TUGAS KELOMPOK I MATA KULIAH
: KEPERAWATAN KRITIS
DOSEN
: NAJIHAH, S.KEP. NS. M.KEP
MAKALAH “ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES INSIPIDUS”
DISUSUN OLEH : IKA LESTARI SUKMAWATY. P SITTI RAHMAH SYARIFATUN NISAA JAMAL IRMAYANI
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2018 / 2019
KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ilmiah tentang “Asuhan Keperawatan Diabetes Insipidus”. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat, tata bahasa maupun isi dari makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Makassar, 23 Desember 2018
Penyusun
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar belakang .............................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2 C. Tujuan .......................................................................................................... 2 D. Manfaat ........................................................................................................ 2 BAB II KONSEP MEDIS ..................................................................................... 4 A.
Definisi ........................................................................................................ 4
B.
Klasifikasi.................................................................................................... 4
C.
Etiologi ........................................................................................................ 6
D.
Manifestasi klinis ........................................................................................ 7
E.
Patofisiologi ................................................................................................ 7
F.
Pemeriksaan Penunjang............................................................................... 8
G.
Komplikasi .................................................................................................. 9
H.
Penatalaksanaan .......................................................................................... 9
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ............................................ 11 A. Pengkajian .................................................................................................. 11 B. Diagnosis keperawatan............................................................................... 14 C. Rencana Keperawatan ................................................................................ 16 BAB IV PENUTUP .............................................. Error! Bookmark not defined. A. Kesimpulan ................................................. Error! Bookmark not defined. B. Saran ............................................................ Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 23
ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Saat ini banyak ditemukan penyakit yang sifatnya degeneratif. Karena banyaknya komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat kepada masyarakat luar negeri dan adanya ketertarikan masyarakat terhadap gaya hidup masyarakat luar negeri sehingga banyak bermunculan penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler dan diabetes insipidus akibat gaya hidup yang tidak sehat. Penyakit diabetes insipidus ini kemungkinan besar akan megalami peningkatan jumlah penderitanya di masa datang akibat adanya gaya hidup yang tidak sehat yang dilakukan oleh masyarakat saat ini. Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan produksi, sekresi, dan fungsi dari Anti Diuretic Hormone (ADH) serta kelainan ginjal yang tidak berespon terhadap kerja ADH fisiologis, yang ditandai dengan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri). Polidipsia dan poliuria dengan urin encer, hipernatremia, dan dehidrasi adalah keunggulan dari diabetes insipidus. Pasien yang memiliki diabetes insipidus tidak dapat menghemat air dan dapat menjadi sangat dehidrasi bila kekurangan air. Poliuria melebihi 5 mL / kg per jam, urin encer. Kondisi ini menimbulkan polidipsia dan poliuria. Jumlah pasien diabetes insipidus dalam kurun waktu 20 – 30 tahun kedepan akan mengalami kenaikan jumlah penderita yang sangat signifikan. Dalam rangka mengantisipasi ledakan jumlah penderita diabetes insipidus, maka upaya yang paling tepat adalah melakukan pencegahan salah satunya dengan mengatur pola makan dan gaya hidup dengan yang lebih baik. Dalam hal ini peran profesi dokter, perawat, dan ahli gizi sangat ditantang untuk menekan jumlah penderita diabetes melitus baik yang sudah terdiagnosis maupun yang belum. Selain itu dalam hal ini peran perawat sangat penting yaitu harus selalu mengkaji setiap respon klinis yang ditimbulkan oleh
1
penderita diabetes insipidus untuk menentukan Asuhan Keperawatan yang tepat untuk penderita Diabetes Insipidus.
B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari Diabetes Insipidus? 2. Bagaimana klasifikasi dari Diabetes Insipidus? 3. Apa saja penyebab dari penyakit Diabetes Insipidus? 4. Bagaimana tanda dan gejala Diabetes Insipidus? 5. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Diabetes Insipidus? 6. Bagaimana pemeriksaan penunjang Diabetes Insipidus? 7. Bagaimana penatalaksanaan Diabetes Insipidus? 8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Diabetes Insipidus?
C. Tujuan Tujuan secara umum : Mengerti tentang penyakit Diabetes Insipidus dan memahami apa yang harus di lakukan seorang perawat untuk menangani kasus Diabetes Insipidus . Tujuan khusus : 1) Memahami definisi penyakit Diabetes Insipidus . 2) Memahami klasifikasi dari penyakit Diabetes Insipidus . 3) Memahami penyebab dari Diabetes Insipidus . 4) Memahami tanda dan gejala dari penyakit Diabetes Insipidus . 5) Memahami patofisiologi dari penyakit Diabetes Insipidus . 6) Memahami pemeriksaan penunjang penyakit Diabetes Insipidus . 7) Memahami penetalaksanaan penyakit Diabetes Insipidus . 8) Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Diabetes Insipidus .
D. Manfaat Makalah ini dibuat untuk menjadi bahan belajar bagi kami, rekan-rekan, teman sejawat serta untuk meminimalisir kesalahan tindakan praktik keperawatan yang 2
disebabkan oleh ketidakpahaman dalam asuhan keperawatan penyakit Diabetes Insipidus sehingga berpengaruh besar terhadap kehidupan klien.
3
BAB II KONSEP MEDIS A. Definisi Diabetes inspisidius merupakan suatu gabungan pada lobus posterior kelenjar hipofisis yang ditandai dengan defisiensi hormone antidiuretic (ADH) atau vasopressin. Rasa haus yang berlebihan (polydipsia) dan volume urin encer yang banyak merupakan karakteristik gangguan ini. Diabetes insipidus dapat terjadi sekunder akiba trauma kepala, tumor otak, atau ablasi, pembedahan atau, radiasi kelenjar hipofisis. Dapat pula terjadi akibat infeksi system saraf pusat (meningitis), ansefalitif, limfoma payudara atau paru). Penyakit ini tidak dapat dikontrol dengan pembatasan pemasukan cairan, karena kehilangan urine dalam volume besar terus berlanjut walaupun tanpa penggantian cairan. (Brunner, 2013, hal 209) Upaya untuk membatasi cairan justru menyebabkan pasien mengalami rasa haus yang tidak terpuaskan dan terus berkembang menjad hyponatremia dan dehidrasi berat. (Brunner, 2013, hal 209) Diabetes insipidus adalah penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi, sekresi, atau fungsi ADH. Istilah diabetes insipidius berhubungan dengan kualitas dan kuantitas urine: penyakit berkaitan dengan jumlah urine yang banyak, keruh, atuau tawar. Tanpa ADH , tubulus koligen ginjal tidak dapat mereabsorbsi air dan tidak dapat memekatkan urine. Diabetes insipidius dapat disebabkan oleh berkurangnya produksi ADH secara total atau parsial oleh hipotalamus, atau penurunan pelepasan ADH dari hipofisis posterior. (Elizabeth, 2009 hal 311)
B. Klasifikasi 1. Diabetes insipidus sentral Merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus dan biasanya berakibat fatal. Diabetes insipidus sentral merupakan manifestasi dari
4
kerusakan hipofisis yang berakibat terganggunya sintesis dan penyimpanan ADH. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, diabetes insipidus sentral (DIS) juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptiko hipofisealis dan akson hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan. Penanganan pada keadaan DI sentral adalah dengan pemberian sintetik ADH (desmopressin) yang tersedia dalam bentuk injeksi, nasal spray, maupun pil. Selama mengkonsumsi desmopressin, pasien harus minum hanya jika haus. Mekanisme obat ini yaitu menghambat ekskresi air sehingga ginjal mengekskresikan sedikit urin dan kurang peka terhadap perubahan keseimbangan cairan dalam tubuh.
2. Diabetes insipidus nefrogenik Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Hal ini dapat di sebabkan oleh konsumsi obat seperti lithium, atau proses kronik ginjal seperti penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal, blok parsial ureter, sickle cell disease, dan kelainan genetik, maupun idiopatik. Pada keadaan ini, terapi desmopressin tidak akan berpengaruh. Penderita diterapi dengan hydrochlorothiazide
(HCTZ)
atau
indomethacin.
HCTZ
kadang
dikombinasikan dengan amiloride. Saat mengkonsumsi obat ini, pasien hanya boleh minum jika haus untuk mengatasi terjadinya volume overload.
3. Diabetes insipidus dipsogenik Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus di hipotalamus. Defek ini mengakibatkan peningkatan rasa haus yang abnormal sehingga terjadi supresi sekresi ADH dan peningkatan output urin. Desmopressin tidak boleh digunakan untuk penanganan diabetes insipidus dipsogenik karena akan menurunkan output urin tetapi tidak menekan rasa haus. Akibatnya, input air akan terus bertambah sehingga terjadi volume
5
overload yang berakibat intoksikasi air (suatu kondisi dimana konsentrasi Na dalam darah rendah/hiponatremia) dan dapat berefek fatal pada otak. Belum ditemukan pengobatan yang tepat untuk diabetes insipidus dipsogenik.
4. Diabetes insipidus gestasional Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika enzim yang dibuat plasenta merusak ADH ibu. Kebanyakan kasus diabetes insipidus pada kehamilan membaik diterapi dengan desmopressin. Pada kasus dimana terdapat abnormalitas dari mekanisme haus, desmopresin tidak boleh digunakan sebagai terapi.
C. Etiologi Berkurangnya ADH dapat disebabkan oleh tumor atau cedera kepala. Diabetes insipidus juga dapat disebabkan oleh ginjal yang tidak berespon terhadap ADH yang bersirkualasi karena berkurangnya reseptor atau second massager. Jenis diabetes insipids ini disebut nefrogenik, yaitu berasal di ginjal. Penyebab diabetes insipidus nefrogenik meliputi , sifat resesif terkait- X dan genetic, penyakit ginjal, ipokalemia, dan hiperkalsemia. (Elizabeth, 2009 hal 312) Menurunnya produksi antidiuretic hormone (ADH) oleh hipotalamus atau meningkatnya produksi ASH oleh pituitary mebahayakan kemampun ginjal untuk mengonsentrat urin. Halini mengakibatkan eskresi sejumlah besar urin cair. Pasien kemudian minum banyak cairan untuk mengganti urin yang banyak keluar. (Mary, 2014 hal 353) Penyebab lain diabetes insipidus yaitu kegagalan bulus renalis dalam merespon ADH: bentuk nefrogenik ini dapat terkait dengan hipokalemia, hypokalsemia dan obat-obatan (seperti litium, demeklosiklin). (Brunner, 2013, hal 209)
6
D. Manifestasi klinis a. Polyuria : pengeluaan urin encer yang bayak setiap harinya (berat enis 1,001 atau bertahap pada orang dewasa) b. Polydipsia : pasien terus menerus merasa haus, minum 2-20 l cairan/hari, disertai keinginan untuk minum air dingin c. Polyuria terus belanjut walaupun tanpa penggantian cairan d. Jika diabetes insipidus yang dialami merupakan keturunan, gejala primernya dapat muncl setelah kelahiran; pada dewasa, awitan dapat terjadi secara bertahap atau mendadak.(Brunner, 2013, hal 209)
E. Patofisiologi Ada beberapa keadaan yang dapat mengakibatkan Diabetes Insipidus, termasuk didalamnya tumor-tumor pada hipotalamus, tumor-tumor besar hipofisis di sela tursika, trauma kepala, cedera operasi pada hipotalamus. Gangguan sekresi vasopresin antara lain disebabkan oleh Diabetes Insipidus dan sindrom gangguan ADH. Pada penderita Diabetes Insipidus, gangguan ini dapat terjadi sekunder dari destruksi nucleus hipotalamik yaitu tempat dimana vasopressin disintetis (Diabetes Insipidus Sentral) atau sebagai akibat dari tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin (Diabetes Insipidus nefrogenik). Diabetes Insipidus sentral (DIS) disebabkan oeh kegagalan pelepasan hormone antideuretik (ADH) yang secara fisiologis dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan, selain itu DIS juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptiko hipofisealis dan akson hipofisis posterior dimana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan. Istilah Diabetes Insipidus Nefrogenik (DIN) dipakai pada Diabetes Insipidus yang tidak responsive terhadap ADH eksogen. Secara fisiologis DIN dapat disebabkan oleh:
7
1. kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotic dalam medulla renalis. 2. kegagalan utilisasi gradient pada kegagalan dimana ADH berada dalam jumlah yang cukup dan berfungsi normal. Kehilangan cairan yang banyak melalui ginjal ini dapatdikompensasikan dengan minum banyak air. Penderita yang mengalami dehidrasi, berat badan menurun, serta kulit dan membrane mukosa jadi kering. Karena meminum banyak air untuk mempertahankan hidrasi tubuh, penderita akan mengeluh perut terasa penuh dan anoreksia. Rasa haus dan BAK akan berlangsung terus pada malam hari sehingga penderita akan merasa terganggu tidurnya karena harus BAK pada malam hari.
F. Pemeriksaan Penunjang 1. Uji deprifasi cairan : cairan tidak diberikan selama 2-12 jam sampai pasien kehilangan 3% - 5% BBnya. Ketidakmampuan untuk mengkatkan berat jenis dan osmolalitas urin selama uji dilakukan merupakan tanda diabetes insipidus. 2. Prosedur diagnostic lainnya berupa pengukuran kadar ADH dan osmolalitas urin serta plasma secara bersamaan dan juga terapi uji coba desmopressin (fasopresin sintetis) dan inklusi intravena (IV) larutan saline hipertonik. (Brunner, 2013, hal 209) Interpretasi hasil tes 1. Glokusa darah normal mengindikasikan bahwa diabetes insipidus bukanlah komlikasi dari diabetes mellitus 2. Gravitasi khusus pada urin rendah berkaitan dengan meningkatnya cairan didalam urin 3. BUN naik, mengndikasikan dehidrasi karena konsentrasi zat pada cairan naik 4. Elektrolit mengndikasikan dehidrasi; Na dan Cl akan naik jika konsentrat naik
8
5. Tes vasopressin callege. Pasien dengan diabetes insipidus akan mencatat bahwa pengeluarannya turun dan halus. 6. Jika jumlah urin turun dan gravitasi urin tertentu naik, maka masalahnya adalah pada kelenjar pituitary dan ginjal normal. 7. Jika keluaran urin tetap tidak berubah dan gravitasi spesifik urin tetap rendah, maa kelenjar pituitary normal dan ginjal bermasalah. 8. Adanya tumor pituitary atau tumor hipotalamus pada MRI (Mary, 2014 hal 353)
G. Komplikasi 1. Dehidrasi berat dapat terjadi apabila jumah air yang diminum tidak adekuat. 2. Ketidakseimbangan elektrolit, yaitu hiperatremia dan hipokalemia. Keadaan ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi tidak teratur dan dpat terjadi gagal jantung kongesti.
H. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan Medis Terapi bertujuan untuk : (1) Mengganti ADH (biasana diberikan sebagai program terapi jangka panjang). (2) Memastikan penggantian cairan yang adekuat. (3) Mengidentifikasi dan mengatasi penyebab patologi intracranial. Nefrogenik memerlukan pendekatan penatalaksanaan yang berbeda. Terapi farmakologis 1. Desmopresin (DDAVV), diberikan intra nasal, 1 atau 2 kali pemberian tiap hari untuk mengontrol gejala. 2. Pemberian ADH intramuskular (vasopressin tanak dalam minyak) tiap 24-96 jam untuk menurunkan volume urin (kocok dengan kuat atau hangatkan; diberikan pada malam hari, rotasikan sisi injeksi untuk mencegah lipodistropi)
9
3. Klofibrat (atromid-S), suatu agen hipolipidemik, diketahui memiliki efek
antidiuretic
pada
pasien
yang
mengalami
fasokresim
hipotalamikresi dual; klorpropamida (diabinese) dan diuretic tiasin juga dapat digunakan pada tahap ringan penyakit karena obat-bat ini menguatkan efek fasopresin 4. Diuretic tiazin, deplesi garam ringan, dan inhibitor prostaglandin (ibuprofen[advil, motrin], indomestasin[Indocin], dan aspirin) digunakan untuk mengatasi bentuk nefrogenik dari diabetes insipidus. b. Penetalaksanaan keperawatan 1. Intruksikan pasien dan anggota keluarga untuk menjalani pengobatan dan perawatan tindak lanjut dan tindakan kegawatdaruratan. 2. Berikan intruksi khusus dalam bentuk lisan dan tulisan, yang meliputi efek terapi dan efek samping obat-obatan; peragakan cara pemberan obat yang benar dan observasi pasien ketika melakukan peragaan ulang. 3. Anjurkan pasien untuk menggunakan gelang identifikasi medis dan membawa informasi medikasi tentang gangguan ini setiap saat. (Brunner, 2013, hal 210)
10
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Pengkajian Primer Airway : Adanya sumbatan jlan nafas (secret, reflex batuk, dll) Breathing : Terdapat suara tambahan (Ronchi, Whizing,ngorok, dll) Circulation : Periksa perdarahan eksternal dan internal, TD, Nadi, Warna kulit Disability : Kesadaran, Gcs, Ukuran pupil, dan Respon pupil di cahaya 2. Pengkajian Sekunder Keadaan
Umum
:
Meliputi
kondisi
seperti
tingkat
ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien. Tanda-tanda Vital :
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis.
Pulse rate
Respiratory rate
Suhu
Riwayat penyakit sebelumnya : Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah ada riwayat trauma kepala, pembedahan kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium karbamat, infeksi kranial, riwayat keluarga menderita kerusakan tubulus ginjal atau penyakit yang sama. Pengkajian Pola Gordon a. Persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
Mengkaji pengetahuan klien mengenai penyakitnya. Kaji upaya klien untuk mengatasi penyakitnya. b. Pola nutrisi metabolic c. Nafsu makan klien menurun. d. Penurunan berat badan 20% dari berat badan ideal.
11
1. pola eliminasi
kaji frekuensi eliminasi urine klien
kaji karakteristik urine klien
klien mengalami poliuria (sering kencing)
klien mengeluh sering kencing pada malam hari (nokturia).
2. pola aktivitas dan latihan
kaji rasa nyeri/nafas pendek saat aktivitas/latihan
kaji keterbatasan aktivitas sehari-hari (keluhan lemah, letih sulit bergerak)
kaji penurunan kekuatan otot
3. pola tidur dan istirahat
kaji pola tidur klien. Klien dengan diabetes insipidus mengalami kencing terus menerus saat malam hari sehingga mengganggu pola tidur/istirahat klien.
4. pola kognitif/perceptual
kaji
fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya
ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan. 5. pola persepsi diri/konsep diri
kaji/tanyakan perasaan klien tentang dirinya saat sedang mengalami sakit.
Kaji dampak sakit terhadap klien
Kaji keinginan klien untuk berubah (mis : melakukan diet sehat dan latihan).
6. pola peran/hubungan
kaji
peengaruh
sakit
yang diderita
klien
terhadap
pekerjaannya
kaji keefektifan hubungan klien dengan orang terdekatnya.
7. pola seksualitas/reproduksi
kaji dampak sakit terhadap seksualitas.
12
Kaji perubahan perhatian terhadap aktivitas seksualitas.
8. pola koping/toleransi stress
kaji metode kopping yang digunakan klien untuk menghidari stress
system pendukung dalam mengatasi stress
9. pola nilai/kepercayaan
klien
tetap
melaksanakan
keagamaan
dengan
tetap
sembahyang tiap ada kesempatan. B1-B6 1. Pernafasan B1 (Breath) Inspeksi : frekuensi nafas normal (20/menit), Bentuk dada simetris, penggunaan otot bantu napas tidak tampak. Perkusi : sonor/redup. Palpasi : gerakan thorak simetris Auskultasi : suara napas resonan, tidak ada bunyi yang menunjukkan gangguan. 2. Kardiovaskuler B2 ( Blood) Inspeksi : (-) peningkatan JVP,(-) tanda cyanosis Perkusi : Perkusi untuk menentukan letak jantung (jantung pada batas kanan di intercosta 6, atas intercosta 2, kiri intercosta 8, bawah intercosta 4/5) untuk mengetahui terjadinya kardiomegali. Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada letak anatomi jantung. Auskultasi : Irama jantung regular, tidak ada bunyi jantung tambahan, TD : 90/60 mmHg,Nadi : Bradikardi 3. Persyarafan B3 ( Brain) Pasien tidak mengalami Pusing, orientasi baik, tidak ada perubahan pupil, kesadaran kompos metis dengan skala GCS = 15, reflek motorik penilaian 6,reflek pada mata pada penilaian 4,reflek Verbal pada penilaian 5.
13
4. Perkemihan B4 (Bladder) Adanya penurunan pembentukan hormon ADH jadi intensitas untuk berkemih semakin banyak untuk tiap harinya.Output yang berlebih (frekuensi BAK ≥ 6x/hari) apalagi pada malam hari (nokturia). 5. Pencernaan B5 (Bowel) Pada penurunan pembentukan hormon ADH ini juga menyababkan Klien menjadi dehidrasi jadi sistem pencernaan juga terganggu. Pada Px diare terjadinya peningkatan bising usus dan peristaltik usus yang menyebabkan terganggunya absorbsi makanan akibatnya gangguan metabolisme usus, sehingga menimbulkan gejala seperti rasa kram perut, mual, muntah. Pemeriksaan Fisik 1) Inspeksi Klien tampak banyak minum, banyak buang air kecil, kulit kering dan pucat, bayi sering menangis, tampak kurus karena penurunan berat badan yang cepat, muntah, kegagalan pertumbuhan, membran mukosa dan kulit kering. 2) Palpasi Turgor kulit tidak elastis, membrane mukosa dan kulit kering, takikardia, takipnea. 3) Auskultasi Tekanan darah turun (hipotensi).
B. Diagnosis keperawatan Masalah yang mungkin muncul adalah : 1. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif d.d membrane mukosa kering, volume urin menurun, turgor kulit menurun.
14
2. Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih d.d sering buang air kecil, nokturia. 3. Deficit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d menunjukkan presepsi yang keliru terhadap masalah. 4. Gangguan pola tidur b.d kurangnya control tidur d.d mengeluh tidak puas tidur dan sering terjaga. 5. Ansietas b.d kurang terpapar informasi d.d merasa khawatir akibat dari kondisi yang dihadapi, gelisah, sulit tidur.
15
C. Rencana Keperawatan 1. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif d.d membrane mukosa kering, turgor kulit menurun, volume urin menurun. Definisi : Penurunan jumlah cairan intravaskuler, interstisial, atau intraseluler. Penyebab : Kehilangan cairan aktif Gejala & tanda mayor : 1. Frekuensi nadi meningkat 2. Nadi teraba lemah 3. Tekanan darah menurun 4. Turgor kulit menurun 5. Membran mukosa kering 6. Volume urin menurun Gejala & tanda minor : 1. Merasa lemah 2. Mengeluh haus 3. Pengisian vena menurun 4. Suhu tubuh meningkat 5. Konsentrasi urin meningkat 6. Berat badan turun tiba-tiba Intervensi : Manajemen Hipovolemia Observasi Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah) Monitor intake dan output cairan Terapeutik Hitung kebutuhan cairan
16
Berikan posisi modified Trendelenburg Berikan asupan cairan oral Edukasi Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak Kolaborasi Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl 0,4%) Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate) Kolaborasi pemberian produk darah
2. Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih d.d sering buang air kecil, nokturia. Definisi : disfungsi eleminasi urin Penyebab : penurunan kapasitas kandung kemih Gejala & tanda mayor : 1. Desakan berkemih 2. Sering buang air kecil 3. Nokturia 4. Enuresis 5. Volume residu urin meningkat 6. Berkemih tidak tuntas Intervensi : Manajemen Eliminasi Urine Observasi Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urine Monitor eliminasi urin
17
Terapeutik Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih Batas asupan cairan, jika perlu Edukasi Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluarana urine Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur. Kolaborasi Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra, jika perlu
3. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d menunjukkan presepsi yang keliru terhadap masalah. Definisi : Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu. Penyebab : Kurang terpapar informasi. Gejala & tanda mayor : 1. Subjektif (menanyakan masalah yang dihadapi) 2. Objektif (menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran, menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah) Gejala & tanda minor : 1. Objektif (menjalani pemeriksaan yang tidak tepat, menunjukkan perilaku berlebih) Intervensi Edukasi Kesehatan Observasi 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat.
18
Terapeutik 1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan 3. Berikan kesempatan untuk bertanya. Edukasi 1.
Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
2.
Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
3.
Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat.
4. Gangguan pola tidur b.d kurangnya control tidur d.d mengeluh tidak puas tidur dan sering terjaga. Definisi : Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal. Penyebab : Kurangnya kontrol tidur Gejala & tanda mayor : 1. Mengeluh sulit tidur 2. Mengeluh tidak puas tidur 3. Mengeluh pola tidur berubah 4. Mengeluh istirahat tidak cukup Gejala & tanda minor : 1. Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun. Intervensi : Dukungan Tidur Observasi Identifikasi pola aktivitas dan tidur Identifikasi faktor pengganggu tidur Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis. minum banyak sebelum tidur) Terapeutik
19
Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur Tetapkan jadwal tidur rutin Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan Sesuaikan jadwal pemberian obat/tindakan untuk menunjang siklus tidur-terjaga. Edukasi Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor terhadap tidur REM Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi lainnya.
5. Ansietas b.d kurang terpapar informasi d.d merasa khawatir akibat dari kondisi yang dihadapi, gelisah, sulit tidur. Definisi : kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman. Penyebab : Kurang terpapar informasi Gejala & tanda mayor : 1. Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi 2. Sulit berkonsentrasi 3. Tampak gelisah 4. Sulit tidur Gejala & tanda minor : 1. Mengeluh pusing 2. Anoreksia 3. Merasa tidak berdaya 4. Frekuensi nafas meningkat 5. Frekuensi nadi meningkat 6. Tekanan darah meningkat 7. Muka tampak pucat
20
8. Sering berkemih Intervensi : Reduksi Ansietas Observasi Identifikasi saat tingkat ansietas berubah Identifikasi kemampuan mengambil keputusan Monitor tanda-tanda ansietas Terapeutik Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan Pahami situasi yang membuat ansietas Dengarkan dengan penuh perhatian Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan Edukasi Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi Latih teknik relaksasi Kolaborasi Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
21
BAB IV PENUTUP
22
DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC. DiGiulio, M., Donna Jakson & Jim Keogh. 2014. Keperawata Medikal Bedah. Edisi 1. Yokyakarta: Rapha Publishing PPNI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. Corwin Elizabet J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Edisi Revisi 3. EGC. Jakarta. Musliha, 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Nuha Medika. Yogyakarta. PPNI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
23