LAPORAN PENDAHULUAN PSORIASIS VULGARIS
OLEH : Nurul Awaliah 70300116008
CI LAHAN
(
CI INSTITUSI
)
(
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2019
)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA “Tn. S” DENGAN DIAGNOSA PSORIASIS VULGARIS DI RUANGAN POLI KULIT-KELAMIN
OLEH : Nurul Awaliah 70300116008
CI LAHAN
(
CI INSTITUSI
)
(
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2019
)
BAB I KONSEP DASAR MEDIS
A. Defenisi Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit kulit inflamasi kronis residif yang dicirikan oleh lesi berupa plak eritema yang ditutupi oleh skuama tebal, kasar, kering berwarna putih keperakan pada area predileksi seperti ekstensor ekstremitas terutama siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral bagian bawah, bokong dan genitalia. Selain tempat-tempat tersebut lesi juga dapat dijumpai pada umbilikus dan ruang intergluteal (Gudjonsson dan Elder, 2012). Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit kronik yang umum dijumpai, bersifat rekuren dan melibatkan beberapa faktor misalnya; genetik, sistem imunitas, lingkungan serta hormonal. Psoriasis ditandai dengan plak eritematosa yang berbatas tegas dengan skuama berlapis berwarna keputihan. Penyakit ini umumnya mengenai daerah ekstensor ekstremitas terutama siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genitalia(Gudjonsson dan Elder, 2012).
B. Etiologi Meskipun pola pewarisan psoriasis masih belum sepenuhnya dipahami, telah banyak penelitian menemukan adanya bukti akan keterlibatan faktor genetik pada terjadinya psoriasis. Psoriasis terjadi pada 50% saudara kandung penderita psoriasis dengan kedua orang tua yang juga menderita psoriasis. Tujuh puluh satu persen penderita psoriasis usia anak memiliki riwayat keluarga positif akan psoriasis. Tingginya angka prevalensi psoriasis pada kembar monozigot, yaitu 70% sementara kembar dizigot 20% juga mendukung konsep predisposisi genetik(Smeltzer, 2002). Diduga adanya keterkaitan faktor genetik dengan beberapa lokus gen yaitu PSORS1, PSORS2, PSORS3, PSORS4, PSORS5, PSORS6, PSORS7, PSORS 8 dan PSORS 9. Diantara lokus gen suseptibel psoriasis tersebut didapatkan hubungan yang paling kuat dengan insiden psoriasis adalah PSORS1 (Smeltzer, 2002).
Faktor lingkungan memegang peranan penting pada terjadinya psoriasis. Pencetus dari lingkungan antara lain infeksi (streptokokus, stapilokokus dan human immunodeficiency virus), stress, obat-obatan (litium, beta blockers, anti malaria, obat antiinflamasi non steroid, tetrasiklin, angiotensin converting enzyme inhibitors, calcium channel blockers, kalium iodida), trauma fisik, paparan sinar ultraviolet, faktor metabolik (pubertas, kehamilan), merokok, dan konsumsi alkohol yang berlebihan (Gudjonsson dan Elder, 2012).
C. Patofisiologi Psoriasis vulgaris ditandai oleh hiperproliferasi dan gangguan diferensiasi keratinosit epidermal, hiperaktivasi sel inflamasi seperti sel T, sel dendritik, atau neutrofil, dan peningkatan angiogenesis di dermis (Smeltzer, 2002). Terdapat beberapa jenis sel yang terlibat pada patogenesis terjadinya psoriasis antara lain sel penyaji antigen (antigen-presenting cell/APC) termasuk sel limfosit T, sel keratinosit, sel langerhans (Langerhans cell/LC) dan makrofag. Sistem imunitas seluler alami dan didapat terutama aktivasi sel T memainkan peran utama pada terjadinya psoriasis (Suyono,2010). Pada individu dengan predisposisi genetik, rangsangan eksternal seperti trauma (dikenal sebagai fenomena Koebner), infeksi, stres, obat-obatan, dan alkohol dapat memicu episode awal psoriasis. Keratinosit yang terstimulasi melepaskan deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA) yang membentuk kompleks dengan katelisidin leusin-leusin 37 (LL37) yang kemudian menginduksi produksi IFN-α oleh sel dendritik plasmasitoid (pDC), yang kemudian mengaktivasi sel dermal dendritik (dDC). Sel dDC bermigrasi ke kelenjar limfe regional menjadi sel dendritik matur. Sel dendritik matur berinteraksi dengan sel T naif dan memproduksi sitokin yang akan memicu diferensiasi dan ekspansi sel seperti sel Th1, Th17 dan Th22. Sel Th1 akan menstimuli proliferasi keratinosit dengan mengekspresikan chemokine (c-x-c motif) receptor 3 (CXCR3) dan dikemoatraksi oleh ligannya yakni chemokine (c9 x-c motif) ligand 9/10/11 (CXCL9/10/11). Sel Th17, menstimuli keratinosit dalam menghasilkan kemokin penarik neutrofil yaitu chemokine (c-c motif) receptor 6 (CCR6) dan dikemoatraksi oleh ligannya yakni chemokine (c-c motif)
ligand 20 (CCL20) yang akan memicu proliferasi keratinosit. Sel Th-17 mensekresikan IL17A dan IL-17F, juga IFN-γ dan IL-22 yang menstimulasi proliferasi keratinosit dan melepaskan β-defensin 1/2, S100A7/8/9 dan kemokin perekrut
neutrofil
CXCL1,
CXCL3,
CXCL5,
dan
CXCL8.
Neutrofil
menginfiltrasi stratum korneum dan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) dan α-defensin dengan aktivitas antimikrobial, seperti CXCL8, IL-6, dan CCL20. Keratinosit juga melepaskan vascular endothelial growth factor (VEGF), basic fibroblast growth factor (bFGF), dan angiopoetin untuk meningkatkan proliferasi sel endotel dan merangsang angiogenesis (Gudjonsson dan Elder, 2012). Sel Langerhans pada stratum basalis berhubungan dan berinteraksi erat dengan sel keratinosit melalui E-cadherin. Sel Langerhans berperan melalui produksi IL-22 dan akhirnya Th22 (Suyono,2010). Makrofag berinteraksi dengan sel keratinosit dan mensekresikan berbagai sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IFN-α/β, IL-1β, IL-6, IL-12, IL-10 dan IL-18 (Suyono, 2010) Pada perbatasan dermis dan epidermis, sel T cluster of differentiation-8 (CD-8) mengekspresikan very late antigen-1 (VLA-1) berikatan kolagen tipe IV, melepaskan sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-17, IL-21, IL-22 dan IFN-γ. IL-17 dan IL-22 ini meningkatkan produksi LL-37 menyebabkan aktivasi terus menerus dari sistem imunitas (Gudjonson dan Elder, 10 2012).
D. TandadanGejala Diagnosis psoriasis vulgaris ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis pada penderita psoriasis vulgaris biasanya memperoleh adanya keluhan gatal dan bercak merah berisisik pada lokasi predileksi. Keluhan dapat bersifat akut (hitungan hari) maupun kronis (bulanan sampai tahunan), dengan ataupun tanpa riwayat rekurensi. Penyakit yang bersifat kronis dengan frekuensi rekurensi tinggi memiliki prognosis yang lebih buruk karena sering dijumpai perluasan lesi yang progresif (Djuanda, 2009) Selain hal diatas, 11 anamnesis juga sangat penting dalam mengetahui adanya konsumsi obat-obatan yang dapat memicu psoriasis vulgaris, onset penyakit dan adanya riwayat psoriasis pada anggota keluarga lain. Psoriasis
beronset dini dengan adanya anggota keluarga lain yang menderita psoriasis telah dihubungkan dengan lesi yang lebih luas dan bersifat rekuren. Selain lesi kulit penderita psoriasis sering kali mengeluhkan adanya nyeri sendi, kerusakan kuku maupun nyeri di lidah (Gudjonsson dan Elder, 2012). Psoriasis vulgaris atau psoriasis dengan lesi plak kronis merupakan presentasi klasik dan yang paling sering dijumpai pada psoriasis. Lesi klasik psoriasis berupa plak eritema berbatas tegas dan ditutupi skuama berwarna putih. Skuama pada lesi tampak berwarna putih menyerupai lilin ketika dikerok (fenomena Kaarsvlek atau tetesan lilin). Ketika pengerokan dilanjutkan maka akan dijumpai bintik-bintik perdarahan berukuran kecil (pin point bleeding) yang disebut sebagai tanda Auspitz. Kulit sehat yang sebelumnya digaruk oleh penderita dapat berkembang menjadi lesi dalam jangka waktu kurang lebih dua minggu (fenomena koebner atau isomorfik). Fenomena Kaarsvlek dan tanda Auspitz merupakan ciri khas lesi psoriasis vulgaris yang sangat mudah diperiksa secara klinis (Gudjonsson dan Elder, 2012). Lesi psoriasis vulgaris cenderung simetris dijumpai pada bagian ekstensor ekstremitas terutama siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral bagian bawah, bokong dan genitalia Selain di tempat-tempat tersebut lesi juga dapat dijumpai pada umbilikus dan celah intergluteal (Brunner danSuddarth. 2002). Berdasarkan gambaran klinisnya psoriasis dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk antara lain (Gudjonsson dan Elder, 2012): 1. Psoriasis vulgaris Psoriasis vulgaris merupakan 90% dari seluruh kasus psoriasis yang ditemukan. Lesi khas dijumpai pada area predileksi psoriasis pada tipe ini. Meskipun demikian variasi ukuran dan bentuk lesi menyebabkan lesi ini sering kali disebut dengan nama yang berbeda-beda seperti psoriasis geografika (menyerupai peta), psoriasis girata (gabungan beberapa plak), psoriasis anularis (menyerupai cincin), psoriasis rupioid (menyerupai kerucut) dan psoriasis ostrasea (menyerupai kulit kerang). 2. Psoriasis gutata Dicirikan oleh munculnya plak berukuran kecil (diameter 0,5-1,5 cm) pada bagian proksimal badan dan ekstremitas yang terjadi secara akut. Psoriasis gutata umumnya dijumpai pada usia dewasa muda,
dihubungkan dengan HLA-Cw6 dan didahului oleh infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh streptokokus. 3. Psoriasis plak kecil Dibedakan dengan psoriasis gutata oleh onsetnya yang terjadi pada usia tua, sifatnya yang kronis serta ukuran lesi yang lebih besar (diameter 1 sampai 2 cm). Selain itu lesi juga lebih tebal dan lebih berskuama. 4. Psoriasis inversa/fleksural Sesuai namanya, lesi psoriasis inversa/fleksural umumnya dijumpai pada lipatanlipatan utama tubuh seperti aksila, genitokrural dan leher. Skuama biasanya sangat sedikit atau tidak ada dan lesi menunjukkan eritema mengkilap berbatas jelas. 5. Psoriasis eritroderma Psoriasis eritroderma merupakan bentuk psoriasis generalisata yang mengenai seluruh tubuh termasuk wajah, tangan, kaki, kuku, badan dan ekstremitas. Meskipun gejala klasik psoriasis dapat dijumpai, pada tipe ini eritema adalah gejala yang paling dominan. 6. Psoriasis pustulosa Gejala utama psoriasis pustulosa ialah dijumpainya pustul multipel steril yang menyebar di atas kulit yang eritema. Terdapat beberapa varian klinis psoriasis, antara lain psoriasis pustulosa generalisata (tipe von Zumbusch), psoriasis pustulosa anularis, impetigo herpetiformis dan psoriasis pustulosa lokalisata yaitu pustulosis palmaris et plantaris dan akrodermatitis kontinua Hallopeau. 7. Sebopsoriasis Sebopsoriasis ditandai oleh plak eritema dengan skuama berminyak terlokalisir pada daerah-daerah seboroik seperti kulit kepala, lipatan nasolabial, perioral, presternal dan intertriginosa. 8. Psoriasis popok Psoriasis popok biasanya terjadi pada usia 3 sampai 6 bulan. Lesi awalnya muncul pada area popok sebagai eritema multipel yang berkonfluen, kemudian diikuti oleh munculnya papul eritema kecil. Papul ini memiliki skuama putih psoriasis yang tipikal. 9. Psoriasis linearis Bentuk ini merupakan bentuk psoriasis yang sangat jarang dijumpai.
Lesi
yang
dijumpai
berbentuk
linear
dan
berlokasi
di
ekstremitas.Selain pada kulit, lesi psoriasis juga dapat dijumpai pada sendi, kuku dan lidah. Empat puluh persen penderita psoriasis mengalami artritis yang disebut dengan artritis psoriatik. Gejala yang djumpai berupa nyeri,
bengkak, kaku, kemerahan dan penurunan mobilitas sendi perifer, aksial, seluruh jari, tendon maupun entesis (tempat perlekatan ligamen atau tendon ke tulang). Terdapat beberapa manifestasi psoriasis pada kuku antara lain pitting nail, oil drop atau salmon patch sign, beau lines, splinter hemorrhages, onikoreksis, leukonikia, onikolisis, penipisan lempeng kuku, hiperkeratosis subungual dan onikolisis. Meskipun tidak bersifat spesifik pada penderita psoriasis dapat dijumpai lidah geografik yang juga dikenal sebagai glositis migratori benigna atau glositis areata migrans. Kondisi ini terjadi akibat hilangnya papila filiformis lokal pada lidah (Gudjonsson dan Elder, 2012).
E. PemeriksaanDiagnostik/Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam menegakkan diagnosis psoriasis vulgaris terdiri dari pemeriksaan darah, pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan darah lengkap bersifat tidak spesifik dan berbagai penanda inflamasi seperti C-reactive protein (CRP), makroglobulin 2 dan laju endap darah menunjukkan peningkatan. Albumin serum biasanya menurun akibat hilangnya stratum korneum sementara profil lipid menunjukkan peningkatan. Pemeriksaan
histopatologi
menunjukkan
adanya
hiperkeratosis
jenis
parakeratosis, akantosis, papilomatosis, dilatasi pembuluh darah, spongiform pustules of Kogoj maupun mikroabses Munro. (Gudjonsson dan Elder, 2012).
F. Komplikasi Bentuk psoriasis dapat mengancam jiwa karena dapat menyebabkan komplikasi yaitu superinfeksi bacterial, sepsis, dan dehidrasi.Komplikasi psoriasis juga dapat mengenai sendi atau disebut dengan psoriasis arthritis, biasanya akan mengalami pembengkakan, kekakuan, dan rasa nyeri terutama pada sendi tangan. Gejala psoriasis arthritis sekilas memang mirip dengan penyakit asam urat karena menyerang persendian.Namun, lama-kelamaan hal ini dapat memicu suatu kondisi yang disebut dengan telescopic finger.Telescopic finger adalah kerusakan pada distal (ujung sendi) pada jari-jari tangan dan kaki sehingga tidak bisa berfungsi secara normal.Jaritangan penderita akan memendek tapi bisa ditarik maju-mundur karena sendinya sudah rusak (Budiastuti,2017).
Selain menyerang persendian, komplikasi psoriasis bisa masuk lebih dalam dan mengenai organ-organ dalam tubuh yang letaknya jauh dari kulit.Salah satunya penyakit jantung.Saat terkena psoriasis, peradangan yang ada di kulit menyebabkan zat-zat pro inflamasi masuk kedalam darah.Zat-zat ini kemudian memicu peradangan dan luka di sepanjang kapiler dalam tubuh, salah satunya jantung.Jika ada peradangan di pembuluh darah, maka sel-sel darah atau trombosit akan bertumpuk dan menyumbat aliran darah. Trombosit ini seharusnya bertugas untuk menghentikan perdarahan, tapi jika terus-menerus menumpuk justru dapat meningkatkan risiko penyakit jantung (Budiastuti,2017).
G. Penatalaksanaan Terdapat 3 jenis terapi yaitu terapi topikal, fototerapi dan sistemik seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.2. Terapi pada psoriasis vulgaris diberikan berdasarkan pada luas area tubuh yang terkena. Bila area permukaan tubuh yang terkena kurang dari 10% (ringan), pilihan pengobatannya adalah pengobatan topikal dan dapat dikombinasi dengan fototerapi. Bila area yang terlibat antara 10- 30 % (sedang) dapat diberikan terapi kombinasi antara terapi topikal, fototerapi 16 dan pusat perawatan harian. Sementara itu untuk kategori berat dengan keterlibatan lesi lebih dari 30% area permukaan tubuh diperlukan pengobatan sistemik yang dikombinasi dengan pusat perawatan harian, fototerapi dan terapi topikal (Gudjonsson dan Elder, 2012). Terapi topikal terdiri dari emolien, glukokortikoid, analog vitamin D, asam salisilat, dithranol, tazaroten dan tar. Fototerapi terdiri dari narrow-band ultraviolet B (NB-UVB), broad-band ultraviolet B (BB-UVB), psoralen yang dikombinasikan dengan sinar ultraviolet A (PUVA), laser excimer dan klimatografi. Terapi sistemik terdiri dari metotreksat, asitretin, agen biologis (alefacept, etanercept, adalimumab, infliximab, ustekinumab), siklosporin A, hidroksiurea, 6-tioguanin, celcept dan sulfasalazin (Gudjonsson dan Elder, 2012). Terapi sistemik diberi metilprednisolon yang bertujuan untuk dapat mengontrol lesi psoriasis. Dosis yang diberikan sebanyak 16 mg/hari dengan dosis terbagi menjadi 8 mg/12 jam. Diberikan juga Cetirizin 1 x 10 mg perhari sebagai antihistamin untuk mengurangi gatal. Topikal diberikan benoson krim 10
gr. Benoson merupakan golongan obat kombinasi dari betamethason dengan neomicin. Betametason bertindak sebagai steroid topikal dan neomisin sebagain antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Terapi kombinasi bertujuan untuk mempercepat pembersihan lesi (Kurnia& Hanna, 2017). H. Prognosis Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis dan residif.Belum ada cara yang efektif dan member penyembuhan yang sempurna. (Kurnia& Hanna, 2017)
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas klien Lakukan pengkajian pada identitas klien dan isi identitasnya yang meliputi: nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, dan tanggal pengkajian 2. Keluhan utama Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah Penderita biasanya mengeluh adanya gatal ringan pada tempat-tempat predileksi, yakni pada kulit kepala, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbos akral. 3. Riwayat kesehatan a. Riwayat kesehatan sekarang Penderita penyakit psoriasis menampakkan gejala Penderita biasanya mengeluh adanya gatal ringan pada tempat-tempat predileksi, yakni pada kulit kepala, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema berbatas tegas dan merata. Skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. b. Riwayat kesehatan dahulu Apakah pasien mempunyai riwayat merokok, minuman beralkohol. c. Riwayat kesehatan keluarga Ada atau tidakanggota keluarga yang pernah menderita penyakit psoriasis Data dasar pengkajian pasien 4. Pengkajian 11 Pola Gordon: a. Pola Persepsi Kesehatan 1) Adanya riwayat infeksi sebelumya. 2) Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
3) Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu. 4) Adakah konsultasi rutin ke Dokter. 5) Hygiene personal yang kurang. 6) Lingkungan yang kurangsehat, tinggal berdesak-desakan. 7) Pola Nutrisi Metabolik b. Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali sehari makan. 1) Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas. 2) Jenis makanan yang disukai. 3) Napsu makan menurun. 4) Muntah-muntah. 5) Penurunan berat badan. 6) Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan. 7) Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa terbakar atau perih. c. Pola Eliminasi 1) Sering berkeringat. 2) Tanyakan pola berkemih dan bowel d. Pola Aktivitas dan Latihan 1) Pemenuhan sehari-hari terganggu. 2) Kelemahan umum, malaise. 3) Toleransi terhadap aktivitas rendah. 4) Mudah berkeringat saatmelakukan aktivitas ringan. 5) Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas. e. Pola Tidur dan Istirahat 1) Kesulitan tidur pada malam hari karena stres. 2) Mimpi buruk. f. Pola Persepsi Kognitif 1) Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat. 2) Pengetahuan akan penyakitnya. g. Pola Persepsi dan KonsepDiri 1) Perasaan tidak percaya diri atau minder.
2) Perasaan terisolasi. h. Pola Hubungan dengan Sesama 1) Hidup sendiri atau berkeluarga 2) Frekuensi interaksi berkurang 3) Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran i. Pola Reproduksi Seksualitas 1) Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan. 2) Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon. j. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress 1) Emosi tidak stabil 2) Ansietas, takut akan penyakitnya 3) Disorientasi, gelisah k. Pola Sistem Kepercayaan 1) Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah 2) Agama yang dianut B. Diagnosa 1. Gangguan integritas kulit b.dlesi dan reaksi inflamasi 2. Ganguan citra tubuh b.d perasaan malu terhadap penampakan diri dan persepsi dari tentang ketidakberhasian. 3. Ansietas yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan sekunder akibat penyakit psoriasis 4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan krisis kepercayaan diri 5. Kurang pengetahuan terhadap penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan, kesalahan interpretasi, kuranginformasi (Carpenito, 2009) C. Rencana/Intervensi Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit Tujuan :Menunjukkan regenerasi jaringan Tindakan :
a. Kaji ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka b. Berikan perawatan luka yang tepat dan tindakan control infeksi c. Evaluasi ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan ada/tidaknya penyembuhan d. Kolaborasi pemberian theraphi.
DAFTAR PUSTAKA Aprilliana Fitri Kurnia&Hanna Mutiara. 2017. Psoriasis Vulgaris Pada Laki-laki 46 Tahun Volume 4 Nomor I. Gudjonsson, J. E. and Elder, J.T., 2012. Psoriasis. In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. Mc Graw Hill. USA: 169-193. Budiastuti A, Sugianto R. Hubungan Umur dan Lama Sakit terhadap Derajat Keparahan Penderita Psoriasis. M Med Indones 2017;43(6):312-16. Suyono Y, Pohan SS, Joewarini E. PemeriksaanHistopatologiDalamMenunjang Diagnosis Psoriasis.BerkalaIlmuPenyakitKulit Dan Kelamin. Surabaya. 2010. Hal.94. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa . Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, ed. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta : FK-UI. 2009. Hal. 189-196. Brunner danSuddarth. 2002. KeperawatanMedikalBedah. Edisi VIII, EGC. Carpenito, Lynda Jual, 2009. BukuSakuDiagnosaKeperawatan, Jakarta : EGC Doengoes, E, Marilynn. 2002. “RencanaAsuhanKeperawatanPedomanUntukPerencanaandanPendokomentasianP erawatanPasien”. Edisi III, Jakarta : EGC Smeltzer, Suzanne. 2002. “BukuAjarKeperawatanMedikalBedah”. Edisi 8, Volume 3. Jakarta: EGC.