Akulturasi budaya Tionghoa & budaya Jawa Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Lintas Budaya Yang diampu oleh Bpk. Agus S.Psi
Disusun Oleh: JOKO PRABOWO
NIM. 2008-60-019
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MURIA KUDUS Kampus: Gondangmanis Bae Kudus PO.BOX.53 Telp. (0291) 438229 Fax. (0291) 437198 (i)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas karya tulis mengenai akulturasi budaya Tionghoa dan budaya Jawa di Indonesia tanpa halangan. Tugas ini dimaksudkan agar Mahasiswa Psikologi dapat mengerti dan memahai akulturasi dari budaya Tionghoa dengan budaya Jawa sekitar kita. Dalam penyelesaian tugas ini penulis dapat dukungan dari berbagai pihak sehingga dapat terlaksana sebagaimana semestinya. Sehubungan atas partisipasi dan dukungannya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1.
Bpk Agus S, S Psi. selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Lintas Budaya.
2.
Bapak, Ibu dan saudara-saudara ku yang selalu memberi semangat.
3.
rekan-rekan kuliah yang memberikan masukan kepada penulis.
Penulis menyadarai penyusunan makalah ini ada hal-hal yang kurang sempurna, maka kritik dan saran yang membangun, penulis harapkan.
Kudus,
Oktober 2009
Penulis
Joko Prabowo
(i)
Akulturasi budaya Tionghoa dan budaya Jawa
I.
Pendahuluan Budaya
atau
kebudayaan
berasal
dari
bahasa
Sansekerta
yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. (1) Kedatangan budaya Tionghoa di Nusantara ini belum ada yang tahu secara pasti. Ketika Musafir Tsing datang di Batutulis, Jawa Barat pada 414 M. Kedatangan orang Tionghoa di Nusantara karena ada usaha mencari sesuatu yang lebih baik dari negeri Tiongkok. Karena kedatangan ini kemudian timbul akulturasi budaya Tionghoa
dan Jawa. Rebab dan bedug yang berasal dari negeri Tiongkok telah demikian kental dengan budaya setiap ethnis di Nusantara. Di Betawi “gambang kromong” merupakan musik dengan peralatan yang memperpadukan budaya Betawi berupa gambang dan kromong (di Jawa disebut bonang) serta rebab dari Tiongkok. Rebab itupun tidak dapat ditinggalkan dalam melantunkan lagu dalam kesenian Jawa berupa gamelan. Bedug ada di setiap Masjid di Indonesia, berasal dari negeri Tiongkok di utara Nusantara. Dalam bahasa sangat kuno, Negeri Tiongkok disebut negeri “atas angin” karena berada di utara angin Muson.
II.
Sejarah kedatangan warga Tionghoa di Jawa Masuknya kelompok Tionghoa ke Jawa Timur utamanya terdapat di buku Nanyang Huarena (1990) berjudul ‘The 6th overseas Chinese state’. Yang berisi tentang pertempuran antara kerajaan di Jawa yaitu Kertanagara dan Kekasisaran Monggol negeri Tingkok (Negara Tionghoa), raja kerajaan Kertanegara, Raja Singasari yang terakhir, pada thn.1289 telah menantang kaisar Monggol Kublai Khan, yang masa itu berkuasa di Tiongkok. Pada tahun 1292 Kertanegara jatuh ketangan Kublai Khan. Raden Wijaya Tahun 1293-94 Raden Wijaya mendirikan kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Dan berhasil mengusir Kublai Khan dan cucunya Jengiz Khan dari tanah Jawa.
(2) Antara tahun 1325 dan 1375 hubungan Majapahit dengan Tiongkok telah membaik. Sang Adityawarman yang dibesarkan di Majapahit dan yang kemudian menjadi Raja Sumatera-Barat telah mengunjungi istana kaisar Tiongkok sebagai menteri dan utusan Majapahit pada thn. 1325 dan sekali lagi pada thn 1332.
Gelombang kedatangan orang-orang Tionghoa berikutnya terjadi saat pelayaran Laksamana Cheng Ho yang membawa Armada besar, dengan 62 kapal besar dan lebih 200 kapal kecil, bersama lebih 27 ribu orang awak kapal pada tahun 1405. Pelayaran ini berturut-turut terjadi sebanyak 7 kali, pada tahun 1407, tahun 1412,tahun 1416, tahun 1421, tahun 1424 dan terakhir tahun 1430.
III.
Akulturasi Budaya Interaksi
orang-orang
Tionghoa
dengan
masyarakat
pribumi
turut
mempengaruhi budaya antar keduanya dan melahirkan kebudayaan baru yang menambah khasanah kebudayaan Indonesia. Hasil-hasil kebudayaan baru sebagai proses akulturasi dua kebudayaan tersebut adalah :
1.
Arsitektur Pengaruh arsitektur Tionghoa terlihat pada bentuk mesjid-masjid di Jawa terutama di daerah-daerah pesisir bagian Utara. Agama Islam yang pertama masuk di Sumatera Selatan dan di Jawa.
2.
Sastra Banyak hasil sastra yang dihasilkan bangsa Tionghoa di Pulau Jawa juga sebaliknya terjemahan yang diterbitkan di Tiongkok berasal dari Indonesia ke bahasa mandarin. (3) Misalnya, cerita roman paling populer adalah cerita Saan Pek Ing Tai, di Jawa Barat Populer karya Lo Fen Koi. Cerita-cerita silat misalnya, Pemanah Rajawali, Golok Pembunuh Naga, Putri Cheung Ping, Kera Sakti, dan Sepuluh pintu Neraka. Puisi yang diciptakan penyair Tiongkok kuno pernah
diterjemahkan sastrawan Indonesia, HB Jasin. Sedangkan di dunia novel kita sudah cukup akrab dengan karya Marga T, yang banyak mengambil latar belakang negeri Tiongkok. 3.
Bahasa Menurut Profesor Kong Yuaanzhi terdapat 1046 kata pinjaman bahasa Tionghoa yang memperkaya bahasa Melayu / Indonesia dan 233 kata pinjaman Bahasa Indonesia kedalam Bahasa Tiong Hoa. Misalnya jenis alas kaki dari kayu Bakiak, kodok (jawa) asal dari nama Kauw Tok, Kap Toa menjadi Ketua dan Tee menjadi teh.
4.
Kesenian Pertukaran musik dan tari telah dilangsungkan sejak jaman Dinasti Tang (618907). Alat musik seperti Gong dan caanang, Erhu (rebab Tiongkok senar dua), suling, kecapi telah masuk dan menjadi alat musik daerah di Indonesia. Gambang Keromong merupakan perpaduan antara musik jawa dan Tiongkok, pada mulanya dalah musik tradisional dari Betawi dan digunakan untuk mengiringi upacara sembahyang orang keturunan Tionghoa, kemudian menjadi musik hiburan rakyat. Wayang Ti-Ti atau Po The Hie, adalah wayang yang memakai boneka kayu dimakain dengan keterampilan jari tangan,dimainkan saat menyambut hari besar di upacara keagamaan orang Tiong Hoa.
(4) 5.
Olahraga Misalnya olahraga pernapasan Wei Tan Kung kini menjadi Persatuan Olahraga Pernapasan Indonesia, Olahaga pernapasan Tai Chi menjadi Senam Tera Indonesia, olahraga bela diri Kung Fu yang populer di Indonesia.
6.
Adat Istiadat upacara minum teh yang disuguhkan kepada tamu sudah cukup populer di Jawa dengan mengganti teh dengan kopi. Kemudian tradisi saling berkunjung dengan memberikan jajanan atau masakan pada hari-hari raya, dan tradisi membakar petasan saat lebaran.
IV.
Kebijakan Pemerintah terhadap budaya Tionghua Tahun 1967, pemerintah Orba mengeluarkan berbagai larangan yang menyatakan bahwa segala hal yang berbau Cina Tionghua dilarang untuk dikaji, diekspos, disiarkan atau pun dimanfaatkan. Berbagai peraturan pemerintah di jaman Soeharto mematikan apresiasi budaya Cina Tionghua dalam kehidupan sehari-hari, namun dengan adanya bukti-bukti kekayaan kebudayaan Indonesia hasil akulturasi dengan bangsa Tiongkok serta besarnya kontribusi Bangsa Tiongkok terhadap perjalanan sejarah Indonesia cukup menjadi alasan sehingga pemerintah Melalui Kepres no. 6 Tahun 2000, sebagai pencabutan Inpres no. 14 Tahun 1967 tentang Pembatasan Implementasi Agama/Kepercayaan, Budaya, Adat Istiadat (Cina) Tionghoa telah menghapus pertentangan termaskud. Klenteng sudah boleh dikembangkan, liong samsi (barongsay) sudah bebas menampilkan diri, media cetak dan elektronik sudah boleh tampil dengan bahasa dan aksara kanji, demikian juga budaya Tionghoa baik berupa acara adat, ritual dan wayang potehi juga bisa tampil tanpa larangan. (6) Daftar Pustaka
•
Nanyang Huarena (1990) berjudul ‘The 6th overseas Chinese state’.
•
Kompas, Hubungan China-Jawa hari Jumat, tanggal 19 September 2008
•
Metro News akulturasi budaya Jawa dan China, tangal 26 Agustus 2008
(7)