Lp Ckr.docx

  • Uploaded by: mea
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Ckr.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,143
  • Pages: 8
CEDERA KEPALA RINGAN (CKR) DAN VULNUS LACERATUM 1. DEFINISI Cidera

kepala

merupakan

trauma

yang

mengenai

otak

yang

dapat

mengakibatkan perubahan fisik intelektual, emosional, dan sosial. Trauma tenaga dari luar yang mengakibatkan berkurang atau terganggunya status kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik dan emosional (Judha & Rahil, 2011). Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasidecelerasi) yang merupakan perubahan bentuk di pengaruhi oleh perubahan peningkatan dan percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan (Rendy, 2012) 2. ETIOLOGI Rosjidi(2007), penyebab cedera kepala antara lain: a. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil. b. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan. c. Cedera akibat kekerasan. d. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat merobek otak. e. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya. f.

Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.

3. KLASIFIKASI

4. PATOFISIOLOGI

5. MANIFESTASI KLINIS Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak. a. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005) -

Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.

-

Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.

-

Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku

Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan. b. Cedera kepala sedang, Diane C (2002) -

Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau bahkan koma.

-

Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.

c. Cedera kepala berat, Diane C (2002) -

Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan.

-

Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.

-

Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.

-

Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. CT- Scan ( dengan tanpa kontras ). Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan jaringan otak. 2. MRI. Digunakan sama dengan CT – Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif. 3. Cerebral Angiography. Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma. 4. Serial EEG. Dapat melihat perkembangan gelombang patologis. 5. X – Ray. Mendeteksi perubahan struktur tulang ( fraktur ) perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.

6. BAER. Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil. 7. PET. Mendeteksi perubahan aktifitas metabolisme otak. 8. CFS. Lumbal punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid 9. ABGs. Mendeteksi keradangan ventilasi atau masalah pernapasan ( oksigenisasi ) jika terjadi peningkatan tekanan intra cranial. 10. Kadar elektrolit. Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intrakranial. 11. Screen Toxicologi. Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

7. KOMPLIKASI Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala addalah; a. Edema pulmonal Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk mencoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadaan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut. b. Peningkatan TIK Tekanan intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekanan perfusi cerebral. Yang merupakan komplikasi

serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta kematian. c. Kejang Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan obat yangpaling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena. Hati-hati terhadap efek pada system pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi dan irama pernafasan. d. Kebocoran cairan serebrospinalis Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga. Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga. e. Infeksi 8. PENATALAKSANAAN a. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma. b. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi. c. Pemberian analgetik. d. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40% atau gliserol. e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole. f.

Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.

g. Pembedahan. (Smelzer, 2001)

9. Vulnus laceratum Definisi Vulnus laceratum adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu jaringan sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, luka robek terjadi akibat kekerasan yang hebat sehingga memutuskan jaringan.

Etiologi Luka dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu: 1. Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terbentur dan terjepit. 2. Trauma elektris dan penyebab cidera karena listrik dan petir. 3. Trauma termis, disebabkan oleh panas dan dingin. 4. Truma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat iritif dan berbagai korosif lainnya.

Klasifikasi vulnus Jenis-jenis luka dapat dibedakan dua bagian, yaitu luka tertutup dan luka terbuka, luka terbuka yaitu dimana terjadi hubungan dengan dunia luar, misalnya : luka lecet (vulnus excoratiol), luka sayat (vulnus invissum), luka robek (vulnus laceratum), luka potong (vulnus caesum), luka tusuk (vulnus iktum), luka tembak (vulnus aclepetorum), luka gigit (vulnus mossum), luka tembus (vulnus penetrosum), sedangkan luka tertutup yaitu luka tidak terjadi hubungan dengan dunia luar, misalnya luka memar.

Patofisiologi

Etiologi vulnus

Mekanik : benda tajam, benda tumpul, tembakan/ledakan, gigitan binatang

Non mekanik: bahan kimia, suhu tinggi, radiasi Kerusakan integritas jaringan

Kerusakan intergritas kulit

Traumatic jaringan Kerusakan pembuluh darah

Rusaknya barrier pertahanan primer

Terputusnya kontinuitas jaringan Pendarahan berlebih Kerusakan syaraf perifer

Terpapar lingkungan

Resiko tinggi infeksi

Keluarnya cairan tubuh Stimulasi neurotransmitter (histamine, prostaglandin, bradikinin, prostagladin)

Hipotensi, hipovolemi, hipoksia, hiposemi Resiko syok :hipovolomik

Nyeri akut

Pergerakan terbaras

Gangguan mobilitas fisik

ansietas

Gangguan pola tidur

Related Documents

Lp
August 2019 105
Lp
November 2019 101
Lp
May 2020 74
Lp
October 2019 102
Lp
October 2019 96
Lp Pneumoia.docx
December 2019 0

More Documents from "imam masrukin"

Lp Ckr.docx
November 2019 16
Surat Ijin Cuti Betty.docx
November 2019 27
0909005025-3-bab 2.pdf
April 2020 16
Nego Iv.docx
October 2019 28