Makalah Drainase Kota (ana).doc

  • Uploaded by: Mr. Rius
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Drainase Kota (ana).doc as PDF for free.

More details

  • Words: 6,271
  • Pages: 41
BAB I LANDASAN TEORI I. PENGERTIAN DRAINASE Drainase (drainage) yang berasal dari kata kerja “to drain” yang berarti mengeringkan atau mengalirkan air, adalah terminologi yang digunakan untuk menyatakan sistem-sistem yang berkaitan dengan penanganan masalah kelebihan air baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Sedangkan drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air yang mengkhususkan pengkajian pada pada kawasan perkotaan yang meliputi : pemukiman, kawasan industri dan perdagangan, sekolah, rumah sakit, fasilitas umum lainnya. Pengertian drainase perkotaan tidak terbatas pada teknik pembuangan air yang berlebihan namum lebih luas lagi menyangkut keterkaitannya dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya yang ada di kawasan tersebut. Pertumbuhan kota dan perkembangan industri menimbulkan dampak yang cukup besar pada siklus hidrologi sehingga berpengaruh besar terhadap sisitem drainase perkotaan. Setiap perkembangan kota harus diikuti dengan perbaikan sistem drainase, dan tidak cukup jika hanya pada lokasi yang dikembangkan, melainkan harus meliputi daerah sekitarnya juga. Hal ini disebabkan adanya perkembangan beberapa kawasan hunian yang disinyalir sebagai penyebab utama terjadinya banjir dan genangan di lingkungan sekitarnya. Oleh karena perkembangan urbaninsasi, menyebabkan perubahan tata guna lahan sedangkan siklus hidrologi sangat dipengaruhi oleh tata guna lahan. Jaringan drainase perkotaan meliputi seluruh alur air, baik alur alam maupun alur buatan yang hulunya terletak di kota dan bermuara di sungai yang melewati kota tersebut atau bermuara ke laut di tepi kota tersebut. Drainase perkotaan melayani kelebihan air pada suatu kota dengan mengalirkannya melalui permukaan tanah atau di bawah permukaan tanah, untuk dibuang ke sungai, laut dan danau. Kelebihan air tersebut dapat berupa air hujan, air limbah domestik maupun air limbah industri. Oleh karena itu, drainase perkotaan harus terpadu dengan sanitasi, sampah, pengendalian banjir kota dan lain-lain.

1. Fungsi jaringan Pada sistem pengumpulan

air buangan yang diperhatikan ada dua macam air

buangan, yaitu air hujan adalah air kotor (bekas), cara atau sistem buangan ada 3 yaitu: Sistem terpisah Sistem ini buangan air hujan dan air kotor dilayani oleh sistem saluran masing-masing secara terpisah. Pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain : periode musim hujan dan kemarau terlalu lama, kualitas yang jauh berbeda antara air buangan dan air hujan, air buangan memerlukan penggelolaan terlebih dahulu sedangkan air hujan tidak perlu dan secepatnya harus dibuang kesungai yang terdapat pada daerah yang ditinjau. Sistem tercampur Pada sistem ini air kotor dan air hujan disalurkan melalui satu saluran yang sama, Saluran ini harus tertutup. Pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain debit masing-masing buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan, kuantitas air hujan dan air buangan tidak terlalu jauh berbeda, fluktuasi curah hujan dari tahun ke tahun relatif kecil. Sistem kombinasi Merupakan perpaduan antara saluran air buangan dan air hujan di mana pada musim hujan air buangan dan air hujan tercampur dalam saluran air buangan, sedangkan air hujan berfungsi sebagai pengencer atau penggelontor. Kedua saluran ini tidak bersatu tetapi dihubungkan dengan sistem perpipaan interseptor. Beberapa faktor yang dapat digunakan dalam menentukan pemilihan ini adalah perbedaan besar antara kuantitas air buangan yang akan disalurkan melalui jaringan penyalur air buangan dan kuantitas curah hujan pada daerah pelayanan, umumnya di dalam kota dilalui sungai-sungai di mana air hujan secepatnya dibuang ke dalam sungai-sungai tersebut, periode musim kemarau dan musim hujan yang sama serta fluktuasi air hujan yang tidak tetap. 2. Tata letak saluran drainase Beberapa contoh medel tata letak saluran yang dapat diterapkan dalam perencanaan jaringan drainase antara lain :

1. Pola alamiah Letak conveyor drain (b) ada di bagian rendah (lembah) dari suatu daerah yang secara efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang ada (collector drain). Di mana collector maupun conveyor drain merupakan saluran alami. Pola ini umumnya dibuat pada daerah yang mempunyai topografi yang sedikit lebih tinggi dari pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuangan akhir berada di tengah kota. a

a

b

a a

a

a

a

a

= collektor drain

b

= conveyor drain

b

a

2. Pola siku Conveyor drain terletak di lembah dan merupakan saluran alami, sedangkan collector drain dibuat tegak lurus dari conveyor drain.

a

a

a

a

a

b

b a

a

a

a

a

3. Pola paralel Collector drain yang menampung debit dari sungai-sungai yang lebih kecil dibuat sejajar satu sama lain dan kemudian masuk conveyor drain. a a a a a a b a a a b

b

4. Pola jaring-jaring Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lainnya, maka dapat dibuat beberapa interceptor drain (a) yang kemudian ditampung ke dalam saluran collector (b) dan selanjutnya dialirkan menuju saluran conveyor.

a a a

a

a

a

a

a

a

a

a = Interceptor b = Collector Drain c = Conveyor Drain b

b

c 5. Pola grid iron Beberapa interceptor drain dibuat satu sama lain

sejajar, kemudian ditampung di

collector drain untuk selanjutnya masuk kedalam conveyor drain. a a a

a

b

6. Pola radial

c Suatu daerah genangan dikeringkan melaui beberapa collector drain dari suatu titik menyebar ke segala arah (sesuai dengan kondisi topografi daerah).

3. Prosedur perancangan tata letak sistem drainase Untuk menjamin berfungsinya suatu sistem jaringan drainase perlu diperhatikan halhal sebagai berikut : Pola arah aliran Dengan melihat peta topografi kita dapat menentukan arah aliran yang merupakan natural sistem yang terbentuk secara alamiah dan mengetahui toleransi lamanya genangan dan daerah rencana. Situasi fisik kota Informasi situasi dan kondisi kota baik yang ada (eksisting) maupun yang sedang direncanakan perlu diketahui antara lain : 

Sistem jaringan yang ada (drainase, irigasi, air minum, telepon, listrik dan sebagainya.)



Bottle neck yang mengkin ada



Batas-batas daerah kepemilikan



Letak dan jumlah prasarana yang ada



Tingkat kebutuhan drainase yang diperlukan



Gambaran prioritas daerah secara garis besar.

Semua hal tersebut di atas dimaksudkan agar dalam penyusunan tata letak sistem jaringan drainase tidak terjadi pertentangan kepentingan. 4. Deskripsi lingkungan fisik dalam sistem drainase Dalam perencanaan tata letak jaringan drainase, deskripsi lingkungan fisik merupakan informasi yang sangat penting. Penempatan saluran, bangunan dan jumlah kerapatan fasilitas tersebut akan sangat dipengaruhi oleh kondisi daerah rencana. Deskripsi lingkungan fisik yang dianggap penting diketahui sesuai jenisnya dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Tata guna lahan Merupakan peta yang dapat menggambarkan tentang pola penggunaan lahan di daerah rencana. Pola penggunaan lahan yang dimaksud harus mencakup tentang kondisi maupun rencana pengembangan di masa yang mendatang. informasi tersebut diperlukan untuk menentukan lingkup sistem drainase yang diperlukan dan untuk merencanakan

drainase yang tingkatnya sesuai dengan katagori tata guna lahan dari daerah yang bersangkutan. 2. Prasarana lain Informasi tentang prasarana lain yang dimaksud meliputi jalan air minum, listrik, jaringan telepon, dan jaringan lain yang diperkirakan menyebabkan bottle neck. Ini dimaksudkan sebagai pertimbangan dalam menentukan trase saluran dan untuk mengidentifikasi jenis bangunan penunjang yang diperlukan. 3. Topografi Informasi yang dibutuhkan untuk menentukan arah penyaluran dan batas wilayah tanahnya, pemetaan kontur di suatu daerah urban pelu dilakukan pada skala 1 : 5.000 dengan beda kontur 0,25 m di daerah datar, dan beda kontur 1 m untuk daerah curam. Pemetaan kontur dengan skala 1 : 50.000 dan 100.000 juga memungkin diperlukan untuk menentukan luas daerah aliran sungai di hulu kota, suatu beda kontur 2,5 m biasanya cukup bagi keperluan agar efek dari jalan, saluran dan penghalang aliran banjir lainnya dapat diperkirakan. 4. Pola aliran alam Informasi tentang pola aliran alam dipelukan untuk mendapatkan gambaran tentang kecendrungan pola letak dan arah aliran alam yang terjadi sesuai kondisi lahan daerah rencana. Secara tidak langsung, sebenarnya informasi ini dapat diinterprestasikan dari peta topografi dengan cara mengidentifikasi lembah dan punggung. Di mana pola aliran buangan alam cenderung mengarah pada bagian lembah. Namun untuk dapat memperoleh hasil informasi yang lebih akurat, perlu dilakukan observasi langsung kelapangan. 5. Pola aliran daerah pembuangan Daerah pembuangan yang di maksud adalah tampat pembuangan kelebihan air dan lahan yang direncanakan misalnya sungai, laut, danau dan lain-lain. Informasi ini sangat penting terutama berkaitan dengan penempatan fasilitas outletnya, elevasi fasilitas oulet harus ditetapkan di atas muka air maksimum daerah pembuangan, sehingga gejala terjadi air balik (back water) pada rencana saluran drainase dapat dihindari.

II. HIDROLOGI Hidrologi merupakan salah satu analisis awal yang digunakan dalam perencanaan dan perancangan bangunan air. Bangunan air dalam bidang teknik sipil dapat berupa waduk, gorong-gorong, bendung, drainase dan masih banyak lagi yang lain. Dalam perencanaan dan perencangan bangunan air perlu diketahui besarnya debit rencana yang kita pakai sebagai dasar untuk menentukan ukuran-ukuran bangunan air dan bangunan pelengkapnya. Pemecahan masalah-masalah tersebut di atas sangat bergantung pada informasi yang diperoleh dari analisis hidrologi. 1. Hujan Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi yang terjadi karena penguapan air yang terkondensasi serta jatuh ke tanah dalam suatu rangkaian proses siklus hidrologi, lalu menjadi aliran sungai baik melalui limpasan permukaan, aliran antara, maupun sebagai aliran tanah. a. Pengukuran Hujan Banyaknya hujan dapat diukur dengan alat pengukur hujan (rain gauge), baik manual maupun otomatis. Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam dengan cara ini berarti hujan yang diketahui adalah hujan yang terjadi selama satu hari. Curah hujan yang diukur mewakili suatu daerah yang ditempatkan alat pengukur hujan pada stasiun hujan. Pada umumnya stasiun hujan ditempatkan pada daerah yang mewakili suatu daerah aliran sungai (DAS ; daerah di mana semua alirannya mengalir ke dalam sungai yang di maksud). b. Analisa Curah Hujan Pengukuran yang diperoleh dari masing-masing alat pengukur hujan merupakan data hujan pada suatu tempat saja (lokal) .

sedang untuk menganalisis umumnya yang

diinginkan adalah data curah hujan daerah aliran (area rainfall). Apabila di dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar hujan maka dapat diambil nilai rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal.

2. Analisa Frekuesi Hujan Analisa frekuensi hujan adalah suatu analisis statistik yang digunakan untuk memperkirakan besarnya suatu kejadian yang terjadi satu kali dalam periode ulang tertentu. Analisa frekuesi digunakan untuk peramalan, dalam arti menentukan probabilitas untuk terjadinya sesuatu peristiwa bagi tujuan perencanaan di masa yang akan datang, namun waktu dan saat terjadinya peristiwa itu sendiri tidak dapat ditentukan. a. Periode Ulang Periode ulang adalah suatu interval waktu rata-rata yang suatu peristiwa akan disamai atau dilampaui satu kali, misalnya periode ulang T = 10 tahun maka peristiwa yang bersangkutan (banjir/hujan) akan terjadi rata-rata satu kali tiap 10 tahun. Hal ini berarti terjadinya peristiwa tidak harus setiap 10 tahun, melainkan rata-rata sekali dalam tiap 10 tahun, 10 kali dalam 100 tahun, 25 kali dalam 250 tahun. Dalam perencanaan drainase periode ulang yang digunakan tergantung dari fungsi saluran, daerah tangkapan hujan yang akan dikeringkan dan pertimbangan ekonomis. Menurut pengalaman, besarnya periode ulang untuk perencanaan saluran drainase adalah adalah sebagai berikut : 1. saluran kuarter periode ulang 1 tahun 2. saluran tersier periode ulang 2 tahun 3. saluran sekunder periode ulang 5 tahun 4. saluran primer periode ulang 10 tahun a) Metode Analitis Frekuensi Berdasarkan analisis frekuensi hujan akan diperoleh besarnya hujan harian maksimum yang mungkin akan terjadi pada periode waktu tertentu. Untuk menganalisa probabilitas hujan dan banjir digunakan beberapa metode teriotis. Secara umum distribusi teoritis terbagi menjadi 2 macam yaitu diskrit dan kontinyu, 2) dalam bahasan ini hanya diuraikan distribusi kontinyu yang terdiri dari bebrapa metode antara lain : distribusi log normal, disribusi gumbel dan distribusi log pearson type III. 1. Joetata Hadihardjaja, Drainase Perkotaan, Universitas Gunadharma, Jakarta, 1997 2. Soemarto CD, Hidrologi Teknik, Edisi Kedua Erlanga, Jakarta, 1993

(1) Distribusi Gumbel

Distribusi gumbel merupakan salah satu distribusi frekuensi yang menggunakan nilai ekstrim. Adapun tahap perhitungan dengan metode ini adalah sebagai berikut : 1. Data curah hujan diurut berdasarkan ranking 2. Hitung standar deviasi sampel S

n



X

i 1

X n 1

i



2

1 n X   Xi n i 1

……………....

(3 - 1)

……………...

(3 - 2)

……………..

(3 - 3)

3. Hitung nilai KT KT 

YT  Yn Sn

YT   ln  ln  Tr  1 / Tr  

4. Hitung curah hujan rencana

X T  X  KT  Sn Keterangan : YT = reduced variate

Yn = reduced mean yang tergantung dari besarnya sampel n Sn = reduced standard deviation yang tergantung dari besarnya sampel n XT = curah hujan/debit rencana

Tabel 3 - 01. Reduced Variate Sebagai Fungsi Balik

YT   ln  ln  Tr  1 / Tr  Tr (Tahun)

Reduced Variate

2

0,36651

5

1,49994

10

2,25037

20

2,97019

50

3,90194

100

4,60015

200

5,29581

500

6,21361

Sumber : Soemarto CD, Hidrologi Teknik, Hal 148

Tabel 3.02 Hubungan Reduced Mean Yn dan Reduced Standard Deviation Sn

Dengan Besarnya Sampel N

Yn

Sn

n

Yn

Sn

N

Yn

Sn

10

0,4952

0,9496

41

0,5442

1,1436

72

0,5552

1,1873

11

4996

9676

42

5448

1458

73

5555

1881

12

5035

9833

43

5453

1480

74

5557

1890

13

5070

9971

44

5458

1499

75

5559

1898

14

5100

1,0095

45

5463

1519

76

5561

1906

15

5128

0206

46

5468

1538

77

5563

1915

16

5157

0316

47

5473

1557

78

5565

1932

17

5181

0411

48

5477

1574

79

5567

1930

18

5202

0493

49

5481

1590

80

5569

1938

19

5220

0565

50

5485

1607

81

5570

1945

20

5236

0628

51

5483

1623

82

5572

1953

21

5252

0696

52

5493

1638

83

5574

1959

22

5268

0754

53

5497

1658

84

5576

1967

23

5283

0811

54

5501

1667

85

5578

1973

24

5296

0864

55

5504

1681

86

5580

1987

25

5309

0915

56

5508

1696

87

5581

1987

Sumber : Soemarto CD, Hidrologi Teknik, hal 148 – 149

Lanjutan Tabel 3.02 Hubungan Reduced Mean Y n dan Reduced Standard Deviation S n Dengan Besanya Sampel

N

Yn

Sn

N

Yn

Sn

N

Yn

Sn

26

0,5320

1,0861

57

0,5511

1,1708

88

0,5583

1,1994

27

5332

1,1004

58

5515

1721

89

5585

1,2001

28

5343

1047

59

5518

1734

90

5586

2007

29

5353

1086

60

5521

1747

91

5587

2013

30

5362

1124

61

5524

1759

92

5589

2020

31

5371

1156

62

5527

1770

93

5591

2026

32

5380

1193

63

5530

1782

94

5592

2032

33

5388

1226

64

5533

1793

95

5593

2038

34

5396

1255

65

5535

1803

96

5595

2044

35

5402

1286

66

5538

1814

97

5596

2049

36

5410

1313

67

5540

1824

98

5598

2055

37

5418

1339

68

5543

1834

99

5599

2060

38

5424

1363

69

5545

1844

100

5600

2065

39

5430

1388

70

5548

1854

40

5436

1413

71

5550

1873

Sumber : Soemarto CD, Hidrologi Teknik, hal 148 – 149

(2) Distribusi Log Pearson Type III

Terdapat 12 type distribusi yang dikembangkan oleh Pearson. Namun dalam analisis ini hanya digunakan distribusi Log Pearson Type III. Adapun penyelesaianya adalah sebagai berikut : Data curah hujan dirubah dalam logaritma Hitung nilai standar deviasi  logX  logX n

S

2

i

i1

n 1

logX 

…………….

(3 - 4)

……………..

(3 - 5)

…………….

(3 - 6)

1n  logXi n i1

Hitung koefisien kemencengan

 log X n

Cs 

i 1

i



 log X

 n  1   n  2  S

3

3

Hitung logaritma hujan/debit rencana

Log X T  log X  K  S Keterangan Cs = koefisien kepencengan sampel K = faktor frekuensi XT = curah hujan rencana XI = data curah hujan harian

Tabel 3 – 03. Faktor Sebaran Pearson Type III Untuk Cs > 0

Periode ulang Cs

1,0101

2

3,0

-0.667

2,9

5

10

25

30

100

200

-0.396 0.420

1.180

2.278

3.152

4.051

4.978

-0.690

-0.390 0.440

1.195

2.277

3.134

4.013

4.909

2,8

-0.714

-0.384 0.460

1.210

2.275

3.114

3.973

4.847

2,7

-0.740

-0.376 0.479

1.224

2.272

3.093

3.932

4.783

2,6

-0.769

-0.368 0.499

1.238

2.267

3.071

3.889

4.718

2,5

-0.799

-0.360 0.518

1.250

2.262

3.148

3.845

4.652

2,4

-0.812

-0.351 0.537

1.262

2.256

3.023

3.800

4.584

2,3

-0.867

-0.341 0.555

1.274

2.248

2.997

3.753

4.515

2,2

-0.905

-0.330 0.574

1.284

2.240

2.970

3.705

4.454

2,1

-0.946

-0.319 0.592

1.294

2.230

2.942

3.656

4.372

2,0

-0.990

-0.307 0.609

1.362

2.219

2.912

3.605

4.298

1,9

-1.037

-0.294 0.627

1.310

2.207

2.881

3.553

4.223

1,8

-1.087

-0.282 0.643

1.318

2.193

2.848

3.499

4.147

1,7

-1.140

-0.268 0.660

1.324

2.179

2.815

3.444

3.069

1,6

-1.197

-0.254 0.675

1.329

2.163

2.780

3.388

3.990

1,5

-1.256

-0.240 0.690

1.333

2.146

2.745

3.330

3.910

1,4

-1.256

-0.225 0.705

1.337

2.128

2.706

3.271

3.828

1,3

-1.383

-0.210 0.719

1.339

2.108

2.666

3.211

3.745

1,2

-1.449

-0.195 0.732

1.340

2.087

2.626

3.149

3.661

1,1

-1.518

-0.180 0.745

1.341

2.066

2.585

3.087

3.575

1,0

-1.588

-0.164 0.758

1.340

2.043

2.542

3.022

3.489

0,9

-1.660

-0.148 0.769

1.339

2.018

2.498

2.957

3.401

0,8

-1.733

-0.132 0.780

1.336

1.993

2.453

2.891

3.312

0,7

-1.306

-0.116 0.790

1.333

1.967

2.407

2.924

3.223

0,6

-1.680

-0.099 0.800

1.328

1.939

2.359

2.755

3.132

0,5

-1.955

-0.083 0.808

1.323

1.910

2.311

2.686

3.041

0,4

-2.029

-0.066 0.816

1.317

1.880

2.261

2.615

2.949

0,3

-2.104

-0.050 0.824

1.309

1.849

2.211

2.544

2.856

0,2

-2.176

-0.033 0.830

1.301

1.818

2.159

2.472

2.763

0,1

-2.252

-0.017 0.836

1.292

1.785

2.107

2.400

2.670

0,0

-2.326

-0.000 0.842

1.282

1.751

2.054

2.326

2.576

Sumber : Sri Harto Br, Hirologi Terapan, Hal 74

Tabel 3.04 Faktor Sebaran Pearson Type III Untuk Cs < 0

Cs

1,0101 2

5

10

25

30

100

200

0.0

-2.326

0.000

0.842

1.282

1.751

2.054

2.326

2.756

-0.1

-2.400

0.017

0.846

1.270

1.716

2.000

2.252

2.482

-0.2

-2.472

0.033

0.850

1.258

1.680

1.945

2.178

2.388

-0.3

-2.544

0.050

0.853

1.245

1.643

1.890

2.104

2.294

-0.4

-2.615

0.066

0.855

1.231

1.606

1.814

2.029

2.201

-0.5

-2.686

0.083

0.856

1.216

1.567

1.777

1.955

2.108

-0.6

-2.755

0.099

0.857

1.200

1.528

1.720

1.880

2.016

-0.7

-2.824

0.116

0.857

1.183

1.488

1.663

1.806

1.926

-0.8

-2.891

0.132

0.856

1.166

1.448

1.606

1.733

1.837

-0.9

-2.957

0.148

0.854

1.147

1.407

1.549

1.660

1.749

-1.0

-3.022

0.164

0.852

1.128

1.366

1.492

1.588

1.664

-1.1

-3.087

0.180

0.848

1.107

1.324

1.435

1.518

1.586

-1.2

-3.149

0.195

0.844

1.086

1.282

1.379

1.449

1.501

-1.3

-3.211

0.210

0.838

1.064

1.240

1.324

1.383

1.484

-1.4

-3.271

0.225

0.832

1.041

1.198

1.270

1.318

1.351

-1.5

-3.330

0.240

0.825

1.018

1.157

1.217

1.256

1.282

-1.6

-3.388

0.254

0.817

0.994

1.116

1.166

1.197

1.216

-1.7

-3.444

0.268

0.808

0.970

1.075

1.116

1.140

1.155

-1.8

-3.499

0.282

0.799

0.945

1.035

1.069

1.087

1.097

-1.9

-3.553

0.294

0.788

0.920

1.996

1.023

1.037

1.044

-2.0

-3.605

0.307

0.777

0.895

1.959

0.980

0.990

0.993

-2.1

-3.656

0.319

0.765

0.369

0.923

0.939

0.246

0.949

-2.2

-3.705

0.330

0.752

0.844

0.888

0.900

0.905

0.907

-2.3

-3.353

0.341

0.739

0.819

0.855

0.864

0.867

0.869

-2.4

-3.800

0.351

0.723

0.795

0.823

0.830

0.832

0.833

-2.5

-3.845

0.360

0.711

0.771

0.793

0.798

0.799

0.800

-2.6

-3.889

0.368

0.696

0.747

0.764

0.768

0.769

0.769

-2.7

-3.932

0.376

0.681

0.724

0.738

0.740

0.740

0.741

-2.8

-3.973

0.384

0.666

0.702

0.712

0.714

0.714

0.714

-2.9

-3.013

0.330

0.651

0.681

0.683

0.689

0.690

0.690

-3.0

-4.051

0.390

0.636

0.666

0.666

0.666

0.667

0.667

Sumber : Sri Harto Br, Hirologi Terapan, Hal 75

(3) Metode Iway Kodoya (one side finite distribution) Cara ini memberikan harga b lebih besar dari 0 sebagai harga minimum variabel kemungkinan (x)

Langkah-langkah perhitungan : Data curah hujan dirubah dalam log xi Hitung harga x0 dengan persamaan : 1 n log x o   log xi n i 1 Hitung nilai b dengan persamaan :

b

1 n n log x i , m  (bilanganbu lat )  m i 1 10

……………

(3 - 7)

…………… (3 - 8)

2

x  x  x0 bi  S t 2 x0   x S  xt  Hitung Xo dengan persamaan :

X o  log xo  b  

…………..

(3 - 9)

1 n  log xo  b  n i n

hitung harga C 1  C

x b 2 n   log i   n  1 i 1  x 0  b 

2

2 2n 2  X  X0 n 1 1 n 2 X    log xi  b   n i 1



……………

(3 -10)

…………

(3 - 11)

hitung curah hujan/debit rencana 1 log xT  b   log x 0  b       c

  c  log

xT  b x0  b

Keterangan : Xs = harga pengamatan dengan nomor urut m dari yang terbesar XT = harga pengamatan dengan nomor urut m dari yang terkecil



= variabel normal

Tabel 3.05 Variabel Normal  Yang Sesuai Pada W (x) Utama T

W (x) = 1/T



T

W (x) = 1/T



500

0,00200

2,0352

30

0,03333

1,2971

400

0,00250

1,9840

25

0,04000

1,2379

300

0,00333

1,9227

20

0,05000

1,1631

250

0,00400

1,8753

15

0,06667

1,0614

200

0,00500

1,8214

10

0,10000

0,9062

150

0,00667

1,7499

8

0,12500

0,8134

100

0,01000

1,6450

5

0,20000

0,5951

80

0,01250

1,5851

4

0,25000

0,4769

60

0,01667

1,5049

3

0,33333

0,3045

50

0,02000

1,4522

2

0,50000

40

0,02500

1,3859

Sumber : Kensaku Takeda, hidrologi untuk pengairan,hal 43

III. BANJIR Secara umum yang dimaksud banjir di sini adalah genangan air dipermukaan tanah sampai melebihi batas tertentu.

1

(1

atau dengan kata lain banjir diartikan sebagai suatu keadaan

di mana debit yang mengalir pada suatu alur (sungai) melebihi debit normal (debit harian ratarata). Masalah mengenai banjir dalam arti pengenangan air di daerah tertentu, seperti bagian kota, lapangan terbang, daerah industri,daerah pertanian dan sebagainya, umumnya menyangkut masalah drainase yaitu pembuangan air dari daerah yang bersangkutan. Pada masalah ini perlu diperkirakan berapa besarnya debit air yang harus dibuang atau disalurkan melalui bangunannya dan dalam berapa lama pembuangan itu harus dilangsungkan. Sebagai acuan perencanaan maka ditetapkanlah banjir rencana yaitu banjir yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan ukuran bangunan yang direncanakan. Banjir rencana yang digunakan sebagai acuan perencanaan ditetapkan berdasarkan periode ulang, umur ekonomis bangunan, biaya pembangunan dan besar kerugian yang diderita apabila bangunan yang direncanakan mengalami kerusakan. a) Analisis Debit rencana Debit rencana dengan periode ulang tertentu dapat diketahui dari hujan rencana. Jadi sebelum debit rencana diketahui terlebih dahulu diadakan analisis frekuensi hujan untuk memperoleh besarnya hujan rencana dengan periode ulang tertentu yang mengakibatkan banjir yang dimaksud. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam anallisis ini adalah metode rasional. Metode ini adalah metode tertua dan terkenal diantara metode empiris, yang pertama kali dipergunakan di Irlandia oleh Mulvani tahun 1847. Metode ini digunakan untuk menentukan banjir maksimum bagi saluran-saluran dengan daerah pengaliran kecil. Metode yang dimaksud adalah :

(2

Q = 0,00278 C · Cs · I · A

……………

Keterangan : Q = debit maksimum dengan periode ulang T tahun (m3/dtk) I = Intensitas curah hujan (mm/jam) A = luas daerah pengaliran (ha) 2

(3 - 12)

C = koefisien pengaliran Cs = koefisien penampungan 0,00278 = Angka konversi b) Intensitas Curah Hujan Intensitas curah hujan dapat diartikan sebagai jumlah curah hujan yang terjadi dalam satu satuan waktu tertentu. Besar intensitas hujan tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Untuk menghitung intensitas curah hujan selama waktu tiba banjir dipergunakan data hasil perhitungan curah hujan maksimum pada setiap periode ulang tertentu. Besar intensitas curah hujan untuk lama waktu hujan sembarang oleh Dr. Mononobe dirumuskan sebagai berikut :

I

R24 24

 24     t 

…………….. (3 - 13)

Keterangan : t

= lama curah hujan (jam)

R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) c) Waktu Konsentrasi Waktu konsentrasi didefenisikan sebagai waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir dari titik yang terjauh sampai pada titik yang ditinjau. Waktu konsentrasi besarnya sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh luas daerah pengaliran, panjang saluran drainase, kemiringan dasar saluran. Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi waktu yang diperlukan air untuk mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran terdekat, dan waktu yang diperlukan air untuk mengalir disepanjang saluran sampai pada titik yang ditinjau, hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

tc  to  t d

……………. (3 - 14)

Keterangan : tc = lamanya waktu konsentrasi (menit) to = waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir melalui permukaan tanah ke saluran terdekat (menit)

td = waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir dalam saluran sampai pada titik yang ditinjau (menit) Untuk menghitung to dan td digunakan rumus Kirpich (3  L  t o  0,0195     S

0 , 77

 L'   t c  0,0195   '   S 

…………….

(3 - 15)

……………

(3 - 16)

0 , 77

Keterangan : L = jarak pengaliran permukaan (m) L’ = panjang saluran (m) S = kemiringan tanah pengaliran S’ = kemiringan dasar saluran d) Koefisien Pengaliran Koefisien pengaliran dapat dipengaruhi oleh kondisi geologi, jenis permukaan tanah, kemiringan

dan

kepadatan

penduduk.

Dalam

pemilihan

koefisien

ini

harus

mempertimbangkan kemungkinan adanya pembangunan dan pengembangan dimasa yang akan datang. Pada suatu daerah pengaliran dengan tata guna lahan yang berbeda-beda maka besar koefisien pengaliran dapat ditetapkan dengan mengambil harga rata-rata berdasarkan bobot luas daerah, koefisien pengaliran rata-rata pada suatu daerah ditentukan berdasarkan rumus :

C

C1  A1  C 2  A2  .....  C n  An A1  A2  .....  An

……………

(3 - 17)

Keterangan : C

= harga rata-rata koefisien pengaliran

C1 , C2 , Cn = koefisien pengaliran tiap daerah pengaliran (lihat tabel 2.09) A1 , A2 , An = luas masing-masing daerah pengaliran (Ha) 3

Tabel 3 – 06. Besar Koefisien Pengaliran No. 1. 2.

Jenis Pengaliran Perumahan tidak begitu rapat

Koef. Pengaliran

20 rumah/Ha

0,25 – 0,40

Perumahan dengan kerapatan sedang 20 – 60 rumah/Ha

3.

0,40 – 0,70

Perumahan kerapatan sedang 60 – 160 rumah/Ha

0,70 – 0,80

4.

Taman dan Daerah rekreasi

0,20 – 0,30

5.

Daerah Industri

0,80 – 0,90

6. Daerah perniagaan 0,90 – 0,95 Sumber : Iman Subarkah, Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air, Hal 200

e) Koefisien Penampungan Koefisien penampungan dari akhir saluran terhadap puncak banjir semakin besar kalau daerah alirannya semakin luas, efek penampungan terhadap banjir maksimum diperhitungkan menggunakan rumus koefisien penampungan. 6)

Cs 

2  tc 2  tc  td

……………

(3 - 18)

dimana : Cs = Koefisien penampungan Tc

= lama waktu konsentrasi

Td = waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir didalam saluran ke tempat yang ditinjau A. METODE GUMMBEL Menyusun kembali curah hujan maksimum berdasarkan rangking. No

Tahun

1 2

1999 2000

curah hujan

146,33 135,33

(x1 - x )

(X1- X)2

46,083 35,083

2123,674 1230,840

3 4 5 6 7 8 9 10

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

134,33 109,33 101,33 101,33 100,33 78,33 76,33 76,33

34,083 9,083 1,083 1,083 0,083 -21,917 -23,917 -23,917

1161,674 82,507 1,174 1,174 0,007 480,340 572,007 572,007

11

2009

72,33

-27,917

779,340

12

2010

71,33

-28,917

836,174

Jumlah X

=

1202,960 ∑x n

7840,917

=

1202,96 12

=

100,247

=

7840,917 11

=

712,811

Standar deviasi TX

=

∑(xi - x)2 n-1

T adalah periode ulang Perhitungan curah hujan rencana untuk Periode ulang T untuk n = 12 Di peroleh Sn Dan Yn sehingga di peroleh dari Tabel reduksi: (tabel 3.03) Sn Yn

= =

Xt

=

x

+

(Yr - Yn )

=

100,247

+

(Yr-0,5035)

+

725

=

1. perhitungan Nilai Xo konversi Logaritma Curah Hujan

0,9833 0,5035

264,749

Tx

Sn 0,9833

712,811 yr

Derajat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Xi 135,33 134,33 109,33 101,33 101,33 100,33 78,33 76,33 76,33 72,33

Log Xi 2,131 2,128 2,039 2,006 2,006 2,001 1,894 1,883 1,883 1,859

Σ x

985,3 98,5

19,830 1,983

Log Xo

1

Σ Log

n

Xi

=

1 Xo

=

Log¯¹ n

=

Log¯¹

=

96,158

Σ Log Xi

1,983

2. Perhitunganb

M=

N 10

=

(diambil 1 rangking curah hujan)

10 10

=

1

2XoNo.

Xs

Xt

Xs.Xt

Xs + Xt

Xs.Xt-Xo²

(Xs+Xt)

b

1

135,33

72,33

9788,419

207,66

542,074

-15,344

-35,328

b=

1 m

Σ bi

=

Xs.Xt-Xo² 2Xo-(Xs+Xt)

=

-35,328

3. Perhitungan Simpangan Baku Sampel Perhitungan standar deviasi (Log (Xi +

Derajat

Xi

(Xi + b)

Log (Xi + b)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

135,33 134,33 109,33 101,33 101,33 100,33 78,33 76,33 76,33 72,33

100,002 99,002 74,002 66,002 66,002 65,002 43,002 41,002 41,002 37,002

2,000 1,996 1,869 1,820 1,820 1,813 1,633 1,613 1,613 1,568

b))² 4,000 3,983 3,494 3,311 3,311 3,287 2,668 2,601 2,601 2,459

Σ

17,744

31,715

Xo

= = =

1 n 1 10 1,774

Σ Log ( Xi + bi ) 17,744



1 n 1 10

= =

S

=

X² - Xo²

=

3,171

=

1,397

Σ (Log ( Xi + bi ))² 31,715

=

-

1,774

3,171

4. Perhitungan Laju Abnormalitas Dasar

ε= = = =

1 - (1 - βo)⅟ⁿ 1 - ( 1 - 0.05 )⅟⁹ 0,005683 0,568 %

; dimana βo = 5% ; =10

5. Perhitungan Harga Abnormal Log (Xε + b) Log (Xε + b) Log (Xε + b)

= = =

Log (Xo + b) ± γe. S 1 Log (Xo + b) ± γe. S n Xo ± γe. S

Σ

a. Untuk Data Curah Hujan Maksimum Log ( 148 - 37.501 ) 2,045 γe

= = =

XƐ = 1,774 + 3,171 x γe 0,645

146,33

mm

1,397

x γe

dari tabel 3-01, untuk (n - 1) = 9 dan γe = 0,412 diperkirakan nilai Ɛ berada diantara 0,50% dan 1,25% jadi Ɛ > Ɛo

b. Untuk data curah hujan minimum Log ( 74 - 37.501 ) 1,853 γe

= = =

XƐ = 1,774 + 3,171 x γe 0,584

71,33

mm

1,397

x γe

dari tabel 3-01, untuk (n - 1) = 9 dan γe = 0,377 diperkirakan nilai Ɛ berada diantara 12,5% dan 25% jadi Ɛ > Ɛo

B. METODE IWAI KEDOYA 1. Perhitungan Nilai Xo No

Tahun

curah hujan (Ri)

Log Ri

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2007 2006 2008 2009 2005 2010 2004 2003 2001 2002 2000

146,33 135,33 134,33 109,33 101,33 101,33 100,33 78,33 76,33 76,33 72,33

2,165 2,131 2,128 2,039 2,006 2,006 2,001 1,894 1,883 1,883 1,859

12

1999

71,33

1,853

1202,96 100,247

23,848 1,987

Jumlah rata - rata Log Xo

1

=

n

Xo =

∑ Log Xi

Log¯¹

1 n

Log¯¹

1,987

∑ Log Xi

= 97,134 2. Perhitungan Harga b N = 10 (diambil 1 rangking curah hujan) M=

No. X1 X2 1 146,330 71,330

b=

1 m

X1 . X2 10438

∑ bi

=

12 10

=

1,2

X1 . X2

2Xo - (X1 +

X1 + X2 217,660

-Xo² 10438

X2) -217,660

(X1.X2Xo²) (2Xo(X1+X2))

=

-47,954

b -47,954

3. Perhitungan Simpangan Baku Sampel Perhitungan Standar Deviasi Derajat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Log (Xi +

(Log (Xi +

(Xi + b) 146,330 135,330 134,330 109,330 101,330 101,330 100,330 78,330 76,330 76,330

b) 2,165 2,131 2,128 2,039 2,006 2,006 2,001 1,894 1,883 1,883

b))² 4,689 4,543 4,529 4,156 4,023 4,023 4,006 3,587 3,545 3,545

11

Xi 146,33 135,33 134,33 109,33 101,33 101,33 100,33 78,33 76,33 76,33 72,33

72,330

1,859

3,457

12

71,33

71,330

1,853 20,136

3,435 40,645

∑ Xo = = = X² = =

1 ∑ Log (Xi+b) n 1 20,136 12 1,678 1



n 1

(Log(Xi+b))² 40,645

=

12 3,387

S=

(X² - Xo²)

=

3,3871

-

=

1,7091

=

1,6780

1,3073

4. Perhitungan nilai 1/c

1  2n x X2  X 2 o c n 1 

2n n 1

xS

= 1,93104

5. perhitungan curah hujan rencana 1 1 log (X T  b)  log (x o  b)  ( )  c n

n

 i 1

1 log (x i  b)  ( ) c

1 log(X T  b)  X o  ( ) c

(Nilai ξ dapat dilihat pada tabel )) Perhitungan curah hujan rencana No 1 2 3

T

ξ

( 1/c ) ξ

Xo + ( 1/c ) ξ

b (Xr + B)

(Tahun) 2 5 10

1 0,000 0,595 0,906

2 0,000 1,149 1,750

3 = Xo + 2 1,678 2,827 3,428

4 47,642 671,659 2678,516

XT = Curah hujan rancangan(mm)

=

-47,954 Xt 5=4-b -0,312 623,705 2630,562

C. METODE DISTRIBUSI LOG PEARSON TYPE III 1. perhitungan standar deviasi log x =

1,987 (Log Xi - Log

(Log Xi - Log X )

0,1780 0,1440 0,1408 0,0514 0,0184 0,0184 0,0141

X )² 0,0316705 0,0207426 0,0198251 0,0026387 0,0003373 0,0003373 0,0001977

³ 0,0056361 0,0029874 0,0027914 0,0001355 0,0000062 0,0000062 0,0000028

1,8939

-0,0934

0,0087316

-0,0008159

76,33 76,33 72,33 71,33

1,8827 1,8827 1,8593 1,8533

-0,1047 -0,1047 -0,1281 -0,1341

0,0109571 0,0109571 0,0163975 0,0179826

-0,0011469 -0,0011469 -0,0020998 -0,0024114

jumlah

1202,96

23,8485

0,1407751

0,0039447

rata 2

100,25

derajat

Xi

Log Xi

(Log Xi - Log X )

1 2 3 4 5 6 7

146,33 135,33 134,33 109,33 101,33 101,33 100,33

2,1653 2,1314 2,1282 2,0387 2,0057 2,0057 2,0014

8

78,33

9 10 11 12

l ogx 

1n

l ogx

ni 1

i

=

1 12 1,987

=

n



S 

(

(l og xi  l og x)

23,848

)

2

n 1

i 1

0,141

=

0,1131

12 - 1

2. perhitungan koevisien kepencengan

=

Cs 

n

3 . 0,00394 n  (log x 12 i  log x)

(12-1)(12-2) i 1

(n  1)(n  2)S

0,1131

³

=

0,297

3

3. perhitungan faktor frekuensi nilai K dilihat pada tabel (untuk

Cs =

4. perhitungan curah hujan rencana

log X T  log x  K . S X T  log

1

( log x  K . S)

0,297 )

curah hujan log pearson type III T S no. 1 2 3

K

(tahun)

1

2

2 5 10

0,1131 0,1131 0,1131

-0,051 0,823 1,310

XT 3 = log X + 1 . 2 95,852 120,358 136,637

XT = curah hujan rencana (mm) HASIL AKHIR CURAH HUJAN RANCANGAN Periode No.

ulang

1 2 3

(tahun) 2 5 10

Curah Hujan Rancangan (mm) Distribusi Distribusi Distribusi Iwai

Gumbel

Log Pearson III

-0,312 623,705 2630,562

1,151 822,583 1366,582

95,852 120,358 136,637

Curah Hujan Maksimum 95,852 822,583 2630,562

PERENCANAAN DIMENSI SALURAN Perhitungan saluran kuarter (SI) Debit rencana (periode 2 tahun) lebar dasar (diambil minimum) Kecepatan air (diambil minimum)

Bentuk saluran bujur sangkar = 0,0183 m³/det = 0,3 m = 0,75 m/det

Luas penampang basah (F) F

=

b

x

=

0,3

h

h

Keliling basah (o) O

=

b

+

2h

=

0,3

+

2h

Jari - Jari hidrolis (R) F R = O 0,3 = 0,3 +

h 2h

Rumus Meaning = V = 1/n . R⅔ . I½ dimana : V= kecepatan air dalam saluran S= kemiringan saluran n= koefisien kekasaran meaning Q 0,018 3 h

= F

x

=

0,3 h

=

0,081

V

=

0,75

=

V x m

R ⅔

1 n 1 0,025

0,75

I ½

0,053



I ½

S ½ S

=

0,1333

=

0,01777

m/jam

PERHITUNGAN DEBIT RENCANA AIR HUJAN Perhitungan intensitas curah hujan untuk saluran tersier digunakan periode ulang 2 tahun, dengan mengambil salah satu saluran tersier yang ada sebagai berikut : Diketahui : Panjang saluran ( L ) = 60 m Kemiringan saluaran ( s ) = 0,0058 Panjang aliran saluran (L' ) = 24 m Kemiringan daerah aliran ( s' ) = 0,0012 Koefisien Pengaliran (CR ) = 0,6 ( Untuk Daerah Pemukiman ) Luas Daerah Pengaliran ( A ) = 0,0096 ha Waktu yang diperlukan air untuk mengalir Dari saluran terjun ke titik terkoreksi L to

=

0,0195

=

0,0195

=

0,77

√s

x x 3,3135

60 0,076

0,77

menit

Waktu yang dibutuhkan air mengalir melalui permukiman tanah ke saluran terdekat

td

= = =

0,0195

x

0,0195

x 3,0013

L' √s' 24 0,035 menit

0,77

0,77

tc

= = =

to + td 3,314 + 6,315

3,0013

perhitungan koefisien penampang (Cs) Pada Periode 2 tahun (I) cs

= =

Q

141,49

2tc 2tc + Td 12,63 15,6310

=

0,808

=

0,0278

=

=

x

0,0183

Cs

x

Cr

x

I

x

A

m³/det

Perhitungan intensitas curah hujan untuk saluran tersier digunakan periode ulang 10 tahun, dengan mengambil salah satu saluran tersier yang ada sebagai berikut : Diketahui : Panjang saluran ( L ) = 42 m Kemiringan saluaran ( s ) = 0,0140 Panjang aliran saluran (L' ) = 134 m Kemiringan daerah aliran ( s' ) = 0,0042 Koefisien Pengaliran (CR ) = 0,7 ( Untuk Daerah Pemukiman ) Luas Daerah Pengaliran ( A ) = 0,0840 ha Waktu yang diperlukan air untuk mengalir Dari saluran terjun ke titik terkoreksi

to

=

0,0195

X

=

0,0195

X

=

1,7934

L √s 42 0,118

0,77

0,77

menit

Waktu yang dibutuhkan air mengalir melalui permukiman tanah ke saluran terdekat

td

=

0,0195

x

L'

0,77

=

0,0195

=

√s' 134 0,065

x

6,9655

0,77

tc

menit

= = =

to + td 1,793 + 8,759

perhitungan koefisien penampang (Cs) Pada Periode 10 tahun (I) = 195 cs

2tc 2tc + Td 17,518 24,4834

= =

Q

=

0,7155

=

0,0278

=

x

0,2281

Cs

x

Cr

x

I

x

A

m³/det

PERHITUNGAN INTENSITAS CURAH HUJAN TABEL CURAH HUJAN curah hujan maksimum

X1 (mm/hari) 95,852

X2 (mm/hari) 822,583

X3 (mm/hari) 2630,562

untuk t = 5 menit dengan periode ulang 2 tahun, 5 tahun , dan 10 tahun nilai intensitasnya adalah :

R  24  I  24    24  t  rumus :

2/3

contoh peritungan : untuk periode 2 tahun

I₂ =

95,852 24

24

X

5/60



6,966

=

174,175

mm/jam

untuk periode 5 tahun

I₅ =

822,583

=

1494,732

24

24

X



5/60

mm/jam

untuk periode 10 tahun

I₁₀ = =

2630,562 24 4780,048

24

X

5/60

mm/jam

Tabel Perhitungan Intensitas Curah Hujan waktu (menit) 5

Intensitas curah hujan

I₂

I₅

I₁₀

174,175

1494,732

4780,048

10 15

109,723 83,735

941,622 718,592

3011,241 2298,007

30 60

52,749 33,230

452,685 285,173

1447,654 911,965

90 120

25,359 20,934

217,628 179,648

695,959 574,502

150 180 210 240

18,040 15,975 14,415 13,187

154,816 137,097 123,708 113,171

495,091 438,427 395,609 361,913



LAMPIRAN

Related Documents

Drainase
October 2019 45
Kota Kota
June 2020 61
Drainase Permukaan
December 2019 25

More Documents from "galante gorky"

Npm.xlsx
April 2020 24
December 2019 33
April 2020 12
Mrmag - Septembre 2008
December 2019 36