Lengkap.docx

  • Uploaded by: Retno Yunita Sari
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lengkap.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,345
  • Pages: 10
BAB I PENDAHULUAN

Tatalaksana jalan nafas (airway) merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap anestetis. Syarat utama yang harus diperhatikan pada saat anestesi umum adalah menjaga jalan nafas agar selalu bebas dan nafas dapat berjalan lancar dan teratur. Penanganan jalan nafas paling sering dilakukan selama pelaksanaan anestesi umum. Anestesi umum menyebabkan pasien tidak merasakan stimulus noxius (nyeri) di seluruh tubuhnya dan oleh karena itu diberikan selama berbagai prosedur pembedahan dari kraniotomi dan tonsilektomi hingga reseksi hepar dan prostatektomi. Induksi intravena anestesi umum sering kali bersamaan munculnya dengan apnu. Penanganan jalan nafas yang ahli (terampil) adalah landasan keamanan untuk setiap anestesi umum. Pada pasien yang tidak sadar yang berbaring dalam posisi telentang sangat berbahaya, karena akan terjadi obstruksi jalan nafas dan asfiksia. Pada posisi ini lidah akan terjatuh ke belakang, meyebabkan obstruksi parsial atau total pada faring. Oleh karena perlu dilakukan pembebasan jalan nafas. Menjaga jalan nafas dapat dilakukan dengan maupun tanpa alat, seperti triple airway maneuver. Sedangkan yang menggunakan alat dapat menggunakan alat seperti nasopharyngeal airway, oropharyngeal airway, face mask, laryngeal mask airway dan intubasi trakea.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi jalan nafas Ada dua gerbang untuk masuk ke jalan nafas pada manusia yaitu hidung yangmenuju nasofaring (pars nasalis), dan mulut yang menuju orofaring (pars oralis). Kedua bagian ini di pisahkan oleh palatum pada bagian anteriornya, tapi kemudian bergabung di bagian posterior dalam faring. Faring berbentuk U dengan struktur fibromuskuler yang memanjang dari dasar tengkorak menuju kartilago krikoid pada jalan masuk ke esofagus. Bagian depannya terbuka ke dalam rongga hidung, mulut, laring, nasofaring, orofaring dan laringofaring (pars laryngeal). Nasofaring dipisahkan dari orofaring oleh garis imaginasi mengarah ke posterior. Pada dasar lidah, secara fungsional epiglotis memisahkan orofaring dari laringofaring (atau hipofaring). Epiglotis mencegah terjadinya aspirasi dengan menutup glotis- gerbang laring- pada saat menelan. Laring adalah suatu rangka kartilago yang diikat oleh ligamen dan otot. Laring disusun oleh 9 kartilago : tiroid, krikoid, epiglotis, dan (sepasang) aritenoid, kornikulata dan kuneiforme. Saraf sensoris dari saluran nafas atas berasal dari saraf kranial. Membran mukosa dari hidung bagian anterior dipersarafi oleh divisi ophthalmic (V) saraf trigeminal (saraf ethmoidalis anterior) dan di bagian posterior oleh divisi maxila (V) (saraf sphenopalatina). Saraf palatinus mendapat serabut saraf sensori dari saraf trigeminus (V) untuk mempersarafi permukaan superior dan inferior dari palatum molle dan palatum durum. Saraf lingual (cabang dari saraf divisi mandibula [V] saraf trigeminal) dan saraf glosofaringeal (saraf kranial yang ke 9) untuk sensasi umum pada dua pertiga bagian anterior dan sepertiga bagian posterior lidah. Cabang dari saraf fasialis (VII) dan saraf glosofaringeal untuk sensasi rasa di daerah tersebut. Saraf glosofaringeal juga mempersarafi atap dari faring, tonsil dan bagian dalam palatum molle. Saraf vagus (saraf kranial ke 10) untuk sensasi jalan nafas dibawah epiglotis. Saraf laringeal superior yang merupakan cabang dari saraf vagus dibagi menjadi saraf laringeus eksternal yang bersifat motoris dan saraf laringeus internal yang bersifat sensoris untuk laring antara epiglotis dan pita suara. Cabang vagus yang lainnya yaitu saraf laringeal rekuren, mempersarafi laring dibawah pita suara dan trachea.

2. Obstruksi jalan nafas Tatalaksana jalan nafas (airway) merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap anestetis. Syarat utama yang harus diperhatikan pada saat anestesi umum adalah menjaga jalan nafas agar selalu bebas dan nafas dapat berjalan lancar dan teratur. Pada pasien yang tidak sadar yang berbaring dalam posisi telentang sangat berbahaya, karena akan terjadi obstruksi jalan nafas dan asfiksia. Pada posisi ini lidah akan terjatuh ke belakang, meyebabkan obstruksi parsial atau total pada faring. Tanda-tanda obstruksi partial: a. Stridor. b. Retraksi c. Nafas paradoksal (pada waktu inspirasi dinding dada menjadi cekung/datar bukannya mengembang/membesar). d. Balon cadangan pada mesin anestesi kembang kempisnya melemah. e. Nafas makin berat dan sulit (kerja otot-otot pernafasan meningkat). f. Sianosis, merupakan tanda hipoksemia akibat obstruksi jalan nafas yang lebih berat. Tanda-tanda obstruksi total: Serupa dengan obstruksi partial, akan tetapi gejalanya lebih hebat dan stridor justru menghilang. a. Retraksi lebih jelas. b. Gerak paradoksal lebih jelas. c. Kerja otot nafas tambahan meningkat dan makin jelas. d. Balon cadangan tidak kembang kempis lagi. e. Sianosis lebih cepat timbul. Sumbatan total tidak berbunyi dan menyebabkan asfiksia (hipoksemia ditambah hiperkarbia), henti nafas dan henti jantung (jika tidak dikoreksi) dalam waktu 5 – 10 menit. Sumbatan partial harus pula dikoreksi segera, karena dapat menyebabkan kerusakan otak, serta dapat menyebabkan henti nafas dan henti jantung sekunder. 3. Pemeliharaan Jalan Nafas

a. Triple Manouver airway

Letakkan pasien pada posisi terlentang pada alas keras atau selipkan papan kalau pasien diatas kasur. Jika tonus otot menghilang, lidah akan menyumbat faring dan epiglotis akan menyumbat laring. Lidah dan epiglotis penyebab utama tersumbatnya jalan nafas pada pasien tidak sadar. Untuk menghindari hal ini dilakukan beberapa tindakan, yaitu:  Perasat kepala tengadah-dagu diangkat (head tilt-chin lift maneuver) Perasat ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah, tangan lain mendorong dagu dengan hati-hati tengadah, sehingga hidung menghadap keatas dan epiglotis terbuka.  Perasat dorong rahang bawah (jaw thrust maneuver) Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong kedepan pada sendinya tanpa menggerakkan kepala leher. Lidah ikut tertarik dan jalan nafas terbuka karena lidah melekat pada rahang bawah.

b. Jalan nafas faring ( oropharyngeal dan nasopharyngeal ) Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas pada pasien yang dianestesi menyebabkan lidah dan epiglotis jatuh kebelakang kearah dinding posterior faring. Mengubah posisi kepala atau jaw thrust merupakan teknik yang disukai untuk membebaskan jalan nafas Namun jika maneuver triple airway kurang berhasil maka dapat dipasang jalan nafas mulut-faring (oropharyngeal airway) atau jalan nafas hidung-faring (naso-pharyngeal airway). Jalan nafas buatan oropharyneal berbentuk pipa gepeng melengkung seperti huruf C berlubang ditengahnya dengan salah satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih keras untuk mencegah jika pasien mengigit lubang tetap paten, sehingga aliran udara tetap terjamin. Oropharyngeal dipasang dengan bagian konkaf menghadap keatas kemudia putarlah masuk ke faring. Pada pasien yang kedua rahangnya mengatup jalan nafas nasopharyngeal lebih membantu, pasanglah hati-hati untuk mencegah perdarahan hidung dan pipa harus diolesi dengan jelly. Alat bantu jalan nafas ini berbentuk pipa bulat berlubang dibagian tengah yang dibuat dari bahan lateks lembut. Pemasangan oral airway kadang-kadang difasilitasi dengan penekanan refleks jalan nafas dan kadang-kadang dengan menekan lidah dengan spatel lidah. Oral airway dewasa umumnya berukuran kecil (80 mm/oropharyngeal airway No 3), medium (90 mm/oropharyngeal airway no 4), dan besar (100 mm/oropharyngeal airway no 5). Panjang nasal airway dapat

diperkirakan sebagai jarak antara lubang hidung ke lubang telinga, dan kira-kira 2-4 cm lebih panjang dari oral airway. Nasal airway tidak boleh digunakan pada pasien yang diberi antikoagulan atau anak dengan adenoid karena adanya risiko epistaksis.

c. Sungkup muka ( Face Mask ) Penggunaan face mask dapat memfasilitasi pengaliran oksigen atau gas anestesi dari sistem breathing ke pasien dengan pemasangan face mask dengan rapat. Lingkaran dari face mask disesuaikan dengan bentuk muka pasien. Orifisium face mask dapat disambungkan ke sirkuit mesin anestesi melalui konektor. Face mask yang transparan dapat mengobservasi uap gas ekspirasi dan muntahan. Ventilasi yang efektif memerlukan jalan nafas yang bebas dan face mask yang rapat/tidak bocor. Teknik pemasangan face mask yang tidak tepat dapat menyebabkan reservoir bag kempis walaupun klepnya ditutup, hal ini menunjukkan adanya kebocoran sekeliling face mask. Sebaliknya, tekanan sirkuit breathing yang tinggi dengan pergerakan dada dan suara pernafasan yang minimal menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. Bila face mask dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan digunakan untuk melakukan ventilasi dengan tekanan positif dengan memompa breathing bag. Face mask dipasang dimuka pasien dan sedikit ditekan pada badan face mask dengan ibu jari dan telunjuk. Jari tengah dan jari manis menarik mandibula untuk ekstensi atlantooccipital joint. Tekanan jari-jari harus pada mandibula, jangan pada jaringan lunak yang menopang dasar lidah karena dapat terjadi obstruksi jalan nafas. Jari kelingking ditempatkan dibawah sudut jaw dan digunakan untuk jaw thrust maneuver yang paling penting untuk dapat melakukan ventilasi pasien.

d. Sungkup laring (Laryngeal Mask Airway atau LMA ) LMA terdiri dari pipa dengan lubang yang besar, yang diakhir bagian proksimal dihubungkan dengan sirkuit nafas dengan konektor berukuran 15 mm, dan dibagian distal terdapat balon berbentuk elips yang dapat dikembangkan lewat pipa. Balon dikempiskan dulu, kemudian diberi pelumas dan masukan secara membuta ke hipofaring, sekali telah dikembangkan, balon dengan tekanan rendah ada di muara laring. Pemasangannya memerlukan anestesi yang lebih dalam dibandingkan untuk memasukan oral airway. Posisi ideal dari balon adalah dasar lidah di bagian superior, sinus pyriforme di bagian lateral, dan spincter oesopagus bagian atas di inferior.

LMA melindungi laring dari sekresi faring (tapi tidak terhadap regurgitasi lambung) dan LMA harus tetap dipertahankan pada tempatnya sampai reflek jalan nafas pasien pulih kembali. Ini biasanya ditandai dengan batuk atau membuka mulut sesuai dengan perintah. LMA yang dapat dipakai lagi dibuat dari karet silikon, dapat di autoklaf (bebas lateks) dan tersedia dalam berbagai ukuran. Alat yang telah dilubrikasi diinsersikan ke dalam mulut pasien mengikuti palatum durum, melewati lidah, dan didudukkan di ujung hipofaring. Cuff lalu dikembangkan yang akan mengisolasi traktus gastrointestinal dari traktus respiratori di atas glotis.

e. Intubasi trachea Intubasi trakea adalah tindakan memasukan pipa khusus ke dalam trakea sehingga jalan nafas dapat bebas hambatan dan nafas mudah dibantu atau dikendalikan. Pipa trakea mengantarkan gas anestetik langsung kedalam trakea. Ukuran diameter pipa trakea dalam millimeter, karena penampang melintang trakea bayi, anak dan dewasa berbeda, penampang melintang bayi dan anak kecil dibawah usia lima tahun hamper bulat, sedangkan dewasa seperti huruf D, maka pada bayi dan anak digunakan pipa trakea yang tidak ada cuff dan pada dewasa menggunakan cuff agar tidak terjadi kebocoran. Pipa trakea dapat dimasukkan melalui hidup atau mulut. Pada anestesi umum tindakan ini bertujuan untuk :  Mempermudah pemberian anesthesia  Mempertahankan agar jalan nafas tetap bebas, mempertahankan kelamcaran pernafasan  Mencegah kemungkinan aspirasi lambung  Memudahkan penghisapan secret trako bronkial  Pemakaian ventalasi mekanis yang lama Anestesi umum dengan teknik endotrakea dilakukan pada operasi yang lama yang memerlukan nafas kendali.

4. Teknik intubasi

Alat yang digunakan : a. Laringoskop

instrumen untuk pemeriksaan laring dan untuk fasilitas intubasi trachea. Terdiri dari bagian pegangan atau batang (handle) dan bilah (blade) ada 3-4 ukuran bilah. Handle biasanya berisi batre untuk cahaya bola lampu pada ujung blade, atau untuk energi fiberoptic bundle yang berakhir pada ujung blade. Cahaya dari bundle fiberoptik tertuju langsung dan tidak tersebar. Ada beberapa jenis laringoskop yaitu tipe magill yaitu bilah lurus dan tipe macintosh dengan bentuk bilah bengkok. Bilah macintosh ini paling sering dipakai untuk tindakan intubasi karena kurang traumatis dan lapangan pandang luas serta kemungkinan timbul reflek vagal berkurang. b. Endotracheal tube (ETT) digunakan untuk mengalirkan gas anestesi langsung ke dalam trakhea dan mengizinkan untuk kontrol ventilasi dan oksigenasi. Cara intubasi a. Posisi kepala dan leher Posisi yang baik untuk melihat laring adalah dengan leher sedikit fleksi dan kepala diekstensikan pada persendian atlanto-oksipitalis. Pada hampir semua orang dewasa dapat dibantu dengan meletakkan bantal dibelakang leher sedangkan pada anak kecil dibutuhkan bantal kecil dibelakang bahu.  Oksigenasi Pertama-tama perlu diberi oksigen kepada pasien sampai saat laringoskop dimulai  Penggunaan laringskop Pegang laringoskop dengan tangan kiri, masukkan laringoskop dengan lembut pada bagian kanan mulut dan tekanlah diatas lidah sampai uvula terlihat. Kemudian pindahkan ujungnya ketengah garis dan masukkan lebih dalam lagi sehingga epiglottis terlihat. Ujung laringoskop masuk diantara epiglottis dan dasar lidah. Tarik laringoskop kearah langit-lagit dan ostium laring akan terlihat pada bagian anterior dan kartilago aritenoidea pada bagian posterior. Saat menarik laringoskop jangan sampe menggunakan gigi pasien sebagai titik tumpu  Pemasangan pipa ETT diambil dengan tangan kanan, dan ujungnya dilewatkan melalui pita suara yang terbuka (abduksi). Balon ETT harus berada dalam trakhea bagian atas tapi diluar laring. Langingoskop ditarik dengan hati- hati untuk

menghindari kerusakan gigi. Balon dikembungkan dengan sedikit udara yang dibutuhkan untuk tidak adanya kebocoran selama ventilasi tekanan positif, untuk meminimalkan tekanan yang ditransmisikan pada mukosa trakhea.  Memeriksa posisi pipa Setelah intubasi penting untuk memeriksa kembali posisi pipa endotrakea untuk meyakinkan bahwa pipa tidak masuk kedalam esophagus. Cara untuk meyakinkan pipa sudah masuk atau belum. Hanya dengan melihat dada bergerak dengan baik ketika kantong udara ditekan tidaklah cukup. Perlu dilakukan dengan segera di auskultasi dan capnogragraf dimonitor untuk memastikan ETT ada di intratrakheal. Jika ada keragu-raguan tentang apakah pipa dalam esophagus atau trakhea, cabut lagi ETT dan ventilasi pasien dengan face mask. Sebaliknya, pipa diplester atau diikat untuk mengamankan posisi.

5. Indikasi Intubasi Trakea Intubasi trakea merupakan bagian rutin dari pemberian anestasi umum. Intubasi bukan prosedur bebas resiko, bagaimanapun, tidak semua pasien dengan anestesi umum memerlukan intubasi, tetapi TT dipasang untuk proteksi, dan untuk akses jalan nafas. Secara umum, intubasi adalah indikasi untuk menjaga jalan nafas oleh sebab apa pun, mempermudah ventilasi positif serta pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi. Ventilasi dengan face mask atau LMA biasanya digunakan untuk prosedur operasi pendek. 6. Sistem Skoring Mallampati Pemeriksaan yang paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien untuk menemukan adanya kesulitan intubasi adalah penentuan sesuatu yang disebut Kelas Mallampati. Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 gradasi. Dasarnya adalah terlihatnya struktur faring saat mulut dibuka selebar-lebarnya. Pasien diklasifikasi sebagai berikut :

Gambar 1. Tampakan Faring pada Skoring Mallampati

BAB III KESIMPULAN Tatalaksana jalan nafas (airway) merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap anestetis. Syarat utama yang harus diperhatikan pada saat anestesi umum adalah menjaga jalan nafas agar selalu bebas dan nafas dapat berjalan lancar dan teratur. Pada pasien yang tidak sadar yang berbaring dalam posisi telentang sangat berbahaya, karena akan terjadi obstruksi jalan nafas dan asfiksia. Pada posisi ini lidah akan terjatuh ke belakang, meyebabkan obstruksi parsial atau total pada faring. Oleh karena perlu dilakukan pembebasan jalan nafas.Menjaga jalan nafas dapat dilakukan dengan maupun tanpa alat, seperti triple airway maneuver. Sedangkan yang menggunakan alat dapat menggunakan alat seperti nasopharyngeal airway, oropharyngeal airway, face mask, laryngeal mask airway dan intubasi trakea.

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

1. Lunn JN. Catatan kuliah anestesi. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.h.30-7. 2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis anestesiologi. Edisi ke-2. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001.h.36-44 3. Huhardi M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R. Anestesiologi. Edisi ke-1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004.h.103-9. 4. Staf Pengajar Department Anestesiologi. Buku ajar anestesiologi. Edisi ke-1. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.h.304-8 5. Dobson M. Penuntun praktis anestesi. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002.h.12-20

More Documents from "Retno Yunita Sari"

Diksi.docx
November 2019 16
Gambar....docx
November 2019 13
Lengkap.docx
November 2019 10
New Cv.docx
May 2020 11
Pmk Ringkasan
October 2019 44