KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapakan atas kehadirat Allah SWT, berkat Rahmat dan KaruniaNya lah, sehingga Makalah Aliran-aliran Psikologi ini dapat diselesaikan dan bermanfaat meskipun banyak kekurangan dalam penyusunannya. Karena kami hanyalah insan biasa yang memiliki kekurangan dan kesempuraan hanyalah milik Allah SWT. Makalah ini disusun berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi dan referensi. Makalah ini mendalami pada topik Psikologi Klinis, Psikologi Kesehatan dan Psikologi Forensik, yang bertujuan sebagai tugas terstruktur dari mata kuliah Aliran-aliran Psikologi. Selain itu, tulisan ini dirancang dan disusun agar pembaca dapat mempelajari serta memperluas wawasan tentang Psikologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Dalam penulisan makalah pembelajaran ini, kami berterima kasih kepada Ibu Raudatussalamah.M.A selaku dosen pengampu dalam mata kuliah Aliran-aliran dalam Psikologi. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik serta saran yang membangun sangat kami harapkan untuk penulisan makalah, sehingga dalam penulisan dikemudian hari dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Demikian, harapan kami semoga Makalah ini berguna untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan kita semua, atas nama Tim Penyusun makalah, kami ucapkan terima kasih.
Pekanbaru, 15 November 2016
Penyusun
i
DAFTAR ISI Kata pengantar ........................................................................................................................ i Daftar isi................................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1 1.2 Tujuan Penulisan........................................................................................................ 1 1.3 Ruang Lingkup .......................................................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 2.1 Psikologi Klinis........................................................................................................ 2 Defenisi dan ruang lingkup Psikologi Klinis...........................................................2 Perkembangan Psikologi Klinis..............................................................................4 Pendidikan dan praktik Spesialis Psikologi Klinis..................................................4 Metode-metode penelitian dalam Psikologi Klinis………………………………...6 Kekhususan Dalam Psikologi Klinis……………………………………………….7 2.2 Psikologi Kesehatan .................................................................................................. 8 Metode Penelitian Dalam Psikologi Kesehatan.......................................................9 Tujuan Psikologi Kesehatan...................................................................................10 Tugas psikologi kesehatan......................................................................................10 Psikologi dan Penerapannya dalam Pendidikan Kesehatan……………………....10 2.3 Psikologi Forensik ............................................................................................... .,.11 Definisi Psikologi Forensik ...................................................................................11 Sejarah Psikologi Forensik………………………………………………………...12 Ruang Lingkup Bidang Psikologi Forensik............................................................14 Kegiatan Psikolog dalam Bidang Psikologi forensik..............................................13 Teknik Investigasi Yang Memperhatikan Prinsip Psikologi………………..……..14 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 5 3.2 Saran .......................................................................................................................... 5 Daftar Pustaka ......................................................................................................................... 6
ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa/psikis manusia, sehingga dalam setiap kehidupan manusia maka psikologi berusaha untuk menjelaskan masalah yang dihadapi. Di Indonesia, psikologi kemudian membagi bidangnya menjadi 6 yaitu psikologi klinis, perkembangan, psikologi umum dan eksperimen, psikologi sosial, psikologi pendidikan, psikologi industri dan organisasi. Dalam makalah ini tim penulis akan membahas tentang Psikologi Klinis. Psikologi klinis mempunyai banyak cabang lainnya namun pada makalah ini tim penulis akan membahas tentang psikologi kesehatan dan psikologi forensik. Psikologi Klinis menggunakan konsep-konsep psikologi abnormal, psikologi perkembangan,psikopatologi dan psikologi kepribadian,serta prinsip-prinsip dalam asesmen dan intervensi,untuk dapat memahami dan memberi bantuan bagi mereka yang mengalami masalah-masalah psikologis,gangguan penyesuaian diri dan tingkah laku abnormal. Psikologi kesehatan meriupakan istilah dalam dunia akademis untuk mencari pemahaman peran proses psikologis terhadap pengalaman sehat atau sakit, penyebab sehat dan sakit, peningkatan sehat atau sakit, dan konsekuensi. Psikolopgi kesehatan merupakan istilah untuk mempelajari proses psikologis, yang keterkaitan dengan kesehatan dalam upaya memahami bagaimana penyakit dapat terobati dan dicegah. Apa yang dikatakan psikologi tentang etiologiu dan dasar dignostik kesehatan dan penyakit, dan memahami bagaimana memahami pentingnya proses psikologis untuk mengembangkan perawatan kesehatan dan sistem kebijakan kesehatan. Psikologi yang membahas permasalahan dalam bidang hukum, bagian dari psikologi yang menanganinya sering dikenal sebagai psikologi forensik.
1.2 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan, disamping sebagai tugas terstruktur mata kuliah Aliranaliran Psikologi juga merupakan salah satu upaya untuk melengkapi atau menambah sumber belajar yang bermanfaat guna meningkatkan mutu pendidikan, terutama bagi mahasiswa jurusan Psikologi, karena makalah ini dapat menambah wawasan tentang topik Psikologi Kesehatan, Psikologi Klinis dan Psikologi Forensik .
1.3 Ruang Lingkup A. Psikologi Klinis B. Psikologi Kesehatan C. Psikologi Forensik
1
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Psikologi Klinis Defenisi dan ruang lingkup Psikologi Klinis Dilihat dari cakupannya,Psikologi Klinis dapat diartikan secara sempit atau luas.Secara sempit, Psikologi Klinis tugasnya adalah mempelajari oramg-orang abnormal atau subnormal.Tugas utama Psikologi Klinis adalah menggunakan tes yang merupakan bagian integral suatu pemeriksaan klinis yang biasanya dilakukan dirumah sakit.Para dokter biasanya memberikan arti sempit pada Psikologi Klinis. Dalam cakupan yang lebih luas,Psikologi Klinis adalah bidang psikologi yang membahas dan mempelajari ksulitan-kesulitan serta rintangan-rintangan emosional pada manusia,tidak memandang apakah dia abnormal atau subnormal. Psikologi Klinis meneropong gejala-gejala yang dapat mengurangi kemunkinan manusia untuk berbahagia.Kebahagiaan erat hubungannya dengan kehidupan emosionalsensitif dan harus dibedakan dengan kepuasan yang lebih berhubungan dengan segi-segi rasional dan intelektual (Yap Kie Hien, 1968).Menurut Phares (1992),Psikologi Klinis menunjuk pada bidang yang membahas kajian,diagnpsis,dan penyembuhan (treatment) masalah-masaalah psikologis,gangguan (disorders) atau tingkah laku abnormal. Dari pengertian dan definisi diatas terlihat bahwa Psikologi Klinis mencakup asesmen atau psikodiasnogtik penelitian,dan terapi bagi masalah-masalah psikologis, gangguan penyesuaian diri,maupun perilaku abnormal. Istilah “Psikologi Klinis” Penggabungan istilah “psikologi” yang terkait dengan Psikologi Akademik atau psikologi sebagai ilmu,dengan istilah “Klinik” yang artinya tempat orang berobat,pertama kali dilakukan oleh L.Witmer (Arieti,1959 & Phares, 1993).Dari penggabungan ini dapat dilihat bahwa bidang terapan ini berpijak pada dua disiplin ilmu yang berbeda yakni Psikologi Akademik dan Kedokteran,khususnya psikiatri. Klinik Psikogi atau ‘Psychological Clinic’ pertama kali didirikan Witmer pada tahun 1890.Pada klinik ini tugas psikolog ialah memeriksa anak-anak yang mengalami kesulitan menerima pelajaran.Klinik Psikologi pada waktu itu tidak bergerak sebagai badan pelayanan bagi orang sakit atau orang-orang yang mengalami gangguan penyesuaian diri,tetapi merupakan badan pendidikan.Beberapa tahun kemudian L.Witmer juga mendirikan ‘Psychological Clinic’ di rumah sakit di Pennsylvania,dimana kepada para pasien rumah sakit tersebut diberikan ‘mental tests’.Pada waktu itu hampir semua tes merupakan tes inteligensi,misalnya tes dari Binet dan Simon, Cattell, dan sebagainya.Mungkin sejak itulah Psikologi Klinis dikaitkan dengan pemberian tes-tes pada orang-orang sakit di rumah sakit.
2
Oleh karena berasal dari dua disiplin yang berbeda –Psikologi dan Psikiatri—maka timbul beberapa masalah dalam Psikologo Klinis,yakni dalam hal identitas,definisi istilah-istilah dan kewenangan melalukan psikoterapi. Beberapa masalah tentang identitas seorang Psikolog Klinis muncul. Apakah ia lebih merupakan seorang ‘scientist’ sesuai dengan latar belakang Psikologi Akademik,ataukah lebih merupakan seorang ‘practitioner’, yaitu sesuai dengan latar belakang medis.Apakah sebalaliknya Psikologi Klinis adalah seorang ilmuwan dan praktisi (scientist practitioner) ? Seringkali Psikologi dan Kedokteran menggunakan istilah-istilah yang sama,misalnya emosi,kesadaraan,pemikiran,stereotipi,dan lain-lain.Kedua disiplin ini memiliki penjelasan dan perincian yang berbeda untuk istilah-istilah tesebut.Sebagai contoh,kalangan psikiatri memandang emosi sebagai sesuatu yang sifatnya umum dan yang bertentangan dengan rasio.Kalangan Pikologi berpendapat bahwa emosi ada bermacam-macam dan bergantung pada penilaian (rasional) atas suatu situasi yang dihadapinya,jadi membahas pengalaman-pengalaman emosi spesifik. Dalam hal penerapan,terjadi tumpang tindih antara Psikolog Klinis,Psikiater dan kini juga neurolog,sarjana keperawatan,sarjana antropologi medis dalam cara pemeriksaan individu.Tumpang tindih dalam objek studi seringkali menimbulkan konflik-konflik antarprofesi yang hanya dapat diatasi jika dapat diadakan kerja sama antardisipliner secara baik. Oleh karena Psikolog Klinis tidak mempunyai pendidikan dasar Kedokteran,maka hak seorang Psikolog Klinis untuk memberikan Psikoterapisekitar tahun 1950-1980 sering kali dipermasalahkan.Istilah psikoterapi semakin luas artinya dan telah mengubah pandangan lama bahwa psikoterapi hanya daoat dilakukan oleh Psikiater.Ada pendidikan formal yang biasanya dilakukan di universitas untuk tujuan memperoleh gelar,dan ada pendidikan praktik tyang dilakukan dalam institusi untuk menunjang keterampilanketerampilan khusus yang terkait dengan psikoterapi dan asesmen psikologik.Untuk pendidikan praktik,yang berperan penting ialah organisasi profesi. Yap Kie Hien (1968) mengemukakan beberapa istilah lain untuk “Psikologi klinis”. Istilah-istilah ini tidak sepenuhnya memiliki arti yang sama karena tiap istilah mewakili aliran yang berbeda. Istilah-istilah tersebut adalah ; o Psikopatologi, adalah bidang yang mempelajari patologi atau kelainan dari proses kejiwaan. o Psikologi Medis, merupakan suatu penjabaran dari psikologi umum dan psikologi kepribadian untuk ilmu kedokteran.Tujuannya untuk melengkapi pengetahuan dokter tentang gambara biologis manusia dengan gambaran kehidupan kejiwaan, fungsi-fungsi psikis, berpikir, pengamatan, afek serta kehidupan perasaan pada manusia normal. o Psikologi Abnormal, Istilah ini ingin mengklasifikasikan keadaan yang tidak normal yang mungkin terjadi pada individu.
3
o Psikologi Konflik dan Pato-Psikologi, kedua nama ini disusulkan untuk menunjukkan bahwa seseorang yang membutuhkan pertolongan psikolog tidak selalu ‘sakit’. Pertolongan psikolog dapat diberikan kepada mereka yang mengalami kesulitan, misalnya konflik, ketegangan dan lain-lain. Ketegangan ini belum terlalu akut sehingga individu belum dikatakan ‘sakit’. o Mental Healt dan ‘Mental Hygiene’, Mental healt lebih banyak membahas dari segi presventifnya. Mental hiegene bertugas mempertahankan dan memelihara kesehatan mental dan mencegah terjadinya gangguan mental. Perkembangan Psikologi Klinis Psikologi Klinis mencakup asesmen,intervensi,dan penelitian.Diluar negeri kemantapan Psikologi Klinis sebagai suatu profesi dalam praktik Psikologi Klinis didukung oleh organisasi profesi Psikologi Klinis,diterbitkannya jurnal yang memuat penelitian-penelitian Psikologi Klinis,didirikannya program studi untuk psikologi klinis yang didukung organisasi profesi dan lain-lain. Pendidikan dan praktik Spesialis Psikologi Klinis Tahun 1973 Amerika Psychological Association (APA),Amerika Serikat mengusulkan peran Psikologi Klinis sebagai scientist-practitioner, ini menyebabkan pada sekirat tahun 1970-1980 dasar kompetensi untuk kewenangan praktik Psikologi Klinis adalah pendidikan tingkat S3 atau Ph.D.Sesudah itu baru dapat diatur kewenangan praktik. Sejak sekitar tahun 60-an di Amerika serikat diadakan jalur pendidikan spesialis Psikologi Klinis yang lebih singkat dengan gelar Psy.D.Jalur pendidikan ini biasanya bernaung dibawah organisasi profesi atau berada diluar Universitas.Untuk dapat berpraktik Psikologi Klinis tidak perlu melakukan penelitian untuk Ph.D, terlebih dahulu.Disamping itu juga ada profesional schools yakni elatihan-pelatihan yang relatif singkat untuk memperoleh keterampilan dalam salah satu bidang Psikologi Klinis seperti short term psychoterapy,family therapi, dan lain-lain. Untuk mengatur kewenangan praktik,Amerika Serikat memiliki American Board of Professional Psychologi (ABPP) yang pada tahun 1968 menyelenggarakan ujian dan observasi untuk memberi sertifikat (certificate) bagi psikolog yang akan melakukan praktik psikologi klinis,psikologi konseling,psikologi industri dan psikologi sekolah.Sertifikat ini diberikan setelah seorang psikolog mengikuti lima tahun pengalaman pascasarjana (postdoctoral).Namun pembuatan sertifikat ini tidak menghalangi terjadinta praktik-praktik psikologi yang dilakukan oleh nonpsikolog.Hal ini terjadi karena praktisi-praktisi ini tidak terikat pada kode etik psikolog.Untuk melindungi masyarakat dari praktik-praktik ini maka dirancang prosedur ujian untuk memperoleh atau izin praktik.Program ini mengatur kompetensi-kompetensi spesifik yang boleh dipraktikkan oleh seorang psikolog sesuai dengan pelatihan yang didapatnya.Licence merupakanizin praktik psikolog yang memiliki masa berlaku tertentu.Untuk memperpanjang licence-nya,seorang psikolog harus mengikuti pendidikan lanjutan (continiuing education).
4
Di Amsterdam pendidikan soesialis sudah dimulai sejak tingkat S1.Seorang mahasiswa jurusan psikologi memperoleh dasar yang sama dalam 2 tahun,dan dijuruskan ke beberapa cabang spesialis termasuk psikologi klinis pada 2 tahun terakhir.Untuk mrndapat gelar psikologi klinis tingkat S2/M.Sc.,mahasiswa perlu menjalani 2 tahun berikutnya,dan persyaratannya adalah psikologi kesehatan.Kewenangan praktik baru diperoleh setelah S2/M.Sc. Pada masa pendidikan ini mahasiswa mendapat pelatihan praktik di bawah supervisi.Setelah lulus pendidikan ini barulah mahasiswa memperoleh kewenangan praktik. Tugas profesional seorang psikolog klinis adalah mengimplementasikan prinsip dasar psikologi klinis sebagai ilmu terapan. Berkaitan dengan tugas ini, ada beberapa peranan yang dimiliki psikologi klinis sebagai berikut: 1. Terapi Istilah khusus untuk psikologi adalah psikoterapi. Pada umunya terapi menampilkan empat gambaran kegiatan yaitu: a. Membantu hubungan murni yang bersifat memelihara hubungan antara terapis dengan klien. b. Membantu klien melakukan eksplorasi/ pengalihan diri. c. Terapis dan klien bekerjasama memecahkan masalah. d. Terapis membantu sikap dan mengerjakan keterampilan / cara kepada klin untuk menanggulangi stres. 2. Assessment Yaitu proses yang digunakan psikolog klinis untuk mengamati dan mengevaluasi masalah sosial dan psikologis klien, baik menyangkut keterbatasan maupun kelebihannya. 3. Mengajar Yaitu memberikan informasi dan pelatihan mengenai topik-topik yang termasuk ruang lingkup pengetahuan yang melandasi profesinya, seperti psikolog klinis, psikolog abnormal, psikologi konseling, dll. 4. Konsultasi Memberikan bimbingan bagi perseorangan, kelompok atau badan sistem, dan organisasi untuk mengembangkan kualitas diri. Disebut konsultasi karna tujuan psikolog klinis dalam hal ini mmbantu klin melalui pkerjaan atau prmasalahan mereka. Karena adanya minat terhadap bidang baru ini, suatu disiplin baru muncul; Psikologi Kesehatan.
5
Metode-metode penelitian dalam Psikologi Klinis Metode dalam psikologi klinis pada dasarnya sama dengan metode penelitian pada umumnya, namun tujuan dan penekanannya adalah untuk keperluan populasi khusus, misalnya mengetauhi efektivitas suatu perlakuan pada kelompok tertentu, menentukan tes yang dapt meramalkan kerentanan seseorang terhadap serangan stroke, dan lainlain.Metode-metode ini ialah; 1. Metode Observasi Ada beberapa jenis observasi, yakni; a. Observasi Tak sistematik, misalnya observasi yang dilakukan oleh pemeriksa secara kebetulan terhadap seorang subjek saat subjek sedang menunggu giliran, atau saat subjek sedang menjalani tes. b. Observasi Alamiah atau naturalistic, ialah yang dilakukan dalam setting alamiah. Misalnya observasi terhadap seorang anak hiperaktif di rumahnya sendiri atau disekolah. c. Observasi terkendali, Jenis observasi ini dilakukan untuk membperbaiki observasi alami yang kurang sistematik dengan memberi suatu ‘stimulus’ kepada orang yang akan diamati dalam setting alamiah, untuk mengetahui sejauh mana stimulus itu berpengaruh dalam perilaku. Misalnya dalam suatu wisma untuk orang lanjut usia diberi stimulus music gembira selama beberapa waktu dalam satu hari. d. Studi Kasus, ialah suatu penelitian intensif terhadap satu subjek, yang bertujuan memberikan deskriptsi yang mendetail tentang subjek yang diteliti itu. Penelitian melakukan wawancara, observasi atau dipelajari catatan biografinya. 2. Metode Penelitian Epidemiologis Metode ini mempelajari kejadian prevalensi, dan distribusi penyakit atau gangguan dalam suatu populasi. Metode ini biasa dilakukan dalam bidang kedokteran untuk mengetahui penyebaran penyakit menular dan penyakit-penyakit yang terkait dengan kondisi daerah tertentu. 3. Metode Korelasi Metode korelasi memungkinkan peneliti untuk menentukan apakah suatu variable tertentu, misalnya penyakit influenza, berkaitan dengan variable lain, misalnya cuaca disuatu daerah. 4. Metode Longitudinal VS Cross-Sectional Desain penelitian cross sectional adalah penelitian yang membandingkan dua kelompok pada satu kurun waktu tertentu yang sama. Sedangkan metode longitudinal adalah meneliti orang yang sama dalam suatu kurun waktu tertentu, biasanya dalam kurun waktu yang cukup lama. 5. Metode Penelitian Eksperimental Metode ini digunakan untuk memastikan adanya suatu hubungan sebab-akibat antara 2 peristiwa. 6.
Desain Satu kasus Desain satu-kasus adalah perwujudan dari pendekatan perilaku, yang mengutamakan pengukuran perilaku nyata. 6
Kekhususan Dalam Psikologi Klinis Phares (1992) membahas lima bidang yang dinyatakan sebagai Specialties dalam Psikologi Klinis.Kelima bidang tersebut ialah sebagai berikut; 1. Psikologi Komunitas Umumnya psikologi komunitas didefinisikan sebagai suatu pendekatan terhadap kesehatan mental yang menekankan pada peran daya lingkungan dalam menciptakan dan mengurangi masalah.Fokusnya ialah interaksi antara orang dengan lingkungan. 2. Psikologi Kesehatan Psikologi kesehatan dalam latar belakang sejarah Psikologi klinis sudah dikenal dengan nama Medical psychology, dan sekarang selalu dikaitkan dengan Behavioral Medicine. Dasar pe,ikiran Psikologi Kesehatan adalah adanya hubungan antara pikiran manusia dan tubuhnya.Penelitian menunjukkan bahwa variable psikososial, personalperilaku berlebihan, kebiasaan-kebiasaan tertentu- dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit kronis, kecelakaan dan cedera. 3. Neorupsikologi Neuropsikologi mempelajari hubungan antara otak dan perilaku, disfungsi otak dan defieit perilaku, dan melakukan asasmen dan treatment untuk perilaku yang berkaitan dengan fungsi otak yang terganggu. Sebagai ilmu, Neuropsikologi dianggap sebagai salah satu bagian dari Biopsikologi. Neuropsikolog berasumsi bahwa perilaku manusia, kepribadiannya, proses psikopatologi dan strategi kognitif diantarai oleh otak (Carlson,1992 dalam Suprati,2003). Neuropsikologi adalah cabang psikologi klinis yang bertujuan mendeteksi dan mendiagnosis proses neuropsikologi, dan menjembatani gap antara neurologi dengan ilmu-ilmu perilaku.Neuropsikologi klinis melakukan evaluasi kekuatan dan kelemahan aspek kognitif, aspek perilaku dan aspek psikologis, serta menentukan hubungannya dengan fungsi otak.( Newmark,1985 dalam Suprati,2003). 4. Psikologi Forensik Psikologi forensik adalah interface dari psikologi dan hukum, dan merupakan aplikasi pengetahuan psikologi, khususnya psikologi klinis, pada masalah-masalah yang dihadapi jaksa, polisi dan lain-lain untuk penyelesaian masalah yang berhubungan dengan keadlian sipil, kriminal, dan adminisdtratif. 5. Psikologi Klinis Anak dan Pediatri Dalam psikologi klinis-anak berkembang spesialis untuk menangani kelainan khusus, misalnya untuk kasus pelecehan seks pada anak, depresi pada anak dan lainlain.Bidang Pediatrik Psychology, membantu anak-anak yang tidak mengalami gangguan berat namun memerlukan perhatian dan nasihat yang berkaitan dengan perkembangannya dimasa depan.
7
2.2. Psikologi Kesehatan Psikologi kesehatan merupakan istilah dalam dunia akademis untuk mencari pemahaman peran psikologis terhadap pengalamana sehat atau sakit, penyebab sehat dan sakit, peningkatan sehat atau sakit, dan konsekuensinya (Marks,2004 dalam Raudatulsalam dan Ahyani R.F, 2012). Psikologi kesehatan membahas tentang kesehatan dari sudut pandang psikologi tentunya membahas tentang perilaku manusia yang berkaitan dengan kesehatan. Psikologi Kesehatan dalam latar belakang sejarah Psikologi klinis sudah dikenal dengan nama Medical Psychology, dan sekarang selalu dikaitkan dengan Behaviral Medicine. Dasar pemikiran Psikologi Kesehatan adalah adanya hubungan antara pikiran da manusia (mind) dan tubuhnya. Penelitian menunjukkan bahwa variabel psikososial, personal perilaku berlebihan, kebiasaan-kebiasaan tertentu- dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit kronis, kecelakaan dan cedera. Misalnya perilaku makan terlalu banyak direstoran-restoran yang menggunakan MSG (vetsin) meningkatkan risiko berpenyakit saluran pencernaan. Konsultasi, sebagai salah satu peranan psikologi klinis Disebut konsultasi karna tujuan psikolog klinis dalam hal ini membantu klien melalui pekerjaan atau prmasalahan mereka. Karena adanya minat terhadap bidang baru ini, suatu disiplin baru muncul yakni Psikologi Kesehatan. Stone (1991) meringkaskan tahun-tahun pertama kemunculan ini. Psikologi kesehatan ini diakui oleh “American Psychological Association” tahun 1977. Lima tahun kemudian di tahun 1982, “The Interamerican Congress of Psychology” di Quito Cuador, mencurahkan perhatian sebagian besar dari program ini untuk memperbaharui nama kegiatan ini dan pada pertemuan tersebut menekankan suatu “Task Force” pada psikologi kesehatan. Simposium internasional pertama tentang psikologi kesehatan diselenggarakan di La Habana, Cuba tahun 1984. Sejak itu telah banyak ketertarikan dunia luas pada konsep dan penerapan serta pengetahuan dan kemampuan psikologi untuk masalah-masalah sistem kesehatan. Konferensi internasional dan regional telah berlanjut terus menerus. Pada banyak negara psikologi ksehatan di integrasi dengan kurikulum psikologi, dan semakin lama semakin banyak universitas menawarkan latihan-latihan khusus. Definisi Behavioral Medicine adalah integrasi dari perilaku dengan praktik dan ilmu kedokteran. Menurut Matarazzo definisi Behavioral Medicine adalah suatu lapangan multidisiplin penelitian ilmiah, pendidikan, dan praktik, yang berkaitan dengan kesehatan, penyakit, dan fungsi faali yang terkait. Psikolopgi kesehatan merupakan istilah untuk mempelajari proses psikologis, yang keterkaitan dengan kesehaqtan dalam upaya memahami bagaimana penyakit dapat terobati dan dicegah. Apa yang dikatakan psikologi tentang etiologiu dan dasar dignostik kesehatan dan penyakit, dan memahami bagaimana memahami pentingnya proses psikologis untuk mengembangkan perawatan kesehatan dan sistem kebijakan kesehatan.
8
Metode Penelitian Dalam Psikologi Kesehatan 1. Study design Mengacu pada sasaran pertanyaan penlitian yang akan diarahkan yang berkaitan dengan data yang dikumpulkan dan pernbandingan yang akan dibuat.Pada beberapa cara,Study design lebih penting daripada analisis data yang dihasilkan dari studi tersebut.Penelitian dapat didefinisikan memiliki satu dari dua kategori utama yakni studi observasi dan studi eksperimen.Selanjutnya, sub divisi yang dapat diterapkan untuk studi observasi adalah (1) studi prospective,dimana informasi yang dikumpulkan tentang peristiwa yang akan muncul dalam penelitian, (2) studi retrospectif, dimana informasi yang dikumpulkan tentang peristiwa yang lalu. Berbeda dengan studi observasi, pada studi eksperimen memanipulasi sebuah variabel. 2. Cross-sectional Dalam studi cross-sectional, partisipan hanya di observasi sekali, menentukan “snapshot” karakteristik ketertarikkan pada banyak moment. Penelitian ini menggunakan populasi dan sampel. 3. Longitudinal Dalam studi longitudinal, kelompok partisipan di observasi lebih dari sekali. Perkembangan setiap waktu diukur. Sebagai contoh, merekam perubahan setiap waktu. Dihubungkan dengan karakteristik atau faktor yang ada dan sebelum diukur hingga awal perilaku atau penyakit. Hal ini mungkin akan memberikan informasi tentang faktor resiko untuk perkembangan penyakit pada cohort partisipan. Siapa yang berkembang penyakit tersebut dan siapa yang tidak. 4. Eksperimen Eksperimen dipadankan dengan kata percobaan yang berarti suatu uji coba atau pengamatan khusus yang dibuat untuk menegasi atau membuktikan keadaan yang sebaliknya dari sesuatu yang meragukan,dibawah kondisi khusus yang ditentukan oleh peneliti. 5. Kualitatif Penelitian kualitatif merupakan tradisi penelitian yang lama. Berasal dari perpesktif realitas, dan fokus pada metode tamatik. Berusaha untuk mengidentifikasi tema dalam bentuk naratif. Menggunakan metode kualitatif untuk analisis data kualitatif, meskipun memiliki data yang tepat namun sangat berbeda dengan penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian tunggal yang tidak mengadili banyak konsep dan pendekatan teoritis, dimana temasuk dalam kategori yang umum. 6. Psikometri Psikometri berkaitan dengan pengukuran aspek-aspek psikologis seperti pengetahuan, kemampuan, sikap dan kepribadian.Studi psikometri berkaitan dengan investigasi perbedaan antara individu dan kelompok individu.
9
Tujuan Psikologi Kesehatan 1. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan. 2. Pencegahan dan perlakuan terhadap kesakitan. 3. Mencari penyebab dan deteksi dari kesakitan. 4. Meningkatkan sistem upaya kesehatan serta kebijakan kesehatan. Tugas psikologi kesehatan adalah (Metarazzo) :
Mengidentifikasikan faktor risiko untuk penyakit, patogen dan imunogen yang paling banyak terjadi, dan interaksi diantaranya,untuk menerangkan dan untuk memprakarsa perubahan perilakusecara tepat.
Tujuan umum psikologi kesehatan adalah perubahan gaya hidup yang merusak kesehatan.
Tujuan khusus psikologi kesehatan bagi perubahan perilaku ini meliputi perubahan dalam pelayanan kesehatan preventif, perlindungan kesehatan dan promosi kesehatan.
Psikologi dan Penerapannya dalam Pendidikan Kesehatan Sasaran pendidikan kesehatan adalah individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang dijadikan subyek dan obyek perubahan perilaku, sehingga diharapkan dapat memahami, menghayati dan mengaplikasikan cara-cara hidup sehat dalam kehidupan sehari-harinya. Banyak faktor yang diperhatikan terhadap sasaran dalam keberhasilan pendidikan kesehatan, antara lain tingkat pendidikan, tingkat social ekonomi, adat istiadat, kepercayaan masyarakat dan kepercayaan waktu. Berdasarkan tujuan akhir visi dan misi pendidikan kesehatan yaitu kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Dari visi dan misi tersebut sudah jelas bahwa yang menjadi sasaran utama pendidikan kesehatan adalah masyarakat khususnya bagi perilaku masyarakat. Namun demikian, karena terbatasnya sumber daya, akan tidak efektif apabila upaya atau kegiatan pendidikan kesehatan, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun swasta itu,langsung di alamatkan kepada masyarakat. Oleh sebab itu dilakukan pentahapan sasaran pendidikan kesehatan yang terbagi menjadi 3 kelompok sasaran, yaitu: Sasaran Primer (Primary Target) Masyarakat menjadi sasaran langsung pendidikan kesehatan dengan strategi pemberdayaan masyarakat (impowerment). Sesuai dengan permasalahan kesehatan, maka sasaran ini dibagi menjadi, kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu hamil dan menyusui untuk masalah KIA (kesehatan ibu dan anak), anak sekolah untuk kesehatan remaja dan sebagainya. Sasaran Sekunder (Sekunder Target) Para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan sebagainya. Disebut sasaran sekunder, Karena dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada kelompok ini akan memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat sekitarnya dengan mengguankan strategi dukungan sosial (social support). Sasaran Tersier (Tertiary Target) Para pembuat keputusan atau penentu kebijakan baik di tingkat pusat, maupun daerah adalah sasaran tersier pendidikan kesehatan. Dengan menggunakan startegi advokasi (advocacy). 10
2.3 Psikologi Forensik Definisi Psikologi Forensik Psikologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu psyke yang artinya adalah jiwa dan logos yang artinya ilmu pengetahuan. Pengertian forensik berasal dari bahasa Yunani, yaitu forensic yang bermakna debat atau perdebatan. Forensik di sini adalah bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu atau sains Xena mengatakan bahwa forensic adalah sebuah penerapan dari berbagai ilmu pengetahuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penting untuk sebuah sistem hukum yang mana hal ini mungkin terkait dengan tindakan pidana.. Psikologi forensik dirasa mulai penting sekitar tahun 1970, Psikologi Forensik adalah interface dari psikologi dan hukum. Dan merupakan aplikasi pengetahuan psikologi, khususnya psikologi kllinis,pada masalah-masalah yang dihadapi jaksa, polisi, dan lainlain untuk penyelesaian masalah yang berhubungan dengan keadilan sipil, kriminal, dan administratif (civil, criminal, administrative justice). Psikiatri kehakiman atau psikologi forensik adalah cabang psikologi yang mempelajari gangguan jiwa yang berhubungan dengan hukum, yaitu perilaku orang itu sudah menunjukkan penyimpangan sosial dan telah melanggar “peraturan” masyarakat atau hukum. Seorang ahli kedokteran kehakiman (Forensic Medicine atau legal medicine) biasanya berhubungan dengan korban pelanggar hukum, sebaliknya seorang psikiatri kehakiman pada umumnya memeriksa si pelanggar hukum atau terdakwa.Seorang psikiater dapat diminta untuk memeriksa seorang terdakwa bila diragukan Kompetensi mental terdakwa untuk menyelesaikan urusan pribadinya, untuk mengadakan kontrak atau menandatangani dokumen legal. Psikiater juga dapat dipanggil untuk mengevaluasi Kompetensi membuat surat wasiat (tesamen), yaitu kemampuan menyatakan kehendak. Untuk ini perlu dibuktikan adanya 3 jenis ketangkasan psikologis, yaitu orang harus tahu ; 1. Sifat dan luas hibahnya (miliknya) 2. Bahwa ia sedang menyatakan kehendak, dan 3. Siapakah ahli-warisnya secara alamiah, yaitu istri, anak-anak dan keluarga. Awal psikologi forensik adalah ketika terdapat perbedaan pendapat antara Munsterberg dan Wigmore pada tahun 1980, tentang peran psikologi dalam proses pengadilan. Menurut Munsterberg yang paling anti atas peran psikologi ialah para jaksa. Hal ini ditanggapi oleh Wigmore –seorang ahli hukum- sedemikian rupa sehingga Munsterberg akhirnya diadili. Baru pada tahun 1954, Bazelon –seorang hakim- mengakui bahwa psikolog yang mempunyai kualifikasi tertentu dapat menjadi saksi ahli di pengadilan yakni sebagai ahli gangguan jiwa. Selanjutnya, berkat tulisan dari Loh psikolog yang pada sekitar tahun 1950 hanya dapat menjadi saksi ahli, juga dapat bertindak sebagai konsultan bagi para juri dalam sistem pengadilan di Amerika Serikat.
11
Sejarah Psikologi Forensik 1. Masa Awal J.McKeen Cattel percaya kekuatan pengaruh sugesti terhadap sensasi dan persepsi. William Stern dan F.V.Liszt menemukan bahwa bertambahnya ketidakakuratan terjadi ketika kegairahan dan ketegangan indivivu meningkat. Stern dan Liszt menyimpulkan bahwa ‘emosi mengurangi keakuratan mengingat’. 2. Munsterberg : Psikolog Forensik Amerika Pertama Munsterberg,psikolog jerman yang hijrah ke US dan dikenal sebagai bapak psikologi terapan, pada tahun 1909 mencoba meyakinkan publik bahwa ilmu psikologi dapat dipakai dibidang pendidikan, industri,periklanan,musik, seni, dan juga hukum. 3. Awal Psikolog Dalam Peradilan Kriminal Tahun 1909, psikolog klinis Grace M.Fernald bekerja dengan psikiater William Healy membuka klinik pertama yang dirancang untuk narapidana Anak, The Juvenile Psychopatic Institute. Institut ini dibangun untuk mendiagnosa anak-anak bermasalah. 4. Awal Psikolog Dalam Ruang Peradilan Awal tahun 1920, merupakan tahun dimana psikolog US diakui boleh berperan sebagai saksi ahli dalam ruang pengadilan. Hasil penelitian eksperimental pada persepsi visual mulai diterima secara rutin sebatas tidak melanggar teritori ilmu kedokteran, dokter dan psikiater, yang secara rutin memberikan kesaksian dalam kasus-kasus kriminal. 5. Psikolog dan sekolah hukum William m.marston, bapak psikologi forensik amerika, 1917 menemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara tekanan darah dan kebohongan, yang mendasari munculnya polygraph. Ruang Lingkup Bidang Psikologi Forensik Kalangan para psikolog forensik mengatakan bahwa yang menjadi eksplorasi psikologi forensik dikelompokkan menjadi bagian antara lain: 1. Psychology of criminal conduct (psikologi perbuatan kriminal), psychology of criminal behavior (psikologi perilaku kriminal), criminal psychology (psikologi kriminal), semua berhubungan dengan psychological study of crime (kajian psikologis tentang kriminalitas/kejahatan). 2. Forensic clinical psychology (psikologi klinis forensik), correctional psychology (psikologi koreksional), assesment dan penanganan atau rehabilitasi perilaku yang tidak diinginkan secara sosial. 3. Mempelajari tentang metode atau teknik yang digunakan oleh badan kepolisian, antara lain police psychology (psikologi polisi), behavioral science (ilmu perilaku), dan investigative psychology (psikologi penyelidikan). 4. Bidang psychology and law (psikologi dan hukum) terutama difokuskan pada proses persidangan hukum dan sikap serta keyakinan partisipannya.
12
Kegiatan Psikolog dalam Bidang Psikologi forensik Bidang yang dinamakan Psikologi forensik mencakup peran psikolog dalam menentkan beberapa hal penting, yaitu; 1. Psikolog dapat menjadi saksi ahli. Ada perbedaan antara saksi ahlli dan saksi biasa. Seorang saksi ahli harus mempunyai kualifikasi, dalam hal ini, clinical expertise, meliputi pendidikan, lisensi, pengalaman, kedudukan, penelitian, publikasi, pengetahuan, aplikasi prinsip-prinsip ilmiah, serta pengunaan alat tes ukur. 2. Psikolog dapat menjadi penilai dalam kasus-kasus kriminal, misanya menentukan waras atau tidaknya (sane atau insane) pelaku kriminal, bukan dalam arti psikologis, namun dalam artian legal atau hukum. 3. Psikolog dapat menjadi penilai bagi kasus-kasus madani atau sivil. Termasuk didalamnya menentukan layak atau tidaknya seseorang masuk rumah sakit jiwa, kekerasan dalam keluarga, dan lain-lain. DiIndonesia sudah ada Lembaga Swadaya Masyarakat yang menangani masalah-masalah kekerasan keluarga, misalnya Pusat Krisis Terpadu (PKT) di RSCM, LBH-APIK, dll. 4. Psikolog dapat juga memperjuangkan hak untuk memberi atau menolak pengobatan bagi seseorang. 5. Psikolog diharapkan dapat memprediksi bahaya yang mungkin berkaitan dengan seseorang. Misalnya, dampak baik atau dampak buruk mempersenjatai seseorang. Psikolog diharapkan tahu tentang motivasi, kebiasaan dan daya kendali seseorang. 6. Psikolog diharapkan dapat memberikan treatment sesuai dengan kebutuhan. 7. Psikolog diharapkan dapat menjalankan fungsi sebagai konsultan dan melakukan penelitian dibidang psikologi forensik. Nietzel (1998) menyimpulkan bahwa ada 5 pokok bahasan psikologi forensik, yaitu : 1. Kompetensi untuk menjalani proses pengadilan serta tangggung jawab kriminal. 2. Kerusakan psikologis yang mungkin terjadi dalam pengadilan sipil. 3. Kompetensi sipil 4. Otopsi psikologis dan criminal profiling. 5. Hak asuh anak dan kelayakan orang tua (parental fitness). Yang dimaksud dengan Otopsi psikologis ialah kegiatan psikolog dalam melakukan asesmen terhadap seseorang yang sudah meninggal. Asesmen ini diminta oleh pengadilan untuk mengetahui keadaan psikis orang itu sebelum meninggal. Selanjutnya dapat diketahui penyebab kematian merupakan bunuh diri, kecelakaan atau yang lainnya. Ini dilakukan untuk menentukan wajib atau tidaknya suatu perusahaan memberi kompensasi kepada keluarga korban. Criminal profiling memiliki persamaan dengan otopsi psikologis. Keduanya samasama menentukan keadaan psikis atas data yang ditinggalkan seseorang. Pertanyaan dalam Criminal profiling adalah siapa yang melakukan (pelaku yang belum diketahui). Perbuatan kriminal seringkali meninggalkan jejak. Criminal profiling bertujuan mencari pelaku dan penyebabnya berdasarkan tanda-tanda yang ditinggalkan.
13
Teknik Investigasi Yang Memperhatikan Prinsip Psikologi Memori saksi merupakan sesuatu yang rentan. Baik pada proses penyimpanan maupun pemunculan kembali banyak faktor yang mempengaruhinya, sehingga sebenarnya menjadi sesuatu yang sulit untuk memperoleh 100 % kebenaran kesaksian. Untuk mengurangi hal-hal yang berpengaruh terhadap kerentanan memori saksi, diperlukan teknik agar memori saksi dapat dihadirkan secara maksimal. Dua teknik interview investigasi yang sering dibicarakan adalah ; 1. Hipnosis Hipnosis sebenarnya sudah lama digunakan orang, namun karena banyak terjadi kontroversial maka teknik ini jarang digunakan. Di Indonesia, tidak banyak psikolog yang ahli dalam menggunakan teknik hipnosis. Mungkin karena pendekatan Freud tidak terlalu berkembang di Psikologi Indonesia, walaupun sebenarnya di Jerman pengikut-pengikut Freud cukup berkembang. Oleh karena itu jarang juga psikolog yang menggunakan teknik ini. Hipnosis dapat digunakan untuk meningkatkan ingatan saksi maupun korban. Teknik hypnosis meminta saksi/korban untuk relaks, kemudian ia dalam focus state dan menjadi sangat patuh terhadap instruksi orang yang menghipnosisnya. Instruksi yang diberikan adalah meminta saksi/korban untuk kembali mengingat kejadian yang dialaminya. Ia dibimbing untuk memperhatikan hal-hal detail seperti nomer plat mobil atau wajah dari pelaku. Saksi biasanya akan mengingat informasi lebih banyak ketika ia dihipnotis dibanding dalam kondisi tidak terhipnotis. Kondisi ini disebut sebagai hypnotic hypernesia ( suatu kondisi yang merupakan lawan dari amnesia). Hal buruknya dengan hipnosis, walaupun lebih banyak informasi yang muncul tapi kadang informasi ini belum tentu informasi yang benar dan tepat. Kadang informasi yang muncul dipengaruhi oleh imajinasi dan fantasi dari saksi. Beberapa penelitian membuktikan bahwa teknik hipnotis tidak selalu menghasilkan informasi yang akurat dalam kesaksian. Repotnya, walau informasi yang imajinatif tadi diperoleh melalui hipnotis, namun saksi sangat yakin bahwa hal itu benar. Teknik hipnotis ini walau tidak selalu digunakan pada tiap saksi, namun masih digunakan ketika informasi tentang suatu kejadian tidak ada kemajuan yang berarti. Seperti suatu kejadian di Chowcilla, California dimana terjadi penyanderaan bus sekolah oleh sekelompok orang bertopeng, dan kemudian melepaskan korban setelah mendapatkan uang. Saksi-saksi yang ada (supir bus dan 26 anak) tidak memberikan informasi yang berarti tentang kejadian sehingga tidak dapat dilacak pelaku kejadian ini. Ketika dilakukan teknik hipnotis pada supir bis, ia dapat mengingat nomer plat kendaraan pelaku. Dan ketika dilacak pihak kepolisian ternyata benar. Saksi/korban yang sangat emosional (malu, marah) sering juga menghilangkan memorinya, dan mengatakan ia lupa. Dengan teknik hipnotis, ia merasa bebas dan dapat memunculkan ingatannya kembali. Jadi hipnotis oleh ahlinya kadang dapat dilakukan untuk menemukan informasi dalam memori saksi yang tidak dapat ditemukan dengan teknik lain.
14
2. Wawancara kognitif Teknik ini diciptakan oleh Ron Fisher dan Edward Geiselman tahun 1992. Tujuannya adalah untuk meningkatkan proses retrieval yang akan meningkatkan kuantitas dan kualitas informasi dengan cara membuat saksi/korban merasa relaks, dan kooperatif. Teknik ini juga berusaha mengurangi efek sugesti yang terjadi pada teknik hipnotis Fisher dan Milne & Bull menyatakan bahwa ada 5 tahap dalam wawancara kognitif. Tahap tersebut adalah : Tahap I, adalah tahap menjalin rapport (pendekatan) terhadap saksi/korban agar ia tidak cemas, merasa nyaman, membuat saksi/korban juga menjadi lebih konsentrasi. Pada tahap awal ini, ia diminta bercerita tentang kejadian tanpa dipotong oleh pewawancara. Tujuannya adalah tidak ada efek sugesti dari pewawancara. Tahap II, event interview similarity, adalah mengembalikan ingatan saksi pada kejadian yang dialaminya. Ia diminta menutup mata dan membayangkan kejadian yang dialaminya. Ia diminta untuk membayangkan apa yang dilihat, didengar, pikiran dan perasaannya (yang relevan) pada saat itu. Tahap III, melakukan probing (penggalian informasi secara lebih detail) pada gambaran dan hal-hal yang disampaikan oleh saksi. Tujuannya agar diperoleh keyakinan atas hal-hal yang relevan terkait dengan peristiwa yang dialami oleh saksi. Kemudian peristiwa itu direcall (diceritakan kembali) dengan urutan yang berbeda, pertama dari awal sampai akhir. Kemudian dari akhir hingga awal. Tahap IV. Saksi diminta melihat peristiwa itu dari perspektif yang beda. Misal dari perspektif pelaku atau perspektif korban. Hasil ini direkam dan dicek ulang lagi pada saksi jika mungkin ada yang dirasa keliru atau tidak tepat Tahap V. Saksi diminta untuk mengingat kembali informasi baru lain yang mungkin belum dimunculkan. Bisa distimulasi dengan pertanyaan detail tentang wajah, baju, logat, mobil. Misal wajah pelaku mirip siapa jika menurutmu ? jawaban saksi mungkin menyebut nama orang terkenal, misal Saiful Jamil atau Pong Harjatmo. Sebenarnya bukan itu yang penting, namun saksi perlu ditanya lebih detail. Mengapa mirip Saiful Jamil ? apa ada cirri-ciri khusus ? apa ada kesan khusus yang kau tangkap ? Dengan cara ini saksi akan diminta mengingat kembali informasi lebih detail tentang pelaku yang mungkin belum dilakukannya. Secara keseluruhan teknik ini membutuhkan kondisi relaks saksi/korban, memberikan berbagai kesempatan pada saksi untuk menceritakan kejadian dan tidak menggunakan pertanyaan yang menuntun atau menekan. Biasanya polisi dilatih melakukan interograsi dengan menggunakan teknik yang menekan dan pertanyaan yang menuntun. Hal ini membuat polisi mengalami kesulitan untuk mengubah cara interograsi baik pada saksi/tersangka dengan cara wawancara kognitif. Padahal banyak riset membuktikan bahwa teknik wawancara kognitif dapat meningkatkan keakuratan kesaksian tanpa melakukan sugesti pada saksi. Geiselman menemukan bahwa teknik wawancara kognitif menghasilkan 25-35 % lebih banyak dan akurat disbanding teknik wawancara standar kepolisian. Mantwill, Kohnken & Ascermann menemukan wawancara kognitif lebih menghasilkan banyak informasi disbanding wawancara terstruktur. Pada saat ini kepolisian di Inggris secara rutin mendapatkan pelatihan teknik interview kognitif, sementara kepolisian di Amerika walau tidak rutin namun juga menggunakan teknik ini
15
Sirkulasi Fase-fase Psikologi Forensik Sedangkan Sunbreg menyatakan bahwa psikologi forensik dapat dilihat sebagai bidang yang terdiri atas tiga tipe dasar yang berkorespodensi dengan fase-fase sistem hukum kriminal (pidana), hukum sipil, atau hukum preventif. Fase-fase klasifi kasi psikologi forensik saling berhubungan secara sirkuler antara lain: kegiatan investigatif menghasilkan respons-respons ajudikatif, yang menghasilkan ukuran-ukuran untuk mencegah perilaku tak diinginkan yang lebih jauh, dan preferensi akan menghasilkan pertanyaan-pertanyaan yang perlu diinvestigasi. Sirkulasi yang saling berhubungan antara fase-fase klasifi kasi psikologi forensik dijelaskan oleh Sunbreg dkk pada skema di bawah ini:
16
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Di Indonesia, psikologi kemudian membagi bidangnya menjadi 6 yaitu psikologi klinis, perkembangan, psikologi umum dan eksperimen, psikologi sosial, psikologi pendidikan, psikologi industri dan organisasi. Psikologi Klinis adalah bidang psikologi yang membahas dan mempelajari ksulitan-kesulitan serta rintangan-rintangan emosional pada manusia,tidak memandang apakah dia abnormal atau subnormal. Psikologi kesehatan merupakan cabang khusus psikologi klinis, psikologi kesehatan istilah dalam dunia akademis untuk mencari pemahaman peran psikologis terhadap pengalamana sehat atau sakit, penyebab sehat dan sakit, peningkatan sehat atau sakit, dan konsekuensinya. Psikologi Forensik juga merupakan salah satu cabang khusus dari psikologi klinis,psikologi forensik adalah interface dari psikologi dan hukum. Dan merupakan aplikasi pengetahuan psikologi, khususnya psikologi kllinis,pada masalah-masalah yang dihadapi jaksa, polisi, dan lain-lain untuk penyelesaian masalah yang berhubungan dengan keadilan sipil, kriminal, dan administratif.
3.2 Saran Dalam penyusunan makalah ini, Tim penulis telah berusaha menyelesaikannya sebaik mungkin. Namun penulis menyadari bahwasannya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, sehingga dalam makalah berikutnya penulis bisa lebih baik lagi.
17
Daftar Pustaka Willy F. Maramis dan Albert A. Maramis.2009.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.Surabaya: Airlangga University Press Suprati Markam dan Slamet L.S Sumarmo.2003.Pengantar Psikologi Klinis.Jakarta: Universitas Indonesia Press Gross, Richard.2012.Psychology(The Science of Mind and Behaviour).Penerjemah; Drs.Helly Prajitno Soetjipto.Yogyakarta:Pustaka Pelajar Raudatulssalamah dan ahyani Radhiani Fitri.2012.Psikologi Kesehatan.Riau: AlMujtahadah Press Probowati, Yusti. 2008. Peran Psikologi Dalam Investigasi Kasus Tindak Pidana. Jakarta: Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences http://usupress.usu.ac.id/files/Orasi%20Ilmiah%20Dies%20Natalis%20Ke-57_Final.pdf
18