dalam proses pembentukannya, batubara diselipi batuan yang mengandung mineral. Bersama dengan moisture, mineral ini merupakan pengotor batubara sehingga dalam pemanfaatannya, kandungan kedua materi ini sangat berpengaruh. Dari ketiga jenis pemanfaatan batubara, yaitu sebagai pembuat kokas, bahan bakar, dan batubara konversi, pengotor ini harus diperhitungkan karena semakin tinggi kandungan pengotor, maka semakin rendah kandungan karbon, sehingga semakin rendah pula nilai panas batubara tersebut. Batubara indonesia berada pada perbatasan antara batubara subbitumen dan batubara bitumen, tetapi hampir 59% adalah lignit. Menurut hasil eksplorasi pada tahun 1999 akhir, sumber daya batubara indonesia jumlahnya sekitar 38,8 miliar ton, dan sampai tahun 2003 sekitar 57,85 miliar ton.Kemajuan pesat teknologi industri khususnya sejak akhir tahun 1950-an membuat konsumsi energi meningkat sangat pesat. Hal ini membuat pemakaian bahan bakar fosil (minyak bumi, gas alam dan batubara) secara besar-besaran tidak terhindarkan. Bahan bakar fosil yang mudah di eksplorasi dan dapat diperoleh dalam jumlah besar adalah batubara dengan biaya yang tidak terlalu tinggi menjadi sumber energi utama dunia selama berpuluh-pulu tahun.Tetapi pemakain bahan bakar batubara secara besar-besaran juga membawa dampak yang sangat serius terhadap lingkungan terutama isu global warming dan hujan asam. Produksi & Ekspor Batubara Indonesia
Indonesia adalah salah satu produsen dan eksportir batubara terbesar di dunia. Sejak tahun 2005, ketika melampaui produksi Australia, Indonesia menjadi eksportir terdepan batubara thermal. Porsi signifikan dari batubara thermal yang diekspor terdiri dari jenis kualitas menengah (antara 5100 dan 6100 cal/gram) dan jenis kualitas rendah (di bawah 5100 cal/gram) yang sebagian besar permintaannya berasal dari Cina dan India. Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, cadangan batubara Indonesia diperkirakan habis kira-kira dalam 83 tahun mendatang apabila tingkat produksi saat ini diteruskan.
Berkaitan dengan cadangan batubara global, Indonesia saat ini menempati peringkat ke-9 dengan sekitar 2.2 persen dari total cadangan batubara global terbukti berdasarkan BP Statistical Review of World Energy. Sekitar 60 persen dari cadangan batubara total Indonesia terdiri dari batubara kualitas rendah yang lebih murah (subbituminous) yang memiliki kandungan kurang dari 6100 cal/gram. Ada banyak kantung cadangan batubara yang kecil terdapat di pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, namun demikian tiga daerah dengan cadangan batubara terbesar di Indonesia adalah: 1. Sumatra Selatan 2. Kalimantan Selatan 3. Kalimantan Timur Industri batubara Indonesia terbagi dengan hanya sedikit produsen besar dan banyak pelaku skala kecil yang memiliki tambang batubara dan konsesi tambang batubara (terutama di Sumatra dan Kalimantan). Sejak awal tahun 1990an, ketika sektor pertambangan batubara dibuka kembali untuk investasi luar negeri, Indonesia mengalami peningkatan produksi, ekspor dan penjualan batubara dalam negeri. Namun penjualan domestik agak tidak signifikan karena konsumsi batubara dalam negeri relatif sedikit di Indonesia. Toh dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan penjualan batubara domestik yang pesat karena pemerintah Indonesia berkomitmen terhadap program energi ambisiusnya (menyiratkan pembangunan berbagai pembangkit listrik, yang sebagian besar menggunakan batubara sebagai sumber energi karena Indonesia memiliki cukup banyak cadangan batubara). Selain itu, beberapa perusahaan pertambangan besar di Indonesia (misalnya penambang batubara Adaro Energy) telah berekspansi ke sektor energi karena harga komoditas yang rendah membuatnya tidak menarik untuk tetap fokus pada ekspor batubara, sehingga menjadi perusahaan energi terintegrasi yang mengkonsumsi batubara mereka sendiri.
Ekspor batubara Indonesia berkisar antara 70 sampai 80 persen dari total produksi batubara, sisanya dijual di pasar domestik. Produksi, Ekspor, Konsumsi & Harga Batubara:
Produksi (dalam juta ton) Ekspor (dalam juta ton) Domestik (dalam juta ton) Harga (HBA) (USD/ton) ¹ proyeksi
2014
2015
2016
2017
2018
2019
458
461
456
461
425¹
400¹
382
375
365
364
311¹
160¹
76
86
91
97
114¹
240¹
72.6
60.1
61.8
n.a.
n.a.
n.a.
Produksi (dalam juta ton) Ekspor (dalam juta ton) Domestik (dalam juta ton) Harga (HBA) (USD/ton)
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
217
240
254
275
353
412
474
163
191
198
210
287
345
402
61
49
56
65
66
67
72
n.a
n.a
70.7
91.7
118.4
95.5
82.9
Sumber: Indonesian Coal Mining Association (APBI) & Ministry of Energy and Mineral Resources
Selama tahun 2000-an, "boom komoditas" menjadikan industri pertambangan batubara sangat menguntungkan karena harga batubara cukup tinggi. Oleh karena itu, banyak perusahaan Indonesia dan keluarga kaya memutuskan untuk mengakuisisi konsesi pertambangan batubara di pulau Sumatera atau Kalimantan pada akhir tahun 2000an. Waktu itu batubara dikenal sebagai "emas baru". Negara tujuan utama untuk ekspor batubara Indonesia adalah China, India, Jepang dan Korea Selatan. Selama "tahun-tahun kejayaannya" batubara menyumbang sekitar 85 persen terhadap total penerimaan negara dari sektor pertambangan. Harga Batubara Acuan (HBA) Indonesia: Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Augustus September Oktober November Desember Rata-Rata
2012 109.29 111.58 112.87 105.61 102.12 96.65 87.56 84.65 86.21 86.04 81.44 81.75 95.5
2013 87.55 88.35 90.09 88.56 85.33 84.87 81.69 76.70 76.89 76.61 78.13 80.31 82.9
2014 81.90 80.44 77.01 74.81 73.60 73.64 72.45 70.29 69.69 67.26 65.70 69.23 72.6
2015 63.84 62.92 67.76 64.48 61.08 59.59 59.16 59.14 58.21 57.39 54.43 53.51 60.1
2016 53.20 50.92 51.62 52.32 51.20 51.87 53.00 58.37 63.93 69.07 84.89 101.69 61.8
dalam USD/ton Sumber: Ministry of Energy and Mineral Resources
b. Cadangan Minyak Bumi Cadangan terbukti minyak bumi yang dimiliki Indonesia saat ini hanya berkisar 3,3 miliar barel. Dengan jumlah tersebut, dalam 11 hingga 12 tahun ke depan Indonesia tidak mampu lagi memproduksi minyak bumi. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan penghitungan cadangan itu dengan asumsi produksi konstan 800.000 per hari tanpa adanya temuan cadangan baru.
2017 86.23 83.32 81.90 82.51 83.81 75.46 78.95 83.97 92.03 93.99 94.84 94.04 85.9
Dia menambahkan cadangan terbukti minyak bumi itu bukanlah cadangan yang melimpah. Bila dibandingkan dengan cadangan terbukti minyak dunia jumlah itu setara dengan 0,2%. Selain itu, Reserve Replacement Ratio (RRR) Indonesia juga dinilai masih rendah. "Kita hanya mampu RRR 50%. Itu adalah rasio berapa banyak yang kita ambil terhadap berapa banyak (cadangan minyak) yang kita temukan. Kita dua kali lebih banyak mengambil daripada menemukan, sementara negara-negara tetangga RRR-nya banyak yang diatas 100%," ungkap Arcandra, Senin (26/3/2018). Maka dari itu, teknologi dan penemuan cadangan baru adalah faktor yang sangat penting untuk keberlangsungan produksi minyak bumi di Indonesia. Dia mengaku, saat ini kegiatan eksploitasi minyak bumi baru sekitar 40-50% dari total cadangan minyak bumi yang ada. Menurut dia, sampai saat ini belum ada teknologi yang bisa menunjang proses penemuan cadangan minyak secara maksimal. Sementara itu untuk produksi gas ada catatan yang lebih baik, yakni cadangan masih berkisar 25-50 tahun ke depan.
c. Sumber Daya Minyak Bumi yang Non-Konvensional Sumber daya migas non-konvensional tight reservoir Indonesia (shale gas/oil dan tight sands gas/oil) dalam cekungan migas terbukti di Indonesia bukan lagi potential resources, tetapi sudah menjadi prospective resources. Sumber daya tight reservoir berlimpah dan memiliki prospektivitas tinggi untuk dikembangkan hingga tahap komersial. Diperlukan eksplorasi secara masif (besar-besaran) terutama di cekungan produktif, agar biaya operasi lebih murah. Sedangkan untuk CBM sebagian besar berada dalam kondisi saturated, sehingga hanya diperlukan waktu yang relatif lebih singkat untuk mengeluarkan gas pada saat proses dewatering. Banyak wilayah kerja berprospeksivitas tinggi belum dilakukan eksplorasi sampai dengan tahapan uji produksi (seperti WK CBM Muara Enim I & III – PHE Group). Pelaksanaan metoda eksplorasi yang efektif dan masif belum banyak diterapkan sesuai karakteristik CBM Indonesia (seperti stimulasi hydraulic-fracturing). Bayu dalam presentasinya menambahkan Program Percepatan Migas Non Konvensional melalui beberapa insentif antara lain bagi hasil kontrakor yang lebih baik dari pada migas konvensional, perpanjangan jangka waktu eksplorasi yang berlaku hingga 4 tahun setelah melewati 6 tahun pertama, persyaratan POD yang lebih fleksibel, handling production sebelum POD, penyisihan wilayah kerja lebih kecil (bisa dipertahankan hingga 90%), serta dapat mengusulkan perubahan bentuk Kontrak Kerja Sama. Pembicara terakhir Gema mengemukakan bahwa Pertamina Hulu Energi saat ini masih melakukan eksplorasi shale gas. Kondisi shale dan tight sands di Amerika
Serikat dan kegiatan eksplorasi Migas Non Konvensional di Sumbagut Block yang sedang dikerjakan oleh Pertamina Hulu Energi. Alasan finansial dan tantangan sosial masih menjadi kendala dari kegiatan eksplorasi tersebut. Sementara itu, disampaikan bahwa kesuksesan dari pengembangan migas non konvensional di Amerika Serikat tidak lepas dari dukungan penuh pemerintah dan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan secara masif sehingga biaya operasional menjadi lebih murah d. Cadangan Gas Alam Gas alam adalah komponen vital untuk suplai energi dunia. Gas alam merupakan sumber penting untuk produksi baik bahan bakar maupun amonia (amonia merupakan komponen vital untuk produksi pupuk). Mirip dengan minyak mentah dan batubara, gas alam adalah bahan bakar fosil yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan dan mikroorganisme, tersimpan dalam di bawah tanah selama jutaan tahun. Namun tidak seperti bahan-bahan bakar fosil lainnya, gas alam adalah salah satu sumber energi yang paling bersih (memiliki intensitas karbon yang rendah), teraman dan paling berguna dari semua sumber energi. Produksi dan Konsumsi Gas di Indonesia Indonesia memiki cadangan gas alam yang besar. Saat ini, negara ini memiliki cadangan gas terbesar ketiga di wilayah Asia Pasifik (setelah Australia dan Republik Rakyat Tiongkok), berkontribusi untuk 1,5% dari total cadangan gas dunia (BP Statistical Review of World Energy 2015). Kebanyakan pusat-pusat produksi gas Indonesia berlokasi di lepas pantai. Yang paling besar di antaranya adalah: 1. Arun, Aceh (Sumatra) 2. Bontang (Kalimantan Timur) 3. Tangguh (Papua) 4. Pulau Natuna
Indonesia memproduksi sekitar dua kali lipat dari gas alam yang dikonsumsinya. Kendati begitu, ini tidak berarti bahwa produksi gas domestik memenuhi permintaan gas domestik. Bahkan, ada kekurangan gas untuk industri-industri domestik di Indonesia. Perusahaan Gas Negara (PGN) belum mampu memenuhi permintaan domestik. Ini memiliki dampak-dampak yang memiliki cakupan luas karena hal ini menyebabkan Perusahaan Listrik Negara (PLN), konsumen gas domestik terbesar, mengalami kekurangan struktural suplai gas dan memaksa PLN untuk beralih ke bahan-bahan bakar fosil - yang lebih mahal dan tidak ramah lingkungan - yang lain, seperti minyak bumi, untuk menghasilkan listrik. Meskipun begitu, pemadaman listrik sering terjadi di seluruh negeri (terutama di luar kota-kota besar Pulau Jawa), dan karenanya membebani industri-industri negara ini. Terlebih lagi, hampir 80 juta penduduk Indonesia belum memiliki akses listrik seperti yang ditunjukkan oleh persentase kelistrikan Indonesia yang relatif rendah pada 84,1% di 2014. Pemerintah Indonesia bertujuan untuk membatasi ekspor gas negara ini dalam rangka mengamankan suplai domestik sambil mendorong penggunaan gas alam sebagai sumber bahan bakar untuk konsumsi industri dan personal. Sebagian besar hasil produksi gas diekspor karena produksi gas negara ini didominasi oleh perusahaan-perusahaan asing yang hanya bersedia untuk berinvestasi bila diizinkan mengekspor komoditi ini. Saat ini, perusahaanperusahaan asing, seperti CNOOC Limited, Total E&P Indonesia, Conoco Philips, BP Tangguh, dan Exxon Mobil Oil Indonesia, berkontribusi untuk sekitar 87% dari produksi gas alam Indonesia. Sisa 13% diproduksi oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pertamina. Sekitar setengah dari total hasil produksi gas dijual secara domestik. Tabel di bawah mengindikasikan baik produksi maupun konsumsi gas di Indonesia selama satu dekade terakhir. Produksi dan Konsumsi Gas di Indonesia 2006-2015:
Produksi dalam milyar m³ Konsumsi dalam milyar m³
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
74.3
71.5
73.7
76.9
85.7
81.5
77.1
72.1
73.4
75.0
36.6
34.1
39.1
41.5
43.4
42.1
42.2
36.5
38.4
39.7
Sumber: BP Statistical Review of World Energy 2015
Seperti yang ditunjukkan di tabel di atas - dan kontras dengan produksi minyak nasional - produksi gas di Indonesia tetap stabil, mencatat rekor tinggi di 2010 karena awal produksi Ladang Tangguh (berlokasi di Papua) di tahun yang sama (dimanajemen oleh BP Indonesia) yang merupakan sebuah ladang penting dalam industri gas negara ini. Setelah 2010, produksi gas telah menurun karena masalah-masalah suplai. Meskipun sejumlah perusahaan-perusahaan kecil aktif di sektor gas Indonesia, sebagian besar dari produksi dan eksplorasi domestik berada di tangan enam perusahaan yang telah disebutkan, yang hanya satu yang dimiliki Indonesia (Pertamina). Bila dikombinasikan, CNOOC Ltd. dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Pertamina berkontribusi untuk lebih dari setengah produksi gas Indonesia.
Kebutuhan Gas Bumi untuk Industri Indonesia: Industri Pupuk Petrokimia Keramik Baja Glassware Kaca Semen Sarung Tangan Karet
2015 791.22 295.00 133,95 80.00 28.38 81.19 9.00 4.67
2020F 1,028.22 708.00 134.68 120.00 28.60 81.19 10.00 4.70
dalam metric standard cubic feet per day (MMscfd) Sumber: Forum Industri Pengguna Gas Bumi
e. Cadangan Gas Non-Konvensional Energi sangat diperlukan untuk hajat hidup orang banyak. Energi digunakan untuk menggerakan alat transportasi, mesin-mesin pabrik, dan alat listrik . Saat ini, sumber energi terbanyak berasal dari energi fosil (minyak bumi, gas, dan batu bara). Negara Indonesia sendiri juga masih mengandalkan energi fosil untuk memenuhi kebutuhan energi secara nasional. Cadangan Energi Fosil Makin Menipis Semenjak kecil, sering didengungkan bahwa Indonesia kaya dengan energi fosil (minyak bumi, gas alam, batubara). Seiring berjalannya waktu, energi fosil makin menipis. Perlu digarisbawahi menipis itu bukan berarti akan habis sama sekali untuk beberapa tahun yang akan datang. Menipis di sini maksudnya cadangan energi fosil proven menurun yang dipengaruhi oleh turunnya kegiatan eksplorasi sehingga penemuan cadangan energi fosil jarang yang berhasil. Menurut BP Statistical Review World Energy 2011, cadangan minyak mentah Indonesia (terbukti dan potensial) turun sekitar 19% dari 9,6 miliar barel pada tahun 2000 menjadi 7,8 miliar barel pada tahun 2010. Sementara jumlah cadangan terbukti 4,2 miliar barel pada tahun 2010, turun 17% dari tahun 2000. Cadangan gas alam (terbukti) sebesar 108,4 TSCF meningkat sekitar 14% dari tahun 2000. Cadangan batubara Indonesia sebesar 126,3 miliar ton dan sumber daya diperkirakan sebesar 105,2 miliar ton pada tahun 2010. Krisis energi mengakibatkan meningkatnya impor energi sekunder (BBM dan LPG) Indonesia. Indonesia mengimpor energi sekunder karena terbatasnya produksi energi dalam negeri dan untuk mengamankan pasokan energi jangka panjang. Menurut BP Statistical Review World Energy 2011, total impor energi sekunder (BBM dan LPG) meningkat sebesar 17% dibandingkan tahun 2009. Sementara itu, impor LPG 2010 meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2009. Peningkatan ini
sejalan dengan program konversi minyak tanah ke LPG. Produk minyak yang diimpor terdiri dari premium, minyak bakar, minyak solar (Automotive Diesel Oil), HOMC (High Octane Mogas Component-intermediate). f. Ringkasan pada Cadangan Fosil Cadangan energi fosil berupa minyak dan gas bumi yang selama ini digunakan oleh Indonesia, diperkirakan akan semakin berkurang dan mungkin bisa habis pada tahun 2025. Desifit energi pun akan diperkirakan semakin membengkak, hingga membuat Indonesia tak mampu lagi memenuhi kebutuhan energi dari negerinya sendiri. Dengan kata lain, Indonesia akan lebih banyak mengimpor kebutuhan energinya dari negara asing. Sementara kekayaan sumberdaya alam selain fosil, yang juga dimiliki oleh Indonesia masih sangat jarang digunakan dan diinovasi. Sekalipun ada yang berhasil menginovasinya, namun implementasi dan aplikasi langsung bagi kehidupan masyarakat juga kurang, karena kurang didukung pula oleh pemerintah lokal, industri, serta para investor. Demikianlah benang merah dari pemaparan Ir. F.X Sutijastoto, MA, Kepala Pusat Riset dan Pengembangan, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia, saat menjadi keynote speech dalam acara 2nd International Conference on Sustainable Innovation (ICoSI) yang bertemakan “Technology and innovation challenges in natural resources management for humanity and sustainability”. Acara ICoSI yang kedua ini diselenggarakan di Ruang Sidang AR. Fakhruddin B Lantai 5 Kampus Terpadu UMY, pada Selasa (3/5), dan terselenggara berkat kerjasama UMY dengan Association of Universities of Asia and the Pasific (AUAP), Technische Universiteit Eindhoven University of Technology (TU/e) dan Singapore Polytechnic (SP). Menurut Sutijastoto, Indonesia saat ini juga tengah mengalami krisis energi. Pengelolaan energi yang kini sedang berlangsung masih untuk jangka pendek, belum mengupayakan untuk penggunaan jangka panjang. “Padahal, untuk mengelola energi itu harus terus menerus, atau berkelanjutan. Agar bisa menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakatnya,” ujarnya. Indonesia juga masih dikatakan kurang bisa mempertahankan ketahanan energinya. Sebab menurutnya, ketahanan energi itu merupakan kemampuan untuk merespon dinamika dari perubahan global dan memberikan pasokan energi pada masyarakat dengan harga yang terjangkau. “Sementara itu, di Indonesia ini kaya akan sumberdaya alamnya. Ketersediaan energi dari sumberdaya alamnya, selain minyak dan gas, juga banyak, tapi untuk akses dan pengelolaannya kurang. Padahal ketersediaan energi itu adalah faktor pendorong ekonomi masyarakat,” paparnya. Sutijastoto melanjutkan, Indonesia juga masih sangat bergantung pada minyak. 50 persen energi yang digunakan berasal dari minyak, dan bersumber dari impor. Jika hal tersebut terus menerus berlangsung tanpa ada inovasi energi terbarukan, maka bisa diperkirakan pada tahun 2025 Indonesia tidak akan bisa
mendapatkan cadangan energi yang cukup. “Akibatnya, kita akan lebih banyak mengimpor minyak. Hal yang sama juga terjadi pada cadangan energi gas bumi. Gas ini juga hanya akan memenuhi 50 persen kebutuhan, sementara sisanya akan membuat kita melakukan impor lagi,” jelasnya. Karena itu, menurut Sutijastoto, teknologi dan inovasi untuk membantu ketahanan energi ini memang sangat diperlukan, agar bisa membentuk lingkungan dan masyarakat yang berkelanjutan. Dari inovasi dan teknologi itu nantinya akan menciptakan energi terbarukan yang bisa menjamin pasokan energi agar bisa dipakai secara berkelanjutan, dan emesi lingkungan juga akan berkurang. Namun, Sutijasto mengakui jika untuk mendukung inovasi energi terbarukan ini ternyata masih memiliki banyak kendala. Seperti kurangnya lahan untuk bio mas, pemerintah yang masih kurang menghargai atas kerja keras penemu (inovator), minimnya investasi untuk melanjutkan inovasi tersebut, hingga industri-industri yang kurang percaya dengan hasil inovasi energi terbarukan yang telah berhasil dibuat oleh orang-orang Indonesia. “Kita bisa mempertahankan ketersediaan energi yang awalnya hanya bertumpu pada minyak dan gas saja, pada energi terbarukan lainnya melalui inovasiinovasi dan teknologi. Akan tetapi, hal itu tidak akan terwujud jika hanya kita atau kalangan akademisi saja yang berusaha melakukannya. Kita butuh kerjasama semua pihak untuk mewujudkan energi berkelanjutan ini, khususnya bersama tiga bagian tersebut. Yakni, akademisi, industri, dan pemerintah. Agar kita juga bisa bersamasama mewujudkan penciptaan lapangan kerja, dan kita bisa mengimplikasikan hasil inovasi-inovasi energi terbarukan tersebut secara mandiri serta bisa mengembangkan manufacturing berbasis lokal. Sebagaimana yang dicita-citakan oleh Litbang ke depan,” pungkasnya. (sakinah)