Lfa - Case Report.docx

  • Uploaded by: YogaApriyanto
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lfa - Case Report.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,955
  • Pages: 23
HERNIA SKROTALIS Referat

Oleh : M ADE FEBRIAN H, S.KED H1AP14005

Pembimbing : dr. Diah Herliani Sp.B

DEPARTEMEN ILMU BEDAH TERINTEGRASI RSUD DR. M.YUNUS PROVINSI BENGKULU FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BENGKULU 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan rahmat, anugrah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “Fraktur Femur” ini dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Diah herliani, Sp.B selaku pembimbing di Departemen Ilmu Bedah Terintegrasi RSUD dr. M. Yunus Provinsi Bengkulu. Penulis menyadari bahwa penulisan Laporan Kasus ini masih belum sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para

pembaca agar

kedepannya penulis dapat

memperbaiki dan menyempurnakan Laporan Kasus ini. Penulis berharap agar Laporan Kasus ini berguna bagi para pembaca dan dapat digunakan sebaikbaiknya sebagai sumber informasi. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.

Bengkulu, Oktober 2018

Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv BAB I. LAPORAN KASUS ................................................................................... 1 1.1 Identitas Pasien .............................................................................................. 1 1.2 Anamnesis ..................................................................................................... 1 1.3 Pemeriksaan Fisik.......................................................................................... 2 1.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................. 4 1.5 Diagnosis ....................................................................................................... 4 1.6 Prognosis ....................................................................................................... 4 1.7 Tatalaksana .................................................................................................... 5 1.8 Laporan Operasi ............................................................................................ 5 1.9 Follow Up ...................................................................................................... 6 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 7 2.1 Definisi .......................................................................................................... 7 2.2 Anatomi ......................................................................................................... 8 2.3 Klasifikasi ...................................................................................................... 9 2.4 Epidemiologi ................................................................................................. 9 2.5 Etiologi dan Faktor Resiko .......................................................................... 10 2.5 Patofisiologi................................................................................................. 10 2.6 Manifestasi Klinis........................................................................................ 11 2.7 Diagnosis ..................................................................................................... 11 2.8 Diagnosis Banding ...................................................................................... 13 2.9 Penatalaksanaan ........................................................................................... 13 2.9 Komplikasi .................................................................................................. 16 2.10 Prognosis ................................................................................................... 17 BAB III. PEMBAHASAN .................................................................................... 18 BAB IV. KESIMPULAN...................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

iii

BAB I. LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN Nama

: Tn. IF

Tanggal lahir

: 1 Januari 1966

Usia

: 52 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pendidikan Terakhir

:

Status

: menikah

Pekerjaan

: PNS

Alamat

: Jl. Tanjung permai VII blok C karang tinggi

No RM

: 78.58.58

Masuk Rumah Sakit

: 08 November 2018 pukul 09.30 WIB

Tanggal Pemeriksaan

: 08 November 2018 pukul 09.30 WIB

1.2 ANAMNESIS A. Keluhan Utama Terdapat benjolan pada buah zakar dan nyeri sejak 2 jam SMRS.

B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD dengan keluhan terdapat benjolan pada buah zakar sejak 2 jam SMRS. Benjolan berbentuk bulat, dengan permukaan yang rata dan warna sama sperti warna kulit. Awalnya benjolan kecil pertama kali dirasakan sekitar 20 tahun yang lalu, benjolan tersebut hilang timbul dan dapat hilang ketika sedang beristirahat dan dilakukan dorongan menggunakan tangan. Pasien mengatakan sekitar 3 jam SMRS tidak sedang melakukan aktivitas fisik berat, benjolan dirasakan membesar, terasa sedikit nyeri. Pasien sempat melakukan reposisi dengan menggunakan tangan tetapi benjolan tersebut tidak bisa terdorong lagi. Pasien mengatakan benjolan timbul terutama saat pasien berdiri dan mengejan.

1

Pasien menyangkal adanya keluhan mual dan muntah, susah BAB dan perut kembung. BAB pasien 1 kali sehari konsistensi lunak, tidak berdarah, BAK lancar tidak ada keluhan.

C. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat darah tinggi, penyakit gula, asma, riwayat alergi disangkal Riwayat konstipasi, batuk kronis (PPOK), asthma, BPH disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit pasien saat ini.

E. Riwayat Sosioekonomi Sosioekonomi pasien cukup baik. Pasien bekerja di bagian asset, sering bekerja dilapangan dan sering mengangkat barang 1.3 PEMERIKSAAN FISIK A. Status generalis Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis, GCS 15

Tanda vital Tekanan darah

: 140/90 mmHg

Pernafasan

: 22 x/menit

Nadi

: 76 x/menit

Suhu

: 36̊ c

B. Pemeriksaan head to toe Kepala

Normocephali, rambut hitam tersebar merata, jejas (-), hematoma (-), deformitas (-).

Mata

Sklera ikterik (-/-), konjungtiva palpebra anemis (-/-), edema palpebra (-/-), racoon eyes (-/-), RCL (+/+), RCTL (+/+), pupil isokor (3mm/3mm).

Hidung

Deformitas (-), deviasi septum nasi (-), discharge (-/-), polip

2

nasi (-/-). Mulut

Bibir sianosis (-), mukosa bibir lembab, typhoid tongue (-), papil lidah tersebar merata, mukosa lidah merah, stomatitis (-), faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1).

Telinga

Serumen (-/-), liang lapang (+/+), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tarik auricula (-/-).

Leher

Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), deviasi trakea (-).

Thoraks

Tidak terdapat scar, jejas (-), hematoma (-), deformitas (-).

Paru

Jantung

Abdomen

Ektremitas

I

Pergerakan thoraks simetris saat statis dan dinamis.

P

Stem fremitus kanan dan kiri simetris.

P

Sonor di seluruh lapang paru.

A

Vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-).

I

Iktus kordis tidak terlihat.

P

Iktus kordis tidak teraba.

P

Batas jantung normal.

A

Bunyi jantung I dan II regular, gallop (-), murmur (-).

I

Datar, simetris, scar (-).

A

Bising usus (+) normal.

P

Timpani (+) di seluruh regio abdomen.

P

Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

S

Akral teraba hangat, CRT < 2”, ROM dbn. Dekstra : Lihat status lokalis. Sinistra : Akral teraba hangat, CRT < 2”, pitting edema pretibia (-/-), ROM dbn.

I

C. Status Lokalis Regio

: Genitalia.

3

inspeksi : tampak pembesaran skrotum sinistra benjolan ukuran sebesar bola kasti berwarna sama dengan kulit sekitar yang turun. palpasi : nyeri tekan (+) permukaan perabaan lunak dan licin. Fluktuasi (-) testis teraba Auskult : terdengar suara bising usus pada benjolan spesifik : visibel: berbentuk

lonjong,

oklusi

(-)

pemeriksaan

transluminasi (-)

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Laboratorium Jenis Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Tanggal 8 November 2018 Laboratorium RSUD dr. M. Yunus Hb

15,0

♂ 14–16 g/dl; ♀ 12–14 g/dl

Ht

47

♂ 42–52 %; ♀ 36–46 %

Leukosit

9.200

4.000–10.000 /mm3

Trombosit

291.000

150.000–400.000 /ul

PT

9,7–13,1 detik

APTT

25,5–42,1 detik

Creatinin

1,4

0,5–1,2 mg/dl

GDS

167

70-120 mg/dl

Ureum

38

20-40 mg/dl

HbSAg

Negatif

Negatif

HIV test

Non-reaktif

Non-reaktif

1.5 DIAGNOSIS Hernia skrotalis sinistra ureponible.

1.6 PROGNOSIS Quo Ad Vitam Quo Ad Functionam

: Ad bonam. : dubia ad bonam.

4

Quo Ad Sanationam

: dubia ad bonam.

1.7 TATALAKSANA Rawat inap Konsul dokter Sp.B Persiapan operasi IVFD RL 20 tpm Ketorolac 30 mg/ 8 jam (iv) Monitoring tanda vital

1.8 LAPORAN OPERASI (dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2018) Operator : dr. Reymon ukurta, Sp.B Anestesi

: dr. Ferdi Sp. An

Jenis Anestesi

: Regional anestesia

Diagnosa Prabedah

: Hernia skrotalis ireponibel sinistra

Diagnosa Pasca Bedah : Hernia skrotalis ireponibel sinistra Tindakan Bedah

: Hernioraphy

Operasi dimulai

: 12: 00 WIB

Operasi berakhir

: 13: 30 WIB

Prosedur Operatif

:

1. Pasien posisi supine dalam spinal anastesi 2. Tindakan aseptik dan antiseptik pada area operasi. 3. Dilakukan insisi pada daerah inguinal sinistra 4. Setelah kulit dibuka, subkutis dan jaringan lemak dibuka, tampak musculus aponeurosis obliquus eksternus yang merupakan dinding kanalis inguinalis. 5. Setelah dibuka lakukan eksplorasi untuk membuka hernia. 6. Saat dilakukan ekspolorasi tampak isi hernia berupa omentum yang masih viable. 7. Isi hernia direposisi agar masuk kembali ke vacum abdomen, kantong hernia dijahit dan diikat setinggi mungkin lalu dipotong.

5

8. Dilanjutkan memperkuat dinding posterior kanalis inguinalis dengan menggunakan mesh. 9. Rawat perdarahan. 10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis dan luka opeerasi ditutup. 1.9 FOLLOW UP Tanggal 10 Oktober 2018 07.00 WIB Post op operasi

Catatan S O

A P

Nyeri luka operasi (+) Flatus (+) KU: Baik KS: CM T: 130/70 mmHg N: 80 x/menit P: 18 x/menit S: 36,5 0C Regio : abdomen I : datar, warna seperti kulit sekitar, hematom (-), luka operasi di daerah inguinalbkiri tertutup perban, pus (-), cairan (-), darah (-) P : nyeri tekan (-), massa(-) P : timpani diseluruh lapang abdomen A : bising usus normal Status lokalis: Regio : genitalia inspeksi : operasi di daerah inguinal kiri tertutup perban, pus (-) darah (-), skrotum mengempis, palpasi : nyeri tekan (+), massa (-) Post operasi hernioraphy h+1 IVFD RL 20 tpm Ceftriaxone 1 g/ 12 jam (iv) Ketorolac 30 mg/ 8 jam (iv) Diet bebas

6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Secara umum, hernia adalah protrusi atau penonjolan suatu organ melalui

defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia scrotalis, isi perut (usus) menonjol

melalui defek pada lapisan musculo-

apponeurotik dinding perut melewati canalis inguinalis dan turun hingga ke rongga scrotum. Dengan kata lain, hernia scrotalis adalah hernia inguinalis lateralis (indirek) yang mencapai rongga scrotum. Ada beberapa macam hernia yang terdapat pada dinding abdomen yaitu : (Sjamsuhidayat, 2017).

7

2.2 Anatomi Kanalis inguinalis pada orang dewasa panjangnya kira-kira 4 cm dan terletak 2-4 cm kearah caudal lagamentum inguinal. Kanal melebar diantara cincin internal dan eksternal. Kanalis inguinalis mengandung salah satu vas deferens atau ligamentum uterus. Funikulus spermatikus terdiri dari serat-serat otot cremaster, pleksus pampiniformis, arteri testicularis n ramus genital nervus genitofemoralis,ductus deferens, arteri cremaster, limfatik, dan prosesus vaginalis. inguinalis harus dipahami dalam konteks anatomi tiga dimensi. Kanalis inginalis berjalan dari lateral ke medial, dalam ke luar dan cepal ke caudal.Kanalis inguinalis dibangun oleh aponeurosis obliquus ekternus dibagian superficial, dinding inferior dibangun oleh ligamentum inguinal dan ligamentum lacunar. Dinding posterior (dasar) kanalis inguinalis dibentuk oleh fascia transfersalis dan aponeurosis transverses abdominis. Dasar kanalis inguinalils adalah bagian paling penting dari sudut pandang anatomi maupun bedah. Pembuluh darah epigastric inferior menjadi batas superolateral dari trigonum Hesselbach. Tepi medial dari trigonum dibentuk oleh membrane rectus,dan ligamentum inguinal menjadi batas inferior. Hernia yang melewati trigonum Hesselbach disebut sebagai direct hernia, sedangkan hernia yang muncul lateral dari trigonum adalah hernia indirect (Mansjoer et all, 2000).

8

2.3

Klasifikasi Menurut gambaran klinis, hernia dibedakan menjadi : 1. Hernia reponibel Disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat kembali ke dalam rongga perut dengan sendirinya. Usu keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk ke perut, tidak adakeluhan ataupun gejala abstruksi 2. hernia ireponibel disebut hernia ireponibel bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia. Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda sumbatan 3. hernia inkaserata disebut hernia inkaserata bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya terjadi gangguan pasase seperti muntah, tidak bisa flatus maupun buang air besar. Hernia inkaserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase. 4. hernia strangulata disebut hernia strangulata bila telah terjadi gangguan vaskularisasi. Pada keadaan sebenarnya, gangguan vaskularisasi telah terjadi pada saat jepitan dimulai dengan berbagai tingkat gangguaan dari bendungan sampai nekrosis. (Nick, 2012).

2.4

Epidemiologi Hampir 75% dari hernia abdomen merupakan hernia inguinalis. Hernia

inguinalis dibagi menjadi lateralis (indirek) dan medialis (direk) dimana hernia inguinalis lateralis ditemukan lebih banyak 2/3 dari hernia inguinalis. 1/3 sisanya adalah hernia inguinalis medialis. Hernia inguinalis lebih banyak ditemukan pada pria daripada wanita. Sedangkan pada wanita lebih sering terjadi hernia femoralis. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 7:1. Prevalensi hernia inguinalis pada pria dipengaruhi oleh umur.

9

Hernia inguinalis latearalis lebih sering terjadi pada bayi prematur darpada bayi aterm dimana sebanyak 13,7% berkembang pada bayi yang lahir usia 32 minggu. (townsend, 2004).

2.5

Etiologi dan Faktor Resiko Hernia inguinal dapat disebabkan oleh 2 hal, yaitu acquired dan kongenital.

Umumnya, hernia inguinal disebabkan oleh berbagai faktor dan yang paling utama karena kelemahan otot abdomen karena itu biasanya penyebabnya acquired. Sementara pada hernia kongenital pada saat fetus terjadi penurunan testis dari dalam abdomen ke skrotum pada trimester tiga. Penurunan testis ini melalui gubernaculum dan diverticulum peritoneum yang menembus melalui inguinal kanal dan terjadilah prosesus vaginalis. Pada antara minggu ke-36 sampai 40, prosesus vaginalis menutup dan menghilangkan bukan peritoneal pada internal inguinal ring. Jika tidak menutup dengan sempurna maka akan menimbulkan hernia. (Jefrey, 2001). Berikut ini adalah beberapa faktor yang menimbulkan hernia: 1. Batuk lama 2. konstipasi 3. Obese 4. Asthma 5. BPH 6. Merokok 7. Mengangkat barang berat 8. Asites 9. Kehamilan

2.5

Patofisiologi Ligamentum gubernaculum turun pada tiap sisi abdomen dari pole inferior

gonad ke permukaan interna labial/skrotum. Gubernaculum akan melewati dinding abdomen yangmana pada bagian ini akan menjadi kanalis inguinalis. Prosesus vaginalis merupakan evaginasi diverticular peritoneum yang membentuk bagian ventral gubernaculum bilateral. Pada pria, testis awalnya terletak retroperitoneal dan dengan adanya prosesus vaginalis testis akan turun melewati

10

kanalis inguinalis ke skrotum akibat adanya kontraksi pada ligamentum gubernaculum. Pada sisi sebelah kiri terjadi penurunan terlebih dahulu sehingga angka kejadiannya pada sebelah kanan. Proses selanjutnya yang terjadi adalah menutupnya prosesus vaginalis, jika prosesus vaginalis tidak menutup maka hidrokel/hernia inguinalis lateralis terjadi akan tetapi tidak semua hernia inguinalis disebabkan karena kegagalan menutupnya prosesus vaginalis dibuktikan pada 20%-30% autopsi yang terkena hernia inguinalis lateralis, prosesus vaginalisnya telah menutup sempurna. (Sjamsuhidayat, 2017) 2.6 Manifestasi Klinis Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan dilipat paha, benjolan tersebut bisa mengecil dan menghilang pada saat istirahat dan bila menangis, mengejan, mengangkat beban berat atau dalam posisi berdiri dapat timbul kembali, bila terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri, keadaan umum biasanya baik. Pada inspeksi ditemukan asimetri pada kedua sisi lipat paha, skrotum atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring pasien diminta mengejan dan menutup mulut. Dalam keadaan berdiri palpasi dilakukan dalam keadaan ada bejolan hernia, diraba konsistensinya dan dicoba mendorong apaah benjolan dapat direposisi dengan jari telunjuk atau kelingking. Pada anak-anak kadang cincin hernia dapat diraba berupa anulus inguinalis yang melebar. Pemeriksaan melalui skrotum jari telunjuk dimasukkan keatas lateral dari tuberculum pubikum, ikuti fascikulus spermatikum sampai ke anulus inguinalis internus. Pada keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk bila massa tersebut menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia inguinalis lateralis. Sedangkan bila menyentuh sisi jari maka itu adalah hernia inguinalis medialis.(Nicks, 2012). Gambaran hernia meliputi: 1.

Terdapat benjolan di tempat lokasi hernia

2.

Rasa nyeri dan nyeri tekan irreducible

3.

Pada laki-laki, isi hernia dapat mengisi skrotum

2.7 Diagnosis Diagnosis ditegakan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. 1. Inspeksi inguinal

11

Pasien disuruh memutar kepala kesamping dan batuk atau mengejan. Lakukan inspeksi daerah inguinal dan femoral untuk melihat timbulnya benjolan mendadak selama batuk, yang menunjukan hernia. Jika terlihat benjolan mendadak, minta pasien untuk batuk lagi dan bandingkan impuls ini dan impuls lainya. Jika pasien mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan periksa kembali daerah itu. 2. Pemeriksaan hernia inguinalis Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakan jari pemeriksa didalam skrotum di atas testis kiri dan menekan kulit skrotum ke dalam jari harus diletakan dengan kuku menghadap keluar dan bantal jari menghadap kedalam. Tangan kiri pemeriksa dapat diletakan pada pinggul kanan pasien untuk sokongan lebih baik. Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika bilateral masuk ke dalam kanalis inguinalis sejajar dengan ligamentum inguinalis dan digerakan ke atas ke arah cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari tuberculum pubikum. Cincin eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau didalam kanalis inguinalis, mintalah pasien untuk memutar kepalanya kesamping dan batuk atau mengejan. Seandainya ada hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung jari. Jika ada hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah hernia itu dapat direduksi dengan tekanan yang lembut dan terus menerus. Setelah memeriksa sisi kiri prosedur diulangi dengan menggunakan telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan. Jika ada massa skrotum berukuran besar dan tidak tembus cahaya suatu hernia indirek mungkin ada didalam skrotum. Auskultasi massa dipakai untuk menentukan adanya bunyi usus didalam skrotum 3. Transluminasi massa skrotum Didalam suatu ruang yang gelap, sumber cahaya diletakan pada sisi pembesaran skrotum. Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembus sinar. Transmisi cahaya sebagai bayangan

12

merah menunjukan rongga yang mengandung cairan serosa seperti hdrokel atau spermatokel. (Nicks, 2012). 2.8 Diagnosis Banding Diagnosis Umur lazim

transluminasi

(tahun)

Eritema

nyeri

skrotum

Epididimitis

Semua umur

Tidak

Ya

Berat

Torsio testis

< 35

Tidak

Ya

Berat

Tumor testis

< 35

Tidak

Tidak

Minimal

Hidrokel

Semua umur

Ya

Tidak

Tidak ada

Spermatokel

Semua umur

Ya

Tidak

Tidak ada

Hernia

Semua umur

Tidak

Tidak

Tidak ada sampai sedang*

Varikokel

>15

Tidak

Tidak

Tidak ada

2.9 Penatalaksanaan 1. Konservatif a. reposisi spontan -

berikan dan sedativ untuk mencegah nyeri dan merelaksasikan pasien. Pasienharus istirahat untuk mengurungi tekanan intraabdomen.

-

Pasien tidur dengan posisi telentang dan letakkan bantal dibawah lutut pasien.

-

Tempat tidur pasien dimiringkan 15̊-20̊ , dimana kepala lebih rendah daripada kaki (trandelemburg)

-

Kaki yang ipsi lateral dengan tonjolan hernia diposisikan fleksi dan eksternal rotasi maksimal (seperti kaki kodok).

-

Tonjolan hernia dapat dikompres menggunakan kantung es atau air dingin untuk mengurangi nyeri dan mencegah pembengkakan.

13

-

Ditunggu selama 20-30 menit, bila berhasil operasi dapat direncanakan secara elektif

b. Reposisi bimanual -

tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan tekanan lambat dan menetap sampai terjadi reposisi. Penekanan tidak boleh dilakukan pada apeks hernia karena justru akan menyebabkan isi hernia keluar melalui cincin hernia. Konsultasi dengan dokter spesialis bedah bila reposisi telah dicoba sebanyak 2 kali dan tidak berhasil.

2 Pembedahan Indikasi pembedahan: - Reduksi spontan dan manual tidak berhasil dilakukan - Adanya tanda-tanda strangulasi dan keadaan umum pasien memburuk - Ada kontraindikasi dalam pemberian sedatif, misal alergi Pada pria dewasa, operasi cito terutama pada keadaan inkarserata dan stranulasi. Pada pria tua, ada beberapa pendapat bahwa lebih baik melakukan elektif surgery karena angka mortalitas, dan morbiditas lebih rendah jika dilakukan cito surgery. Pada anak-anak (herniotomy). Sedangkan pada orang dewasa dilakukan herniotomy dan hernioraphy, selain dilakukan pembebasan kantong hernia jika dilakukan pemasangan fascia sintetis berupa mesh yang terbuat dari prolin untuk memperbaiki defek. Kedua tindakan herniotomy dan hernioplasty disebut juga hernioraphy.(brunicardi 2006). Manajemen operasi hernia Anastesi. Anastesi dapat general, epidural (spinal) atau lokal. Anastesi epidural atau lokal dengan sedasi lebih dianjurkan. Insisi Oblique atau Transverse, 0,5 inchi diatas titik inguinal (6-8 cm). Setelah memotong fascia scarpa dan vena superfisialis, insisi diperdalam hingga mencapai aponeurosis m.obliquus eksternus Membuka kanalis inguinalis. Identifikasi ring eksterna yang terletak pada aspek superior dan laateral dari tuberculum pubicum. Dining anterior dari kanalis inguinalis dibuka sejajar serat dari aponeurosis m.obliquus eksternus lakukan

14

preservasi M.Ilio hipastric dan M. Ilio inguinal. Lakukan identifikasi dan mobilisasi spermatik cord dimulai dari bagian dari tuberculum pubicum, mobilissi secara sirkular dan retraksi dengan penrose drain atau kateter foley Identifikasi kantong hernia. Pada kantong hernia indirek, setelah kantong dibuka semua isi kantong hernia dapat berupa usus atau omentum, dimasukkan kedalam intraabdomen. Kemudia leher hernia dijahit dan diligasi. Kantong dieksisi dari bagian distal dari ligasi. Sementara pada hernia direk kantong dapat diinsersi kan ke rongga peritoneum, namun pada kantong yang besar dilakukan eksisi pada kantong. Pada bayi dan anak-anak operasi hernia terbatas dengan memotong kantong hernia. Tidak diperlukan repair pada hernia bayi dan anak. Hal ini didasarkan pada sebagian hernia pada anak tidak disertai dengan kelemahan dinding abdomen. Teknik hernia repair. Bassini repair. Teknik ini mulai diperkenalkan pada tahun 1889, merupakan teknik simpel dan cukup efektif. Prinsipnya adalah aproksimasi fascia transversalis, otot transversus abdominis, dan m. obliquus internus (the bassini triple layer) dengan lig. Inguinal. Aproksimasi dilakukn dengan menggunakan jahitan interrupted. Teknik dapat digunakan pada hernia direk dan indirek Shouldis repair. Teknik ini dipopulerkan di Kanada, merupakan modifikasi dari bassini repair. Pada teknik ini jahtan yang digunakan adalah running sutures/kontinus. Jahitan pertama dimulai dari tuberculum pubicum kemudiaan ke lateral untuk aproksimasi otot obliquus internus, otot transversus abdominis, dan fascia transversalis dengan lig. Inguinal jahitan dilanjutkan hingga ke arah ring interna. Jahitan yang sama dilanjutkan dengan berbalik arah dari ring interna ke tuberculum pubicum. Jahitan kedua aproksimasi antara m. obliquus internus dengan lig. Inguinal dimulai dengan tuberculum pubicum. Karena jahitan aproksimasi dengan teknik ini yang berlapis, kejadian dari rekurensi dari teknik ini jarang dilaporkan. Mc-vay (Cooper ligament) repair. Pada teknik ini terdapat dua kompinen penting; repair dan relaxing incision. Repair dilakukan dengan aproksimasi fascia transversalis ke lig. Cooper. Repair menggunakan benang non absorbable, 2.0 atau 0. Repair dimulai dari tuberculum pubicum dan berjalan kearah lateral jahitan

15

pertama merupakan jahitan terpenting karena pada bagian tersebut sering terjadi rekurensi. Langkah kedua adalah relaxing incsion secara vertikal pada fascia anterior m. rectus. Teknik ini dapat digunakan pada hernia inguinalis dan hernia femoralis Tension-free hernioraphy. Teknik ini mengguakan mesh prostetik untuk mencegah terjadinya tension dapat dilakukan dengan anastesi lokal. Beberapa penelitian menunujukan bahwa teknik ini memberikan outcome yang lebih baik; pasien lebih cepat untuk kembali bekerja, nyeri paska operasi minimal, pasien lebuh nyaman dan rekurensi lebih minimal. Bisa digunakan pada hernia direk dan indirek. Repair dengan laparoskopi. Terdapat tiga teknik yaitu transabdominal preperitoneal (TAPP), intraperitoneal only mes (IPOM), totally extra peritoneal (TEP). (Cook, 2000). 2.9 Komplikasi Komplikasi saat pembedahan antara lain: (debas, 2003). -

Perdarahan, arteri-vena epigastrika inferior atau arteri vena spermatika.

-

Lesi nervus ileohypogastrika, ileoinguinalis.

-

Lesi vas defferens, buli buli, usus.

Komplikasi segera setelah pembedahan : -

Hematome

-

Infeksi

Komplikasi lanjut -

Atrofi testis

-

Hernia residif

16

2.10 Prognosis Umumnya sebanyak 1-3% tindakan operasi yang dilakukan oleh dokter yang expert dapat terjadi hernia rekuren dalam waktu 10 tahun yang mungkin dapat diakibatkan karena kurangnyajaringan dan tidak kuatnya hernioplasty yang dilakukan. (jeffrey, 2001).

17

BAB III. PEMBAHASAN

Penegakan diagnosis hernia scrotalis didapatkan Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik mulai inspeksi, palpasi, auskultasi serta finger test serta pemeriksaan penunjang yang diperlukan maupun tindakan operasi. Berdasarkan anamnesis didapatkan dari Tn.IF datang dengan keluhan benjolan pada buah zakar kiri yang menetap sejak 2 jam SMRS. Benjolan berbentuk bulat, dengan permukaanyang rata dan warna sama seperti warna kulit sekitar. Awalnya benjolan kecil pertama kali dirasakan sekitar 20 tahun yang lalu, benjolan tersebut hilang timbul dan dapat hilang ketika sedang beristirahat dan dilakukan dorongan menggunakan tangan. Pasien mengatakan sekitar 3 jam SMRS tidak sedang melakukan aktivitas fisik berat, benjolan dirasakan membesar, terasa sedikit nyeri. Pasien sempat melakukan reposisi dengan menggunakan tangan tetapi benjolan tersebut tidak bisa didorong lagi. Pasien bekerja di bagian asset, sering bekerja dilapangan dan sering mengangkat barang, kagiatan ini akan meningkatkan tekanan intra abdomen dan menjadi salah satu faktor predisposisi terjadinya hernia. Mual, muntah dan perut kembung disangkal pasien sehingga kita bisa menyingkirkan kemungkinan incaserata (hernia yang disertai gangguan pasase) pada pasienini. Pada pemeriksaan yang dilakukan pada pasien juga mendukung diagnosis hernia scrotalis sinistra irreponibel dimana pada daerah inguinal kiri ditemukan benjolan dari inguinal kiri ke scrotum, berbentuk lonjong di mana menandakan hernia inguinalis lateralis. Warna kulit sama dengan warna kulit disekitarnya (menyingkirkan adanya radang). Dari pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, EKG dan rontgen thorax tidak ditemukan adanya kelainan sehingga diagnosis hernia scrotalis sinistra ireponibel bisa ditegakkan dan dapat dilakukan penaganan pada pasien ini yaitu tindakan operasi herniotomi dan hernioplasty (hernioraphy). Dikarenakan pasien menderita hernia scrotalis sinistra ireponibel yang tidak disertai komplikasi dan penaganan yang tepat dan baik maka prognosis pasien ini baik sehingga bisa segera pulang dari rumah sakit.

18

BAB IV. KESIMPULAN Hernia merupakan kasus tersering di bagian bedah abdomen sesudah appendicitis. Hernia didefinisikan adalah suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang lemah (defek) yang diliputi oleh dinding. Meskipun hernia dapat terjadi di berbagai tempat dari tubuh kebanyakan defek melibatkan dinding abdomen pada umumnya daerah yang terkena regio inguinal. Hernia inguinalis dibagi dua jenis hernia inguinalis medialis/hernia inguinalis directa/hernia inguinalis horisontal dan hernia inguinalis lateralis/ hernia indirecta/hernia obliqua. Pada hernia inguinalis lateralis prosessus vaginalis peritonaei tidak menutup (tetap terbuka). Hernia skrotalis terjadi apabila hernia lateralis terus berlanjut hingga ke skrotum. Komplikasi yang terjadi yaitu inkaserasi dan strangulasi. Jika sudah terjadi strangulasi penaganan segera adalah dengan operasi.

19

DAFTAR PUSTAKA A.Mansjoer et all (2000) Kapita SelektaKedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal313-317 Brunicardi, et al 2006. Schwartz manual surgey 8th edition. New York: Mcgrawhill. Cook, john 2001. Hernia general surgey at the distric hospital. Switzerland. WHO 151-156 Debas, haile T, 2013. Gastrointestinal surgery; pathophysiology and management New York: Springer Dr. P. Bhatia & Dr. S. J. John. (2010) Laparoscopic Hernia Repair (a step by stepapproach). Edisi I. Penerbit Global Digital Services, BhatiaGlobal Hospital & Endosurgery Institute. New Delhi.(Ebook) H G, Burhitt & O.R.G (2003). Quick. Essential Surgery . Edisi III. . Hal 348-356 Jeffrey A. 2001. Hernias and abdominal wall defects surgery basic science clinical evidance, New York springer 787-803 Nicks, Bret

A. 2012. Hernias. Diakses dari http://emedicine.medscape.com

/article/775630-overview# show all pada tanggal 11 november. Sjamsuhidajat, R. (2017). Buku Ajar Bedah Sjamsuhidajat–de Jong: Sistem Organ dan Tindak Bedahnya (2). Edisi 4. Jakarta: EGC. Townsend. Courtney M. 2004. Hernias. Sabiston textbook of surgery editions . philadelphia: elsevier saunders.1999-1217

20

Related Documents

Lfa
October 2019 5
Lfa
November 2019 6
Lfa Arabic
July 2020 4
Case
November 2019 51

More Documents from ""