BAB I LANDASAN TEORI I. PENGERTIAN DRAINASE Drainase (drainage) yang berasal dari kata kerja “to drain” yang berarti mengeringkan atau mengalirkan air, adalah terminologi yang digunakan untuk menyatakan sistem-sistem yang berkaitan dengan penanganan masalah kelebihan air baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Sedangkan drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air yang mengkhususkan pengkajian pada pada kawasan perkotaan yang meliputi : pemukiman, kawasan industri dan perdagangan, sekolah, rumah sakit, fasilitas umum lainnya. Pengertian drainase perkotaan tidak terbatas pada teknik pembuangan air yang berlebihan namum lebih luas lagi menyangkut keterkaitannya dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya yang ada di kawasan tersebut. Pertumbuhan kota dan perkembangan industri menimbulkan dampak yang cukup besar pada siklus hidrologi sehingga berpengaruh besar terhadap sisitem drainase perkotaan. Setiap perkembangan kota harus diikuti dengan perbaikan sistem drainase, dan tidak cukup jika hanya pada lokasi yang dikembangkan, melainkan harus meliputi daerah sekitarnya juga. Hal ini disebabkan adanya perkembangan beberapa kawasan hunian yang disinyalir sebagai penyebab utama terjadinya banjir dan genangan di lingkungan sekitarnya. Oleh karena perkembangan urbaninsasi, menyebabkan perubahan tata guna lahan sedangkan siklus hidrologi sangat dipengaruhi oleh tata guna lahan. Jaringan drainase perkotaan meliputi seluruh alur air, baik alur alam maupun alur buatan yang hulunya terletak di kota dan bermuara di sungai yang melewati kota tersebut atau bermuara ke laut di tepi kota tersebut. Drainase perkotaan melayani kelebihan air pada suatu kota dengan mengalirkannya melalui permukaan tanah atau di bawah permukaan tanah, untuk dibuang ke sungai, laut dan danau. Kelebihan air tersebut dapat berupa air hujan, air limbah domestik maupun air limbah industri. Oleh karena itu, drainase perkotaan harus terpadu dengan sanitasi, sampah, pengendalian banjir kota dan lain-lain.
1. Fungsi jaringan Pada sistem pengumpulan
air buangan yang diperhatikan ada dua macam air
buangan, yaitu air hujan adalah air kotor (bekas), cara atau sistem buangan ada 3 yaitu: Sistem terpisah Sistem ini buangan air hujan dan air kotor dilayani oleh sistem saluran masing-masing secara terpisah. Pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain : periode musim hujan dan kemarau terlalu lama, kualitas yang jauh berbeda antara air buangan dan air hujan, air buangan memerlukan penggelolaan terlebih dahulu sedangkan air hujan tidak perlu dan secepatnya harus dibuang kesungai yang terdapat pada daerah yang ditinjau. Sistem tercampur Pada sistem ini air kotor dan air hujan disalurkan melalui satu saluran yang sama, Saluran ini harus tertutup. Pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain debit masing-masing buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan, kuantitas air hujan dan air buangan tidak terlalu jauh berbeda, fluktuasi curah hujan dari tahun ke tahun relatif kecil. Sistem kombinasi Merupakan perpaduan antara saluran air buangan dan air hujan di mana pada musim hujan air buangan dan air hujan tercampur dalam saluran air buangan, sedangkan air hujan berfungsi sebagai pengencer atau penggelontor. Kedua saluran ini tidak bersatu tetapi dihubungkan dengan sistem perpipaan interseptor. Beberapa faktor yang dapat digunakan dalam menentukan pemilihan ini adalah perbedaan besar antara kuantitas air buangan yang akan disalurkan melalui jaringan penyalur air buangan dan kuantitas curah hujan pada daerah pelayanan, umumnya di dalam kota dilalui sungai-sungai di mana air hujan secepatnya dibuang ke dalam sungai-sungai tersebut, periode musim kemarau dan musim hujan yang sama serta fluktuasi air hujan yang tidak tetap. 2. Tata letak saluran drainase Beberapa contoh medel tata letak saluran yang dapat diterapkan dalam perencanaan jaringan drainase antara lain :
1. Pola alamiah Letak conveyor drain (b) ada di bagian rendah (lembah) dari suatu daerah yang secara efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang ada (collector drain). Di mana collector maupun conveyor drain merupakan saluran alami. Pola ini umumnya dibuat pada daerah yang mempunyai topografi yang sedikit lebih tinggi dari pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuangan akhir berada di tengah kota. a
a
b
a a
a
a
a
a
= collektor drain
b
= conveyor drain
b
a
2. Pola siku Conveyor drain terletak di lembah dan merupakan saluran alami, sedangkan collector drain dibuat tegak lurus dari conveyor drain.
a
a
a
a
a
b
b a
a
a
a
a
3. Pola paralel Collector drain yang menampung debit dari sungai-sungai yang lebih kecil dibuat sejajar satu sama lain dan kemudian masuk conveyor drain. a a a a a a b a a a b
b
4. Pola jaring-jaring Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lainnya, maka dapat dibuat beberapa interceptor drain (a) yang kemudian ditampung ke dalam saluran collector (b) dan selanjutnya dialirkan menuju saluran conveyor.
a a a
a
a
a
a
a
a
a
a = Interceptor b = Collector Drain c = Conveyor Drain b
b
c 5. Pola grid iron Beberapa interceptor drain dibuat satu sama lain
sejajar, kemudian ditampung di
collector drain untuk selanjutnya masuk kedalam conveyor drain. a a a
a
b
6. Pola radial
c Suatu daerah genangan dikeringkan melaui beberapa collector drain dari suatu titik menyebar ke segala arah (sesuai dengan kondisi topografi daerah).
3. Prosedur perancangan tata letak sistem drainase Untuk menjamin berfungsinya suatu sistem jaringan drainase perlu diperhatikan halhal sebagai berikut : Pola arah aliran Dengan melihat peta topografi kita dapat menentukan arah aliran yang merupakan natural sistem yang terbentuk secara alamiah dan mengetahui toleransi lamanya genangan dan daerah rencana. Situasi fisik kota Informasi situasi dan kondisi kota baik yang ada (eksisting) maupun yang sedang direncanakan perlu diketahui antara lain :
Sistem jaringan yang ada (drainase, irigasi, air minum, telepon, listrik dan sebagainya.)
Bottle neck yang mengkin ada
Batas-batas daerah kepemilikan
Letak dan jumlah prasarana yang ada
Tingkat kebutuhan drainase yang diperlukan
Gambaran prioritas daerah secara garis besar.
Semua hal tersebut di atas dimaksudkan agar dalam penyusunan tata letak sistem jaringan drainase tidak terjadi pertentangan kepentingan. 4. Deskripsi lingkungan fisik dalam sistem drainase Dalam perencanaan tata letak jaringan drainase, deskripsi lingkungan fisik merupakan informasi yang sangat penting. Penempatan saluran, bangunan dan jumlah kerapatan fasilitas tersebut akan sangat dipengaruhi oleh kondisi daerah rencana. Deskripsi lingkungan fisik yang dianggap penting diketahui sesuai jenisnya dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Tata guna lahan Merupakan peta yang dapat menggambarkan tentang pola penggunaan lahan di daerah rencana. Pola penggunaan lahan yang dimaksud harus mencakup tentang kondisi maupun rencana pengembangan di masa yang mendatang. informasi tersebut diperlukan untuk menentukan lingkup sistem drainase yang diperlukan dan untuk merencanakan
drainase yang tingkatnya sesuai dengan katagori tata guna lahan dari daerah yang bersangkutan. 2. Prasarana lain Informasi tentang prasarana lain yang dimaksud meliputi jalan air minum, listrik, jaringan telepon, dan jaringan lain yang diperkirakan menyebabkan bottle neck. Ini dimaksudkan sebagai pertimbangan dalam menentukan trase saluran dan untuk mengidentifikasi jenis bangunan penunjang yang diperlukan. 3. Topografi Informasi yang dibutuhkan untuk menentukan arah penyaluran dan batas wilayah tanahnya, pemetaan kontur di suatu daerah urban pelu dilakukan pada skala 1 : 5.000 dengan beda kontur 0,25 m di daerah datar, dan beda kontur 1 m untuk daerah curam. Pemetaan kontur dengan skala 1 : 50.000 dan 100.000 juga memungkin diperlukan untuk menentukan luas daerah aliran sungai di hulu kota, suatu beda kontur 2,5 m biasanya cukup bagi keperluan agar efek dari jalan, saluran dan penghalang aliran banjir lainnya dapat diperkirakan. 4. Pola aliran alam Informasi tentang pola aliran alam dipelukan untuk mendapatkan gambaran tentang kecendrungan pola letak dan arah aliran alam yang terjadi sesuai kondisi lahan daerah rencana. Secara tidak langsung, sebenarnya informasi ini dapat diinterprestasikan dari peta topografi dengan cara mengidentifikasi lembah dan punggung. Di mana pola aliran buangan alam cenderung mengarah pada bagian lembah. Namun untuk dapat memperoleh hasil informasi yang lebih akurat, perlu dilakukan observasi langsung kelapangan. 5. Pola aliran daerah pembuangan Daerah pembuangan yang di maksud adalah tampat pembuangan kelebihan air dan lahan yang direncanakan misalnya sungai, laut, danau dan lain-lain. Informasi ini sangat penting terutama berkaitan dengan penempatan fasilitas outletnya, elevasi fasilitas oulet harus ditetapkan di atas muka air maksimum daerah pembuangan, sehingga gejala terjadi air balik (back water) pada rencana saluran drainase dapat dihindari.
II. HIDROLOGI Hidrologi merupakan salah satu analisis awal yang digunakan dalam perencanaan dan perancangan bangunan air. Bangunan air dalam bidang teknik sipil dapat berupa waduk, gorong-gorong, bendung, drainase dan masih banyak lagi yang lain. Dalam perencanaan dan perencangan bangunan air perlu diketahui besarnya debit rencana yang kita pakai sebagai dasar untuk menentukan ukuran-ukuran bangunan air dan bangunan pelengkapnya. Pemecahan masalah-masalah tersebut di atas sangat bergantung pada informasi yang diperoleh dari analisis hidrologi. 1. Hujan Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi yang terjadi karena penguapan air yang terkondensasi serta jatuh ke tanah dalam suatu rangkaian proses siklus hidrologi, lalu menjadi aliran sungai baik melalui limpasan permukaan, aliran antara, maupun sebagai aliran tanah. a. Pengukuran Hujan Banyaknya hujan dapat diukur dengan alat pengukur hujan (rain gauge), baik manual maupun otomatis. Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam dengan cara ini berarti hujan yang diketahui adalah hujan yang terjadi selama satu hari. Curah hujan yang diukur mewakili suatu daerah yang ditempatkan alat pengukur hujan pada stasiun hujan. Pada umumnya stasiun hujan ditempatkan pada daerah yang mewakili suatu daerah aliran sungai (DAS ; daerah di mana semua alirannya mengalir ke dalam sungai yang di maksud). b. Analisa Curah Hujan Pengukuran yang diperoleh dari masing-masing alat pengukur hujan merupakan data hujan pada suatu tempat saja (lokal) .
sedang untuk menganalisis umumnya yang
diinginkan adalah data curah hujan daerah aliran (area rainfall). Apabila di dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar hujan maka dapat diambil nilai rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal.
2. Analisa Frekuesi Hujan Analisa frekuensi hujan adalah suatu analisis statistik yang digunakan untuk memperkirakan besarnya suatu kejadian yang terjadi satu kali dalam periode ulang tertentu. Analisa frekuesi digunakan untuk peramalan, dalam arti menentukan probabilitas untuk terjadinya sesuatu peristiwa bagi tujuan perencanaan di masa yang akan datang, namun waktu dan saat terjadinya peristiwa itu sendiri tidak dapat ditentukan. a. Periode Ulang Periode ulang adalah suatu interval waktu rata-rata yang suatu peristiwa akan disamai atau dilampaui satu kali, misalnya periode ulang T = 10 tahun maka peristiwa yang bersangkutan (banjir/hujan) akan terjadi rata-rata satu kali tiap 10 tahun. Hal ini berarti terjadinya peristiwa tidak harus setiap 10 tahun, melainkan rata-rata sekali dalam tiap 10 tahun, 10 kali dalam 100 tahun, 25 kali dalam 250 tahun. Dalam perencanaan drainase periode ulang yang digunakan tergantung dari fungsi saluran, daerah tangkapan hujan yang akan dikeringkan dan pertimbangan ekonomis. Menurut pengalaman, besarnya periode ulang untuk perencanaan saluran drainase adalah adalah sebagai berikut : 1. saluran kuarter periode ulang 1 tahun 2. saluran tersier periode ulang 2 tahun 3. saluran sekunder periode ulang 5 tahun 4. saluran primer periode ulang 10 tahun a) Metode Analitis Frekuensi Berdasarkan analisis frekuensi hujan akan diperoleh besarnya hujan harian maksimum yang mungkin akan terjadi pada periode waktu tertentu. Untuk menganalisa probabilitas hujan dan banjir digunakan beberapa metode teriotis. Secara umum distribusi teoritis terbagi menjadi 2 macam yaitu diskrit dan kontinyu, 2) dalam bahasan ini hanya diuraikan distribusi kontinyu yang terdiri dari bebrapa metode antara lain : distribusi log normal, disribusi gumbel dan distribusi log pearson type III. 1. Joetata Hadihardjaja, Drainase Perkotaan, Universitas Gunadharma, Jakarta, 1997 2. Soemarto CD, Hidrologi Teknik, Edisi Kedua Erlanga, Jakarta, 1993
(1) Distribusi Gumbel
Distribusi gumbel merupakan salah satu distribusi frekuensi yang menggunakan nilai ekstrim. Adapun tahap perhitungan dengan metode ini adalah sebagai berikut : 1. Data curah hujan diurut berdasarkan ranking 2. Hitung standar deviasi sampel S
n
X
i 1
X n 1
i
2
1 n X Xi n i 1
……………....
(3 - 1)
……………...
(3 - 2)
……………..
(3 - 3)
3. Hitung nilai KT KT
YT Yn Sn
YT ln ln Tr 1 / Tr
4. Hitung curah hujan rencana
X T X KT Sn Keterangan : YT = reduced variate
Yn = reduced mean yang tergantung dari besarnya sampel n Sn = reduced standard deviation yang tergantung dari besarnya sampel n XT = curah hujan/debit rencana
Tabel 3 - 01. Reduced Variate Sebagai Fungsi Balik
YT ln ln Tr 1 / Tr Tr (Tahun)
Reduced Variate
2
0,36651
5
1,49994
10
2,25037
20
2,97019
50
3,90194
100
4,60015
200
5,29581
500
6,21361
Sumber : Soemarto CD, Hidrologi Teknik, Hal 148
Tabel 3.02 Hubungan Reduced Mean Yn dan Reduced Standard Deviation Sn
Dengan Besarnya Sampel N
Yn
Sn
n
Yn
Sn
N
Yn
Sn
10
0,4952
0,9496
41
0,5442
1,1436
72
0,5552
1,1873
11
4996
9676
42
5448
1458
73
5555
1881
12
5035
9833
43
5453
1480
74
5557
1890
13
5070
9971
44
5458
1499
75
5559
1898
14
5100
1,0095
45
5463
1519
76
5561
1906
15
5128
0206
46
5468
1538
77
5563
1915
16
5157
0316
47
5473
1557
78
5565
1932
17
5181
0411
48
5477
1574
79
5567
1930
18
5202
0493
49
5481
1590
80
5569
1938
19
5220
0565
50
5485
1607
81
5570
1945
20
5236
0628
51
5483
1623
82
5572
1953
21
5252
0696
52
5493
1638
83
5574
1959
22
5268
0754
53
5497
1658
84
5576
1967
23
5283
0811
54
5501
1667
85
5578
1973
24
5296
0864
55
5504
1681
86
5580
1987
25
5309
0915
56
5508
1696
87
5581
1987
Sumber : Soemarto CD, Hidrologi Teknik, hal 148 – 149
Lanjutan Tabel 3.02 Hubungan Reduced Mean Y n dan Reduced Standard Deviation S n Dengan Besanya Sampel
N
Yn
Sn
N
Yn
Sn
N
Yn
Sn
26
0,5320
1,0861
57
0,5511
1,1708
88
0,5583
1,1994
27
5332
1,1004
58
5515
1721
89
5585
1,2001
28
5343
1047
59
5518
1734
90
5586
2007
29
5353
1086
60
5521
1747
91
5587
2013
30
5362
1124
61
5524
1759
92
5589
2020
31
5371
1156
62
5527
1770
93
5591
2026
32
5380
1193
63
5530
1782
94
5592
2032
33
5388
1226
64
5533
1793
95
5593
2038
34
5396
1255
65
5535
1803
96
5595
2044
35
5402
1286
66
5538
1814
97
5596
2049
36
5410
1313
67
5540
1824
98
5598
2055
37
5418
1339
68
5543
1834
99
5599
2060
38
5424
1363
69
5545
1844
100
5600
2065
39
5430
1388
70
5548
1854
40
5436
1413
71
5550
1873
Sumber : Soemarto CD, Hidrologi Teknik, hal 148 – 149
(2) Distribusi Log Pearson Type III
Terdapat 12 type distribusi yang dikembangkan oleh Pearson. Namun dalam analisis ini hanya digunakan distribusi Log Pearson Type III. Adapun penyelesaianya adalah sebagai berikut : Data curah hujan dirubah dalam logaritma Hitung nilai standar deviasi logX logX n
S
2
i
i1
n 1
logX
…………….
(3 - 4)
……………..
(3 - 5)
…………….
(3 - 6)
1n logXi n i1
Hitung koefisien kemencengan
log X n
Cs
i 1
i
log X
n 1 n 2 S
3
3
Hitung logaritma hujan/debit rencana
Log X T log X K S Keterangan Cs = koefisien kepencengan sampel K = faktor frekuensi XT = curah hujan rencana XI = data curah hujan harian
Tabel 3 – 03. Faktor Sebaran Pearson Type III Untuk Cs > 0
Periode ulang Cs
1,0101
2
3,0
-0.667
2,9
5
10
25
30
100
200
-0.396 0.420
1.180
2.278
3.152
4.051
4.978
-0.690
-0.390 0.440
1.195
2.277
3.134
4.013
4.909
2,8
-0.714
-0.384 0.460
1.210
2.275
3.114
3.973
4.847
2,7
-0.740
-0.376 0.479
1.224
2.272
3.093
3.932
4.783
2,6
-0.769
-0.368 0.499
1.238
2.267
3.071
3.889
4.718
2,5
-0.799
-0.360 0.518
1.250
2.262
3.148
3.845
4.652
2,4
-0.812
-0.351 0.537
1.262
2.256
3.023
3.800
4.584
2,3
-0.867
-0.341 0.555
1.274
2.248
2.997
3.753
4.515
2,2
-0.905
-0.330 0.574
1.284
2.240
2.970
3.705
4.454
2,1
-0.946
-0.319 0.592
1.294
2.230
2.942
3.656
4.372
2,0
-0.990
-0.307 0.609
1.362
2.219
2.912
3.605
4.298
1,9
-1.037
-0.294 0.627
1.310
2.207
2.881
3.553
4.223
1,8
-1.087
-0.282 0.643
1.318
2.193
2.848
3.499
4.147
1,7
-1.140
-0.268 0.660
1.324
2.179
2.815
3.444
3.069
1,6
-1.197
-0.254 0.675
1.329
2.163
2.780
3.388
3.990
1,5
-1.256
-0.240 0.690
1.333
2.146
2.745
3.330
3.910
1,4
-1.256
-0.225 0.705
1.337
2.128
2.706
3.271
3.828
1,3
-1.383
-0.210 0.719
1.339
2.108
2.666
3.211
3.745
1,2
-1.449
-0.195 0.732
1.340
2.087
2.626
3.149
3.661
1,1
-1.518
-0.180 0.745
1.341
2.066
2.585
3.087
3.575
1,0
-1.588
-0.164 0.758
1.340
2.043
2.542
3.022
3.489
0,9
-1.660
-0.148 0.769
1.339
2.018
2.498
2.957
3.401
0,8
-1.733
-0.132 0.780
1.336
1.993
2.453
2.891
3.312
0,7
-1.306
-0.116 0.790
1.333
1.967
2.407
2.924
3.223
0,6
-1.680
-0.099 0.800
1.328
1.939
2.359
2.755
3.132
0,5
-1.955
-0.083 0.808
1.323
1.910
2.311
2.686
3.041
0,4
-2.029
-0.066 0.816
1.317
1.880
2.261
2.615
2.949
0,3
-2.104
-0.050 0.824
1.309
1.849
2.211
2.544
2.856
0,2
-2.176
-0.033 0.830
1.301
1.818
2.159
2.472
2.763
0,1
-2.252
-0.017 0.836
1.292
1.785
2.107
2.400
2.670
0,0
-2.326
-0.000 0.842
1.282
1.751
2.054
2.326
2.576
Sumber : Sri Harto Br, Hirologi Terapan, Hal 74
Tabel 3.04 Faktor Sebaran Pearson Type III Untuk Cs < 0
Cs
1,0101 2
5
10
25
30
100
200
0.0
-2.326
0.000
0.842
1.282
1.751
2.054
2.326
2.756
-0.1
-2.400
0.017
0.846
1.270
1.716
2.000
2.252
2.482
-0.2
-2.472
0.033
0.850
1.258
1.680
1.945
2.178
2.388
-0.3
-2.544
0.050
0.853
1.245
1.643
1.890
2.104
2.294
-0.4
-2.615
0.066
0.855
1.231
1.606
1.814
2.029
2.201
-0.5
-2.686
0.083
0.856
1.216
1.567
1.777
1.955
2.108
-0.6
-2.755
0.099
0.857
1.200
1.528
1.720
1.880
2.016
-0.7
-2.824
0.116
0.857
1.183
1.488
1.663
1.806
1.926
-0.8
-2.891
0.132
0.856
1.166
1.448
1.606
1.733
1.837
-0.9
-2.957
0.148
0.854
1.147
1.407
1.549
1.660
1.749
-1.0
-3.022
0.164
0.852
1.128
1.366
1.492
1.588
1.664
-1.1
-3.087
0.180
0.848
1.107
1.324
1.435
1.518
1.586
-1.2
-3.149
0.195
0.844
1.086
1.282
1.379
1.449
1.501
-1.3
-3.211
0.210
0.838
1.064
1.240
1.324
1.383
1.484
-1.4
-3.271
0.225
0.832
1.041
1.198
1.270
1.318
1.351
-1.5
-3.330
0.240
0.825
1.018
1.157
1.217
1.256
1.282
-1.6
-3.388
0.254
0.817
0.994
1.116
1.166
1.197
1.216
-1.7
-3.444
0.268
0.808
0.970
1.075
1.116
1.140
1.155
-1.8
-3.499
0.282
0.799
0.945
1.035
1.069
1.087
1.097
-1.9
-3.553
0.294
0.788
0.920
1.996
1.023
1.037
1.044
-2.0
-3.605
0.307
0.777
0.895
1.959
0.980
0.990
0.993
-2.1
-3.656
0.319
0.765
0.369
0.923
0.939
0.246
0.949
-2.2
-3.705
0.330
0.752
0.844
0.888
0.900
0.905
0.907
-2.3
-3.353
0.341
0.739
0.819
0.855
0.864
0.867
0.869
-2.4
-3.800
0.351
0.723
0.795
0.823
0.830
0.832
0.833
-2.5
-3.845
0.360
0.711
0.771
0.793
0.798
0.799
0.800
-2.6
-3.889
0.368
0.696
0.747
0.764
0.768
0.769
0.769
-2.7
-3.932
0.376
0.681
0.724
0.738
0.740
0.740
0.741
-2.8
-3.973
0.384
0.666
0.702
0.712
0.714
0.714
0.714
-2.9
-3.013
0.330
0.651
0.681
0.683
0.689
0.690
0.690
-3.0
-4.051
0.390
0.636
0.666
0.666
0.666
0.667
0.667
Sumber : Sri Harto Br, Hirologi Terapan, Hal 75
(3) Metode Iway Kodoya (one side finite distribution) Cara ini memberikan harga b lebih besar dari 0 sebagai harga minimum variabel kemungkinan (x)
Langkah-langkah perhitungan : Data curah hujan dirubah dalam log xi Hitung harga x0 dengan persamaan : 1 n log x o log xi n i 1 Hitung nilai b dengan persamaan :
b
1 n n log x i , m (bilanganbu lat ) m i 1 10
……………
(3 - 7)
…………… (3 - 8)
2
x x x0 bi S t 2 x0 x S xt Hitung Xo dengan persamaan :
X o log xo b
…………..
(3 - 9)
1 n log xo b n i n
hitung harga C 1 C
x b 2 n log i n 1 i 1 x 0 b
2
2 2n 2 X X0 n 1 1 n 2 X log xi b n i 1
……………
(3 -10)
…………
(3 - 11)
hitung curah hujan/debit rencana 1 log xT b log x 0 b c
c log
xT b x0 b
Keterangan : Xs = harga pengamatan dengan nomor urut m dari yang terbesar XT = harga pengamatan dengan nomor urut m dari yang terkecil
= variabel normal
Tabel 3.05 Variabel Normal Yang Sesuai Pada W (x) Utama T
W (x) = 1/T
T
W (x) = 1/T
500
0,00200
2,0352
30
0,03333
1,2971
400
0,00250
1,9840
25
0,04000
1,2379
300
0,00333
1,9227
20
0,05000
1,1631
250
0,00400
1,8753
15
0,06667
1,0614
200
0,00500
1,8214
10
0,10000
0,9062
150
0,00667
1,7499
8
0,12500
0,8134
100
0,01000
1,6450
5
0,20000
0,5951
80
0,01250
1,5851
4
0,25000
0,4769
60
0,01667
1,5049
3
0,33333
0,3045
50
0,02000
1,4522
2
0,50000
40
0,02500
1,3859
Sumber : Kensaku Takeda, hidrologi untuk pengairan,hal 43
III. BANJIR Secara umum yang dimaksud banjir di sini adalah genangan air dipermukaan tanah sampai melebihi batas tertentu.
1
(1
atau dengan kata lain banjir diartikan sebagai suatu keadaan
di mana debit yang mengalir pada suatu alur (sungai) melebihi debit normal (debit harian ratarata). Masalah mengenai banjir dalam arti pengenangan air di daerah tertentu, seperti bagian kota, lapangan terbang, daerah industri,daerah pertanian dan sebagainya, umumnya menyangkut masalah drainase yaitu pembuangan air dari daerah yang bersangkutan. Pada masalah ini perlu diperkirakan berapa besarnya debit air yang harus dibuang atau disalurkan melalui bangunannya dan dalam berapa lama pembuangan itu harus dilangsungkan. Sebagai acuan perencanaan maka ditetapkanlah banjir rencana yaitu banjir yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan ukuran bangunan yang direncanakan. Banjir rencana yang digunakan sebagai acuan perencanaan ditetapkan berdasarkan periode ulang, umur ekonomis bangunan, biaya pembangunan dan besar kerugian yang diderita apabila bangunan yang direncanakan mengalami kerusakan. a) Analisis Debit rencana Debit rencana dengan periode ulang tertentu dapat diketahui dari hujan rencana. Jadi sebelum debit rencana diketahui terlebih dahulu diadakan analisis frekuensi hujan untuk memperoleh besarnya hujan rencana dengan periode ulang tertentu yang mengakibatkan banjir yang dimaksud. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam anallisis ini adalah metode rasional. Metode ini adalah metode tertua dan terkenal diantara metode empiris, yang pertama kali dipergunakan di Irlandia oleh Mulvani tahun 1847. Metode ini digunakan untuk menentukan banjir maksimum bagi saluran-saluran dengan daerah pengaliran kecil. Metode yang dimaksud adalah :
(2
Q = 0,00278 C · Cs · I · A
……………
Keterangan : Q = debit maksimum dengan periode ulang T tahun (m3/dtk) I = Intensitas curah hujan (mm/jam) A = luas daerah pengaliran (ha) 2
(3 - 12)
C = koefisien pengaliran Cs = koefisien penampungan 0,00278 = Angka konversi b) Intensitas Curah Hujan Intensitas curah hujan dapat diartikan sebagai jumlah curah hujan yang terjadi dalam satu satuan waktu tertentu. Besar intensitas hujan tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Untuk menghitung intensitas curah hujan selama waktu tiba banjir dipergunakan data hasil perhitungan curah hujan maksimum pada setiap periode ulang tertentu. Besar intensitas curah hujan untuk lama waktu hujan sembarang oleh Dr. Mononobe dirumuskan sebagai berikut :
I
R24 24
24 t
…………….. (3 - 13)
Keterangan : t
= lama curah hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) c) Waktu Konsentrasi Waktu konsentrasi didefenisikan sebagai waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir dari titik yang terjauh sampai pada titik yang ditinjau. Waktu konsentrasi besarnya sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh luas daerah pengaliran, panjang saluran drainase, kemiringan dasar saluran. Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi waktu yang diperlukan air untuk mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran terdekat, dan waktu yang diperlukan air untuk mengalir disepanjang saluran sampai pada titik yang ditinjau, hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
tc to t d
……………. (3 - 14)
Keterangan : tc = lamanya waktu konsentrasi (menit) to = waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir melalui permukaan tanah ke saluran terdekat (menit)
td = waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir dalam saluran sampai pada titik yang ditinjau (menit) Untuk menghitung to dan td digunakan rumus Kirpich (3 L t o 0,0195 S
0 , 77
L' t c 0,0195 ' S
…………….
(3 - 15)
……………
(3 - 16)
0 , 77
Keterangan : L = jarak pengaliran permukaan (m) L’ = panjang saluran (m) S = kemiringan tanah pengaliran S’ = kemiringan dasar saluran d) Koefisien Pengaliran Koefisien pengaliran dapat dipengaruhi oleh kondisi geologi, jenis permukaan tanah, kemiringan
dan
kepadatan
penduduk.
Dalam
pemilihan
koefisien
ini
harus
mempertimbangkan kemungkinan adanya pembangunan dan pengembangan dimasa yang akan datang. Pada suatu daerah pengaliran dengan tata guna lahan yang berbeda-beda maka besar koefisien pengaliran dapat ditetapkan dengan mengambil harga rata-rata berdasarkan bobot luas daerah, koefisien pengaliran rata-rata pada suatu daerah ditentukan berdasarkan rumus :
C
C1 A1 C 2 A2 ..... C n An A1 A2 ..... An
……………
(3 - 17)
Keterangan : C
= harga rata-rata koefisien pengaliran
C1 , C2 , Cn = koefisien pengaliran tiap daerah pengaliran (lihat tabel 2.09) A1 , A2 , An = luas masing-masing daerah pengaliran (Ha) 3
Tabel 3 – 06. Besar Koefisien Pengaliran No. 1. 2.
Jenis Pengaliran Perumahan tidak begitu rapat
Koef. Pengaliran
20 rumah/Ha
0,25 – 0,40
Perumahan dengan kerapatan sedang 20 – 60 rumah/Ha
3.
0,40 – 0,70
Perumahan kerapatan sedang 60 – 160 rumah/Ha
0,70 – 0,80
4.
Taman dan Daerah rekreasi
0,20 – 0,30
5.
Daerah Industri
0,80 – 0,90
6. Daerah perniagaan 0,90 – 0,95 Sumber : Iman Subarkah, Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air, Hal 200
e) Koefisien Penampungan Koefisien penampungan dari akhir saluran terhadap puncak banjir semakin besar kalau daerah alirannya semakin luas, efek penampungan terhadap banjir maksimum diperhitungkan menggunakan rumus koefisien penampungan. 6)
Cs
2 tc 2 tc td
……………
(3 - 18)
dimana : Cs = Koefisien penampungan Tc
= lama waktu konsentrasi
Td = waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir didalam saluran ke tempat yang ditinjau A. METODE GUMMBEL Menyusun kembali curah hujan maksimum berdasarkan rangking. No
Tahun
1 2
1999 2000
curah hujan
146,33 135,33
(x1 - x )
(X1- X)2
46,083 35,083
2123,674 1230,840
3 4 5 6 7 8 9 10
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
134,33 109,33 101,33 101,33 100,33 78,33 76,33 76,33
34,083 9,083 1,083 1,083 0,083 -21,917 -23,917 -23,917
1161,674 82,507 1,174 1,174 0,007 480,340 572,007 572,007
11
2009
72,33
-27,917
779,340
12
2010
71,33
-28,917
836,174
Jumlah X
=
1202,960 ∑x n
7840,917
=
1202,96 12
=
100,247
=
7840,917 11
=
712,811
Standar deviasi TX
=
∑(xi - x)2 n-1
T adalah periode ulang Perhitungan curah hujan rencana untuk Periode ulang T untuk n = 12 Di peroleh Sn Dan Yn sehingga di peroleh dari Tabel reduksi: (tabel 3.03) Sn Yn
= =
Xt
=
x
+
(Yr - Yn )
=
100,247
+
(Yr-0,5035)
+
725
=
1. perhitungan Nilai Xo konversi Logaritma Curah Hujan
0,9833 0,5035
264,749
Tx
Sn 0,9833
712,811 yr
Derajat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Xi 135,33 134,33 109,33 101,33 101,33 100,33 78,33 76,33 76,33 72,33
Log Xi 2,131 2,128 2,039 2,006 2,006 2,001 1,894 1,883 1,883 1,859
Σ x
985,3 98,5
19,830 1,983
Log Xo
1
Σ Log
n
Xi
=
1 Xo
=
Log¯¹ n
=
Log¯¹
=
96,158
Σ Log Xi
1,983
2. Perhitunganb
M=
N 10
=
(diambil 1 rangking curah hujan)
10 10
=
1
2XoNo.
Xs
Xt
Xs.Xt
Xs + Xt
Xs.Xt-Xo²
(Xs+Xt)
b
1
135,33
72,33
9788,419
207,66
542,074
-15,344
-35,328
b=
1 m
Σ bi
=
Xs.Xt-Xo² 2Xo-(Xs+Xt)
=
-35,328
3. Perhitungan Simpangan Baku Sampel Perhitungan standar deviasi (Log (Xi +
Derajat
Xi
(Xi + b)
Log (Xi + b)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
135,33 134,33 109,33 101,33 101,33 100,33 78,33 76,33 76,33 72,33
100,002 99,002 74,002 66,002 66,002 65,002 43,002 41,002 41,002 37,002
2,000 1,996 1,869 1,820 1,820 1,813 1,633 1,613 1,613 1,568
b))² 4,000 3,983 3,494 3,311 3,311 3,287 2,668 2,601 2,601 2,459
Σ
17,744
31,715
Xo
= = =
1 n 1 10 1,774
Σ Log ( Xi + bi ) 17,744
X²
1 n 1 10
= =
S
=
X² - Xo²
=
3,171
=
1,397
Σ (Log ( Xi + bi ))² 31,715
=
-
1,774
3,171
4. Perhitungan Laju Abnormalitas Dasar
ε= = = =
1 - (1 - βo)⅟ⁿ 1 - ( 1 - 0.05 )⅟⁹ 0,005683 0,568 %
; dimana βo = 5% ; =10
5. Perhitungan Harga Abnormal Log (Xε + b) Log (Xε + b) Log (Xε + b)
= = =
Log (Xo + b) ± γe. S 1 Log (Xo + b) ± γe. S n Xo ± γe. S
Σ
a. Untuk Data Curah Hujan Maksimum Log ( 148 - 37.501 ) 2,045 γe
= = =
XƐ = 1,774 + 3,171 x γe 0,645
146,33
mm
1,397
x γe
dari tabel 3-01, untuk (n - 1) = 9 dan γe = 0,412 diperkirakan nilai Ɛ berada diantara 0,50% dan 1,25% jadi Ɛ > Ɛo
b. Untuk data curah hujan minimum Log ( 74 - 37.501 ) 1,853 γe
= = =
XƐ = 1,774 + 3,171 x γe 0,584
71,33
mm
1,397
x γe
dari tabel 3-01, untuk (n - 1) = 9 dan γe = 0,377 diperkirakan nilai Ɛ berada diantara 12,5% dan 25% jadi Ɛ > Ɛo
B. METODE IWAI KEDOYA 1. Perhitungan Nilai Xo No
Tahun
curah hujan (Ri)
Log Ri
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2007 2006 2008 2009 2005 2010 2004 2003 2001 2002 2000
146,33 135,33 134,33 109,33 101,33 101,33 100,33 78,33 76,33 76,33 72,33
2,165 2,131 2,128 2,039 2,006 2,006 2,001 1,894 1,883 1,883 1,859
12
1999
71,33
1,853
1202,96 100,247
23,848 1,987
Jumlah rata - rata Log Xo
1
=
n
Xo =
∑ Log Xi
Log¯¹
1 n
Log¯¹
1,987
∑ Log Xi
= 97,134 2. Perhitungan Harga b N = 10 (diambil 1 rangking curah hujan) M=
No. X1 X2 1 146,330 71,330
b=
1 m
X1 . X2 10438
∑ bi
=
12 10
=
1,2
X1 . X2
2Xo - (X1 +
X1 + X2 217,660
-Xo² 10438
X2) -217,660
(X1.X2Xo²) (2Xo(X1+X2))
=
-47,954
b -47,954
3. Perhitungan Simpangan Baku Sampel Perhitungan Standar Deviasi Derajat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Log (Xi +
(Log (Xi +
(Xi + b) 146,330 135,330 134,330 109,330 101,330 101,330 100,330 78,330 76,330 76,330
b) 2,165 2,131 2,128 2,039 2,006 2,006 2,001 1,894 1,883 1,883
b))² 4,689 4,543 4,529 4,156 4,023 4,023 4,006 3,587 3,545 3,545
11
Xi 146,33 135,33 134,33 109,33 101,33 101,33 100,33 78,33 76,33 76,33 72,33
72,330
1,859
3,457
12
71,33
71,330
1,853 20,136
3,435 40,645
∑ Xo = = = X² = =
1 ∑ Log (Xi+b) n 1 20,136 12 1,678 1
∑
n 1
(Log(Xi+b))² 40,645
=
12 3,387
S=
(X² - Xo²)
=
3,3871
-
=
1,7091
=
1,6780
1,3073
4. Perhitungan nilai 1/c
1 2n x X2 X 2 o c n 1
2n n 1
xS
= 1,93104
5. perhitungan curah hujan rencana 1 1 log (X T b) log (x o b) ( ) c n
n
i 1
1 log (x i b) ( ) c
1 log(X T b) X o ( ) c
(Nilai ξ dapat dilihat pada tabel )) Perhitungan curah hujan rencana No 1 2 3
T
ξ
( 1/c ) ξ
Xo + ( 1/c ) ξ
b (Xr + B)
(Tahun) 2 5 10
1 0,000 0,595 0,906
2 0,000 1,149 1,750
3 = Xo + 2 1,678 2,827 3,428
4 47,642 671,659 2678,516
XT = Curah hujan rancangan(mm)
=
-47,954 Xt 5=4-b -0,312 623,705 2630,562
C. METODE DISTRIBUSI LOG PEARSON TYPE III 1. perhitungan standar deviasi log x =
1,987 (Log Xi - Log
(Log Xi - Log X )
0,1780 0,1440 0,1408 0,0514 0,0184 0,0184 0,0141
X )² 0,0316705 0,0207426 0,0198251 0,0026387 0,0003373 0,0003373 0,0001977
³ 0,0056361 0,0029874 0,0027914 0,0001355 0,0000062 0,0000062 0,0000028
1,8939
-0,0934
0,0087316
-0,0008159
76,33 76,33 72,33 71,33
1,8827 1,8827 1,8593 1,8533
-0,1047 -0,1047 -0,1281 -0,1341
0,0109571 0,0109571 0,0163975 0,0179826
-0,0011469 -0,0011469 -0,0020998 -0,0024114
jumlah
1202,96
23,8485
0,1407751
0,0039447
rata 2
100,25
derajat
Xi
Log Xi
(Log Xi - Log X )
1 2 3 4 5 6 7
146,33 135,33 134,33 109,33 101,33 101,33 100,33
2,1653 2,1314 2,1282 2,0387 2,0057 2,0057 2,0014
8
78,33
9 10 11 12
l ogx
1n
l ogx
ni 1
i
=
1 12 1,987
=
n
S
(
(l og xi l og x)
23,848
)
2
n 1
i 1
0,141
=
0,1131
12 - 1
2. perhitungan koevisien kepencengan
=
Cs
n
3 . 0,00394 n (log x 12 i log x)
(12-1)(12-2) i 1
(n 1)(n 2)S
0,1131
³
=
0,297
3
3. perhitungan faktor frekuensi nilai K dilihat pada tabel (untuk
Cs =
4. perhitungan curah hujan rencana
log X T log x K . S X T log
1
( log x K . S)
0,297 )
curah hujan log pearson type III T S no. 1 2 3
K
(tahun)
1
2
2 5 10
0,1131 0,1131 0,1131
-0,051 0,823 1,310
XT 3 = log X + 1 . 2 95,852 120,358 136,637
XT = curah hujan rencana (mm) HASIL AKHIR CURAH HUJAN RANCANGAN Periode No.
ulang
1 2 3
(tahun) 2 5 10
Curah Hujan Rancangan (mm) Distribusi Distribusi Distribusi Iwai
Gumbel
Log Pearson III
-0,312 623,705 2630,562
1,151 822,583 1366,582
95,852 120,358 136,637
Curah Hujan Maksimum 95,852 822,583 2630,562
PERENCANAAN DIMENSI SALURAN Perhitungan saluran kuarter (SI) Debit rencana (periode 2 tahun) lebar dasar (diambil minimum) Kecepatan air (diambil minimum)
Bentuk saluran bujur sangkar = 0,0183 m³/det = 0,3 m = 0,75 m/det
Luas penampang basah (F) F
=
b
x
=
0,3
h
h
Keliling basah (o) O
=
b
+
2h
=
0,3
+
2h
Jari - Jari hidrolis (R) F R = O 0,3 = 0,3 +
h 2h
Rumus Meaning = V = 1/n . R⅔ . I½ dimana : V= kecepatan air dalam saluran S= kemiringan saluran n= koefisien kekasaran meaning Q 0,018 3 h
= F
x
=
0,3 h
=
0,081
V
=
0,75
=
V x m
R ⅔
1 n 1 0,025
0,75
I ½
0,053
⅔
I ½
S ½ S
=
0,1333
=
0,01777
m/jam
PERHITUNGAN DEBIT RENCANA AIR HUJAN Perhitungan intensitas curah hujan untuk saluran tersier digunakan periode ulang 2 tahun, dengan mengambil salah satu saluran tersier yang ada sebagai berikut : Diketahui : Panjang saluran ( L ) = 60 m Kemiringan saluaran ( s ) = 0,0058 Panjang aliran saluran (L' ) = 24 m Kemiringan daerah aliran ( s' ) = 0,0012 Koefisien Pengaliran (CR ) = 0,6 ( Untuk Daerah Pemukiman ) Luas Daerah Pengaliran ( A ) = 0,0096 ha Waktu yang diperlukan air untuk mengalir Dari saluran terjun ke titik terkoreksi L to
=
0,0195
=
0,0195
=
0,77
√s
x x 3,3135
60 0,076
0,77
menit
Waktu yang dibutuhkan air mengalir melalui permukiman tanah ke saluran terdekat
td
= = =
0,0195
x
0,0195
x 3,0013
L' √s' 24 0,035 menit
0,77
0,77
tc
= = =
to + td 3,314 + 6,315
3,0013
perhitungan koefisien penampang (Cs) Pada Periode 2 tahun (I) cs
= =
Q
141,49
2tc 2tc + Td 12,63 15,6310
=
0,808
=
0,0278
=
=
x
0,0183
Cs
x
Cr
x
I
x
A
m³/det
Perhitungan intensitas curah hujan untuk saluran tersier digunakan periode ulang 10 tahun, dengan mengambil salah satu saluran tersier yang ada sebagai berikut : Diketahui : Panjang saluran ( L ) = 42 m Kemiringan saluaran ( s ) = 0,0140 Panjang aliran saluran (L' ) = 134 m Kemiringan daerah aliran ( s' ) = 0,0042 Koefisien Pengaliran (CR ) = 0,7 ( Untuk Daerah Pemukiman ) Luas Daerah Pengaliran ( A ) = 0,0840 ha Waktu yang diperlukan air untuk mengalir Dari saluran terjun ke titik terkoreksi
to
=
0,0195
X
=
0,0195
X
=
1,7934
L √s 42 0,118
0,77
0,77
menit
Waktu yang dibutuhkan air mengalir melalui permukiman tanah ke saluran terdekat
td
=
0,0195
x
L'
0,77
=
0,0195
=
√s' 134 0,065
x
6,9655
0,77
tc
menit
= = =
to + td 1,793 + 8,759
perhitungan koefisien penampang (Cs) Pada Periode 10 tahun (I) = 195 cs
2tc 2tc + Td 17,518 24,4834
= =
Q
=
0,7155
=
0,0278
=
x
0,2281
Cs
x
Cr
x
I
x
A
m³/det
PERHITUNGAN INTENSITAS CURAH HUJAN TABEL CURAH HUJAN curah hujan maksimum
X1 (mm/hari) 95,852
X2 (mm/hari) 822,583
X3 (mm/hari) 2630,562
untuk t = 5 menit dengan periode ulang 2 tahun, 5 tahun , dan 10 tahun nilai intensitasnya adalah :
R 24 I 24 24 t rumus :
2/3
contoh peritungan : untuk periode 2 tahun
I₂ =
95,852 24
24
X
5/60
⅔
6,966
=
174,175
mm/jam
untuk periode 5 tahun
I₅ =
822,583
=
1494,732
24
24
X
⅔
5/60
mm/jam
untuk periode 10 tahun
I₁₀ = =
2630,562 24 4780,048
24
X
5/60
mm/jam
Tabel Perhitungan Intensitas Curah Hujan waktu (menit) 5
Intensitas curah hujan
I₂
I₅
I₁₀
174,175
1494,732
4780,048
10 15
109,723 83,735
941,622 718,592
3011,241 2298,007
30 60
52,749 33,230
452,685 285,173
1447,654 911,965
90 120
25,359 20,934
217,628 179,648
695,959 574,502
150 180 210 240
18,040 15,975 14,415 13,187
154,816 137,097 123,708 113,171
495,091 438,427 395,609 361,913
⅔
LAMPIRAN