BAB I Pendahuluan 1.1.
Latar Belakang Penyakit Diabetes (DM) merupakan penyakit degereatif yang memerlukan
Upaya penanganan yang tepat dan serius karena dapat menimbulkan komplikasi Seperti penyakit jatung, gagal ginjal dan kerusakan sistem saraf. Beberapa jenis DM dibagikan kepada kelas yaitu DM tipe 1, dm tipe 2, dm tipe lain dan dm kehamilan (ADA, 2005). MenurutEstimasi International Diabetes Melitus Federation (IDF), terdapat 177 juta jiwa yang mengalami penyakit diabetes melitusPada tahun 2002. Oraganisai kesehatan dunia Word Health Organization (WHO), Memperdiksi data DiabetesMelitus tersebut akan meningkat 300 juta dalam 25 Tahun mendatang ( suyono,2006). Data organisasi kesehatan Word Health Organization (WHO) juga mencatat bahwa Indonesia menempati ukurutan ke 4 Dengan jumlah penduduk penderita Diabetes terbesar di dunia setelah india,cina, dan Amerika Serikat. WHO memastikan peningkatan pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 paling banyak dialami Negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Oleh Karena itu, dapat disimpulkan bahwa indonesia termasuk penderita Diabetes paling tertinggi melitus terutama tipe 2. Disamping itu masalah yang selalu timbul pasa Penderita DM adalah cara Memepertahankan kadar glukosa darah penderita supaya tetap dalam keadaan Terkontrol, yaitu dengan menjalani pilar-pilar pengelolaan Diabetes Melitus. Pilar Pengelolaan DM terdiri dari 4 pilar. Yaitu penyuluhan, edukasi perencanaan makan Aktivitas fisik, dan intervensi farmakologis (yunir,2006). Di antara 4 pilar Pengelolaan tersebut aktivitas fisik merupakan hal yang paling penting sering Diabaikan oleh penderita DM hal ini sesuai degan penelitian yang dilakukan.
1
1.2.
Tujuan
1. Mengetahui gambaran pengatahuan dan tindakan penderita diabetes melitus tipe 2 terhadap pentingnya aktivitas fisik di RSUP H. Adam malik 2. Mengetahui mayoritas penderita diabetes melitus tipe 2 berdasarkan karakteristik (jenis kelamin,umur,pendidikan terakhir, dan pekerjaan) 3. Mengtahui mayoritas penderita diabetes melitus tipe 2 berdasarkan kadar gula darah sewaktu. 4. Mengetahui mayoritas penderita dabetes melitus tipe 2 berdasarkan lama penderita
Manfaat
1.3.
1. Terhadap Ilmu Pengetahuan 2. Dapat menjadi data primer untuk penelitian selanjutnya. 3. Terhadap Instansi Kesehatan 4. Dari penelitian ini harap dapat menambah masukan data entang penderita diabetes melitus dalam merangka menyusun program kesehatan selanjutnya dan upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian 5. Terhadap Penderita Diabetes Melitus 6. Dapat mengukur sejauh mana pengetahuan dan tindakan para penderita tersebut terhadap pentingnya aktivitad fisik 7. Bagi Penelitian 8. Sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah TIK 9. Menambah wawasan dan pengetahuan dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama proses perkuliahan DIII KEPERAWATAN BONDOWOSO.
2
BAB II KONSEP PENYAKIT
DIABETES MELLITUS 2.1. Defenisi Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002). Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002). Klasifikasi Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut : 1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM) 2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM) 3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya 4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
2.2.
Etioligis
Diabetes tipe I: 1. Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA. 2. Faktor-faktor imunologi Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3
3. Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta. 2. Diabetes Tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko : 1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th) 2. Obesitas 3. Riwayat keluarga
3. Diabetes Melitus Sekunder Diabetes mellitus yang terjadi akibat gangguan spesifik seperti kerusakan pankreas, gangguan endokrin dan faktor genetic yang dihubungkan dengan intoleransi terhadap glukosa atau juga diabetes yang dibangkitkan oleh zat-zat kimia atau obat seperti kortikosteroid.
4. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) Pasien mempunyai konsentrasi glukosa plasma diantara nilai normal dan nilai diabetes melitus, bahkan koinsentrasi glukosa plasma dapat berkembang melebihi nilai diabetes melitus dan dapat pula sama.
5. Gestasional Diabetes Melitus (GDM) Diabetes melitus yang terjadi pada saat kehamilan. Bila masa kehamilan konsumsi glukosa darah menjadi glikogen sehingga kadar glukosa darah tetap tinggi. Karena glukosa darah tinggi maka suplai glukosa ke fetus akan meningkat sehingga janin akan tumbuh lebih besar. Anak dari ibu penderita DM sangat beresiko terhadap kematian neonatal, malformasi kongenital dan macrosomia (ukuran tubuh lebih besar). Anak dari ibu penderita DM pun mempunyai resiko tinggi
4
terhadap
obesitas
dan
gangguan
toleransi
glukosa
dikemudian
hari,sementara ibunya mempunyai resiko tinggi menggalami DM setelah kehamilan.
2.3.
Epidemiologis DM Diabetes Mellitus (DM) merupakan panyakit menahun yang ditandai
dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai Norma. Apabila di biarkan tidak terkendali, diabetes melitus dapat menimbulkan komplikasi yang berakibat fata, misalnya terjadi penyakit jantung koroner, gagal ginjal, kebutaan dan lain. Menurut data stastistik tahun 1995 dari WHO terdapat 135 juta penderita diabetes mellitus di seluruh dunia. Tahun 2005 jumlah diabetes mellitus diperkirakan akan meningkat mencapai sekitar 230 juta, dan diprediksi jumlah penderita diabetes mellitus lebih dari 220 juta penderita dari tahun 210 dan lebih dari 300 juta di tahun 2025. Dari data WHO di tahun di tahun 2002 diperkirakan terdapat lebih dari 20 juta penderita diabetes mellitus di tahun 2025 pada tahun 2030 bisa mencapai 21 juta penderita. Saat ini penyakit dabetes mellitus banyak di jumpai penduduk indonesia. Bahkan WHO menyebutkan, jumlah penderita diabetes mellitus di indonesia menduduki rangking empat setelah india china amirika serikat. Jumlah penderita daibetes di indonesia hingga kini mencapai 14 juta orang rata-rata 50% dari jumlah pasien dabetes baru menyadari mereka menderita sakit gula setelah memeriksakan ke dokter, selain itu, hanyan 30% saja pasien diabetes yang berobat. Sekitar 2,5 juta jiwa atau 1,3% dari 210 juta penduduk indonesia setiap tahun meninggal dunia karena komplikasi sakit kencing manis (diabetes mellitus ). Jumlah penderita kencing manis di indonesia kini mencapai 5.000.000 jiwa atau 5 % dari jumlah penduduk. Terbukti jumlah penderita diabetes mellitus saat ini terbesar berdada di daerah perkotaan mencapai 2,8 % dan di pedesaan baru 0,8 % dari jumlah penduduk.
5
2.4.
Patofisiologi/ Patofisiologis Seperti suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru
dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi sebagai bahan bakar itu berasal dari bahan makanan yang terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak. Di dalam saluran pencernaan makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh untuk dipergunakan oleh organ-organ didalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus masuk dulu kedalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yan hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin (suatu zat/ hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas) memegang peranan yang sangat penting yaitu bertugas memasukan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta dalam pulau-pulau Langerhans (kumpulan sel yang berbentuk pulau di dalam pankreas dengan jumlah ± 100.000) yang jumlahnya sekitar 100 sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel, untuk kemudian dimetabolisir menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk sel. Dan akibatnya glukosa akan tetap berada didalam pembuluh darah, yang artinya kadarnya didalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini tubuh akan menjadi lemas karena tidak ada sumber energi di dalam sel. Inilah yang terjadi pada DM tipe 1. Tidak adanya insulin pada DM tipe 1 karenapada jenis ini timbul reaksi otoimun yang disebabkan karena adanya peradangan pada sel beta (insulitis). Insulitis bisa disebabkan karena macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubela, CMV, herpes, dan lain-lain. Kerusakan sel beta tersebut dapat terjadi sejak kecil ataupun setelah dewasa (Suyono, 1999).
6
Sedangkan pada DM tipe2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak. Tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk kedalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah akan meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan pada DM tipe 1. Perbedaanya adalah pada DM tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi, juga kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin (Suyono, 1999). Penyebab resistensi insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor-faktor di bawah ini banyak berperan, antara lain: 1. Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel) 2. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat 3. Kurang gerak badan 4. Faktor keturunan (herediter) Baik pada DM tipe 1 maupun pada DM tipe 2 kadar glukosa darah jelas Meningkat dan bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan Keluar melalui urin. Mungkin inilah sebabnya penyakit ini disebut juga penyakit Kencing manis (Suyono, 1999).
2.5.
Manifestari Klinis (Tanda dan Gejala) Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
Umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan Akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM Lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran Klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang Luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena Katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan Luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
7
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah : 1. Katarak
10.Neuropati viseral
2. Glaukoma
11.Amiotropi
3. Retinopati
12.Ulkus Neurotropik
4. Gatal seluruh badan
13.Penyakit ginjal
5. Pruritus Vulvae
14.Penyakit pembuluh darah perifer
6. Infeksi bakteri kulit
15.Penyakit koroner
7. Infeksi jamur di kulit
16.Penyakit pembuluh darah otak
8. Dermatopati
17.Hipertensi
9. Neuropati perifer
2.6. Komplikasi Apabila glukosa darah tidak terkontrol dengan baik, beberapa tahun kemudian hampir selalu akan timbul komplikasi. Komplikasi akibat diabetes dapat dibagi dalam dua kelompok besar: 1.
Komplikasi akut.
Timbul secara mendadak. Ini merupakan keadaan gawat darurat. Keadaan Ini bisa menjadi fatal apabila tidak ditangani dengan segera. Termasuk dalam Kelompok ini adalah hipoglikemia(glukosa darah terlalu rendah), Hiperglikemia(glukosa darah terlalu tinggi), dan terlalu banyak asam dalam darah (ketoasidosis diabetik). 2.
Komplikasi kronis.
Timbul secara perlahan, kadang tidak diketahui, tetapi akhirnya berangsur Menjadi makin berat dan membahayakan. Misalnya, komplikasi pada saraf (Neoropati), mata (Retinopati, Katarak, Glaukoma), ginjal (Nefropati), jantung (angina, serangan jantung, tekanan darah tinggi, PJK), pembuluh darah, Hati(Hepatitis, Perlemakan Hati/ Fatty Liver, batu empedu), tuberkulosis paru, Gangguan saluran makan, infeksi sehingga mengganggu fungsi kekebalan tubuh Dan
penyakit
kulit(Bruise,Vitiligo, Necrobiosis
Lipoidica, Xanthelasma,
Alopecia, Lipohypertrophy/Hipertropi Insulin, Lipoatropi Insulin, kulit kering karena Kerusakan saraf otonom sehingga keringat menjadi berkurang, Infeksi
8
jamur Seringkali diantara jari kaki, Acanthosis Nigricans/ penimbunan pigmen gelap diBelakang leher dan ketiak, kulit yang menebal pada penderita DM yang lebih dari 10 tahun).
2.7. Pencegahan
Primer,
Sekunder,
dan
Tersier
(Pemberian
Obat/
Pengobatan Pasien DM) Pemberian obat kepada pasien sesuai petunjuk dokter merupakan suatu Tindakan/ praktek kesehatan yang dilakukan dalam rangka pemeliharaan dan Peningkatan kesehatan sebagai bagian dari perilaku seseorang terhadap stimulus Atau objek kesehatan (yang dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk Penyakit DM yang diderita seseorang), yang kemudian dalam proses selanjutnya Akan melaksanakan atau mempraktekkan sesuai apa yang diketahuinya dan diSikapi/ dinilainya baik untuk dilakukan ( Notoadmodjo S, 2007). Menurut Sidartawan Soegondo,prinsip pemberian obat/ pengobatan terhadap pasien DM terdiri atas 2 yaitu: 1. Pengobatan dengan insulin dan, 2. Pengobatan dengan Obat Hipoglikemik Oral. Pengobatan dengan InsulinIndikasi pemberian obat bagi pasien dengan terapi Insulin, diberikan untuk: 1. Semua orang dengan diabetes tipe 1 yang memerlukan insulin eksogen Karena produksi insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada. 2. Orang dengan diabetes tipe 2 tertentu yang mungkin membutuhkan insulin Bila terapi jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah atau apabila Mengalami stres fisiologi seperti pada tindakan pembedahan. 3. Orang dengan diabetes kehamilan (diabetes yang timbul selama kehamilan) Membutuhkan insulin bila diet tidak saja dapat mengendalikan kadar glukosa darah. 4. Orang yang diabetes dengan ketoasidosis. 5. Orang dengan diabetes yang mendapat nutrisi parenteral atau yang Memerlukan suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang Meningkat, secara bertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk Mempertahankan kadar glukosa
9
darah mendekati normal selama periode Resistensi Insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin. 6. Pengobatan sindroma hiperglikemi non-ketotik-hiperosmol Cara Penggunaan Insulin Sekresi insulin dapat dibagi menjadi sekresi insulin basal (saat puasa atau sebelum makan) dan insulin prandial (setelah makan). Insulin
Basal ialah
insulin
yang
diperlukan
untuk
mencegah
hiperglikemia puasa Akibat glukoneogenesis dan juga mencegah ketogenesis yang tidak terdeteksi. Insulin
Prandial ialah
jumlah
insulin
yang
dibutuhkan
untuk
mengkonversi bahan Nutrien ke dalam bentuk energi cadangan sehingga tidak terjadi hiperglikemia Postprandial. Insulin Koreksi (Supplement) ialah insulin yang diperlukan akibat kenaikan
Kebutuhan
insulin
yang
disebabkan
adanya
penyakit
atau
stres. Pemberian Insulin tergantung pada kondisi pasien dan fasilitas yang tersedia. Untuk pasien Yang non-emergensi, pemberian suntikan subkutan atau intramuskular (jarang diLakukan). Pada pasien dengan kondisi kegawatan diberikan dengan pompa infus Atau secara bolus intra vena. Insulin dapat juga diberikan secara subkutan dengan Menggunakan pompa insulin atau yang dikenal dengan continuous subcutaneous Insulin Infusion (CSII). Sebelum menyuntikan insulin, kedua tangan dan daerah yang harus disuntik Haruslah bersih. Tutup vial insulin harus diusap dengan isopropil alkohol 70%. Untuk semua macam insulin kecuali kerja cepat, harus digulung-gulung secara Perlahan-lahan dengan kedua telapak tangan (Jangan dikocok) untuk melarutkanKembali suspensi. Ambilah udara sejumlah insulin yang akan diberikan dan Suntikanlah kedalam vial untuk mencegah terjadi ruang vakum dalam vial. Hal ini Terutama diperlukan bila akan dipakai campuran insulin. Bila mencampur insulin kerja cepat dengan kerja menengah atau panjang, maka Insulin yang jernih atau kerja cepat harus diambil terlebih dahulu. Setelah insulin Masuk ke alat suntik, periksalah apa mengandung gelembung udara. Satu atau dua Ketukan pada alat suntik dalam posisi tegak akan dapat mengurangi
10
gelembung Tersebut. Gelembung tersebut sebenarnya tidaklah terlalu berbahaya tetapi dapat Mengurangi dosis insulin. Penyuntikan dilakukan pada jaringan subkutan. Pada umumnya disuntikan dengan Sudut 90 derajat. Pada pasien kurus dan anak-anak, setelah kulit dijepit dan Insulin disuntikan dengan sudut 45 derajat agar tidak terjadi penyuntikan intra Muskular. Aspirasi tidak perlu dilakukan secara rutin. Bila suntikan terasa sakit Atau mengalami perdarahan setelah proses penyuntikan maka daerah tersebut Sebaiknya ditekan selama 5-8 detik. Karateristik Insulin Berdasarkan Waktu Kerja Sediaan insulin yang ada di pasaran Indonesia, berdasarkan waktu kerja dapat diLihat pada tabel di halaman berikut ini: Sediaan Insulin
Awal
Puncak
Lama
Kerja
Kerja
Kerja
Insulin Prandial Insulin Kerja cepat Regular (Actrapid; Humulin R)
30-60 mnt
30-90 mnt
5-8 jam
Insulin glulisine (apidra*)
5-15 mnt
30-90 mnt
3-5 jam
Insulin aspart (Novo Rapid *)
5-15 mnt
30-90 mnt
3-5 jam
Insulin lispro (Humalog)
5-15 mnt
30-90 mnt
3-5 jam
NPH (Insulatard, Humulin N)
2-4 jam
4-10 jam
10-16 jam
Lente
3-4 jam
4-12 jam
12-18 jam
Insulin glargine (Lantus)
2-4 jam
Tdk ada
Ultralente*
6-10 jam
puncak
Insulin detemir (Levemir*)
2-4 jam
8-10 jam
Insulin analog, kerja sangat cepat
Insulin Kerja Menengah
Insulin Kerja Panjang
Tdk ada puncak Insulin Campuran (kerja cepat dan menengah)
11
70%NPH/ 30% reguler )Mixtard:
30-60 mnt
Dual
10-16 jam
Tabel
Humulin 70/30)
1. Kar
70%NPH/ 30% analog rapid
aterist
(NovoMix 30)
ik
Insulin Berdasarkan Waktu Kerja Sumber: Soegondo S dalam Penatalaksanaan DM Terpadu, 2007 Pengobatan dengan OHO (Obat Hipoglikemik Oral)Menurut Tjokroprawiro Askandar, dkk, 2007, syarat OHO berhasil baik bila diet dan Latihan fisik harus dilaksanakan dengan benar (3J), Jumlah-Jadwal-Jenis dan Diberikan pada penderita yang: 1. Umur > 40 tahun. 2. Lama DM-nya kurang dari 5 tahun. 3. Belum pernah suntik insulin, atau bila pernah suntik insulin, kebutuhan insulin kurang dari 20 unit/ hari
2.7. Penatalaksanaan Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas Insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi Vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah Mencapai kadar glukosa darah normal. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes : 1. Diet 2. Latihan 3. Pemantauan 4. Terapi (jika diperlukan) 5. Pendidikan Riwayat Kesehatan Keluarga 1. Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ? 2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
12
3.
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
4.
Aktivitas/ Istirahat :
5.
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
6.
Sirkulasi
7.
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
8.
Integritas Ego
9.
Stress, ansietas
10. Eliminasi 11. Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare 12. Makanan / Cairan 13. Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik. 14. Neurosensori 15. Pusing,
sakit
kepala,
kesemutan,
kebas
kelemahan
pada
parestesia,gangguan penglihatan. 16. Nyeri / Kenyamanan 17. Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat) 18. Pernapasan 19. Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak) 20. Keamanan 21. Kulit kering, gatal, ulkus kulit. Masalah Keperawatan 1. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuha 2. Kekurangan volume cairan 3. Gangguan integritas kulit 4. Resiko terjadi injury
13
otot,
Intervensi 1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak. Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi Kriteria Hasil : 1.
Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
2.
Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
3.
Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
4.
Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
5.
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
6.
Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
7.
Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
8.
Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
9.
Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
10. Kolaborasi pemberian pengobatan insulin. 11. Kolaborasi dengan ahli diet.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik. Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi Perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat Secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal. Intervensi :
14
1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik 2. Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul 3. Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas 4. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa 5. Pantau masukan dan pengeluaran 6. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung 7. Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung. 8. Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur 9. Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K) 3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer). Tujuan :gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan. Kriteria Hasil : Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi Intervensi : 1. Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut. 2. Kaji tanda vital 3. Kaji adanya nyeri 4. Lakukan perawatan luka 5. Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi. 6. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan Tujuan : pasien tidak mengalami injury Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury Intervensi :
15
1. Hindarkan lantai yang licin. 2. Gunakan bed yang rendah. 3. Orientasikan klien dengan ruangan. 4. Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari 5. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi
2.8. Prognosis Akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat Muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak Bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru Terjadi pada stadium lanjut.Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang Biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien Mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang Menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan Ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap Dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak Bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.Pada usia lanjut Reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang Merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas. Pemeriksaan Penunjang 1. Glukosa darah sewaktu 2. Kadar glukosa darah puasa 3. Tes toleransi glukosa Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
16
Kadar darah sewaktu/puasa Kadar glukosa darah sewaktu
Bukan DM
Belum pasti DM
DM
< 100
100-200
>200
–
Plasma vena
<80
80-200
>200
–
Darah kapiler
<110
110-120
>126
<90
90-110
>110
Kadar glukosa darah puasa –
Plasma vena
–
Darah kapiler Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan : 1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L) 2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L) 3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
17
BAB III PENUTUP Kesimpulan 1. Penderita diabetes melitus tipe 2 sebaian besar berjenis kelamin perempuan 25 sampel (73.5%). Berdasarkan umur 50-59 tahun 15 sampel (44.1%). Untuk pendidikan tertinggi adalah yaitu SMA/SMK sebanyak 13 sampel (38.2%) pekerjaan sebanyak adalah ibu rumah tangga yaitu 24 sampel (70.6%) status gizi sebagian besar normal yaitu 14 sampel (41.2%). 2. Frekuensi pemberian kondultasi gizi sebanyak 2-4x yatu 17 sampel (50.0%). 3. Kepatuhan sebagian besar cukup patuh yaitu 21 sampe (61.8%). 4. Kadar gula dasar sewaktu sebagaian besar >200 mg/dl yaitu 25 sampel (73.5%) 5. Ada hubungan frekuensi penderita konsultasi gizi degan kepatuhan diit penderita diabetes melitus tipe 2 dengan p=0.045(<0.05). 6. Ada hubungan kepatuhan diit degan kadar gula darah penderita dabetes melitus tipe 2 dengan p=0.001(<0.05)
Saran 1. Bagi penderita dabetes melitus tipe 2 agar mengontrol kadar gula darah secara rutin (setiap 1 bulan sekali) 2. Bagi keluarga agar memberikan motivasi untuk mendukung perencenaan makanan yang diberikan bagi penderita diabetes melitus tipe 2.
18
DAFTAR PUSTAKA Luecknote,
Annette
Geisler,
Pengkajian
Gerontologialih
bahasa
Aniek
Maryunani, Jakarta:EGC, 1997. Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999. Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatanedisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta: EGC, 1997. Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002. Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996. Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002I Putu Juniartha Semara Putra
19