Makalah Ana & Vina.docx

  • Uploaded by: mei riansyah
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Ana & Vina.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,136
  • Pages: 9
BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta kecerdasan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. pendidikan juga adalah satu usaha mengatur pengetahuan untuk menambahkan lagi pengetahuan yang semulan tidak tahu menjadi tahu. Dalam proses tidak tahu menjadi tahu tersebut manusia mengalami sebuah rangkaian proses pembelajaran. Manusia sejak lahir telah dibekali dengan sejumlah potensi. Potensi adalah kemampuan, kesanggupan, daya yang menjadi modal bagi manusia tersebut agar kelak siap mandiri dalam menjalani kehidupan di lingkungan di mana dia berada. Anak manusia dalam hal ini adalah manusia yang belum dewasa sehingga potensi yang ada pada diri anak ibarat bahan baku (raw material) yang belum siap pakai. Untuk menjadi barang siap pakai (manufacture), maka dalam proses menjadi potensi tersebut membutuhkan sebuah penanganan dan bantuan oleh orang dewasa. Anak manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang dapat dididik (animal educabile), makhluk yang harus dididik (animal educandum) dan makhluk yang dapat mendidik (homo enducandum). Oleh karena itu, kami disini akan berusaha mengkaji tentang hal-hal mengenai kedudukan manusia sebagai mahluk pendidikan terutama dalam hal Manusia sebagai makhluk yang harus dididik (Animal Educandum). 1.2

Rumusan Masalah Adapun Rumusan Masalah yang coba kami rumuskan adalah sebagai berikut:

1. Mengapa pendidikan hanya untuk manusia? 2. Mengapa anak manusia perlu mendapat bantuan? 3. Apa dasar dan ajaran pendidikan itu sendiri? 1.3

Tujuan Dalam penyusunan makalah ini terdapat beberapa tujuan, yaitu:

1

Memberikan gambaran tentang kedudukan kita sebagai mahluk berpendidikan dalam hal ini kita sebagai makhluk yang harus dididik (Animal Educandum).

2

Dengan mengetahui pentingnya hal-hal tersebut semoga para mahasiswa calon tenaga pendidikan dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan mendatang. 1

3

Tak dipungkiri, pembuatan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pedagogik. 1.4

Manfaat Adapun manfaat yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini adalah:

1.

Semoga makalah ini dapat menjadi referensi dalam pembuatan makalah selanjutnya.

2.

Dapat menjadikan mahasiswa terutama calon pendidik menjadi lebih mengetahui dan mengerti akan aspek-aspek yang terdapat dalam lingkungan pendidikan.

3.

Dapat memberikan pengetahuan lebih terutama dalam mata kuliah Pedagogik.

BAB II PEMBAHASAN . 2.1

Pendidikan Hanya untuk Manusia Manusia sebagai animal educandum, secara bahasa berarti bahwa manusia

merupakan hewan yang dapat dididik dan harus mendapat pendidikan. Dari pengertian tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara manusia dengan hewan, ialah manusia dapat dididik dan harus mendapat pendidikan. 1.

Manusia dan Hewan Pada dasarnya hewan berperilaku hanyalah berdasarkan atas insting atau nalurinya.

Hewan tidak dapat membedakan perbuatan baik ataupun buruk, mana perbuatan bermoral maupun tidak bermoral. Hewantidak memiliki hati nurani tidak mampu memiliki nilai-nilai, tidak memiliki perasaan. Hewan tidak akan memiliki perasaan, bagaimana pun manusia berusaha menyampaikannya pada hewan tersebut. Beberapa ekor hewan mungkin dapat dilatih untuk mengenal tanda-tanda (signalsignal) tertentu, sehingga tanda-tanda tersebut dapat dikenali oleh hewan dengan hasil berupa gerakan-gerakan mereka. Namun, gerakan-gerakan tersebut hanyalah gerakan yang terjadi mekanis, secara otomatis saja. Kita tidak dapat menyimpulkan bahwa gerakan tersebut merupakan hasil berpikir dari hewan tersebut. Hasil berpikir secara intelektual melibatkan simbol-simbol. Hewan dapat dilatih mengenal tanda-tanda melalui latihan secara terus-menerus, tetapi hewan tidak akan

2

memahami simbol-simbol, seperti bahasa. Berbeda dengan manusia yang berkemampuan berkomunikasi melalui simbol-simbol. Manusia dengan hewan memiliki beberapa persamaan dalam struktur fisik dan perilakunya. Secara fisik, manusia dan hewan, khususnya hewan menyusui dan bertulang belakang, memiliki perlengkapan prinsipal tidak terbatas perbedaan. Pendidikan pada hakikatnya akan berusaha untuk mengubah perilaku. Teteapi perilaku mana yang dapat terjangkau oleh pendidikan, karena hewan pun adalh makhluk yang berperilaku. Dalam hal ini Prof. Khonstam mengemukakan beberapa jenis perilaku dari berbagai makhluk sebagai berikut. 1) Anorganis,yaitu suatu gerakan yang terjadi pada benda-benda mati, tidak bernyawa. Gerakan ini ditentukan atau tergantung kepada hukum kausal (sebab-akibat).manusia dilempar dari gudung bertingkat tiga misalnya, ia akan jatuh kebawah, sama halnya seperti kita melempar batu (benda mati). Hal iini terjadi karena adanya gaya tarik bumi. 2) Organis/nabati, yaitu yang terjadi pada tumbuh-tumbuhan. Manusia dan hewan sama-sama memiliki perilaku ini, manusia maupun hewan bernapas, tumbuhan juga bernapas. Dalam tubuh hewan dan tumbuhan terjadi peredaran zat-zat maanan, seperti halnya juga terjadi pada tumbuh-tunbuhan.gerakan ini terjadi secara otomatis tidak perlu dipelajari. Setiap makhluk hidup dengan sendirinya memiliki gerakan nabati ini. 3)

Hewani, perilaku ini lebih tinggi derajatnyadari perilaku nabati. Perilaku ini bersifat inspiratif (seperti insting lapar, insting seks, insting berkelahi), dapat diperbaiki sampai taraf tertentu, dan dapat memiliki kesadaran indra, di mana manusia an hewan dapat mengamati lingkungan karena memiliki alat indra.

4) Manusiawi, meripakan perilaku yang hanay terdapat pada manusia. Adapun perilaku ciri-ciri ini adalah: a.

Manusia berkemampuan untuk menguasai hawa nafsu.

b.

Manusia memiliki kesadaran intelektual, ia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, ejadikan manusia makhluk berbudaya.

c.

Manusia memiliki kesadaran diri, dapat menyadari sifat-sifat yang ada pada dirinya, manusia dapat mengadakan introspeksi.

d.

Manusia adalah makhlluk sosial, membutuhkan orang lain untuk hidupbersama-sama, berorganisasi dan bernegara. 3

e.

Manusia memiliki bahasa simbolis, baik tertulis maupun secara lisan.

f.

Manusia dapat menyadari nilai-nilai (etika maupun estetika) dan dapat berbuat sesuai nilainilai trsebut, dan memiliki kata hati. Ciri-ciri tersebut diatas sama sekali tidak dimiliki oleh hewan, yang dengan cirri-ciri itu lah manusia dapat dididik, dapat memperbaiki perilakunya, dalam bentuk suatu pribadi yang utuh.

5)

Mutlak, dimana manusia dapat berkomunikasi dengan Maha pencipta. Manusia dapat menghayati mkehidupan beragama, yang merupakan nilai yang paling tinggi dalam kehidupan manusia. Dari segi pendidikan, lapisan perilaku yang menjadi garapan pendidikan ialah lapisan manusiawi dan lapisan mutlak. Lapisan manusiawi sebagian besar menyangkut dimensi kejiwaan dan psikis, sedangkan lapisan mutlak menyangkut kehidupan spiritual. Dimensi kejiwaan meliputi aspek kognitif, afektif atau emosional serta aspek psikomotoris Sehingga dalam hal ini, jelas bahwasanya hewan tidak dapat dididik dan tidak memungkinkan untuk menerima pendidikan, sehingga tidak mungkin dapat dilibatkan dalam proses pendidikan karena hewan seperti yang sudah dijelaskan bahwa hewan hanya memiliki insting namun tidak memiliki akal. Hanya manusialah yang dapat dan memungkinkan menerima pendidikan, karena manusia memiliki dilengkapi dengan akal. 2.

Mengapa Manusia Harus Dididik Beberapa asumsi yang memungkinkan manusia harus dididik dan memperoleh

pendidikan, yaitu: a.

Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya. Manusia begitu lahir ke dunia, perlu mendapatkan uluran orang lain (ibu dan ayah) untuk dapat melangsungkan hidup dan kehidupannya.

b. Manusia lahir tidak langsung dewasa, untuk sampai pada kedewasaan itu sendiri memerlukan proses yang panjang dan waktu yang lama. Dalam mengarungi kehidupan dewasa, manusia perlu dipersiapkan. Bekal tersebut dapat diperoleh dengan pendidikan. c. Manusia (anak didik) hakikatnya adalah makhluk sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya ini akan terjadi hubungan pengaruh timbal balik dimana setiap individu akan menerima pengaruh dari individu yang lainnya. Sebab itu, maka sosialitas mengimplikasikan bahwa manusia akan perlu dididik. 4

Manusia merupakan makhluk yang dapat dididik, memungkinkan untuk memperoleh pendidikan. Manusia merupakan makhluk yang harus dididik, karena manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya, lahir tidak langsung dewasa. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan sesamanya. 3.

Manusia sebagai Makhluk yang Dapat Dididik Manusia belum selesai menjadi manusia, ia dibebani keharusan untuk menjadi

manusia, tetapi ia tidak dengan sendirinya menjadi manusia, untuk menjadi manusia ia perlu dididik dan mendidik diri. ”Manusia dapat menjadi manusia hanya melalui pendidikan”, demikian kesimpulan Immanuel Kant dalam teori pendidikannya (Henderson, 1959). Peryataan tersebut sejalan dengan hasil studi M.J. Langeveld yang memberikan identitas kepada manusia dengan sebutan ”animal Educandum” atau hewan yang perlu didik dan mendidik diri (M.J.Langeveld, 1980) N. Drijakarya S.J. (1986) menyatakan bahwa manusia mempunyai atau berupa dinamika (manusia sebagai dinamika), artinya manusia tidak pernah berhenti selalu dalam keaktifan, baik dalam aspek fisiologik maupun spiritualnya. Dinamika mempunyai arah horisontal (ke arah sesama dan dunia) maupun kearah transedental (kearah Yang Mutlak).Karena itu dinamika manusia mengimplikasikan bahwa ia akan dapat dididik. Manusia (anak didik) hakikatnya adalah makhluk sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya ini akan terjadi hubungan pengaruh timbal balik dimana setiap individu akan menerima pengaruh dari individu yang lainnya. Sebab itu, maka sosialitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik. Ada 4 prinsip antropologis yang melandasi kemungkinan manusia akan dapat dididik, yaitu : 1. Prinsip Potensialitas 2. Prinsip Dinamika 3. Prinsip Individualitas 4. Prinsip Sosialitas 2.2

Anak Manusia dalam Kondisi Perlu Bantuan Dalam perjalanan hidupnya, anak manusia masih harus belajar untuk ”hidup”, adapun

hal tersebut mengimplikasikan adanya ketergantungan dan perlunya anak memperolah bantuan dari orang dewasa. Bagi anak manusia, insting, nafsu, dan semua potensi itu belum mencukupi untuk dapat langsung menjalani dan mengahadapi kehidupan serta untuk dapat

5

mengatasi semua masalah dan tantangan dalam hidupnya. Untuk dapa mewujudkan semua potensinya itu, anak manusia mempunyai ketergantungan kepada orang dewasa. 1.

Manusia Lahir Tidak Berdaya

a. Manusia memiliki Kelebihan b. Manusia belum belum dapat menolong dirinya sendiri. c. Manusia dilahirkan dalam lingkungan manusiawi. 2. Dunia Manusia sebagai Dunia Terbuka a. Manusia belum siap menghadapi kehidupan b. Manusia mampu menggunakan alat c. Manusia sebagai makhluk yang dididik 2.3

Dasar dan Ajar

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perkembangan Manusia Anak manusia sejak dilahirkan berkembang terus hingga mati. Perkembangan anak manusia itu meliputi perkembangan fisik dan psikis, berlangsung secara teratur dan terarah menuju kedewasaannya. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan anak, adalah sebagai berikut: a.

Faktor Keturunan Anak memiliki warisan sifat-sifat bawaan yang berasal dari kedua orang tuanya, merupakan potensi tertentu yang sudah terbentuk dan sukar diubah. Menurut H.C. Witherington dalam Abu Ahmadi (2001). Hereditas adalah proses penurunan sifaf-sifat atau ciri-ciri tertentu, dari satu generasi kegenerasi lain dengan perantaraan sel benih. Pada dasarnya yang diturunkan itu adalah struktur tubuh, jadi apa yang diturunkan orang tua kepada anak-anaknya berdasar perpaduan gen-gen yang pada umumnya hanya mencakup sifat atau ciri-ciri atau sifat orang tua yang diperoleh dari lingkungan atau hasil belajar dari lingkungan.

b.

Faktor Lingkungan Lingkungan disekitar manusia dapat digolongkan kepada dua jenis, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Lingkungan abiotik adalah lingkungan makhluk tidak bernyawa seperti abtu, air, hujan, tanah dan musim. Itu semua dapat mempengaruhi kehidupan mansuia. Lingkungan biotik adalah lingkungan makhluk hidup bernyawa terdiri dari tiga jenis yaitu lingkungan nabati, lingkungan hewani, dan lingkungan manusia (sosial, budaya dan spiritual). Lingkungan sosial meliputi bentuk hubungan sikap atau tingkah laku manusia.

6

Lingkungan budaya meliputi adat istiadat, bahasa, norma-norma dan peraturan yang berlaku. Lingkungan spiritual meliputi agama dan keyakinan. c.

Faktor Diri Guru harus memahami faktor diri yang merupakan faktor kejiwaan kehidupan seorang anak. Faktor-faktor ini dapat berupa emosi, motivasi, integrasi, sikap dan sebagainya. Beberapa ciri perkembangan kejiwaan anak SD dikemukakan oleh Abu Ahmadi (2001) sebagai berikut:

1. Pertumbuhan fisik dan motorik maju pesat 2. Kehidupan sosial diperkaya dengan kemampuan bekerjasama dan bersaing dalam kehidupan kelompok 3. Mempunyai kemampuan memahami sebab akibat 2. Aliran-aliran Pendidikan Pembawaan/dasar (nature) atau pendidikan/ajar memiliki 3 aliran pokok, yaitu: 1) Nativisme Tokoh aliran nativisme adalah Schoupenhauer. Penganut teori ini berasumsi bahwa setiap individu (anak) dilahirkan kedunia dengan mmbawa bakat atau potensi yang merupakan faktor turunan yang berasal dari orang tuanya. Bakat atau potensi ini diyakini menjadi faktor penentu perkembangan individu selanjutnya setelah ia dilahirkan. Teori ini dikenal sebagai teori yang pesimistik terhadap peranan ajar/pendidikan (nature). 2) Empirisme Tokoh aliran empirisme antara lain John Locke dan J.B. Watson. Mereka berasumsi bahwa setiap anak dilahirkan ke dunia dalam keadaan bersih ibarat papan tulis yang belum ditulisi. Mereka tidak percaya kepada faktor bakat atau potensi yang merupakan turunan atau hereditas sebagai penentu perkembangan individu (anak didik). Implikasi teori empirisme terhadap pendidikan yakni memberikan kemungkinan sepenuhnya bagi pendidik (pendidikan/ajar/nurture) untuk dapat membentuk kepribadian anak didik, tanggung jawab pendidikan sepenuhnya ada di pihak pendidik 3) Konvergensi Tokoh aliran ini antaralain, William Stern. Penganut aliran ini berasumsi bahwa perkembanga individu ditentukan baik oleh faktor bakat/potensi yang merupakan turunan

7

maupun oleh faktor lingkungan/pengalaman. Implikasi teor ini terhadap pendidikan yakni, bahwa perkembangan anak didik mendapat pengaruh baik dari bakat bawaan maupun dari lingkungan, termasuk dari pendidik

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan : Manusia sejak lahir telah dibekali dengan sejumlah potensi. Potensi adalah kemampuan, kesanggupan, daya yang menjadi modal bagi manusia tersebut agar kelak siap mandiri dalam menjalani kehidupan di lingkungan di mana dia berada. M.J. Langeveld yang memandang manusia sebagai 'animal educandum' yang mengandung makna bahwa manusia merupakan mahkluk yang perlu atau harus dididik. Manusia merupakan makhluk yang perlu di didik, karena manusia pada saat dilahirkan kondisinya sangat tidak berdaya sama sekali. Seorang bayi yang baru dilahirkan, berada dalam kondisi yang sangat memerlukan bantuan, ia memiliki ketergantungan yang sangat besar. Padahal nanti kelak kemudian hari apabila ia telah dewasa akan mempunyai tugas yang besar yakni sebagai khalifah dimuka bumi. Kondisi seperti ini jelas sangat memerlukan bantuan dari orang yang ada disekitarnya. Bantuan yang diberikan itulah awal kegiatan pendidikan. Sesuai dengan tugas yang akan diembannya nanti dikemudian hari, dibalik ketidakberdayaan atau ketergantungan yang lebih dari binatang. Hanya kemampuankemampuan tersebut masih tersembunyi, masih merupakan potensi-potensi yang perlu dikembangkan. Disinilah perlunya pendidikan dalam rangka mengaktualisasikan potensipotensi tersebut, sehingga menjadi kemampuan nyata. Dengan bekal berbagai potensi itulah manusia dipandang sebagai mahkluk yang dapat di didik. Bertolak dari pandangan tersebut, secara implicit terlihat pula bahwa tidak mungkin manusia dipandang sebagai mahkluk yang harus di didik, apabila manusia bukan mahkluk yang dapat di didik.

8

DAFTAR PUSTAKA

Sadulloh Uyoh. 2014. Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung. Alfabeta

http://fidiupiserang.blogspot.com/2014/10/manusia-sebagai-animal-educandum.html

9

Related Documents

Makalah Ana & Vina.docx
December 2019 8
Ana
November 2019 80
Ana
June 2020 41
Ana
June 2020 17
Ana
October 2019 21

More Documents from "Siux Adecnatasa"