Lp Abses.docx

  • Uploaded by: oktavia nurulizza
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Abses.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,445
  • Pages: 15
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ABSES GLUTEA DI RUANG ANGGREK, RSUD TUGUREJO SEMARANG

DISUSUN OLEH: OKTAVIA NURULIZZA P1337420116028

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI DIII KEPERWATAN SEMARANG POLTEKKES KEMENKES SEMARANG 2018

KONSEP DASAR A. Pengertian Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi kibat atau infeksi bakteri. (www.,medicostre.com,2004) Penyakit infeksi adalah beberapa penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhanorganisme atogenik dalam tubuh.(Brunner d Suddarth,2001) Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejalaberupa kantong berisi nanah. ( R,S,Siregar,2004). Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus (bakteri,jaringan nekrotik dan sel darah putih) ( Smelltzer at.al, 2001: 496) Abses adalah kumpulan nanah (netrofil yang telah mati yang terakumulasi disebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk

mencegah

penyebaran/perluasan

infeksi

kebagian

lain

dari

tubuh.

(http://id.wikipedia.org/wiki/abses) B. Etiologi Menurut ahli (Underwood,lC.E. 1999: 232 ) penyakit infeksi penyebab abses antara lain : 1.Infeksi Mikrobial Merupakan penyebab paling sering terjadinya abses. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi yang merupakan awal radang atau melepaskan endotoksin yang ada hubunganya dengan dinding sel 2. Reaksi hipersensitivitas. Terjadi bila ada perubahan respon Imunologi yang menyebabkan jaringan rusak. 3. Agen Fisik Melalui trauma fisik, ultra violet, atau radiasi, terbakar, atau dinding berlebih (frostbite). 4.Bahan kimia iritan dan korosif

Bahan oksidan, asam, basa, akan merusak jaringan dengan cara memprovokasi terjadinya proses radang, selain itu agen infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung menyebabkan radang 5. Nekrosis jaringan Aliran darah yang kurang akan menyebabkan hipoksia dan berkurangnya makanan pada dearah yang bersangkutan. Menyebabkan kematian jaringan yang merupakan stimulus kuat penyebab infeksi pada daerah tepi infeksi sering memperlihatkan suatu respon radang akut. C. Faktor Predisposisi. Menurut (http//Imadeharyoga.com) Faktor predisposisi dari abses yaitu : 1. Penurunan daya tahan tubuh. 2. Kurang gizi. 3. Anemia. 4. Diabetes 5. Keganasan(kanker) 6. Penyakit lainya 7. Higienis jelek 8. Kegemukan 9. Gangguan kemotatik 10. Sindroma hiper IgE 11. Carier kronik Staphilococcus Aureus. 12. Sebagai komplikasi dari dermatitis atopi,. ekscoriasis, scabies, pedikulosis.

D. Patofisiologi Kuman yang masuk kedalam tubuh akan menyebabkan kerusakanakan jaringan dengan cara mengeluarkan toksin. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik (sintesis), kimiawi yang secara spesifik mengawali proses peradangan atau melepaskan endotoksin yang ada hubunganya dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi bila ada perubahan kondisi respon imunologi mengakibatkan perubahan reaksi imun yang merusak jaringan. Agent fisik dan bahan kimia oksidan dan korosif menyebabkan kerusakan jaringan,kematian jaringan menstimulus untuk terjadi infeksi. Infeksi merupakan salah penyebab dari peradangan, kemerahan merupakan tanda awal yang terlihat akibat dilatasi arteriol akan meningkatkan aliran darah ke mikro sirkulasi kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan bersifat lokal. Peningkatan suhu dapat terjadi secara sistemik. Akibat endogen pirogen yang dihasilkan makrofaq mempengaruhi termoregulasi pada suhu lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan terjadi hipertermi. Peradangan terjadi perubahan diameter pembuluh darah mengalir keseluruh kapiler, kemudian aliran darah kembali pelan. Sel-sel darah mendekati dinding pembuluh darah didaerah zona plasmatik. Leukosit menempel pada epitel sehingga langkah awal terjadi emigrasi kedalam ruang ekstravaskuler lambatnya aliran darah yang mengikuti Fase hyperemia meningkatkan permiabilitas vaskuler mengakibatkan keluarya plasma kedalam jaringan, sedang sel darah tertinggal dalam pembuluh darah akibat tekanan hidrostatik meningkat dan tekanan osmotik menurun sehingga terjadi akumulasi cairan didalam rongga ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat yaitu edema. Regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan tekanan pus dalam rongga abses menyebabkan rasa nyeri. Mediator kimiawi, termasuk bradikinin, prostaglandin, dan serotonin merusak ujung saraf sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekanosensitif dan termosensitif yang menimbulkan nyeri. Adanya edema akan mengganggu gerak jaringan sehingga mengalami penurunan fungsi tubuh yang menyebabkan terganggunya mobilitas litas. Inflamasi terus terjadi selama, masih ada pengrusakan jaringan bila penyabab kerusakan bisa diatasi, maka debris akan difagosit dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Reaksi sel fagosit yang berlebihan menyebabkan debris terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses di sel jaringan lain membentuk flegmon. Trauma yang hebat menimbulkan reaksi tubuh yang berlebihan berupa fagositosis debris yang diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang rusak (fase

organisasi), bila fase destruksi jaringan berhenti akan terjadi fase penyembuhan melalui jaringan granulasi fibrosa. Tapi bila destruksi jaringan berlangsung terus akan terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila rangsang yang merusak hilang. Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus kekuningan sehingga terjadi kerusakan Integritas kulit. Sedangkan abses yang diinsisi dapat mengakibatkan resiko penyebaran infeksi E. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dari abses yaitu : 1. Karena abses merupakan salah satu manifestasi peradangan, maka manifestasi lain yang mengikuti abses dapat merupakan tanda dan gejala dari prose inflamasi, yakni kemrahan (rubor), panas (color), pembengkakan (tumor), rasa nyeri (dolor) dan hilangnya fungsi. (http: //id.wikipedia.org/wiki/Abses) 2. Timbul atau teraba benjolan pada tahap awal berupa benjolan kecil, pada stadium lanjut benjolan bertambah besar, demam, benjolan meningkat, malaise, nyeri, bengkak, berisi nanah (pus). (http//www.surabayapost.co.id) 3. Gambaran Klinis a. Nyeri tekan b. Nyeri lokal c. Bengkak d. Kenaikan suhu e. Leukositosis (Modifikasi: Smeltzer at aI, 2001 : 496. Levis, S Met al,200 : 1187,589) 4. Tanda-tanda infeksi a. Rubor ( kemerahan ). b. Kolor (panas) menggigil atau demam ( lebih dari 37,7° C ). c. Dolor ( nyeri ). d. Tumor ( bengkak ) terdapat pus ( rabas ) bau membusuk.

e. Fungtio laesa. F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dari abses antara lain: 1. Kultur ; Mengidentifikasi organisme penyebab abses sensitivitas menentukan obat yang paling efektif. 2. Sel darah putih, Hematokrit mungkin meningkat, Leukopenia, Leukositosis (15.000 30.000) mengindikasikan produksi sel darah putih tak matur dalam jumlah besar. 3. Elektrolit serum, berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan acidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal 4. Pemeriksaan pembekuan : Trombositopenia dapat terjadi karena agregasi trombosit, PT/PTT mungkin memanjang menunjukan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati/sirkulasi toksin/status syok. 5. Laktat serum : Meningkat dalam acidosis metabolic, disfungsi hati, syok. 6. Glukosa serum, hiperglikemi menunjukkan glukogenesis dan glikogenesis di dalam hati sebagai respon dari puasa/perubahan seluler dalam metabolism. 7. BUN/Kr : Peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi,ketidakseimbangan/kegagalan ginjal dan disfungsi/kegagalan hati. 8. GDA : Alkalosis respiratori hipoksemia,tahap lanjut hipoksemia asidosis respiratorik dan metabolic terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi. 9. Urinalisis : Adanya sel darah putih/bakteri penyebab infeksi sering muncul protein dan sel darah merah. 10. Sinar X : Film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindikasikan udara bebas di dalam abdomen/organ pelvis. 11. EKG : Dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T,dan disritmia yang menyerupai infak miokard. (Doenges,2000:873)

G. Penatalaksanan Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah, debridemen atau kuretase. Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, utamanya apabila disebabkan oleh benda asing karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersama dengan pemberian obat analgetik. Drainase, abses dengan menggunakan pembedahan biasanya diindikasi apabila abses telah berkembang dari peradangan serasa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus, antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau didoxacillin sering digunakan. Dengan adanya kemunculan stophylococcus aureus yang dapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efekif.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Data tergantung pada tipe,lokasi,durasi dari proses infektif dan organ-organ yang terkena 1. Aktifitas I istirahat Gejala : Malaise 2. Sirkulasi Tanda :

Tekanan darah normal/sedikit dibawah jangkauan normal (selama curah jantung

tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik); lemah/lembut/mudah hilang, takikardi ekstrem (syok). Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat mengakibatkan disfungsi miokard, efek dari asidosis/ketidakseimbangan elektrolit. Kulit hangat, kering, bercahaya (vasodilatasi), pucat, lembab, burik (vasokonstriksi). 3. Eliminasi Gejala : Diare 4. Makanan/cairan Gejala : Anoreksia, mual, muntah. Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/masa otot (malnutrisi). Penurunan haluaran, konsentrasi urine; perkembangan ke arah oliguria, anuria. 5. Neurosensori Gejala : Sakit kepala, pusing, pingsan. Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma 6. Nyeri I/kenyamanan Gejala : Kejang abdominal, lokalisasi nyeri/ketidaknyamanan, urtikaria, pruritus umum. 7. Pemafasan Tanda : Takipnea dengan penurunan kedalaman pemafasan, penggunaan kortikosteroid, infeksi baru, penyakit viral.

Tanda : Suhu umumnya meningkat (37,95°C atau lebih) tetapi mungkin normal pada lansia mengganggu pasien, kadang sub normal (dibawah 36,5°C), menggigil, luka yang sulit/lama sembuh, drainase purulen, lokalisasi eritema, ruam eritema makuler. 8. Sexualitas Gejala : Perineal pruritus, baru saja menjalani kelahiran/aborsi Tanda : Maserasi vulva, pengeringan vaginal purulen. 9. Penyuluhan / pembelajaran Gejala : Masalah kesehatan kronis/melemahkan misal: DM, kanker, hati, jantung, ginjal, kecanduan alkohol. Riwayat splenektomi. Baru saja menjalani operasi prosedur invasive, luka traumatik. 10. Pertimbangan : Menunjukan lama hari rawat 7,5 hari. 11. Rencana pemulangan : Mungkin dibutuhkan bantuan dengan perawatan/alat dan bahan untuk luka, perawatan, perawatan diri, dan tugas-tugas rumah tangga Prioritas Keperawatan a.

Menghilangkan infeksi.

b.

Mendukung perfusi jaringan/volume sirkulasi.

c.

Mencegah komplikasi.

d.

Memberikan informasi mengenai proses penyakit, prognosa dan kebutuhan pengobatan.

(Doenges,2000:240) B. Diagnosa Keperawatan Secara teori pada kasus abses dapat ditarik beberapa diagnose keperawatan antara lain : 1. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan regulasi temperatur. 2. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan reduksi aliran darah arteri dan vena. 3. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi.

4. Kerusakan Intregitas Kulit ( Doenges,2000:241) C. Intervensi Keperawatan 1.. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur. Tujuan

:

Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan.

Kriteria Hasil

:

Tidak mengalami komplikasi berhubungan

Intervensi (Doenges,2000 : 874 )

No

Intervensi

Rasionalisasi

a. Pantau suhu pasien (derajad dan a.Suhu pola);

perhatikan

menggigil

diaphoresis. b. Pantau

/ infeksius

38,9°C akut

menunjukan .Pola

demam

proses dapat

membantu dalam diagnosis. suhu

lingkungan, b. b. Suhu ruangan/jumlah selimut harus

batasi/tambahkan linen tempat tidur, diubah untuk mempertahankan suhu sesual indikasi.

mendekati normal.

c. Berikan kompres mandi hangat; c. c. Dapat mengurangi demam, alkohol hindari penggunaan alcohol. d. Berikan antipiretik.

dapat mengeringkan kulit. d. d. Digunakan untuk mengurangi demam dengan

aksi

sentralnya

pada

hipotalamus. e. Berikan selimut pendingin.

e. Digunakan untuk mengurangi demam tinggi

pada

waktu

kerusakan/gangguan pada otak.

terjadi

2.

Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan reduksi aliran

darah arteri dan vena. Tujuan

:

Menunjukan perfusi jaringan adekuat

Kriteria Hasil :

Tanda-tanda vital stabil, nadi perifer jelas, kulit hangat dan kering, tingkat

kesadaran umum, haluaran urine individu yang sesuai dan bising usus aktif Intervensi No

Intervensi

Rasionalisasi

a. Pertahankan tirah baring;

bantu a.Menurunkan beban kerja miokard dan

dalam aktifitas dan perawatan.

konsumsi O2 memaksimalkan efektifitas dari perfusi jaringan.

b.Pantau kecenderungan pada tekanan b. b.Hipotensi akan berkembang bersamaan darah,

mencatat

perkembangan dengan mikroorganisme menyerang aliran

hipotensi, dan perubahan pada tekanan darah. denyut. c.Pantau frekuensi dan irama jantung. c. c.Disritmia jantung dapat terjadi sebagai Perhatikan disritmia.

akibat dari hipoksia.

d.Perhatikan kualitas / kekuatan dari d.Pada awal nadi cepat menunjukan denyut perifer.

peningkatan curah jantung, nadi lemah menunjukan penurunan curah jantung.

e.Kaji frekuensi pernafasan, kedalaman, e. Peningkatan pernafasan terjadi sebagai dan kualitas. Perhatikan dispnea berat.

respon

terhadap

efek

langsung

dari

endotoksin pada pusat pemafasan. f.Perubahan menunjukan penyimpangan perfusi f. Selidiki perubahan pada sensorium.

serebral,

hipoksemia,dan

atau

kompensasi

dari

asidosis.

g. g.Mekanisme vasodilatasi. g. Kaji kulit terhadap perubahan warna, suhu, kelembaban. h.Catat

haluaran

h.Penurunan urine

jenisnya.

i. Auskultasi bising usus.

dan

berat peningkatan

haluaran berat

urine jenis

dan akan

mengindikasikan penurunan perfusi ginjal.

i.Vasokonstrisi

splaknik

menurunkan

peristaltik dan dapat menimbulkan ileus j.Pantau pH gaster sesuai petunjuk. paralitik. Hematest sekresi gaster / feses darah j.Stress dari penyakit dan penggunaan samar.

steroid

meningkatkan

resiko

erosi

/

k. Evaluasi kaki dan tangan bagian perdarahan mukosa gaster. bawah untuk pembengkaan jaringan k. k.Stasis vena dan proses infeksi dapat lokal, eritema, tanda Homan positif l.Pantau tanda-tanda perdarahan.

menyebabkan perkembangan thrombosis. l. l.Akselerasi

pembekuan

mikrosirkulasi

menciptakan

pada situasi

perdarahan yang membahayakan jiwa / m.

Catat efek obat-obatan dan tanda-

tanda keracunan.

emboli multiple

m. m.Dosis antibiotik massif sering memiliki efek toksik potensial bila perfusi hepar /

n.

Berikan cairan parenteral

o.

Berikan

obat-obatan

sesuai petunjuk p.

Pantau

ginjal terganggu. steroid n. n.

Untuk

mempertahankan

perfusi

jaringan. pemeriksaan o. o.Untuk menurunkan permiabilitas kapiler

laboratorium. p.Untuk q.

Berikan suplemen O2

mengetahui

perkembangan

asidosis. q.Peningkatan

suhu

meningkatkan

metabolisme O2.

3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan bergubungan dengan : a. Kurangnya pemajanan / mengingat, kesalahan Interpretasi informasi b. Keterbatasan Kognitif Ditandai 1) Pertanyaan permintaan informasi,pernyataan salah konsepsi 2) Ketidak akuratan mengikuti instruksi / perkembangan komplikasi yang dapat dicegah Tujuan

:

Menunjukkan pemahaman akan proses penyakit dan prognosis

Kreteria Hasil :

Ikut serta dalam program pengobatan, memulai perubahan gaya hidup yang

diperlukan dengan dapat penunjukkan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan rasional dan tindakan. (Doenges, 2000 : 880 - 881)

No.

Intervensi

a. a.

Tinjau

Rasional proses

penyakit

dan a. a.

harapan masa depan.

Memberikan

pengetahuan

dasar

dimana pasien dapat membuat pilihan.

b. b.Tinjau faktor resiko individual dan b. Menyadari

terhadap

bagaimana

bentuk penularan tempat masuk infeksi ditularkan akan memberikan infeksi.

informasi

untuk

merencanakan/melakukan

tindakan

protektif. c. c.Berikan informasi mengenai terapi c.Meningkatkan obat - obatan, efek samping dan meningkatkan pentingnya ketaatan pengobatan.

pemahaman kerja

sama

dan dalam

penyembuhan/profilaksis, dan untuk mengurangi

resiko

kambuhnya

komplikasi. d. d.Diskusikan kebutuhan input yang d.Perlu untuk penyembuhan optimal tepat dan seimbang.

dan kesejahteraan umum.

e. e. Dorong periode istirahat adekuat e. Mencegah kepenatan, penghematan dan aktivitas terjadwal.

energi,

dan

meningkatkan

penyembuhan. f. f. Tinjau perlunya kesehatan pribadi f.Membantu dan kebersihan lingkungan.

pemajanan

lingkungan

dengan mengurangi jumlah bakteri

g. g.Diskusikan penggunaan yang tepat patogen yang ada. atau menghindari tampon sesuai g.Tampon superabsorbent /merupakan indikasi.

resiko

potensial

bagi

infeksi

stpahilococcus aureus (sindrom syok h.Identifikasi tanda / gejala yang toksik). membutuhkan evaluasi medis.

h.Pengenalan dini dari perkembangan infeksi akan memungkinkan intervensi

dan mengurangi resiko kearah situasi i.Tekankan pentingnya imunisasi yang membahayakan jiwa. profilaktik / terapi antibiotik sesuai i.Penggunaan kebutuhan.

pencegahan

terhadap

infeksi.

(Doenges, 2000 : 881)

4.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

a. Trauma

: Kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar

dalam). Ditandai

: Tak ada jaringan hidup.

Tujuan

: Menunjukan regenerasi jaringan.

Kriteria Hasil : Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka.

No.

Intervensi

Rasional

a. a.Kaji/ ukuran, wama, kedalaman a.Memberikan informasi dasar tentang luka , perhatikan jaringan nekrotik kebutuhan dan kondisi sekitar luka.

penambahan

kulit

dan

kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi

b.

pada area luka. b.Berikan perawatan luka yang b.Menurunkan resiko infeksi. tepat dan tindakan kontrol infeksi. c.Pertahankan sesuai indikasi.

penutupan

luka c. c.Mencegah kontaminasi dengan agent dan mencegah infeksi.

d. d.Siapkan/bantu prosedur bedah. d. d.Mempercepat penyembuhan abses.

(Doenges, 2000: 653 )

DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L,J, 2001, Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Klinik (terjemahan), Edisi 3, EGC, Jakarta. Doenges, M.E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (terjemahan), edisi 3, EGC, Jakarta Price, SA dan Wilson, LM, 1995, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (terjemahan), Eidisi 4, Volume 1, EGC, Jakarta Smeltzer, S.C, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (terjemahan), Edisi 8, Volume 2, EGC, Jakarta. S. Sjamsuhidayat, Wim De Jong, 1998, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta Underwood, J.C.E, 1999, Buku Ajar Ilmu Bedah (terjemahan), Edisi 4, EGC, Jakarta

Related Documents

Lp
August 2019 105
Lp
November 2019 101
Lp
May 2020 74
Lp
October 2019 102
Lp
October 2019 96
Lp Pneumoia.docx
December 2019 0

More Documents from "imam masrukin"