BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebidanan komunitas tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat, keberhasilan kebidanan komunitas dalam rangka upaya peningkatan kesehatan ibu, anak dan keluarga bergantung kepada dukungan masyarakat itu sendiri. Sebagai warga Negara Indonesia yang mempunyai pandangan hidup pancasila, seorang bidan harus menganut filosofi yang mempunyai keyakinan bahwa setiap manusia adalah biopsikososio kultural spiritual yang unik mempunyai satu kesatuan jasmani yang utuh dan tidak ada individu yang sama. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh keyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan manusia dan perbedaan budaya. Keberadaan
bidan
sangat
diperlukan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan ibu dan janinnya pelayanan kesehatan terutama kebidanan berada dimana-mana dan kapan saja selama ada proses reproduksi manusia. Untuk mendapatkan Asuhan Kebidanan yang berkualitas perlu didukung dengan tersedinya standar Asuhan. Standar asuhan itu sendiri dilandasi dasar-dasar kebidanan sebagai filosofi. Mengacu pada keadaan tersebut maka seorang bidan harus mengetahui: Falsafah Asuahan Kebidanan dan Asuhan Kebidanan. Peran serta masyarakat proses dimana individu, keluarga, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha dan masyarakat luas pada umumnya. Bidan bersama sektor yang bersangkutan menggerakan peran serta masyarakat dalam bentuk pengorganisasian masyarakat adalah proses pembentukan organisasi di masyarakat dan dapat mengidentifikasi kebutuhan prioritas dari kebutuhan
1
tersebut, serta mengembangkan keyakinan dan berusaha memenuhi atas sumber-sumber yang ada di masyarakat. Penggerakkan dan pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitas yang bersifat persuasif dan melalui pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, perilaku, dan kemampuan masyarakat dalam menemukan, merencanakan serta memecahkan masalah menggunakan sumber daya atau potensi yang mereka miliki termasuk partisipasi dan dukungan tokoh-tokoh masyarakat serta LSM (Lembaga Sosial Masyarakat) yang masih ada dan hidup di masyarakat. Penggerakkan dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan akan menghasilkan kemandirian masyarakat di bidang kesehatan dengan demikian penggerakkan dan pemberdayaan masyarakat merupakan proses sedangkan kemandirian merupakan hasil, karenanya kemandirian masyarakat dibidang kesehatan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk dapat mengidentifikasi masalah kesehatan yang ada di lingkungannya. Peran serta masyarakat di dalam pembangunan kesehatan dapat diukur dengan
makin
banyaknya
jumlah
anggota
masyarakat
yang
mau
memanfaatkan pelayanan kesehatan seperti, Puskesmas, Pustu (Puskesmas Pembantu), Polindes (Poli Bersalin Desa), mau hadir ketika ada kegiatan penyuluhan kesehatan, mau menjadi kader kesehatan, mau menjadi peserta Tabulin (Tabungan Ibu Bersalin), JPKM (Jaminan Kesehatan Pra-bayar), dan lain sebagainya. Peran serta masyarakat adalah proses dimana individu, keluarga, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha dan masyarakat luas pada umumnya.
Bidan bersama sektor yang
bersangkutan menggerakkan
masyarakat dalam bentuk pengorganisasian masyarakat yaitu proses pembentukkan organisasi di masyarakat dan dapat mengidentifikasi kebutuhan
2
prioritas dari kebutuhan tersebut, serta mengembangkan keyakinan dan berusaha memenuhi atas sumber-sumber yang ada di masyarakat. B. Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Komunitas dan Peran Pendidik Bidan pada jurusan D.IV Kebidanan dan mahasiswa memahami tentang materi Asuhan Kebidanan di Komunitas.
3
BAB II KEBIDANAN KOMUNITAS A. Definisi Kebidanan Komunitas Konsep merupakan kerangka ide yang mengandung suatu pengertian tertentu. Kebidanan berasal dari kata “bidan”. Menurut kesepakatan antara ICM; IFGO dan WHO tahun 1993, mengatakan bahwa bidan (midwife) adalah “seorang yang telah mengikuti pendidikan kebidanan yang diakui oleh Pemerintah setempat, telah menyelesaikan pendidikan tersebut dan lulus serta terdaftar atau mendapat izin melakukan praktek kebidanan” (Syahlan, 1996: 11). Bidan di Indonesia (IBI) adalah “seorang wanita yang mendapat pendidikan kebidanan formal dan lulus serta terdaftar di badan resmi pemerintah dan mendapat izin serta kewenangan melakukan kegiatan praktek mandiri” (50 Tahun IBI). Kebidanan (Midwifery) mencakup pengetahuan yang dimiliki dan kegiatan pelayanan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. (Syahlan, 1996: 12). Komunitas berasal dari bahasa Latin yaitu “Communitas” yang berarti kesamaan, dan juga “communis” yang berarti sama, publik ataupun banyak. Dapat diterjemahkan sebagai kelompok orang yang berada di suatu lokasi/ daerah/ area tertentu (Meilani, Niken dkk, 2009 : 1). Menurut Saunders (1991) komunitas adalah tempat atau kumpulan orang atau sistem sosial. Dari uraian di atas dapat dirumuskan definisi Kebidanan Komunitas sebagai segala aktifitas yang dilakukan oleh bidan untuk menyelamatkan pasiennya dari gangguan kesehatan. Pengertian kebidanan komunitas yang lain menyebutkan upaya yang dilakukan Bidan untuk pemecahan terhadap masalah kesehatan Ibu dan Anak balita di dalam keluarga dan masyarakat. Kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan profesional yang ditujukan
4
kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dengan upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan kebidanan (Spradly, 1985; Logan dan Dawkin, 1987 dalam Syafrudin dan Hamidah, 2009 : 1) Pelaksanaan pelayanan kebidanan komunitas didasarkan pada empat konsep utama dalam pelayanan kebidanan yaitu : manusia, masyarakat/ lingkungan, kesehatan dan pelayanan kebidanan yang mengacu pada konsep paradigma kebidanan dan paradigma sehat sehingga diharapkan tercapainya taraf kesejahteraan hidup masyarakat (Meilani, Niken dkk, 2009 : 8). 1. Riwayat Kebidanan Komunitas di Indonesia Pelayanan kebidanan komunitas dikembangkan di Indonesia dimana bidan sebagai ujung tombak pemberi pelayanan kebidanan komunitas. Bidan yang bekerja melayani keluarga dan masyarakat di wilayah tertentu disebut bidan komunitas (community midwife) (Syahlan, 1996 : 12). Di Indonesia istilah “bidan komunitas” tidak lazim digunakan sebagai panggilan bagi bidan yang bekerja di luar Rumah Sakit. Secara umum di Indonesia seorang bidan yang bekerja di masyarakat termasuk bidan desa dikenal sebagai bidan komunitas. Sampai saat ini belum ada pendidikan khusus untuk menghasilkan tenaga bidan yang bekerja di komuniti. Pendidikan yang ada sekarang ini diarahkan untuk menghasilkan bidan yang mampu bekerja di desa. Pendidikan tersebut adalah program pendidikan bidan A (PPB A), B (PPB B), C (PPB C) dan Diploma III Kebidanan. PPB-A,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal dari lulusan SPK (Sekolah Perawat Kesehatan). PPBB,lama pendidikan 1 tahun, siswa berasal dari lulusan Akademi Perawat.
5
PPB-C, lama pendidikan 3 tahun, siswa berasal dari lulusan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Diploma III Kebidanan : lama pendidikan 3 tahun, berasal dari lulusan SMU, SPK maupun PPB-A mulai tahun 1996. Kurikulum pendidikan bidan tersebut diatas disiapkan sedemikian rupa sehingga bidan yang dihasilkan mampu memberikan pelayanan kepada ibu dan anak balita di masyarakat terutama di desa. Disamping itu Departemen Kesehatan melatih para bidan yang telah dan akan bekerja untuk memperkenalkan kondisi dan masalah kesehatan serta penanggulangannya di desa terutama berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak balita. Mereka juga
mendapat
kesempatan
dalam
berbagai
kegiatan
untuk
mengembangkan kemampuan, seperti pertemuan ilmiah baik dilakukan oleh pemerintah maupun oleh organisasi profesi seperti IBI. Bidan yang bekerja di desa, puskesmas, puskesmas pembantu; dilihat dari tugasnya berfungsi sebagai bidan komunitas. (Syahlan, 1996 : 13)
6
BAB III ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BIDAN DI KOMUNITAS
A. Aspek Perlindungan Hukum di Komunitas Sesuai dengan Permenkes No.1464/Menkes/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan Praktik Bidan : 1. Pasal 10 ayat 3 Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana di maksud pada ayat 2 berwenang melakukan : a. Episiotomi b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat 1 dan 2 c. Penanganan kegawat daruratan dilanjutkan perujukan d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas f. Fasilitas atau bimbingan IMD dan promosi Asi eksklusif g. Pemberian uterotonika pada MAK III dan postpartum h. Penyuluhan dan konseling i. Bimbingan pada kelompok bumil j. Pemberian surat keterangan kematian k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin 2. Pasal 14 a. Ayat 1 Bagi bidan yang menjalankan praktek didaerah yang tidak memiliki dokter dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksuk pada pasal 9
b.
Ayat 2 Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah kecamatan atau kelurahan desa yang ditetapkan oleh kepala dinkes kabupaten/kota
c.
Ayat 3
7
Dalam hal daerah sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 telah terdapat dokter kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku 3. Pasal 15 Ayat 1 Pemerintahan daerah provinsi/kab/kota menugaskan bidan praktik mandiri tertentu untuk melaksanakan program pemerintah 4. Pasal 16 a. Ayat 1 Pada daerah yang belum memiliki dokter pemerintah dan pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal D.III kebidanan b.
Ayat 2 Bidan praktek mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana program pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemerintah daerah provinsi/kab/kota
5. Pasal 19 Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan mempunyai hak a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik sepanjang sesuai dengan standar b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan keluarga c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar d. Menerima imbalan jasa profesi B. Standar pelayanan kebidanan 1. Standar I (Falsafah dan Tujuan) Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki visi, misi, filosofi, dan tujuan pelayanan serta organisasi pelayanan sebagai dasar untuk melaksanakan tugas pelayanan yang efektif da efisien. Definisi operasional
8
a. Pengelola pelayanan kebidanan memiliki visi misi dan filosopi pelayanan kebidanan yang mengacu pada visi, misi dan filosopi masing-masing. b. Ada bagian struktur organisasi yang menggambarkan garis komando, fungsi, dan tanggung jawab serta kewenangan dalam pelayanan kebidanan dan hubungan dengan unit lain dan disahkan oleh pemimpin. c. Ada uraian tertulis untuk setiap tenaga yang ada pada organisasi yang disahkan oleh pemimpin. d. Ada bukti tertulis tentang persyaratan tenaga kerja menduduki jabatan pada organisasi yang disahkan oleh pimpinan. 2. Standar II (Administrasi dan Pengelolaan) Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan pelayanan, standar pelayanan, prosedur tetap, dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan yang kondusif yang memungkinkan terjadinya peraktik pelayanan kebidanan akurat. Definisi operasional 1. Ada pedoman pengelola pelayanan yang mencerminkan mekanisme kerja di unit pelayanan tersebut yang disahkan oleh pemimpin. 2. Ada standar pelayanan yang dibuat mengacu pada standar ketenangan yang telah disahkan oleh pimpinan. 3. Ada prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan/tindakan kebidanan yang disahkan oleh pimpinan. 4. Ada rencana/program kerja di setiap institusi pengelolaan yang mengacu pada institusi induk. 5. Ada bukti tertulis terselenggaranya pertemuan berkala secara teratur dilengkapi dengan daftar hadir dan notulen rapat. 6. Ada naskah kerjasama, program praktik dari institusi yang menggunakan latihan praktik, program, pengajaran klinik, dan penilaian klinik. Ada bukti administrasi yang meliputi buku registrasi. 3. Standar III (Staf dan Pimpinan)
9
Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki program pengelolaan sumber daya manusia (SDM) agar pelayanan kebidanan berjalan efektif dan efisien. Definisi operasional 1. Ada program kebutuhan SDM sesuai dengan kebutuhan. 2. Mempunyai jadwal pengaturan kerja harian. 3. Ada jadwal dinas yang menggambarkan kemampuan tiap-tiap perunit yang memduduki tanggung jawab dan kemampuan bidan. 4. Ada seorang bidan pengganti dengan peran dan fungsi yang jelas dan kualifikasi minimal selaku kepala ruangan jika kepala ruangan berhalangan hadir. 5. Ada data personil yang bertugas di ruangan tersebut. 4. Standar IV (Fasilitas dan Peralatan) a. Tersedia peralatan yang sesuai dengan standar dan ada mekanisme keterlibatan bidan dalam perencanaan dan pengembangan sarana dan prasarana. b. Ada buku inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang dan kualitasn barang. c. Ada pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu. d. Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat. 5. Standar V (Kebijaksanaan dan Prosedur) a. Ada kebijaksanaan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan yang disaahkan oleh pimpinan. b. Ada prossedur personalia: penerimaan pegawai kontak kerja, hak dan kewajiban personalia. c. Ada personalia pengajuan cuti pegawai, istirahat, sakit, dan lain-lain. d. Ada prosedur pembinaan pegawai. 6. Standar VI (Pengembangan Staf dan Program Pendidikan) a. Ada progrm pembinaan staf dan program pendidikan secara berkesinambungan. b. Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/pegawai baru dan lama agar dapat beradaptasi dengan pekerjaan. c. Ada data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan. 7. Standar VII (Standar Asuhan)
10
a. Ada standar manajemen kebidanan (SMK) sebagai pedoman dalam b. c. d. e. f. g. h. i.
memberi pelayanan kebidanan Ada format manajemen kebidanan yang terdaftar pada catatan medik. Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien. Ada diagnosis kebidanan. Ada rencana asuhan kebidanan Ada dokumentasi tertulis tentang tindakan kebidanan. Ada evaluasi dalam memberi asuhan kebidanan. Ada dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan. Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan/pegawai baru
dan lama agar dapat beradaptasi dengan pekerjaan. 8. Standar VIII (Evaluasi dan Pengendalian Mutu) a. Ada program atau rencana terulis peningkatan mutu pelayanan kebidanan b. Ada program atau rencana terulis untuk melakukan penilaian terhadap standar pelayanan kebidanan c. Ada bukti tertulis dari
risalah
rapat
sebagai
hasil
dari
kegiatan/pengendalian mutu asuhan dan pelayanan kebidanan. d. Ada bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan rencana tindak lanjut. e. Ada laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secara teratur kepada semua staf pelayanan kebidanan. C. Kode Etik Bidan Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif
suatu
profesi
yang
bertuntutan
bagi
anggota
dalam
melaksanakan pengabdian profesi. Kode etik Bidan pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam kongres nasional IBI X tahun 1988. Secara umum, kode etik tersebut berisis 7 BAB. Bab-bab tersebut dapat dibedakan 7 bagian, yaitu sebagai berikut. 1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat. Setiap Bidan senantiasa menjunjung tinggi,menghayati mengamalkan
sumpah
jabatannya
pengabdiannya.
11
dalam
melaksanakan
dan tugas
Setiap Bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra
Bidan Setiap Bidan dalam menjalankan tugas nya senantiasa berpedoman pada peran, tugas, tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien,
keluarga, dan masyarakat. Setiap Bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan
klien, menghormatkan nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat. Setiap Bidan dalam menjalankan tugas senantiasa mendahulukan kepentingan klien,keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang
dimilikinya. Setiap Bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugas,dengan mendorong partisipasi masyarakat
untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal. 2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya Setiap Bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang
dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien,keluarga dan masyarakat. Setiap Bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan
konsultasi dan rujukan. Setiap Bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan dipercayakan kepadanya,kecuali bila diminta oleh pengadilan atau
diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien. 3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya Setiap bidan harus menjalin hubungan yang baik dengan teman
sejawatnya untuk menciptakan suasana yang serasi. Setiap Bidan dalam melaksanakan tugas nya harus saling menghormati
baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya. 4. Kewajiban bidan terhadap profesinya Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan
profesinya
sesuai
pengetahuan dan teknologi.
12
dengan
perkembangan
ilmu
Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra
profesinya. 5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri Setiap bidan harus memelihara kesehatanya agar dapat melaksanakan
tugas profesinya dengan baik. Setiap bidan berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi. 6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan khususnya
dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga. Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkaun pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan
keluarga. 7. Penutup Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan mengamalkan kode etik bidan indonesia.
13
BAB IV STANDAR ASUHAN KEBIDANAN
A. Standar Asuhan Kebidanan Standar asuhan kebidanan sangat penting di dalam menentukan apakah seorang bidan telah melanggar kewajibannya dalam menjalankan tugas profesinya. Adapun standar asuhan kebidanan terdiri dari : Standar I : Metode Asuhan Merupakan asuhan kebidanan yang dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan tujuh langkah, yaitu : pengumpulan data, analisa data, penentuan diagnosa, perencanaan,pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi. Standar II : Pengkajian Pengumpulan data mengenai status kesehatan klien yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis. Standard III : Diagnosa Kebidanan Diagnosa Kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas dan sistematis mengarah pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien sesuai dengan wewenang bidan berdasarkan analisa data yang telah dikumpulkan Standar IV : Rencana Asuhan Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan. Standar V : Tindakan Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien dan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien. Standar VI : Partisipasi klien Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/pertisipasi klien dan keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
14
Standar VII : Pengawasan Monitoring atau pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien. Standar VIII : Evaluasi Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan secara terus menerus seiring dengan tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan. Standar IX : Dokumentasi Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan yang diberikan. B. Registrasi Praktik Bidan Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan standar1. Peraturan mengenai registrasi dan praktik bidan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 (Revisi dari Permenkes No.572/MENKES/PER/VI/1996). Registrasi
adalah
proses
pendaftaran,
pendokumentasian
dan
pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar tampilan minimal yang ditetapkan. Bidan yang baru lulus dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh SIB dengan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala
15
Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi pendidikan berada selambatlambatnya satu bulan setelah menerima ijazah bidan. Kelengkapan registrasi meliputi :
Fotokopi ijazah bidan. Fotokopi transkrip nilai akademik. Surat keterangan sehat dari dokter. Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar. Bidan yang menjalankan praktek pada sarana kesehatan atau dan
perorangan harus memiliki SIPB dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, dengan melampirkan persyaratan yang meliputi :
Fotokopi SIB yang masih berlaku. Fotokopi iJazah bidan. Surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai
pegawai negeri atau pegawai pada sarana kesehatan. Surat keterangan sehat dari dokter. Rekomendasi dari organisasi profesi. Pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar. SIPB berlaku sepanjang SIB belum
habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali. C. Kewenangan Bidan Di Komunitas Bidan dalam menjalankan praktiknya di komunitas berwenang untuk memberikan pelayanan sesuai dengan kompetensi 8 yaitu bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat. Wewenang bidan komunitas meliputi: a. Pengetahuan dasar Konsep dasar dan sasaran kebidanan komunitas. Masalah kebidanan komunitas. Pendekatan asuhan kebidanan komunitas pada keluarga, kelompok dan
masyarakat. Strategi pelayanan kebidanan komunitas. Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam
keluarga dan masyarakat. Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak. 16
Sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak. b. Pengetahuan tambahan Kepemimpinan untuk semua (Kesuma) Pemasaran social Peran serta masyarakat Audit maternal perinatal Perilaku kesehatan masyarakat Program – program pemerintah yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak c. Keterampilan dasar Melakukan pengelolaan pelayanan ibu hamil, nifas laktasi, bayi, balita
dan KB di masyarakat. Mengidentifikasi status kesehatan ibu dan anak. Melakukan pertolongan persalinan dirumah dan polindes. Melaksanakan penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat
untuk mendukung upaya kesehatan ibu dan anak. Melaksanakan penyuluhan dan konseling kesehatan. Melakukan pencatatan dan pelaporan d. Keterampilan tambahan Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA. Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi. Mengelola dan memberikan obat – obatan sesuai dengan kewenangannya. Menggunakan tehnologi tepat guna. D. Profesi Kebidanan Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer, dan teknik . Perilaku Profesional Bidan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Bertindak sesuai keahliannya Mempunyai moral yang tinggi Bersifat jujur Tidak melakukan coba-coba Tidak memberikan janji yang berlebihan Mengembangkan kemitraan Terampil berkomunikasi Mengenal batas kemampuan
17
9. Mengadvokasi pilihan ibu
BAB V KEGAWATDARURATAN OBSTETRI DAN NEONATAL
Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi, kemampuan kinerja petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal terutama kemampuan dalam mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit kehamilan atau komplikasi yang terjadi dapat dihindari apabila kehamilan dan persalinan direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat memberikan asuhan kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar diperlukan tenaga kesehatan yang terampil dan profesional dalam menanganan kondisi kegawatdaruratan. Angka kematian ibu di Indonesia menempati urutan pertama di Negara kawasan Asia Tenggara yaitu 307/100.000 kelahiran hidup sedangkan angka kematian bayi juga masih tinggi yaitu 35/1000 kelahiran hidup (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007). Sejalan dengan komitmen pemerintah dalam menunjang upaya pencapaian Millenium Development Goals (MDG’s) no 4 dan 5 didalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi adalah pencapaian angka kematian ibu menjadi 112/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menjadi 20/1000 kelahiran hidup. A. Pengertian
18
Pertolongan pertama kegawatdaruratan obstetri dan neonatal adalah upaya untuk mengatasi keadaan dari kesakitan agar pasien tidak meninggal, atau memburuk keadaannya. B. Tujuan Pertolongan Pertama Kegawatdaruratan Menurunkan angka kematian ibu dan anak Menyelamatkan/ mempertahankan hidup, dan mencegah cacat Prinsip umum penanganan penderita gawat darurat adalah penilaian keadaan penderita, penentuan permasalahan utama ( diagnosis) dan tindakan yang dilakukan harus cepat, tepat,cermat dan terarah, dan juga komunikasi harus diperhatikan. Hal- hal yang harus diperhatikan Menghormati pasien(respect) Kelembutan Komunikatif Hak pasien Dukungan keluarga(family support) Penilaian awal Penilain klinik lengkap Pemeriksaan laboratorium C. Prinsip Penanggulangan Pasien Gawat Darurat Kematian penderita gawat darurat akan terjadi dalam waktu singkat (46 menit) bila terdapat kerusakan pada sistem susunan saraf pusat, pernafasan, kardiovaskuler, hipoglikemia, dll. 1. Kegawatdaruratan Obstetri Abortus Mola hidatidosa (Kista Vesikular) Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik) Plasenta previa Solusio (Abrupsio) Plasenta Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus) Ruptur Uteri Perdarahan Pascapersalinan Syok Hemoragik Preeklamsia Berat 2. Kegawatdaruratan neonatal BBLR Asfiksia
19
Ikterik Hipotermi Hipoglikemia
BAB VI PELAYANAN KONTRASEPSI DAN RUJUKAN A. Pengertian Kontrasepsi Kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut. Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi sederhana dan cara kontrasepsi modern (metode efektif). (Birang Avandi, 2003). B. Cara Kontrasepsi Cara Kontrasepsi sederhana dan Moderen/Metode Efektif, (Birang Avandi, 2003) : 1. Cara Kontrasepsi Sederhana Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/obat.
20
Kontarsepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan : a. Senggama terputus Merupakan cara kontrasepsi yang paling tua. Senggama dilakukan sebagaimana biasa, tetapi pada puncak senggama, alat kemaluan pria dikeluarkan dari liang vagina dan sperma dikeluarkan di luar. Cara ini tidak dianjurkan karena sering gagal, karena suami belum tentu tahu kapan spermanya keluar. b. Pantang berkala Cara ini dilakukan dengan tidak melakukan senggama pada saat istri dalam masa subur. Cara ini kurang dianjurkan karena sukar dilaksanakan dan membutuhkan waktu lama untuk ‘puasa’. Selain itu, kadang juga istri kurang terampil dalam menghitung siklus haidnya setiap bulan.
Sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat dapat dilakukan dengan menggunakan: 1. Kondom/Diafragma Kondom merupakan salah satu pilihan untuk mencegah kehamilan yang sudah populer di masyarakat. Kondom adalah suatu kantung karet tipis, biasanya terbuat dari lateks, tidak berpori, dipakai untuk menutupi zakar yang berdiri (tegang) sebelum dimasukkan ke dalam liang vagina. Kondom sudah dibuktikan dalam penelitian di laboratorium sehingga dapat mencegah penularan penyakit seksual, termasuk HIV/AIDS. Kondom mempunyai kelebihan antara lain mudah diperoleh di apotek, toko obat, atau supermarket dengan harga yang terjangkau dan mudah dibawa kemana-mana. Selain itu, hampir semua orang bisa memakai tanpa mengalami efek sampingan. Kondom tersedia dalam berbagai bentuk dan aroma, serta tidak berserakan dan
21
mudah dibuang. Sedangkan diafragma adalah kondom yang digunakan pada wanita, namun kenyataannya kurang populer di masyarakat. 2. Cream, Jelly, atau Tablet Berbusa Semua kontrasepsi tersebut masing-masing dimasukkan ke dalam liang vagina 10 menit sebelum melakukan senggama, yaitu untuk menghambat geraknya sel sperma atau dapat juga membunuhnya. Cara ini tidak populer di masyarakat dan biasanya mengalami keluhan rasa panas pada vagina dan terlalu banyak cairan sehingga pria kurang puas. 2. Cara kontrasepsi modern/metode Efektif a. Pil Pil adalah obat pencegah kehamilan yang diminum. Pil telah diperkenalkan sejak 1960. Pil diperuntukkan bagi wanita yang tidak hamil dan menginginkan cara pencegah kehamilan sementara yang paling efektif bila diminum secara teratur. Minum pil dapat dimulai segera sesudah terjadinya keguguran, setelah menstruasi, atau pada masa post-partum bagi para ibu yang tidak menyusui bayinya. Jika seorang ibu ingin menyusui, maka hendaknya penggunaan pil ditunda sampai 6 bulan sesudah kelahiran anak (atau selama masih menyusui) dan disarankan menggunakan cara pencegah kehamilan yang lain. Pil dapat digunakan untuk menghindari kehamilan pertama atau menjarangkan waktu kehamilan-kehamilan berikutnya sesuai dengan keinginan wanita. Berdasarkan atas bukti-bukti yang ada dewasa ini, pil itu dapat diminum secara aman selama bertahun-tahun. Tetapi, bagi wanita-wanita yang telah mempunyai anak yang cukup dan pasti tidak lagi menginginkan kehamilan selanjutnya, cara-cara jangka panjang lainnya seperti spiral atau sterilisasi, hendaknya juga dipertimbangkan. Akan tetapi, ada pula keuntungan bagi penggunaan jangka panjang pil pencegah kehamilan. Misalnya, beberapa wanita tertentu merasa dirinya secara fisik lebih baik dengan menggunakan pil daripada tidak.
22
Atau mungkin menginginkan perlindungan yang paling efektif terhadap kemungkinan hamil tanpa pembedahan. Kondisi-kondisi ini merupakan alasan-alasan yang paling baik untuk menggunakan pil itu secara jangka panjang. Jenis-jenis Pil 1) Pil gabungan atau kombinasi Tiap pil mengandung dua hormon sintetis, yaitu hormon estrogen dan progestin. Pil gabungan mengambil manfaat dari cara kerja kedua hormon yang mencegah kehamilan, dan hampir 100% efektif bila diminum secara teratur. 2) Pil berturutan Dalam bungkusan pil-pil ini, hanya estrogen yang disediakan selama 14-15 hari pertama dari siklus menstruasi, diikuti oleh 5-6 hari pil gabungan antara estrogen dan progestin pada sisa siklusnya. Ketepatgunaan dari pil berturutan ini hanya sedikit lebih rendah daripada pil gabungan, berkisar antara 98-99%. Kelalaian minum 1 atau 2 pil berturutan pada awal siklus akan dapat mengakibatkan
terjadinya
pelepasan
telur
sehingga
terjadi
kehamilan. Karena pil berturutan dalam mencegah kehamilan hanya bersandar kepada estrogen maka dosis estrogen harus lebih besar dengan kemungkinan risiko yang lebih besar pula sehubungan dengan efek-efek sampingan yang ditimbulkan oleh estrogen. 3) Pil Khusus – Progestin (pil mini) Pil ini mengandung dosis kecil bahan progestin sintetis dan memiliki sifat pencegah kehamilan, terutama dengan mengubah mukosa dari leher rahim (merubah sekresi pada leher rahim) sehingga mempersulit pengangkutan sperma. Selain itu, juga mengubah lingkungan endometrium (lapisan dalam rahim) sehingga menghambat perletakan telur yang telah dibuahi. Kontra indikasi Pemakaian Pil Kontrasepsi pil tidak boleh diberikan pada wanita yang menderita hepatitis, radang pembuluh darah, kanker payudara atau kanker
23
kandungan,
hipertensi,
gangguan
jantung,
varises,
perdarahan
abnormal melalui vagina, kencing manis, pembesaran kelenjar gondok (struma), penderita sesak napas, eksim, dan migraine (sakit kepala yang berat pada sebelah kepala). Efek Samping Pemakaian Pil Pemakaian pil dapat menimbulkan efek samping berupa perdarahan di luar haid, rasa mual, bercak hitam di pipi (hiperpigmentasi), jerawat, penyakit jamur pada liang vagina (candidiasis), nyeri kepala, dan penambahan berat badan. b. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) AKDR atau IUD (Intra Uterine Device) bagi banyak kaum wanita merupakan alat kontrasepsi yang terbaik. Alat ini sangat efektif dan tidak perlu diingat setiap hari seperti halnya pil. Bagi ibu yang menyusui, AKDR tidak akan mempengaruhi isi, kelancaran ataupun kadar air susu ibu (ASI). Namun, ada wanita yang ternyata belum dapat menggunakan sarana kontrasepsi ini. Karena itu, setiap calon pemakai AKDR perlu memperoleh informasi yang lengkap tentang seluk-beluk alat kontrasepsi ini. Jenis-jenis AKDR di Indonesia 1. Copper-T AKDR berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen di mana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan kawat tembaga halus ini mempunyai efek antifertilisasi (anti pembuahan) yang cukup baik. a. Copper-7 AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus pada jenis Coper-T. b. Multi Load
24
AKDR ini terbuat dari dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjangnya dari ujung atas ke bawah 3,6 cm. Batangnya diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm 2 atau 375 mm2 untuk menambah efektivitas. Ada 3 ukuran multi load, yaitu standar, small (kecil), dan mini. c. Lippes Loop AKDR ini terbuat dari bahan polyethelene, bentuknya seperti spiral atau huruf S bersambung. Untuk meudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm 9 (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning), dan 30 mm (tebal, benang putih) untuk tipe D. Lippes Loop mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan lain dari pemakaian spiral jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik. Pemasangan AKDR Prinsip pemasangan adalah menempatkan AKDR setinggi mungkin dalam rongga rahim (cavum uteri). Saat pemasangan yang paling baik ialah pada waktu mulut peranakan masih terbuka dan rahim dalam keadaan lunak. Misalnya, 40 hari setelah bersalin dan pada akhir haid. Pemasangan AKDR dapat dilakukan oleh dokter atau bidan yang telah dilatih secara khusus. Pemeriksaan secara berkala harus dilakukan setelah pemasangan satu minggu, lalu setiap bulan selama tiga bulan berikutnya. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setiap enam bulan sekali. Kontra indikasi pemasangan AKDR : a. Belum pernah melahirkan b. Adanya perkiraan hamil
25
c. Kelainan alat kandungan bagian dalam seperti: perdarahan yang tidak normal dari alat kemaluan, perdarahan di leher rahim, dan kanker rahim. Keluhan-keluhan pemakai AKDR Keluhan yang dijumpai pada penggunaan AKDR adalah terjadinya sedikit perdarahan, bisa juga disertai dengan mules yang biasanya hanya berlangsung tiga hari. Tetapi, jika perdarahan berlangsung terusmenerus dalam jumlah banyak, pemakaian AKDR harus dihentikan. Pengaruh lainnya terjadi pada perangai haid. Misalnya, pada permulaan haid darah yang keluar jumlahnya lebih sedikit daripada biasa, kemudian secara mendadak jumlahnya menjadi banyak selama 1–2 hari. Selanjutnya kembali sedikit selama beberapa hari. Kemungkinan lain yang terjadi adalah kejang rahim (uterine cramp), serta rasa tidak enak pada perut bagian bawah. Hal ini karena terjadi kontraksi rahim sebagai reaksi terhadap AKDR yang merupakan benda asing dalam rahim. Dengan pemberian obat analgetik keluhan ini akan segera teratasi. Selain hal di atas, keputihan dan infeksi juga dapat timbul selama pemakaian AKDR. Ekspulsi Selain keluhan-keluhan di atas, ekspulsi juga sering dialami pemakai AKDR, yaitu AKDR keluar dari rahim. Hal ini biasanya terjadi pada waktu haid, disebabkan ukuran AKDR yang terlalu kecil. Ekspulsi ini juga dipengaruhi oleh jenis bahan yang dipakai. Makin elastis sifatnya makin besar kemungkinan terjadinya ekspulsi. Sedangkan jika permukaan AKDR yang bersentuhan dengan rahim (cavum uteri) cukup besar, kemungkinan terjadinya ekspulsi kecil. Lama Pemakaian AKDR Sampai berapa lama AKDR dapat dipakai? Hal ini sering menjadi pertanyaan. Sebenarnya, AKDR ini dapat terus dipakai selama pemakai merasa cocok dan tidak ada keluhan. Untuk AKDR yang mengandung tembaga, hanya mampu berfungsi selama 2-5 tahun,
26
tergantung daya dan luas permukaan tembaganya. Setelah itu harus diganti dengan yang baru. c. Suntikan Kontrasepsi
suntikan
adalah
obat
pencegah
kehamilan
yang
pemakaiannya dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat tersebut pada wanita subur. Obat ini berisi Depo Medorxi Progesterone Acetate (DMPA). Penyuntikan dilakukan pada otot (intra muskuler) di bokong (gluteus) yang dalam atau pada pangkal lengan (deltoid). 1) Cara pemakaian Cara ini baik untuk wanita yang menyusui dan dipakai segera setelah melahirkan. Suntikan pertama dapat diberikan dalam waktu empat minggu setelah melahirkan. Suntikan kedua diberikan setiap satu bulan atau tiga bulan berikutnya.
2) Kontra indikasi Kontrasepsi suntikan tidak diperbolehkan untuk wanita yang menderita penyakit jantung, hipertensi, hepatitis, kencing manis, paru-paru, dan kelainan darah. 3) Efek samping kontrasepsi suntikan a) Tidak datang haid (amenorrhoe) b) Perdarahan yang mengganggu c) Lain-lain: sakit kepala, mual, muntah, rambut rontok, jerawat, kenaikan berat badan, hiperpigmentasi. d. Norplant Norplant merupakan alat kontrasepsi jangka panjang yang bisa digunakan untuk jangka waktu 5 tahun. Norplant dipasang di bawah kulit, di atas daging pada lengan atas wanita. Alat tersebut terdiri dari enam kapsul lentur seukuran korek api yang terbuat dari bahan karet silastik. Masing-masing kapsul mengandung progestin levonogestrel sintetis yang juga terkandung dalam beberapa jenis pil KB. Hormon ini lepas secara perlahan-lahan melalui dinding kapsul sampai kapsul diambil dari lengan pemakai. Kapsul-kapsul ini bisa terasa dan
27
kadangkala terlihat seperti benjolan atau garis-garis. ( The Boston’s Book Collective, The Our Bodies, Ourselves, 1992) Norplant sama artinya dengan implant. Norplant adalah satu-satunya merek implant yang saat ini beredar di Indonesia. Oleh karena itu, sering juga digunakan untuk menyebut implant. Di beberapa daerah, implant biasa disebut dengan susuk. Indonesia merupakan negara pemula dalam penerimaan norplant yang dimulai pada 1987. Sebagai negara pelopor, Indonesia belum mempunyai referensi mengenai efek samping dan permasalahan yang muncul sebagai akibat pemakaian norplant. Pada 1993, pemakai norplant di Indonesia tercatat sejumlah 800.000 orang. Efektivitas norplant Efektivitas norplant cukup tinggi. Tingkat kehamilan yang ditimbulkan pada tahun pertama adalah 0,2%, pada tahun kedua 0,5%, pada tahun ketiga 1,2%, dan 1,6% pada tahun keempat. Secara keseluruhan, tingkat kehamilan yang mungkin ditimbulkan dalam jangka waktu lima tahun pemakaian adalah 3,9 persen. Wanita dengan berat badan lebih dari 75 kilogram mempunyai risiko kegagalan yang lebih tinggi sejak tahun ketiga pemakaian (5,1 persen). Yang tidak diperbolehkan menggunakan norplant Wanita yang tidak diperbolehkan menggunakan norplant adalah mereka yang menderita penyakit diabetes, kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, migrain, epilepsi, benjolan pada payudara, depresi mental, kencing batu, penyakit jantung, atau ginjal. Pemasangan norplant Pemasangan norplant biasanya dilakukan di bagian atas (bawah kulit) pada lengan kiri wanita (lengan kanan bagi yang kidal), agar tidak mengganggu kegiatan. Norplant dapat dipasang pada waktu menstruasi atau setelah melahirkan oleh dokter atau bidan yang terlatih. Sebelum pemasangan dilakukan pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu dan juga disuntik untuk mencegah rasa sakit. Luka
28
bekas pemasangan harus dijaga agar tetap bersih, kering, dan tidak boleh kena air selama 5 hari. Pemeriksaan ulang dilakukan oleh dokter seminggu setelah pemasangan. Setelah itu, setahun sekali selama pemakaian dan setelah 5 tahun norplant harus diambil/dilepas. Kelebihan dan kekurangan norplant Kelebihan norplant adalah masa pakainya cukup lama, tidak terpengaruh faktor lupa sebagaimana kontrasepsi pil/suntik, dan tidak mengganggu kelancaran air susu ibu. Sedangkan kekurangannya adalah bahwa pemasangan hanya bisa dilakukan oleh dokter atau bidan yang terlatih dan kadang-kadang menimbulkan efek samping, misalnya spotting atau menstruasi yang tidak teratur. Selain itu, kadang-kadang juga menimbulkan berat badan bertambah. e.
Tubektomi (Sterilisasi pada Wanita) Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan wanita tersebut tidak akan mendapatkan keturunan lagi. Sterilisasi bisa dilakukan juga pada pria, yaitu vasektomi. Dengan demikian, jika salah satu pasangan telah mengalami sterilisasi, maka tidak diperlukan lagi alat-alat kontrasepsi yang konvensional. Cara kontrasepsi ini baik sekali, karena kemungkinan untuk menjadi hamil kecil sekali. Faktor yang paling penting dalam pelaksanaan sterilisasi adalah kesukarelaan dari akseptor. Dengan demikia, sterilisasi tidak boleh dilakukan kepada wanita yang belum/tidak menikah, pasangan yang tidak harmonis atau hubungan perkawinan yang sewaktu-waktu terancam perceraian, dan pasangan yang masih ragu menerima sterilisasi. Yang harus dijadikan patokan untuk mengambil keputusan untuk sterilisasi adalah jumlah anak dan usia istri. Misalnya, untuk usia istri 25-30 tahun, jumlah anak yang hidup harus 3 atau lebih.
C. Pengertian Pelayan Rujukan Sistem rujukan dalam mekanisme pelayanan MKET merupakan suatu system pelimpahan tanggung jawab timbal balik diantara unit pelayanan
29
MKET baik secra vertical maupun horizontal atau kasus atau masalah yang berhubungan dengan MKET Unit pelayanan yang dimaksud disini yaitu menurut tingkat kemampuan dari yang paling sederhana berurut-turut keunit pelayanan yang paling mampu a. Untuk AKDR : Dokter
dan Bidan Praktek
Swasta,
Rumah Bersalin,
KKB,
Puskesmas, RS klas D, RS klas C, RS klas B, RS klas B2, dan RS klas A b. Untuk implant : Dokter dan bidan praktek swasta, Rumah Bersalin, Klinik KB, Puskesmas, RS klas D RS Klas D ₊, RS klas C, RS Klas B, RS Klas B2, dan RS klas A. c. Untuk Vasektomi : Dokter praktek swasta, puskesmas,RS klas D RS klas B, RS klas D₊, RS klas C, RS klas B, RS fklas B2, dan RS klas A d. Untuk tubektomi : Dokter Praktek Swasta berkelompok, RS klas D, RS klas Df₊, RS klas C, RS klas B, RS klas B2, dan RS klas A. Tujuan Rujukan Terwujudnya suatu jaringan pelayanan MKET yang terpadu disetiap tingkat wilayah, sehingga setiap unit pelayanan memberikan pelayanan secara berhasil guna dan berdaya guna maksimal, sesuai dengan tingkat kemampuannya masing-masing. Peningkatan dukungan terhadap arah dan pendekatan gerakan KB Nasional dalam hal perluasan jangkauan dan pembinaan peserta KB dengan pelayanan yang makin bemutu tinggi serta pengayoman penuh kepada masyarakat. Jenis Rujukan Rujukan MKET dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu sebagai berikut: 1. Pelimpahan Kasus
30
Pelimpahan kasus dari unit pelayanan MKET yang lebih sederhana ke unit pelayanan MKET yang lebih mampu dengan maksud memperoleh pelayanan yang lebih baik dan sempurna. Pelimpahan kasus dari unit pelayanan MKET yang lebih mampu ke unit pelayanan yang lebih sederhana dengan maksud memberikan pelayanan selanjutnya atas kasus tersebut. Pelimpahan kasus ke unit pelayanan MKET dengan tingkat kemampuan sama dengan pertimbangan geografis, ekonomi dan efisiensi kerja. 2. Pelimpahan pengetahuan dan keterampilan Pelimpahan pengetahuan dan keterampilan ini dapat dilakukan dengan: Pelimpahan tenaga dari unit pelayanan MKET yang lebih mampu ke unit pelayanan MKET yang lebih sederhana dengan maksud memberikan latihan praktis. 3. Pelimpahan tenaga dari unit pelayanan MKET yang lebih sederhana ke unit pelayanan MKET yang lebih mampu dengan maksud memberikan latihan praktis. Pelimpahan tenaga ke unit pelayanan MKET dengan tingkat kemampuan sama dengan maksud tukar-menukar pengalaman. Pelimpahan bahan-bahan penunjang Diagnostic a. Pelimpahan bahan-bahan penunjang diagnostik dari unit pelayanan MKET yang lebih sederhana ke unit pelayanan MKET yang lebih mampu dengn maksud menegakkan diagnosa yang lebih tepat. b. Pelimpahan bahan-bahan penunjang diagnostic dari unit pelayanan MKET yang lebih sederhana dengan maksud untuk dicobakan atau sebagai informasi. c. Pelimpahan bahan-bahan penunjang diagnostic ke unit pelayanan dengan tingkat kemampuan sama dengan maksud sebagai informasi atau untuk dicobakan. Sasaran Rujukan MKET 1. Sasaran obyektif a. PUS yang akan memperoleh pelayanan MKET
31
b. Peserta KB yang akan ganti cara ke MKET c. Peserta KB MKET untuk mendapatkan pengamatan lanjutan d. Peserta KB yang mengalami komplikasi atau kegagalan pemakaian MKET e. Pengetahuan dan keterampilan MKET f. Bahan-bahan penunjang diagnostik 2. Sasaran subyektif Petugas-petugas pelayanan MKET disemua tingkat wilayah. Jaringan rujukan MKET 1. Dokter/bidan praktek swasta, Rumah Bersalin dengan kewajiban a. Merujuk kasus-kasus yang tidak mampu ditanggulangi sendiri keunit pelayanan MKET yang lebih mampu dan terdekat. b. Menerima kembali untuk tindakan lebih lanjut kasus yang dikembalikan oleh unit pelayanan MKET yang lebih mampu. c. Mengadakan konsultasi dengan mengusahakan kunjungan ke unit pelayanan yang lebih mampu untuk meningkatkan pengetahuan pelayanan yang lebih mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. d. Mengusahaan kunjungan tenaga dari unit pelayanan MKET yang lebih mampu untuk pembinaan tugas dan pelayanan MKET. 2. Unit pelayanan MKET tingkat kecamatan (puskesmas) yang mempunyai kewajiban sebagai berikut: a. Menerima dan menanggulangi kasus rujukan dari unit pelayanan MKET. b. Meengirim kembali kasus yang sudah ditanggulangi untuk dibina lebih lanjut oleh unit pelayanan MKET yang merujuk. c. Merujuk kasus-kasus yang tidak mampu ditanggulangi ke unit pelayanan MKET yang lebih mampu dan terdekat. d. Menerima kembali untuk pembunaan tindak lanjut kasus-kasus yang dikembalikan oleh unit pelayanan MKET yang lebih mampu. e. Mengadakan konsultasi dan mengadakn kunjungan ke unit pelayanan yang lebih mampu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. f. Mengusahakan adanya kunjungan tenaga dari unit pelayanan MKET yang lebih mampu untuk pembinaan petugas dan pelayanan masyarakat.
32
g. Mengirim bahan-bahan penunjang diagnostic ke unit pelayanan MKET yang lebih mampu, jika tidak
dapat
melakukan
pemeriksaan diagnosa yang lebih tepat. h. Menerima kembli hasil pemeriksaan bahan-bahan diagnosik yang sebelumnya dikirim ke unit pelayanan MKET yang lebih mampu. 3. Unit pelayanan MKET tingkat kabupaten/kotamadya (RS klas D, RS klas C). a. Menerima dan menanggulangi kasus rujukan dari unit pelayanan MKET dibawahnya. b. Mengirim kembali kasus yang sedang ditanggulangi untuk dibina lebih lanjut oleh unit pelayanan MKET yang merujuk. c. Merujuk kasus-kasus yang tidak mampu ditanggulangi ke unit pelayanan MKET yang lebih mampu dan terdekat. d. Kasus kembali untuk pembunaan tindak lanjut kasus-kasus yang dikembalikan oleh unit pelayanan MKET yang lebih mampu. e. Mengadakan konsultasi dan mengadakan kunjungan ke unit pelayanan yang lebih mampu untuk pembinaan petugas dan pelayanan masyarakat. f. Mengusahakan adanya kunjungan tenaga dari unit pelayanan MKET yang lebih mampu untuk pembinaan petugas dan pelayanan masyarakat. g. Mengirim bahan-bahan penunjang diagnostik ke unit pelayanan MKET yang lebih mampu, jika tidak mampu melakukan pemeriksaan
sendiri
atau
jika
hasilnya
meragukan
untuk
menegakkan diagnosa yang lebih tepat. h. Menerima kembali hasil pemeriksaan bahan-bahan diagnostik yang sebelumya dikirim ke unit pelayanan MKET yang lebih mampu. 4. Unit pelayanan mKET tingkat provinsi (RS klas C, RS klas B, RS klas B2). a. Menerima dan menanggulangi kasus rujukan dari unit pelayanan MKET dibawahnya. b. Mengirim kembali kasus yang sudah ditanggulangi untuk dibina lebih lanjut oleh unit pelayanan MKET yang merujuk. c. Menerima konsultasi dan latihan petugas pelayanan MKET dari Unit pelayanan MKET dibawahnya.
33
d. Mengusahakan dilaksanakannya kunjungan tenaga/spesialis keunit pelayanan MKET yang kurang mampu untuk pembinaan petugas dan pelayanan masyarakat. e. Menerima rujukan bahan-bahan penunjang diagnostik. f. Mengirimkan hasil pemeriksaan bahan-bahan
penunjang
diagnostik tersebut diatas. 5. Unit pelayanan MKET tingkst pusat (RS klas A) a. Menerima dan menanggulangi kasus rujukan dari unit pelayanan MKET dibawahnya. b. Mengirim kembali kasus yang sudah ditanggulangi untuk dibina lebih lanjut oleh unit pelayanan MKET yang merujuk. c. Menerima konsultasi dan latihan petugas pelayanan MKET dari unit pelayanan MKET dibawahnya. d. Mengusahakan dilaksanakannya kunjungan tenaga/spesialis ke unit pelayanan MKET yang kurang mampu untuk pembinaan petugas dan pelayanan masyarakat. e. Menerima rujukan bahan-bahan penunjang diagnostik. f. Mengirimkan hasil pemeriksaan bahan-bahan
penunjang
diagnostik tersebut diatas. D. Mekanisme (Tata Cara) Rujukan 1. Rujukan kasus a. Unit pelayanan yang merujuk 1) Unit pelayanan MKET yang merujuk kasus ke unit pelayanan yang lebih mampu. Unit pelayanan bisa merujuk kasus ke unit pelayanan yang lebih mampu setelah melakukan proses pemeriksaan dan dengan hasil sebagai berikut: a) Berdasarkan pemeriksaan penunjang diagnostic kasus tersebut tidak dapat diatasi. b) Perlu pemeriksaan penunjang diagnostik yang lebih lengkap dengan memerlukan kedatangan penderita yang bersangkutan. c) Setelah dirawat dan diobati ternyata penderita masih memerlukan perawatan dan pengobatan di unit pelayanan yang lebih mampu.
34
2) Unit pelayanan yang merujuk kasus ke unit pelayanan yang lebih sederhana. Unit pelayanan yang merujuk kasus ke unit pelayanan yang lebih sederhana: a) Setelah
melakukan
pemeriksaan
pemeriksaan
penunjang
diagnostic,
dengan
atau
terhadap
tanpa
penderita
ternyata pengobatan dan perawatan dapat dilakukan di unit pelayanan yang lebih sederhana. b) Setelah melakukan pengobatan dan perawatan ternyata penderita masih melakukan pembinaan selanjutnya yang dapat dilakukan oleh unit pelayanan yang lebih sederhana. 3) Unit pelayanan yang merujuk kasus ke unit pelayanan dengan kemampuannya yang sama. a. Unit pelayanan dapat merujuk ke unit pelayanan dengan kemampuan sama jika: 1) Setelah melakukan pemeriksaan dengan atau tanpa pemeriksaan
penunjang
diagnostik,
ternyata
untuk
kemudahan penderita pengobatan dan perawatan dapat dilakukan di unit pelayanan yang lebih dekat. 2) Setelah melakukan pengobatan dan perawatan, penderita masih memerlukan pembinaan lanjutan di unit pelayanan yang lebih dekat. b. Unit pelayanan yang menerima rujukan 1) Unit pelayanan yang menerima rujukan dari unit pelayanan yang lebih sederhana. 2) Sesudah melakukan pemeriksaan penunjang diagnostic, dapat mengirimkan kembali penderita ke unit pelayanan yang merujuk untuk perawatan dan pengobatan. 3) Sesudah melakukan perawatan dan pengobatan, dapat mengirimkan kembali penderita ke unit pelayanan yang merujuk untuk pembinaan lebuh lanjut c. Unit pelayanan yang menerima rujukan dari unit pelayanan yang lebih mampu. 1) Melakukan perawatan dan pengobatan penderita yang dirujuk, atau;
35
2) Melakukan pembinaan lanjutan terhadap penderita yang dirujuk. 3) Unit pelayanan yang menerima rujukan dari unit pelayanan dengan kemampuan sama. 4) Melakukan perawatan dan pengobatan penderita yang dirujuk, atau; 5) Melakukan pembinaan lanjutan terhadap penderita yang dirujuk. 2. Rujukan bahan-bahan penunjang diagnostik a. Unit pelayanan yang merujuk 1) Unit pelayanan yang merujuk ke unit pelayanan yang lebih mampu. 2) Jika tidak mampu melakukan pemeriksaan sendiri terhadap bahanbahan penunjang diagnostik tersebut. 3) Jika hasil pemeriksaan terhadap bahan-bahan penunjang diagnostik tersebut meragukan. b. Unit pelayanan yang merujuk ke unit pelayanan yang lebuh sederhana, jika hasil pemeriksaan bahandiagnostik tersebut perlu diinformasikan dan pemeriksaan bahan diagnostic tersebut akan dicobakan di unit pelayanan yang dirujuk. c. Unit pelayanan yang merujuk kasus ke unit pelayanan dengn kemampuan yang sama jika hasil pemeriksaan bahan diagnostic tersebut perlu diinformasikan dan pemerikaan bahan diagnostic tersebut akan dicobakan di unit pelayanan yang dirujuk. d. Unit pelayanan yang menerima rujukan 1) Unit pelayanan yang menerima rujukan dari unit pelayanan yang lebih sederhana perlu melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: a) Melakukan pemeriksaan bahan-bahan penunjang diagnostic yang dirujuk. b) Mengirimkan hasil pemeriksaan bahan-bahan penunjang diagnostik kepada unit pelayanan yang merujuk. 2) Unit pelayanan yang menerima bahan-bahan penunjang diagnosti dari unit pelayanan yang lebih mampu, perlu melakukan tindakan.” Mencoba pemeriksaan yang lebih mampu, perlu melakukan yang dirujuk”
36
3) Unit pelayanan yang menerima bahan penunjang diagnostic dari unit pelayanan dengan kemampuan yang setingkat, perlu melakukan tindakan. Mencoba pemeriksaan bahan-bahan penunjang diagnostik yang dirujuk. Rujukan kemampuan dan keterampilan: a. Unit pelayanan yang merujuk 1) Unit pelayanan yang merujuk ke unit pelayanan yang lebih mampu a) Melakukan konsultasi b) Mengirimkan tenaga-tenaga untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan
37
BAB VII SISTEM RUJUKAN A. Sistem Rujukan Sistem rujukan merupakan pelayanan kesehatan yang memungkinkan pelayanan tanggung jawab secara timbal balik atas masalah yang timbul secara vertikal maupun horizontal kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu untuk memberikan pelayanan yang cukup. Dalam sistem rujukan dibutuhkan pusat rujukan sebagai pusat rujukan alat dan tenaga kesehatan yang memiliki perlengkapan yang lebih canggih, yakni RS kabupaten/kota. B. Jenis-Jenis Rujukan 1. Rujukan terlambat Rujukan yang disebabkan oleh mekanisme rujukan yang belum dilaksanakan secara tepat dan terencana sejak dari rumah/tempat kejadian hingga rumah sakit, sehingga kondisi kesehatan ibu dan anak dalam kondisi yang kritis. a. Sering kali disebabkan oleh: 1) Faktor geografi Lokasi terpencil dan jauh dari jangkauan akses menuju rujukan atau transportasi. 2) Faktor sosial budaya Persepsi masyarakat yang masih percaya pada dukun atau pengobatan alternatif 3) Faktor sosial ekonomi Pemahaman pemanfaatan pelayanan kesehatan masih rendah karena adanya tingkat sosial ekonomi yang rendah dengan kesulitan biaya rujukan. 4) Faktor kondisi anak dan ibu yang di rujuk Komplikasi pada penyakit ibu/anak ,penolong pertama belum memahami sistem rujukan. 2. Rujukan terencana
38
Rujukan yang dikembangkan secara sederhana,mudah di mengerti dan dapat disiapkan atau direncanakan oleh ibu atau keluarga dalam mempersiapkan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Bertujuan :
Menurunkan atau mengurangi rujukan terlambat Mencegah komplikasi ibu dan anak Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak sehingga keterlambatan dalam pengenalan masa pengambilan keputusan, pengiriman rujukan serta penanganan di pusat rujukan dapat teratasi
dengan baik. Macam-macam rujukan terencana : a. Rujukan dini berencana Rujukan yang dilakukan pada ibu /anak yang masih sehat yang diperkirakan mungkin ada komplikasi b. Rujukan tepat waktu Rujukan yang harus segera dilakukan dalam menyelamatkan nyawa khusus yang dilakukan pada ibu/anak yang mengalami komplikasi
C. Jenjang Tingkat Tempat Rujukan 1. Tingkat Kader Bila ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat karena mereka belum dapat menetapkan tingkat kegawat daruratan. 2. Tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas Tenaga kesehatan harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui. Sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk Jalur rujukan 1. Dari Kader Dapat langsung merujuk ke : a. Puskesmas pembantu b. Pondok bersalin / bidan desa
39
c. Puskesmas / puskesmas rawat inap d. Rumah sakit pemerintah / swasta 2. Dari Posyandu Dapat langsung merujuk ke : 1) 2) 3) 4)
Puskesmas pembantu Pondok bersalin / bidan desa Puskesmas / puskesmas rawat inap Rumah sakit pemerintah / swasta
Dari Puskesmas Pembantu -
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta
Dari Pondok bersalin / Bidan Desa -
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta
Mekanisme rujukan -
Pada tingkat Kader Bila ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat karena mereka
-
belum dapat menetapkan tingkat kegawatdaruratan. Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas Tenaga kesehatan harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui. Sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk. Selain itu sebelum merujuk bidan harus memperhatikan sistem rujukan yaitu menggunakan BAKSOKUDA. Yaitu : BIDAN
: Pastikan ibu/bayi/klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompetan dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan.
ALAT
: Bahwa
perlengkapan
dan
bahan-bahan
yang
diperlukan, seperti spuit, infus set, tensi meter, stetoskop dan oksitosin.
40
KELUARGA
: Beritahu keluaraga tentang kondisi terakhir ibu dan alasan kenapa harus dirujuk,suami dan anggota yang lain harus menemani ibu untuk dirujuk.
SURAT
: Beri surat ketempat rujukan yang berisi identifikasi ibu,alasan rujukan,uraian hasil rujukan,asuhan, atau obat” yang telah diterima ibu.
OBAT
: Bawa obat”an esensial yang diperlukan selama perjalanan merujuk
KENDARAAN : Siapkan
kendaraan
yang
cukup
baik
untuk
memungkinkan ibu dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan UANG
: Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang diperlukan ditempat rujukan
DARAH
: Siapkan donor darah apabila ibu membutuhkan transfusi mendadak
Hal – Hal Yang Menyebabkan Kegagalan Proses Rujukan Sistem rujukan menyatakan bahwa beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan proses rujukan yaitu
Tidak ada keterlibatan pihak tertentu yang seharusnya terkait,
Keterbatasan sarana,
Tidak ada dukungan peraturan.
Keterbatasan seorang dokter dalam mengamati efek samping obat,
Tidak melibatkan farmasis,.(http://sistem rujukan .com) Sebuah penelitian yang meneliti tentang sistem rujukan menyatakan
bahwa beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan proses rujukan yaitu tidak ada keterlibatan pihak tertentu yang seharusnya terkait, keterbatasan sarana, tidak ada dukungan peraturan. (http://sistem rujukan.com) Hingga saat ini, pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia masih terus disempurnakan hingga nantinya dapat mengakses segala kekurangannya dan
41
merubah kekurangan itu menjadi sebuah kelebihan agar sistem yang telah direncanakan
dapat
dilaksanakan
dengan
baik.
Semoga
bermanfaat.
(http://sistem rujukan.com). Kebijakan Pengelolaan Pelayanan Rujukan Obstetri & Neonatal Dasar dan Komprehensif ( PONED& PONEK ) Pengertian: Lembaga dimana rujukan kasus diharapkan dapat diatasi dengan baik, artinya tidak boleh ada kematian karena keterlambatan dan kesalahan penanganan Prinsip Dasar Penanganan Kegawatdaruratan: Kegawatdaruratan dapat terjadi secara tiba-tiba (hamil, bersalin,nifas atau bayi baru lahir), tidak dapat diprediksi. Oleh karena itu, Tenaga bidan perlu memiliki kemampuan penanganan kegawatdaruratan yang dilakukan dengan tepat dan cepat Upaya Penanganan Terpadu Kegawatdaruratan: 1. Di Masyarakat Peningkatan kemampuan bidan terutama di desa dalam memberikan pelayanan esensial, deteksi dini dan penanganan kegawatdaruratan (PPGDON). 2. Di Puskemas Peningkatan kemampuan dan kesiapan puskesmas dalam memberikan Penanganan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED). 3. Di Rumah Sakit Peningkatan kemampuan dan kesiapan RS kab / kota dlm PONEK 4. Pemantapan jarigan pelayanan rujukan obstetri & neonatal Koordinasi lintas program, AMP kab / kota dll. Kegiatan Making Pregnancy Safer (MPS) untuk Meningkatkan Kesehatan Ibu dan Bayi 1. 2. 3.
Pelayanan Obstetri dasar di tingkat Polindes dan Puskesmas Menyediakan minimal 4 Puskesmas PONED di setiap Kabupaten/Kota Menyediakan 1 Pelayanan PONEK 24 jam di Rumah Sakit Kabupaten/Kota
Jenis kriteria pelayanan kesehatan rujukan:
42
1.
PUSKESMAS PONED Puskesmas yang memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan obstetri neonatal emergensi dasar langsung terhadap ibu hamil, bersalin, nifas dan neonatal dengan komplikasi yang mengancam jiwa ibu dan neonatus. Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar, meliputi: a. Pemberian oksitosin parenteral b. Pemberian antibiotik parenteral c. Pemberian sedatif parenteral pada tindakan kuretase digital dan plasenta manual d. Melakukan kuretase, plasenta manual, dan kompresi bimanual e. Partus dengan tindakan ekstraksi vacum,ekstraksi forcep Pelayanan Neonatal Emergensi Dasar, meliputi:
2.
a. Resusitasi bayi asfiksia b. Pemberian antibiotik parenteral c. Pemberian anti konvulsan parenteral d. Pemberian Phenobarbital e. Kontrol suhu f. Penanggulangan gizi RUMAH SAKIT PONEK 24 JAM Rumah sakit yang memiliki tenaga dengan kemampuan serta sarana dan prasarana penunjang yang memadai untuk memberikan pertolongan
kegawatdaruratan
obstetri
dan
neonatal
dasar
dan
komprehensif dan terintergrasi selama 24 jam secara langsung terhadap ibu hamil, nifas dan neonatus, baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader, bidan, Puskesmas PONED, dll Kemampuan PONEK meliputi : 1) Pelayanan obstetri komprehensif Pelayanan obstetri emergensi dasar (PONED) Transfusi darah Bedah Caesar 2) Pelayanan Neonatal Komprehensif Pelayanan neonatal emergensi dasar Pelayanan neonatal intensif Kriteria RS PONEK 24 Jam:
43
a. Memberikan pelayanan PONEK 24 jam secara efektif (cepat, tepatcermat dan purnawaktu) bagi bumil/bulin, bufas, BBL – ada SOP b. Memiliki kelengkapan sarana dan tenaga terampil untuk melaksanakan
PONED/PONEK
(sesuai
dengan
standar
yang
dikembangkan) – tim PONEK terlatih c. Kemantapan institusi dan organisasi, termasuk kejelasan mekanisme kerja dan kewenangan unit pelaksana/tim PONEK- ada kebijakan d. Dukungan penuh dari Bank Darah / UTD – RS, Kamar Operasi, HCU/ICU/NICU, IGD dan unit terkait lainnya e. Tersedianya sarana/peralatan rawat intensif dan diagnostik pelengkap (laboratorium klinik, radiologi, RR 24 jam, obat dan penunjang lain. ) Faktor-Faktor Penyebab Rujukan Pada Ibu 1. Riwayat bedah sesar 2. Perdarahan pervaginam 3. Persalinan kurang bulan 4. Ketuban pecah disertai dengan mekonium yang pecah 5. Ketuban pecah lebih dari 24 jam 6. Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan 7. Ikterus 8. Anemia berat 9. Tanda /gejala infeksi 10. Pre-eklampsia /Hipertensi dalam kehamilan 11. Tinggi fundus 40 cm/lebih 12. Gawat janin 13. Primapara dalam fase aktif kala I persalinan dan kepala janin masuk 5/5 14. Presentasi bukan belakang kepala 15. Presentasi ganda (mejemuk) 16. Kehamilan ganda (gemelli) 17. Tali pusat menumbung 18. Syok. (Asuhan persalinan normal dan inisiasi menyusui dini, buku acuan. Jakarta. 2008)
44
BAB VIII KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Asuhan Kebidanan di Komunitas sebagai segala aktifitas yang dilakukan oleh bidan untuk menyelamatkan pasiennya dari gangguan kesehatan. Pengertian kebidanan komunitas yang lain menyebutkan upaya yang dilakukan Bidan untuk pemecahan terhadap masalah kesehatan Ibu dan Anak balita di dalam keluarga dan masyarakat. Kebidanan mencakup pengetahuan yang dimiliki bidan dan kegiatan pelayanan yang dilakukannya untuk menyelamatkan ibu dan bayi yang dilahirkan. Komunitas adalah kelompok orang yang berbeda di suatu lokasi tertentu yang mempunyai norma dan nilai. Demikianlah makalah yang telah kami susun, kami ucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini.
45
DAFTAR PUSTAKA Birang Avandi, Enriquito R.Lu, 2003, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Bina Pustaka, Jakarta. Meilani Niken dkk, 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta : Fitramaya Pelayanan Obtetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) Asuhan Neonatal Essensial. 2008 Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan. http://lubis454.wordpress.com/category/rujukan-persalinan/ http://kebidanank.blogspot.com/2011/11/kebidanan-komunitas-dian-husada.html http://richylerian.blogspot.com/2012/10/makalah-asuhan-kebidanankomunitas.html
46